BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan penyakit yang masih menjadi perhatian di dunia dan Indonesia. Penyakit ini memiliki penyebaran yang cepat dan dapat berakhir dengan kematian jika tidak dikontrol. Kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh retrovirus HIV ini telah menyerang sebagian penduduk negara di dunia dan begitupun di Indonesia. Data pada tahun 2013 melaporkan bahwa penduduk dunia yang hidup dengan HIV sebanyak 35,3 juta orang, dengan kasus baru sebesar 2,3 juta orang dan yang berakhir dengan kematian mencapai 1,6 juta orang (UNAIDS, 2013). Di Indonesia sampai dengan September 2014 jumlah kumulatif kasus AIDS yang telah terlaporkan ke Departemen Kesehatan Republik Indonesia sebanyak 55.799 kasus tersebar di 33 Propinsi di Indonesia (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2014). Kasus AIDS pertama kali dilaporkan pada tahun 1987 di Bali dan pada tahun 1993 pertama kali ditemukan orang dengan HIV positif di Kota Yogyakarta. Jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Propinsi DI Yogyakarta sampai dengan September 2014 berjumlah 916 kasus AIDS dan 2.611 kasus HIV (Ditjen PPM & PL Kemenkes RI, 2014). Data dari Dinas Kesehatan Yogyakarta tercatat pasien HIV/AIDS mulai periode 1993 2013 sebanyak 1.426 kasus HIV positif dan 1.016 kasus AIDS dengan jumlah kasus yang sudah meninggal sebanyak 225 pasien (Dinkes Yogyakarta, 2013). Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) mengalami beban hidup dan psikologis yang berat dalam menghadapi beban penyakit yang diderita dari lingkungan sekitar. Hal ini berefek pada kualitas hidup yang harus dijalani sehari-hari. Kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS telah dipelajari secara intensif akhirakhir ini. Studi tentang hal ini menitikberatkan pada dua hal yaitu menilai kualitas hidup itu sendiri dan menentukan prediktor hidup baik dan buruk (Belak Kovačević et al., 2006). 1
2 Kualitas hidup bersifat subyektif dan multifaktor yang membangun responsif terhadap harapan individu dalam aspek yang berbeda dari kehidupan termasuk kesehatan fisik, kondisi psikologis, dan fungsi perawatan diri dan hubungan sosial (Amarantos et al., 2001). Usia muda, jenis kelamin perempuan, tidak mengkonsumsi Antiretroviral Therapy (ART) dan adanya stigma adalah faktor risiko tinggi yang berdampak buruk terhadap kualitas hidup (Mahalakshmy et al., 2011). Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa umur, tingkat pendidikan, status pekerjaan, pendapatan bulanan, tinggal di rumah sendiri, hidup dengan anggota keluarga, dukungan sosial, dan proses adaptasi yang baik berhubungan dengan kualitas hidup seseorang (Khumsaen et al., 2012). Nutrisi juga memainkan peranan penting dalam menjaga sistem kekebalan tubuh. Ketidakseimbangan status gizi merupakan kofaktor utama infeksi HIV dan dapat berkontribusi terhadap kematian selama perkembangan AIDS (Suttajit, 2007). Selain itu, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan pekerjaan juga memiliki hubungan yang signifikan dengan domain kualitas hidup. Wanita dengan HIV/AIDS mengalami kondisi lebih buruk dibandingkan laki-laki tehadap kualitas hidupnya. Sebagian besar aspek kehidupan dan masalah ini berasal dari kurangnya persepsi positif peran mereka dalam masyarakat, orang dengan menjadi pasif dalam aspek sosial dan ekonomi dan juga adanya dampak dari faktor jenis kelamin seperti ketidaksetaraan, kekerasan terhadap perempuan, kurangnya dukungan sosial dan keluarga selain stigma terhadap penyakit (Nojomi et al., 2008). Orang yang hidup dengan HIV/AIDS menghadapi beberapa tantangan dalam menghadapi penyakit mereka, sementara itu adanya stigma menjadi masalah psikososial yang terkait dengan HIV. Stigma terkait HIV dan AIDS merupakan pengetahuan tentang status mendevaluasi orang yang hidup dengan HIV yang berarti memperlakukan seseorang tidak penting dalam lingkungan sosialnya (Herek, 2002). Stigma HIV/AIDS dapat mempengaruhi kualitas hidup (QoL) orang yang hidup dengan HIV/AIDS dan kondisi ini dapat mengurangi akses dan kualitas pelayanan. Hal ini mempengaruhi kepatuhan terhadap terapi sehingga berpotensi meningkatkan risiko penularan (Zelaya et al., 2012).
3 Holzemer et al. (2007) mengatakan stigma dapat menyebabkan kesehatan ODHA memburuk, kualitas hidup menurun, ODHA menolak berobat, ODHA mengalami diskriminasi, dan kualitas kerja yang buruk. Hal ini akan memperburuk kondisi ODHA dan menghambat program pencegahan penularan HIV/AIDS. Stigma mempengaruhi banyak aspek dalam kehidupan ODHA. Mereka bisa kehilangan dukungan sosial, kehilangan pekerjaan, pengucilan, penganiayaan, bahkan kesulitan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, stigma merupakan hambatan primer dan sekunder HIV/AIDS dan berakibat meningkatkan kesakitan dan kematian. Hal ini didukung oleh penelitian Charles et al. (2012) yang menyimpulkan bahwa ODHA yang mengalami depresi berat akan menyebabkan kualitas hidup yang buruk. Dukungan sosial yang tinggi dari masyarakat berkaitan dengan tingkat kualitas hidup yang tinggi dari ODHA tersebut. Hal ini juga diperkuat dengan hasil penelitian longitudinal dari Greeff et al. (2010) yang melakukan penelitian selama 1 tahun terhadap penilaian stigma dan hubungannya dengan kualitas hidup ODHA di 5 negara di Afrika. Hasilnya mengatakan bahwa orang dengan HIV positif yang terus mengalami stigma dalam hidupnya akan mengalami kepuasan hidup yang berkurang, kehilangan kontrol hidup, penurunan interaksi sosial, dan penurunan status kesehatan. Hal ini sejalan dengan penelitian dari Charles et al. (2012) yang mengatakan bahwa ada 27% ODHA yang pernah mengalami stigma yang berat. Hasil penelitian sebelumnya dari Hastuti (2011) juga menunjukkan bahwa stigma masih dialami oleh ODHA pada berbagai tingkatan dengan prevalensi 22,1% pada tingkat stigma tinggi dan 42,6% pada tingkat stigma sedang. Stigma ini terjadi pada intrapersonal, interpersonal, dan masyarakat. Stigma yang berkaitan dengan HIV bersifat multilapis, yakni cenderung membangun dan memperkuat konotasi negatif terhadap perilaku yang termarginalkan dengan HIV/AIDS. Individu yang hidup dengan HIV sering diyakini sebagai akibat dari melakukan sesuatu yang salah. Stigmatisasi juga dapat terjadi pada tingkat yang lain. Orang yang hidup dengan HIV dapat menginternalisasi diri terhadap tanggapan negatif dan reaksi orang lain. Pada
4 ODHA hal ini dapat diwujudkan dalam perasaan malu, menyalahkan diri sendiri, dan tidak berharga yang dihubungkan dengan perasaan terisolasi dari masyarakat, depresi, dan keinginan untuk bunuh diri (UNAIDS, 2005). Adanya stigma akan berdampak pada tatanan sosial masyarakat. Pengidap HIV dan AIDS dapat kehilangan kasih sayang dan pergaulan sosial. Sebagian akan kehilangan pekerjaan dan sumber penghasilan yang berakibat menimbulkan kerawanan sosial dan mempengaruhi kualitas hidup mereka. Oleh karena itu, berdasarkan hal tersebut di atas maka peneliti melakukan sebuah penelitian untuk mengetahui kualitas hidup orang dengan HIV yang dikaitkan dengan stigma HIV/AIDS yang diterima oleh ODHA di daerah Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka dirumuskan sebuah permasalahan penelitian yaitu apakah terdapat hubungan antara stigma dengan kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stigma HIV/AIDS dengan kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS di Yogyakarta 2. Tujuan khusus a. Mengetahui distribusi skor kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS pada masing-masing domain. b. Mengetahui distribusi skor stigma yang diterima oleh orang dengan HIV/AIDS pada masing-masing instrumen. c. Mengetahui pola dan kekuatan hubungan antara stigma dengan kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS. d. Mengetahui hubungan dan perbedaan kemaknaan antara faktor luar terhadap kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS.
5 D. Manfaat Penelitian 1. Menjadi salah satu sumber informasi bagi instansi kesehatan rumah sakit khususnya klinik HIV/AIDS dalam rangka meningkatkan pelayanan sebagai upaya peningkatan kualitas hidup ODHA. 2. Menjadi masukan bagi Pemerintah Daerah Yogyakarta khususnya dinas terkait dalam kerjasama lintas sektor untuk menyusun program peningkatan kualitas hidup ODHA. 3. Menjadi bahan masukan bagi ilmu pengetahuan yang dapat memberikan sumbangan informasi bagi peneliti selanjutnya terkhusus yang berkaitan dengan kualitas hidup ODHA. 4. Meningkatkan wawasan pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam melaksanakan sebuah penelitian ilmiah tentang stigma terhadap kualitas hidup ODHA. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang kualitas hidup pada orang dengan HIV telah pernah dilakukan sebelumnya. Penelitiannya banyak terfokus pada faktor-faktor yang menyebabkan dan mempengaruhi kualitas hidup ODHA dari segi aspek sosial dan klinis. Penelitian tentang variabel yang berhubungan dengan stigma dan faktor sosiodemografi terhadap kualitas hidup ODHA masih jarang dilakukan, sehingga peneliti lebih fokus pada variabel tersebut untuk diteliti. Perbedaan lainnya adalah penelitian ini memadu pendekatan kuantitatif dan kualitatif serta menggunakan responden pada ODHA yang tergabung dalam Kelompok Dukungan Sebaya, bukan ODHA yang didapatkan di rumah sakit sebagaimana penelitian-penelitian terdahulu. Penelitian yang serupa dengan ini juga belum pernah dilakukan sebelumnya di Yogyakarta. Adapun penelitian yang berkaitan dan telah dilakukan sebelumnya adalah: 1. Khumsaen et al. (2012), melakukan penelitian yang berjudul Factors influencing quality of life among people living with HIV in Suphanburi Province, Thailand. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara karakteristik pribadi, dukungan sosial, spritual, adaptasi dan
6 kualitas hidup ODHA. Subjek penelitian adalah 120 orang dengan HIV positif. Desain penelitiaanya adalah cross sectional. Hasil penelitian menunjukan bahwa umur, tingkat pendidikan, status pekerjaan, pendapatan bulanan, tinggal di rumah sendiri, hidup dengan anggota keluarga, dukungan sosial, dan proses adaptasi yang baik berhubungan dengan kualitas hidup seseorang. Perbedaan dengan penelitian ini pada tempat penelitian, variabel bebas dan karakteristik subjek penelitian. 2. Charles et al. (2012), melakukan penelitian yang berjudul Association between stigma, depression, and quality of life of people living with HIV/AIDS (PLHA) in South India. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan prevalensi stigma dan mempelajari hubungannya antara stigma, depresi, dan kualitas hidup ODHA. Subjek penelitian adalah 400 orang dengan HIV positif. Desain penelitiannya adalah cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ODHA yang mengalami depresi berat akan menyebabkan kualitas hidup yang buruk. Dukungan sosial yang tinggi dari masyarakat berkaitan dengan tingkat kualitas hidup yang tinggi dari ODHA tersebut. Perbedaan dengan penelitian ini pada tempat penelitian, variabel bebas dan karakteristik subjek penelitian. 3. Greeff et al. (2010), melakukan penelitian yang berjudul Perceived HIV stigma and life satisfaction among persons living with HIV infection in five African countries. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai stigma HIV dari waktu ke waktu di 5 negara Afrika dan hubungannya dengan kualitas hidup orang dengan HIV. Subjek penelitian adalah 1457 orang dengan HIV positif yang diikuti selama 1 tahun. Desain penelitiannya adalah cohort study. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stigma HIV memiliki dampak negatif yang signifikan dan konstan terhadap kualitas hidup ODHA. Perbedaan dengan penelitian ini pada desain penelitian, tempat penelitian, dan karakteristik subjek penelitian.