BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II LANDASAN TEORI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

PENDAHULUAN Latar Belakang

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

PENYESUAIAN DIRI Oleh : Weny Hastuti,S.Kep. Abstrak :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas.

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BABI PENDAHULUAN. Setiap pasangan suami isteri tentu berharap perkawinan mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

ETIK UMB MENYONGSONG PERUBAHAN. Drs. SUMARDI, M. Pd. Modul ke: Fakultas EKONOMI DABN BISNIS. Program Studi AKUNTANSI.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurul Khoeriyah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan selalu dianggap sebagai hal yang memuaskan dan berharga, namun dalam sebuah hubungan baik itu perkawinan maupun hubungan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda dari kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Yang berlandaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Perkawinan. Menurut Aqmalia dan Fakhrurrozi (2009) menjelaskan bahwa per kawinan

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian Diri Secara luas penyesuaian diri berarti mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan (autoplcstis) dan berarti pula mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan diri (aloplastis). Oleh karena itu penyesuaian diri bisa berarti pasif, di mana kegiatan kita ditentukan oleh lingkungan dan bisa berarti aklil di mana kita mempengaruhi lingkungan (Gerungan, 1991). Hurlock (1980) mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah suatu hubungan yang harmonis dengan lingkungan yang melibatkan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan individu dan memenuhi tuntutan fisik maupun sosial secara seimbang. Wolman (dalam Novirianti, 2002) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai pengertian hubungan yang harmonis dengan lingkungan yang melibatkan kemampuan untuk menghadapi tuntutan dan memuaskan kebutuhan seseorang baik fisik maupun sosial. Penyesuaian diri dapat diartikan pula sebagai variasi dan perubahan tingkah laku yang perlu untuk memuaskan kebutuhan dan menghadapi tuntutan, sehingga seseorang dapat mendirikan hubungan yang harmonis dengan lingkungannya. Jadi seseorang dikatakan dapat mendirikan hubungan yang harmonis ketika

orang tersebut dapat menyesuaikan diri, seperti jika lapar maka akan makan, minum jika haus, lari jika takut, mencari perlindungan dari badai yang menerjang, mencari naik turunnya perasaan seksual dan mencegah ketidaksepakatan orang sehingga ketika seseorang dapat membaurkan semua itu dengan cepat maka seseorang tersebut dapat bertahan dalam hidupnya. Oleh karena itu penyesuaian diri dapat dikatakan sebagai kemampuan untuk dapat mempertahankan eksistensinya dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah serta dapat mengadakan relasi yang menawarkan dengan tuntutan-tuntutan sosial. Lazarus (dalam Sundari, 2005) mengemukakan adjustment involves a reaction of the person to deman imposed upon him. Maka, penyesuaian diri termasuk termasuk reaksi seseorang karena adanya tuntutan yang di bebankan pada dirinya. Demikian pula pendapat Thorndike dan Hogen yang disitir oleh Fahmi (dalam Sundari, 2005) bahwa penyesuaian diri merupakan kemampuan individu untuk mendapatkan ketentraman secara internal dan hubungannya dengan dunia sekitarnya. Menurut Kartono 2000 (dalam Widianingsih, 2009) penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan lingkungannya. Sehingga rasa permusuhan, kemarahan, depresi dan emosi negatif lain sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien. Penyesuaian diri juga diartikan sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisir respon-respon

sedemikian rupa sehingga dapat menanggapi segala macam konflik, kesulitan masalah hidup, dan frustasi-frustasi dengan cara efisien. Dari uraian di atas dapat disimpulkan pengertian penyesuaian diri adalah mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan atau mempengaruhi lingkungan agar dapat memenuhi kebutuhan fisik dan sosial, sehingga tercipta hubungan yang harmonis yang menjadikan individu dapat bertahan hidup. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Menurut Schneiders (dalam Novirianti, 2002), faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri seseorang adalah: a. Keadaan fisik dan jenis kelamin. Keadaan fisik sangat mempengaruhi penyesuaian sosial seseorang. Adanya cacat fisik atau penyakit tertentu sering menjadi latar belakang terjadinya hambatan-hambatan sosial. Selain itu, lingkungan masyarakat yang memberikan kesan tertentu pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang menyebabkan terjadinya perbedaan status sosial, misalnya sikap laki-laki yang menentang peraturan cenderung lebih diterima dibandingkan bila dilahirkan oleh perempuan. Lebih lanjut Ashmore (dalam Novirianti, 2002) menyebutkan bahwa kesan tertentu terhadap jenis kelamin merupakan keyakinan tentang sifat kepribadian laki-laki dan perempuan yang memberikan gambaran mengenai ciri-ciri dari anggota suatu kelompok sosial.

b. Keadaan lingkungan. Keadaan lingkungan yang baik, damai, tentram, penuh penerimaan dan memberikan perlindungan kepada anggota masyarakatnya merupakan lingkungan yang akan memperlancar proses penyesuaian individu c. Tingkat pendidikan dan intelegensi. Individu yang mempunyai tingkat pendidikan dan intelegensi yang tinggi cenderung dapat melakukan penyesuaian sosial yang lebih baik. Seseorang yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik biasanya diikuti dengan tingkat pendidikan dan intelegensi yang tinggi pula d. Kebudayaan dan agama Kebudayaan secara langsung dan tidak langsung berpengaruh pada pembentukan tingkah laku individu. Kebudayaan dapat memudahkan atau bahkan malah menyulitkan penyesuaian diri individu. Individu yang dapat bertingkah laku sesuai dengan budaya yang berlaku akan mudah untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut. Demikian halnya dengan agama sebagai sarana untuk mengurangi konflik frustasi dan ketegangan psikis lainnya akan memberi rasa aman bagi individu dalam penyesuaiannya. Rakhmat (dalam Novirianti, 2002) juga menyebutkan bahwa semakin kuat tradisi keagamaan dalam suatu masyarakat akan semakin besar pengaruh dominannya dalam kebudayaan.

e. Keadaan psikologis. Individu yang sehat dan matang secara psikologis akan dapat menyelaraskan dorongan-dorongan internalnya dengan tuntutan yang berasal dari lingkungan, bahkan tidak hanya itu, individu tersebut akan berusaha memenuhi tuntutan tersebut (Hurlock 1999). Beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri manusia menurut Daradjat (1986) adalah: a. Frustasi atau tekanan perasaan. Frustasi ialah suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhannya atau menyangka bahwa akan terjadi sesuatu hal yang menghalangi keinginannya. Orang yang sehat mentalnya akan dapat menunda untuk sementara pemuasan kebutuhannya atau dapat menerima frustasi tersebut untuk sementara. Frustasi disebabkan oleh tanggapan terhadap situasi yang dipengaruhi oleh kepercayaan kepada diri sendiri dan kepercayaan terhadap lingkungan. b. Konflik atau pertentangan batin. Konflik jiwa atau pertentangan batin adalah terdapatnya dua macam dorongan atau lebih yang berlawanan atau bertentangan satu sama lain, hal tersebut tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang sama. Konflik tersebut bisa berupa dua hal yang sama-sama diingini, yang pertama diingini dan yang kedua tidak diingini dan dua hal yang kedua tidak diingini.

c. Kecemasan. Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik). Rasa cemas bisa ditimbulkan dari melihat dan mengetahui ada bahaya yang mengancam dirinya berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk dan arena perasaan berdosa atau bersalah disebabkan telah melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat bermacam-macam faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri, baik dari dalam individu, seperti keadaan fisik jenis kelamin, tingkat pendidikan, intelegensi dan keadaan psikologis berupa frustasi, konflik maupun kecemasan, dan faktor dari luar individu berupa keadaan lingkungan, kebudayaan dan agama. 3. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri Aspek penyesuaian diri menurut Dariyo (2007) antara lain yaitu; 1. Kematangan Emosional a. Kemantapan suasana kehidupan emosional b. Kemantapan suasana kehidupan kebersamaan dengan orang lain c. Kemampuan untuk santai, gembira dan menyatakan kejengkelan

d. Sikap dan perasaan terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri. 2. Kematangan Intelektual a. Kemampuan mencapai wawasan diri sendiri b. Kemampuan memahami orang lain dan keragamannya c. Kemampuan mengambil keputusan d. Keterbukaan dalam mengenal lingkungan 3. Kematangan Sosial a. Keterlibatan dalam partisipasi sosial b. Kesediaan kerja sama c. Kemampuan kepemimpinan d. Sikap toleransi e. Keakraban dalam pergaulan 4. Tanggung Jawab a. Sikap produktif dalam mengembangkan diri b. Melakukan perencanaan dan melaksanakannya secara fleksibel c. Sikap alturisme, empati, bersahabat dalam hubungan interpersonal d. Kesadaran akan etika dan hidup jujur e. Melihat perilaku dari segi konsekuensi atas dasar sistem nilai f. Kemampuan bertindak independen.

Aspek-aspek penyesuaian diri yang sehat menurut Supratiknya (2000), ditunjukkan dengan perilaku tertentu pada beberapa aspek penyesuaian diri: a. Sikap terhadap diri sendiri Individu dapat menerima kenyataan diri dengan segala keterbatasan dan kekurangan, serta berusaha mengatasi kekurangannya tersebut secara rasional sejauhmana ia mampu. Indikator: sikap optimis dan percaya diri. b. Persepsi yang realistis Individu mampu mengubah persepsinya tentang kenyataan hidup dan menginterpretasikannya, sehingga mampu menentukan tujuan dan realistis sesuai dengan kemampuannya serta mampu mengenali konsekuensi dan tindakannya agar dapat menuntun pada perilaku yang sesuai. Indikator: memiliki pandangan yang realistis terhadap dirinya, dan lingkungannya. c. Integrasi Kemampuan individu dalam pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu. Indikator: menunjukkan kepribadian utuh bebas dari konflik, dan memiliki toleransi yang baik terhadap stress (tidak mudah stress).

d. Kompetensi Kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Indikator: memiliki kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan sosial yang bagus. e. Otonomi Kemampuan untuk mandiri, bertanggung jawab, dan penentuan diri yang memadai serta kemampuan cukup untuk membebaskan diri dari aneka pengaruh sosial. Indikator: memiliki kemandirian, tanggung jawab dalam bekerja. f. Pertumbuhan aktualisasi diri Kemampuan untuk bersikap kearah yang lebih matang, semakin berkembang kemampuan-kemampuannya mencapai pemenuhan diri sebagai pribadi. Indikator: sikap yang semakin matang, dan mencapai pemenuhan diri yang bagus. Dari uraian aspek di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek penyesuaian diri terdiri dari sikap terhadap diri sendiri, dimana individu dapat menerima kenyataan diri dengan segala keterbatasan dan kekurangan, persepsi yang realistis, disini individu mampu mengubah persepsinya tentang kenyataan hidup dan menginterpretasikannya, sehingga mampu menentukan tujuan dan realistis sesuai dengan

kemampuannya, integrasi yang berarti kemampuan individu dalam pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu, Kompetensi yang berarti kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan, Otonomi yang berarti kemampuan untuk mandiri, bertanggung jawab, dan penentuan diri yang memadai dan pertumbuhan aktualisasi diri disini berarti kemampuan untuk bersikap kearah yang lebih matang, semakin berkembang kemampuankemampuannya mencapai pemenuhan diri sebagai pribadi. B. Pernikahan 1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan fitrah manusia sebagai makhluk hidup untuk memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis. Sebagaimana yang tertera dalam Al-Qur'an surat Ar-rumm ayat 21 yang berbunyi: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-nya adalah dia menciptakan untuknu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benarbenar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir". Hornby (dalam Walgito, 19984) mengatakan bahwa marriage: the union of two persons as husband an wife. Ini berarti bahwa perkawinan adalah bersatunya dua orang sebagai suami isteri.

Perkawinan tercantum dalam undang-undang, yaitu UU No. 1 tahun 1974 yang berbunyi. Perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seseorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa" (Soemiyati, 1982). Perkawinan adalah hubungan interpersonal anrata laki-laki dan perempuan dalam ikatan sah dimana di dalamnya terdapat penyesuaianpenyesuaian agar tercapai hubungan komunikasi yang baik sehingga perkawinan dapat berjalan sesuai kaidah-kaidah dan menwujudkan kelluarga yang bahagia (Reiss, 2004) Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah sebuah firah manusia yang telah ditetapkan oleh Tuhan dalam memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis. Pernikahan merupakan penyatuan dua pribadi yang bertujuan untuk membentuk sebuah keluarga yang bahagia sesuai ketentuan agama dan perundangan yang berlaku. 2. Tujuan Pernikahan Tujuan pernikakhan menurut miqdad (2001) yaitu: 1. Untuk mewariskan anak keturunan 2. Untuk menyelamatkan masyarakat dari dekadensi moral 3. Untuk menjalin kerja sama suami istri terhadap tanggung jawab keluarga 4. Untuk menentramkan jiwa

5. Untuk menyempurnakan agama Mempunyai keturunan merupakan keinginan setiap orang, merupakan tujuan utama seseorang menikah. Bagi pasangan perkawinan, menjalankan perkawinan karena telah menyempurnakanagamanya akan memberikan ketenangan jiwa, dan merupakan tempat belajar bertanggung jawab. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pernikahan adalah untuk membentuk sebuah keluarga baru dimana terdapat hal-hal baru dan sebagai wadah untuk melakukan hubungan seks dan reproduksi yang syah dan merupakan penyempurnaan dari agama. 3. Hikmah Pernikahan A. Isa (dalam Novirianti, 2002) mengatakan terdapat beberapa keuntungan psikologis dari penikahan: a. Ketenangan batin. Dalam pernikahan terdapat ketenangan dan kesenangan batin yang tidak bisa didapatkan oleh seorang pria kecuali dengan istrinya, dan tidak pula didapatkan oleh seorang wanita kecuali dangan suaminya. Bila hati tenang, maka seluruh sanubari akan terhindar dari kejahatan. b. Kesenangan duniawi. Kesenangan duniawi dapat dirasakan saat terjadi pernikahan yang disaksikan oleh keluarga dan kaum kerabat. Setelah pernikahan maka

dua orang insan berbeda jenis telah sah untuk berhubungan suami istri. c. Tumbuhnya rasa kebapakan dan keibuan. Setelah lahir anak-anak dalam pernikahan, tumbuhlah rasa kasih kebapakan pada jiwa pria dan kasih keibuan pada jiwa wanita, besarnya rasa kasih membawa pada perlakuan yang baik. Orang tua akan menjaga dan memelihara anak dari segala sesuatu yang dapat mengganggu kehidupannya. Maslow (dalam Novirianti, 2002) mengatakan bahwa peristiwa yang berpengaruh tarhadap proses kematangan kepribadian seseorang adalah: a. Penikahan, di mana seseorang akan menemukan sekolah terbaik untuk mematangkan kepribadian dan emosinya b. Menjadi orang tua di mana seseorang belajar meneguhkan cita-cita setinggi mungkin dengan keharusan menerima anak apa adanya. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pernikahan memiliki banyak hikmah yang menyangkut psikologis, kematangan kepribadian seseorang dan sosial yang dapat menuju dalam pembentukan masyarakat yang besar dan sehat jasmani maupun rohani.

B. MAHASISWA 1. Mahasiswa yang Menikah Papalia dan Olds (dalam Novirianti, 2002) mengatakan bahwa gejolak seksual di usia 19 sampai 25 tahun dapat menyebabkan seseorang memiliki prestasi yang rendah karena terhambat dalam memenuhi kebutuhannya sehingga usia 19 sampai 25 tahun bagi seorang perempuan dan usia 20 sampai 25 tahun bagi seorang laki-laki adalah usia terbaik untuk menikah. Di samping menjadi usia terbaik untuk menikah, usia 19 sampai dengan 21 tahun juga merupakan usia yang baik untuk memulai kehidupan rumah tangga dan mengasuh anak pertama. Maslow (dalam Novirianti, 2002) dalam teori hierarki kebutuhan manusia menempatkan kebutuhan fisiologis yang berupa makan, minum istirahat dan kebutuhan seks dalam urutan yang paling dasar untuk dapat mencapai puncak kebutuhan aktualisasi diri. Terhambatnya pemenuhan kebutuhan dasar menjadi penghalang psikis untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan berikutnya. Oleh karena itu anggapan bahwa menikah sembari kuliah dapat menghambat prestasi bukanlah hal yang dapat di benarkan. Hoffman (dalam Novirianti, 2002) menemukan angka statistik di Amerika menunjukkan bahwa 34,6% wanita dan 21,4% laki-laki berusia 20 sampai dengan 24 tahun telah melakukan pernikahan ketika masih menempuh kuliah di perguruan tinggi. Kominnen dan tanggung jawab adalah faktor yang mempengaruhi pasangan muda tersebut untuk melakukan pernikahan. Sebagian di antara mahasiswa yang menikah

sempat terganggu kuliahnya, namun sebagian besar dari mereka tidak mengalami hambatan dalam menyelesaikan studinya di perguruan tinggi. Masa-masa yang paling banyak menimbulkan hambatan kuliah adalah ketika memiliki anak pertama. Kelahiran anak pertama memerlukan penyesuaian diri dengan peran baru sebagai orang tua. Penyesuaian baru sebagai orang tua terutama dirasakan oleh pihak wanita yang harus berperan sebagai ibu. Beberapa faktor yang menyebabkan seseorang kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang di pilihnya dengan beradaptasi dalam pernikahan pada saat yang bersamaan adalah: g. Sedikit yang punya persiapan untuk menghadapi jenis-jenis masalah yang perlu diatasi sebagai orang dewasa. Pendidikan di sekolah lanjutan dan tinggi hanya memberikan latihan kerja yang terbatas dan hampir tidak ada sekolah atau akademi yang memberikan kursus-kursus mengenai masalah-masalah yang umum ditemui dalam perkawinan dalam peran sebagai orang tua. h. Mencoba menguasai dua atau lebih keterampilan serempak biasanya menyebabkan kedua-duanya kurang berhasil. Penyesuaian diri pada kehidupan perkawinan dan peran sebagai orang tua biasanya mempersulit penyesuaian diri terhadap pekerjaan jika mereka kawin sewaktu masih muda.

i. Orang-orang muda tidak memperoleh bantuan dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah mereka, tidak seperti sewaktu mereka dianggap bukan dewasa (Hurlock,1980). Kesimpulan yang diambil dari uraian di atas adalah seks merupakan salah satu kebutuhan dasar untuk menunjang pencapaian puncak aktualisasi diri. Mahasiswa yang menikah akan merasakan hambatan yang besar ketika dituntut dengan peranan baru sebagai orang tua saat lahirnya anak pertama. Penyebab sulitnya penyesuaian diri antara menikah dengan kuliah adalah kurangnya persiapan untuk menghadapi masalah dan kesulitan untuk menguasai dua keterampilan secara serempak. 2. Penyesuaian Diri Mahasiswa Yang Sudah Menikah Penyesuaian diri manusia dalam kelompok berperan sesuai dengan jenis kelaminnya merupakan bagian normal dalam proses perkembangan sehingga tidak seorangpun menganggapnya sebagai masalah. Akibat dari proses tersebut terbentuklah stereotip jenis kelamin yang secara tidak langsung disetujui oleh anggota kedua jenis kelamin dalam suatu lingkungan, bergantung pada apa saja yang di hargai untuk lingkungan tersebut (Hurlock, 1980) Menurut Wirawan (dalam Novirianti, 2002), kehidupan pernikahan banyak menemui permasalahan yang timbul dari banyak faktor. Faktor dalam kehidupan perkawinan tidak ditemui dalam hubungan-hubungan persahabatan, bisnis ataupun hubungan lainnya. Penyesuaian dalam pemikahan berimplikasi antara dua individu sebagai pasangan suami istri

yang belajar mencocokan diri terhadap kebutuhan, keinginan dan harapan pasangannya. Penyesuaian pernikahan adalah suatu proses yang berlangsung terus menerus serta dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya, dan personal melalui berbagai cara yang kompleks. Setelah pasangan individu antara laki-laki dan wanita memasuki jenjang pernikahan bukan berarti akan dapat langsung mewujudkan kebahagiaan seperti yang diimpikan sewaktu sebelum menikah atau. Mau tidak mau pasangan suarni istri harus menghadapi berbagai masalah yang timbul dalam pernikahan termasuk pasangan suami isteri harus menghadapi perubahan peran yang dijalani setelah menikah. Sering kali dalam kenyataannya masalah-masalah yang sepele dan tidak terduga muncul dalam kehidupan rumah tangga Masalah yang muncul disebabkan oleh latar belakang yang berbeda seperti nilai-nilai, sifat-sifat karakter atau kepribadian, agama, budaya suku bangsa, kelebihan dan kelemahan. Semua aspek tersebut akan mempengaruhi dalam berpikir, bersikap ataupun bertindak. Ketidakmampuan untuk mengelola perbedaan akan menimbulkan konflik dan pertengkaran bahkan dapat berakhir dengan adanya perceraian. Namun kemamampuan untuk mengelola perbedaan, akan dapat menjadi jalan untuk mewujudkan kebahagiaan pernikahan. Kemampuan mengelola perbedaan erat hubungannya dengan kemampuan untuk saling mengerti, memahami, mempercayai, dan menerima kelebihan dan kelemahan masing-masing pasangan. Salah satu kunci untuk dapat mewujudkan sikap

terbuka terhadap pasangan adalah dengan mewujudkan komunikasi yang baik dan efektif. Segala masalah yang timbul dalam perkawinan akan dapat terselesaikan dengan baik bila masing-masing suami istri mau menyediakan diri untuk berkomunikasi dari hati ke hati guna memahami kelebihan dan kelemahan pasangan hidupnya sehingga perkawinan akan dapat dipertahankan dengan baik (Gunarsa 2001). Hurlock (dalam Mappiare, 1983) mengatakan bahwa sejauh mana mudah atau sukarnya penyesuaian suami isti dalarn hidup perkawinan akan tergantung pada banyak faktor. Beberapa faktor yang berperan utama adalah: 1. Citra mengenai pasangan ideal. Pria cenderung memiliki idealisme yang lebih realistis di banding kaum wanita. Pria cenderung menginginkan istri yang lebih menonjol di antara teman dan kenalan-kenalannya di dalam mencintai dan mengelola rumah tangga serta dapat berlaku adil dan setia. Sementara wanita menekankan pentingnya prestasi, kehalusan pensiun, cinta dan adanya pemahaman dari suaminya. 2. Pengalaman-pengalaman masa muda. Pria yang pernah mengalami kekecewaan-kekecewaan mengenai ciri-ciri pribadi akibat olokan-olokan temannya, cenderung memilih wanita yang lebih rendah dari dirinya. Perasaan dominan akan menjadikan pria tersebut lebih mudah dalam menyesuaikan diri. Pengalaman-pengalaman hubungan pribadi yang berlanjut dalam

hidup perkawinan antara pria dan wanita sesungguhnya telah dimiliki dalam masa-masa sebelumnya Pengalaman hubungan pribadi berkaitan dengan pemahaman sosial secara luas yang telah dikembangkan dan adanya keinginan-keinginan untuk bekerjasama dengan orang lain. 3. Kesamaan latar belakang. Jika perbedaan latar belakang kedua individu yang bersangkutan terlalu besar dan berakibat banyaknya perbedaan pada ciri-ciri pribadi, maka lebih sukar bagi keduanya untuk menciptakan penyesuaian. Semakin banyak perbedaan maka semakin besar pula kesukaran penyesuaian yang dihadapi. Sebaliknya, semakin banyak kesamaan latar belakang pasangan suami istri, maka semakin mudah bagi pasangan yang bersangkutan untuk mengadakan penyesuaian. 4. Minat-minat bersama. Pada umumnya penyesuaian yang baik dalam hidup perkawinan bergantung pada adanya minat yang sama Kesamaan pola minat yang dapat dilakukan krsama lebih utama dibanding jumlah minat yang sama begitu pula mengerjakan secara bersamaan minat yang berpola familistis seperti rekreasi, jauh lebih menunjang penyesuaian yang lebih baik dibandingkan mengerjakan minat yang kelola individualis seperti membaca.

5. Kesamaan nilai-nilai yang dianut. Pasangan yang memiliki kesamaan nilai-nilai yang dianut umumnya lebih mudah menciptakan penyesuaian dibandingkan pasangan yang mempunyai perbedaan nilai-nilai. Nilai-nilai yang dimiliki pasangan dipengaruhi oleh latar belakang, bisa bersangkutan dengan nilai etis, budaya keilmuan, dan sebagainya Misal, seseorang yang memiliki latar belakang "hidup bebas" sudah barang tentu akan mengalami kesulitan mencapai penyesuaian dengan pasangan yang disiplin. Semakin banyak nilai-nilai yang sama bagi suatu pasangan, maka semakin mudah pula bagi pasangan yang bersangkutan untuk mengadakan penyesuaian. 6. Pandangan-pandangan mengenai peranan. Pandangan mengenai peranan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menentukan penyesuaian yang dapat dilakukan oleh pasangan. Persoalan yang sering timbul seperti adanya perbedaan pandangan antara suami istri dan antara peranan yang diharapkan dapat dilakukan oleh seseorang dengan peranan yang senyatanya dilakukan dalam hidup perkawinan. Misal, seorang istri yang berpegang pada konsep modern berpasangan dengan suami yang lebih condong pada peraturan tradisional, seringkali menghadapi situasi yang menimbulkan kesukaran penyesuaian.

7. Penyesuaian pola-pola hidup. Penyesuaian individu terhadap pasangannya dalam suatu perkawinan mengandung arti penataan kembali pola kehidupan, pembaharuan cara-cara persahabatan dan aktivitas-aktivitas sosial dan mengubah keperluan- keperluan pekerjaan. Para dewasa muda diharapkan memiliki kemantapan penyesuaian masa muda yang dapat dimanfaatkan dalam menghadapi perubahan-perubahan dalam hidup perkawinan. Dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri pasangan suami istri merupakan hal yang berbeda dengan menyesuaikan diri dalam hubungan sosial. Perbedaan penyesuaian diri suami istri dengan hubungan sosial disebabkan hubungan suami istri tidaklah semudah membina hubungan persahabatan karena di dalam pernikahan terjadi penyatuan dua individu yang berbeda dari latar belakang keluarga sifat keinginan budaya agama dan lain sebagainya. Mudah sukarnya penyesuaian diri suami istri dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yaitu citra mengenai pasangan ideal, pengalaman-pengalaman masa muda, kesamaan latar belakang, minat-minat bersama, nilai-nilai yang dianut pandangan-pandangan mengenai peranan dan penyesuaian pola-pola hidup.

C. Kerangka Berpikir Adapun bagan kerangka berfikir penelitian yaitu sebagai berikut: Bagan 1. Kerangka berfikir penelitian Penyesuaian diri yang dilakukan mahasiswa UMP yang sudah menikah Kematangan Emosional Kematangan Intelektual Kematangan Sosial Tanggung Jawab Mahasiswa yang menikah saat masih menempuh masa studi menjalani pernikahannya tentu akan menghadapi berbagai permasalahan yang menyangkut kehidupannya. Mahasiswa yang sudah menikah itu akan berusaha melakukan cara untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Kemudian mahasiswa yang sudah menikah itu membutuhkan penyesuaian diri untuk mengatasi masalah-masalahnya berdasarkan tuntutan peran dan tanggung jawab baru dari kedua pasangan. Anisaningtiyas dan Astuti (2011) mengemukakan cara yang dilakukan mahasiswa yang sudah menikah dapat berupa memanage waktu agar dapat menyeimbangkan waktu antara rumah tangga dan kuliah. Dalam menjalankan kuliah, anak responden yang masih bayi sering ditinggal bersama suami, pembantu maupun dengan orangtua.