4 HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan

TEKNIK IMOTILISASI MENGGUNAKAN EKSTRAK HATI BATANG PISANG (Musa spp) DALAM SIMULASI TRANSPORTASI KERING IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 1. No. 2 Juni 2017

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

2 TINJAUAN PUSTAKA. : Cypriniformes. : Colossoma macropomum,

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODOLOGI. 3.3 Tahap dan Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari persiapan penelitian, penelitian pendahuluan, dan penelitian utama.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIK PEMBIUSAN MENGGUNAKAN SUHU RENDAH PADA SISTEM TRANSPORTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) TANPA MEDIA AIR 1

III. METODE PENELITIAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIK IMOTILISASI IKAN NILA MENGGUNAKAN EKSTRAK UMBI RUMPUT TEKI MAHARDIKA TRI HANDAYANI

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

TRANSPORTATION TEST DRY SYSTEM OF JELAWAT (Leptobarbus hoevenii) WITH USING BANANA STEM EXTRACT By:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013

HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI TEKNIK PENANGANAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO-L) HIDUP DALAM WADAH TANPA AIR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan Bulan Januari sampai Maret 2012 bertempat di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TRANSPORTASI BASAH BENIH NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN EKSTRAK BUNGA KAMBOJA (Plumeria acuminata) ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan bagian penting dari usaha ikan komersial seperti ikan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan

Tingkat Kelangsungan Hidup

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

II. BAHAN DAN METODE

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Persiapan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya ikan nila semakin diminati oleh pembudidaya ikan air

Gambar 4. Uji Saponin

HASIL DAN PEMBAHASAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan nila merah adalah sebagai berikut:

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

IV. HASIL DA PEMBAHASA

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Uji Toksisitas Akut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

PEMBIUSAN IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum) DENGAN SUHU RENDAH SECARA BERTAHAP DALAM TRANSPORTASI SISTEM KERING AURISMARDIKA NOVESA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Ikan nila (Oreochromis niloticus) Sumber: Kuncoro (2009)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mempelajari pengaruti suhu pembiusan terhadap aktivitas dan

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TEKNIK IMOTILISASI IKAN MAS (Cryprinus carpio) MENGGUNAKAN EKSTRAK DAUN KECUBUNG (Datura metel L) HANDI FAUZI HARAHAP

PENDAHULUAN. lingkungan adalah industri kecil tahu. Industri tahu merupakan salah satu industri

MANAJEMEN KUALITAS AIR

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus)

Lampiran 1 Data panjang dan bobot lobster air tawar yang digunakan sebagai hewan uji

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Transkripsi:

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama dilakukan persiapan media uji bahan pemingsan dan hewan yaitu hati batang pisang dan ikan bawal air tawar. Tahap ini juga dilakukan pengujian kualitas media air. 4.1.1 Persiapan hewan uji dan bahan pemingsan Kondisi awal bawal air tawar yang digunakan dalam penelitian ini memiliki yang baik di dalam air. Hal ini ditandai dengan posisi bawal yang tegak dan kokoh, aktif, agresif dan responsif di dalam air. Bawal akan memberikan reaksi kejutan yang sangat tinggi saat suatu benda atau tangan didekatkan kepada bawal. Bawal menunjukkan pertahanan yang kuat saat diangkat dari air, ditandai dengan mengepaknya bagian ekor, meronta dan pergerakan insang yang baik. Jika ikan memiliki kualitas rendah maka tingkat kematian lebih tinggi pada saat pengangkutan daripada ikan saat kondisi sehat (Berka 1988) Hewan uji yang digunakan adalah bawal air tawar dengan berat 180±10,25 gram. Bawal air tawar ini ditampung dalam akuarium dengan air yang telah disiapkan di laboratorium. Proses adaptasi (aklimatisasi) bawal sebelum proses pemingsanan dilakukan selama satu minggu. Selama dua hari terakhir sebelum proses pemingsanan, bawal dipuasakan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk mengurangi sebanyak mungkin kotoran yang ada dalam perut, serta mengurangi aktivitas metabolisme ikan selama transportasi (Suryaningrum et al. 1993). Hati batang pisang mengandung bahan-bahan seperti flavonoid dan saponin. Menurut Priosoeryanto et al (2006), ekstrak hati batang pohon pisang ambon mengandung tanin, saponin dan flavonoid. Ekstraksi hati hati batang pisang dilakukan dengan cara hati batang pisang di potong-potong kecil lalu diblender. Hasil blender hati batang pisang tersebut lalu diperas menggunakan kain blacu. 4.1.2 Kualitas air media pemeliharaan bawal air tawar Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang dapat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup bawal air tawar. Air yang digunakan untuk pemeliharaan bawal air tawar selama penelitian berasal dari air laboratorium yang

15 telah diendapkan dalam tandon selama 1-2 hari. Media air tersebut kemudian dianalisis kualitasnya dan dibandingkan dengan kualitas air kolam budidaya bawal air tawar. Parameter yang diamati meliputi suhu, ph, DO, CO 2, alkalinitas, amoniak, nitrat dan nitrit. Hasil analisis kualitas air media pemeliharaan bawal air tawar yang digunakan selama penelitian ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil analisis kualitas air media pemeliharaan bawal air tawar Parameter Kolam Budidaya Laboratorium Standar * Satuan Suhu 26 27 25-30 o C ph 7,34 7,40 7-8 - DO 5,37 6,31 5 ppm CO 2 1,85 3,96 Maks 25 ppm Alkalinitas 154,2 94 50-300 ppm Amonia 0,03 0,05 Maks 0,1 ppm Sumber: * Kordi (2011) Hasil analisis kualitas media air akuarium pemeliharaan bawal air tawar secara umum menunjukkan kisaran yang tidak terlalu berbeda dengan air kolam budidaya sebagai habitat awal bawal air tawar. Air laboratorium yang digunakan sebagai media pemeliharaan memiliki suhu 27 o C; ph 7,40; DO 6,31, CO 2 3,96, alkalinitas 94, amoniak 0,05 dan nitrit 0,03 (ppm). Media air akuarium yang digunakan masih memenuhi persyaratan kualitas air untuk pemeliharaan bawal air tawar (Kordi 2011). dan kegiatan budidaya air tawar (Boyd 1982). Hal tersebut menunjukkan bahwa media pemeliharaan yang digunakan tidak mempengaruhi kondisi fisiologis (kesehatan) bawal air tawar sebelum diberikan perlakuan pembiusan serta pada saat pembiusan dan pembugaran dilakukan. 4.2 Penelitian tahap kedua Penelitian tahap kedua dilakukan dengan melihat proses tingkah laku ikan selama proses pemingsanan, waktu onset pingsan ikan dan tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar setelah dilakukan proses anestesi. 4.2.1 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan Pengamatan terhadap perubahan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan dilakukan setiap 15 menit dengan percobaan trial and run yang dimulai dari menit ke-0 sampai ikan tidak sadar (pingsan). Deret perlakuan yang dilakukan adalah ikan bawal diberi bahan anestesi hati pisang tunas, muda dan tua dengan konsentrasi 5 %, 10 %, dan 15 %. Hasil pengamatan terhadap

16 perubahan tingkah laku ikan pada tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5, 6 dan 7. Tabel 5 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan perlakuan tunas Waktu 5 % 10 % 15 % (menit) 0-15 Normal Normal Normal 15-30 30-45 45-60 *Rata-rata waktu pingsan ikan 60-75 Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan 75-90 Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan 90-105 Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan 105-120 Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan (116)* 120-135 Pingsan ringan Pingsan (130)* 135-160 Pingsan (145)* Hasil pengamatan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan tunas memberikan pengaruh yang lambat terhadap aktivitas ikan uji. Hal ini dapat terlihat dari lamanya waktu yang dibutuhkan oleh ikan uji hingga mencapai tahap pingsan. Perubahan aktivitas ikan uji mulai terlihat pada menit ke-105 hingga menit ke-120. Pada perlakuan konsentrasi 5 % ikan dimasukkan ke dalam tempat pemingsanan ikan memasuki masa normal, memasuki menit ke 15-60 ikan mulai kehilangan dan memasuki tahap pingsan pada menit ke 135, 150 dan 150. Perlakuan konsentrasi 10 % ikan dimasukkan ke dalam wadah dalam keadaan normal. Ikan mulai kehilangan pada waktu 15-60 menit dan ikan memasuki tahap pingsan pada menit ke 125, 125, dan 140, sedangkan pada perlakuan konsentrasi 15 % ikan dimasukkan ke dalam wadah dalam keadaan normal. Ikan mulai kehilangan pada menit ke 15-60 dan ikan memasuki tahap pingsan pada menit ke 110, 115, 125. Kandungan kimia pada tunas pisang masih dalam tahap pembentukan sehingga kandungan kimia

17 yang bereaksi pada proses anestesi belum terlalu berpengaruh sehingga menyebabkan waktu pingsan yang lama. Tunas pisang adalah bentuk awal dari pembentukan hati batang pisang dan kandungan kimia yang terkandung belum banyak (Maslukhah 2008). Pada perlakuan hati batang pisang muda juga diamati tingkah laku selama proses pemingsanan. Hasil pengamatan tingkah laku pada perlakuan ekstrak hati batang pisang muda dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan perlakuan hati batang pisang muda Waktu 5 % 10 % 15 % (menit) 0-15 Normal Normal Normal 15-30 30-45 45-60 *Rata-rata waktu pingsan ikan Pingsan ringan Pingsan ringan 60-75 Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan 75-90 Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan 90-105 Pingsan ringan Pingsan (90)* Pingsan (90)* 105-120 Pingsan ringan 120-135 Pingsan ringan 135-150 Pingsan (138)* Hasil pengamatan pada Tabel 6 pada perlakuan hati batang pisang yang muda menunjukkan mulai memberikan pengaruh terhadap ikan yang diujikan. Pengaruh yang diberikan tersebut dilihat dari gerakan operkulum yang mulai melemah, sirip punggung yang meregang, sesekali mulut disembulkan ke permukaan serta sebagian ikan memasuki fase pingsan ringan dan pingsan berat. Perubahan aktivitas ikan uji mulai terlihat pada menit ke-60 hingga menit ke-100. Pada perlakuan konsentrasi 5 % ikan dimasukkan dalam wadah dalam keadaan normal. Ikan mulai kehilangan pada waktu 15-60 menit dan memasuki tahap pingsan pada menit ke 125, 145 dan 145. Perlakuan konsentrasi

18 10 % ikan dimasukkan ke dalam wadah dalam keadaan normal. Ikan mulai kehilangan pada waktu 15-45 menit dan memasuki tahap pingsan pada menit ke 90, 95, dan 95, sedangkan pada perlakuan konsentrasi 15 % ikan dimasukkan ke dalam wadah dalam keadaan normal. Ikan mulai kehilangan pada waktu 15-45 menit dan ikan memasuki tahap pingsan pada menit ke 80, 95, dan 95. Proses pingsan ringan yang terjadi ikan mulai mengalami kehilangan hingga kurangnya reaksi terhadap rangsangan. Menurut Mckelvey dan Wayne (2003) kesadaran mulai hilang namun refleks masih ada, pupil membesar (dilatasi) tetapi akan menyempit (konstriksi) ketika ada cahaya masuk. Tahap kedua atau stadium eksitasi berakhir ketika hewan menunjukkan tanda-tanda otot relaksasi, respirasi menurun dan refleks juga menurun. Pada perlakuan hati batang pisang tua juga diamati tingkah laku selama proses pemingsanan. Hasil pengamatan tingkah laku pada perlakuan ekstrak hati batang pisang tua dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan perlakuan hati batang pisang tua Waktu 5 % 10 % 15 % (menit) 0-15 Normal Normal Normal 15-30 30-45 45-60 Pingsan ringan Pingsan ringan 60-75 Pingsan ringan Pingsan (75)* Pingsan (66)* 75-90 Pingsan ringan 90-105 Pingsan ringan 105-120 Pingsan ringan 120-135 Pingsan (130)* *Rata-rata waktu pingsan ikan Berdasarkan Tabel 7 pada perlakuan hati batang pisang yang tua menunjukkan mulai memberikan pengaruh terhadap ikan yang diujikann. Pengaruh yang diberikan tersebut dilihat dari gerakan operkulum yang mulai

19 melemah, sirip punggung yang meregang, sesekali mulut disembulkan ke permukaan serta sebagian ikan memasuki fase pingsan ringan dan pingsan berat. Perubahan aktivitas ikan uji mulai terlihat pada menit ke-45 hingga menit ke-60. Pada perlakuan konsentrasi 5 % memasuki tahap pingsan pada menit ke 130, 130 dan 145. Perlakuan konsentrasi 10 % memasuki tahap pingsan pada menit ke 80,75, dan 75, sedangkan pada perlakuan konsentrasi 15 % ikan memasuki tahap pingsan pada menit ke 60, 70, dan 70. Pada Tabel 5, 6 dan 7 tahap-tahap yang dilalui ikan saat dilakukan anestesi dimulai dari fase normal hinggan fase pingsan. Fase normal yaitu fase ketika ikan masih reaktif terhadap rangsangan luar, pergerakan operculum dan kontraksi otot normal selanjutnya ikan memasuki fase kehilangan. Fase ini ikan mengalami kontraksi otot lemah, berenang tidak teratur memberikan reaksi hanya terhadap rangsangan getaran dan sentuhan yang sangat kuat dan pergerakan operculum cepat. Fase pingsan ringan ikan mulai mengalami reaktifitas terhadap rangsangan luar sedikit menurun, pergerakan operculum melambat, normal (Tidwel et.al 2004). Ikan memasuki fase pingsan ringan saat tidak mengalami reaktivitas terhadap rangsangan luar, kecuali dengan tekanan kuat. Pergerakan operculum lambat, normal. Menurut Pratisari (2010) ikan nila yang mengalami fase pingsan ringan, pingsan berat dan roboh memiliki tingkat respirasi dan metabolisme yang rendah. Dari saat ikan mengalami pingsan ringan sampai pingsan, pengaruh konsentrasi pada perlakuan 10 % dan 15 % tidak menunjukan perbedaan yang nyata secara visual hal ini diduga dosis yang diberikan sudah cukup untuk mempengaruhi sistem syaraf ikan. Pemberian dosis yang berlebih akan menyebabkan kerusakan sistem syaraf dan akan berakibat overdosis atau kematian (Arliansah 2009) 4.2.2 Waktu onset pemingsanan Waktu onset adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suatu keadaan dimana status hewan uji kehilangan kesadaran (Mckelvey dan Wayne 2003). Pencatatan waktu onset pemingsanan ikan bawal dilakukan mulai dari kondisi normal sampai kondisi pingsan. Pencatatan ini bertujuan untuk melihat pengaruh penambahan ekstrak hati hati batang pisang terhadap waktu yang dibutuhkan ikan

20 bawal hingga pingsan. Hasil pengamatan terhadap waktu onset pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Grafik pengaruh perlakuan terhadap waktu onset Gambar 5 menunjukkan bahwa pembedaan pemberian ekstrak hati batang pisang tunas, muda dan tua serta perbedaan konsentrasi ekstrak hati batang pisang yang digunakan menyebabkan waktu onset yang berbeda-beda.. Waktu onset paling cepat ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak hati atang pisang tua dengan pemberian konsentrasi sebesar 15 %, yaitu selama 66,66 menit. Waktu onset paling lama ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak hati batang pisang muda dengan pemberian konsentrasi sebesar 5 %, yaitu selama 145 menit. Perlakuan tunas hati pisang memberikan hasil beda nyata konsentrasi 5 % dan 10 % dengan konsentrasi 15 %. Perlakuan ekstrak hati batang pisang muda memberikan hasil beda nyata konsetrasi 5 % dengan konsentrasi 10 % dan 15 % sedangkan pada perlakuan hati batang pisang tua konsentrasi 5 % memberikan hasil berbeda nyata terhadap konsentrasi lainnya. Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa waktu tercepat didapatkan pada konsetrasi 15 % pada perlakuan ekstrak hati batang pisang tua yang disebabkan karena pada hati batang pisang tua memiliki kandungan bahan-bahan yang lebih tinggi daripada hati batang pisang yang tunas dan muda. Menurut Djulkarnain (1998) hati batang pohon pisang dapat dijadikan penghilang rasa sakit. Kandungan bahan-bahan kimia antara lain flavonoid dan saponin. Flavonoid

21 merupakan senyawa polifenol yang merupakan satu golongan fenol alam yang terbesar dan bersifat polar sehingga mudah larut dalam pelarut polar seperti air, etanol, metanol, butanol, aseton, dan sebagainya (Markham 1988). Pengujian terhadap waktu onset akibat pemberian ekstrak hati batang pisang pada penelitian ini dapat disimpulkan kurang memuaskan karena waktu onset yang dibutuhkan ikan hingga pingsan cukup lama. Menurut Gunn (2001), anestesi yang ideal adalah anestesi yang mampu memingsankan ikan kurang dari tiga menit. Lamanya waktu yang dibutuhkan ekstrak hati batang pisang untuk memberikan pengaruh terhadap aktivitas ikan uji diduga karena konsentrasi uji yang diberikan belum cukup untuk mempengaruhi fungsi saraf dan jaringan otak ikan uji. 4.2.3 Tingkat kelulusan hidup (survival rate) ikan Pengujian terhadap tingkat kelulusan hidup atau survival rate (SR) pada penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas dari penggunaan ekstrak hati hati batang pisang sebagai bahan anestesi dan mengetahui konsentrasi optimum yang sebaiknya digunakan pada proses imotilisasi ikan untuk kemudian diterapkan pada sistem transportasi ikan. Pengujian terhadap tingkat kelulusan hidup juga penting dilakukan untuk mengetahui konsentrasi uji mana yang menyebabkan tingginya kematian pada ikan uji. Pengujian terhadap nilai SR dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Grafik tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar pada waktu anestesi

22 Gambar 6 menunjukkan bahwa pembedaan pemberian ekstrak hati hati batang pisang tunas, muda dan tua setelah perbedaan konsentrasi ekstrak hati hati batang dengan melihat tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar setelah diberikan anestesi. Berdasarkan gambar 3 dapat dilihat kandungan ekstrak hati batang pisang tua dengan konsentrasi 15 % didapatkan tingkat kelulusan ikan sebesar 26,67. Konsentrasi 5 % di hati batang tunas dan muda didapatkan kelulusan hidup ikan sebesar 93,33 %. Pada konsentrasi 10 % pada hati batang tunas dan muda didapatkan kelulusan hidup ikan sebesar 86,67 %. Perlakuan tunas hati pisang memberikan hasil berbeda nyata konsentrasi 5 % dan 10 % dengan konsentrasi 15 %. Perlakuan ekstrak hati batang pisang muda memberikan hasil beda nyata konsetrasi 5 % dan 10 % dengan konsentrasi 15 % sedangkan pada perlakuan hati batang pisang tua konsentrasi 5 % memberikan hasil berbeda nyata terhadap konsentrasi lainnya. Kelulusan hidup ikan bawal air tawar terkecil didapatkan pada ekstrak hati batang tua sebesar 15 %. Saat ikan diberikan anestesi ikan menjadi shock karena perubahan lingkungan sehingga ikan melakukan gerakan yang berlebihan. Pada proses shock teersebut menyebabkan ikan mengalami kematian karena pada kondisi tersebut ikan yang stres akan terjadi peningkatan asam laktat dalam darah (Pratisari 2010). Pada konsentrasi yang tinggi, kandungan bahan kimia di hati batang pisang juga tinggi seperti saponin. Saponin juga bersifat bisa menghancurkan butir darah merah lewat reaksi hemolisis, bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, dan banyak diantaranya digunakan sebagai racun ikan (Cheek 2005). 4.3 Penelitian tahap ketiga Penelitian tahap ketiga ini dilakukan setelah mendapatkan hasil dari penelitian tahap kedua. Pada tahap ini konsentrasi yang digunakan adalah 10 % dari ekstrak hati batang pisang muda, hal ini dilakukan karena ikan mempunyai waktu memingsankan lebih cepat dan mempunyai nilai kelulusan hidup yang tinggi. Pada tahap ini di hitung kualitas air saat perlakuan anestesi, pengujian kelulusan hidup ikan air tawar dalam simulasi transportasi dan pengujian glukosa darah ikan setelah di transportasikan.

23 4.3.1 Pengujian kualitas air Kualitas air merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh mendasar bagi kelangsungan hidup bawal air tawar. Pengujian kualitas air pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kimia fisik air baik sebelum maupun setelah proses pemingsanan. Pengujian sebelum proses pemingsanan bertujuan untuk melihat kelayakan kualitas air yang akan digunakan sebagai media pada proses pemingsanan. Sedangkan, proses pengujian kualitas air setelah proses pemingsanan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pemberian berbagai konsentrasi berbeda terhadap karakteristik fisik kimia air yang telah digunakan setelah proses pemingsanan. Hasil analisis kualitas air dicantumkan pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil pengukuran kualitas air sebelum dan sesudah proses pemingsanan Perlakuan Parameter uji ph DO (ppm) TAN (mg/l) Sebelum 7,40 6,31 2,17 Sesudah 4,97 1,23 3,28 Berdasarkan tabel 8 hasil pengujian kualitas air pada saat sebelum diberikan perlakuan bahan anestesi didapatkan ph 7,40, DO 6,31 dan total amoniak 2,17. Kualitas air setelah diberi perlakuan didapatkan nilai ph 4,97, DO 1,23 dan nilai Total amoniak 3,28. Setelah perlakuan nilai ph dan DO semakin menurun dan total amoniak menaik. Keasaman air menurut Pudjianto (1984) adalah kemampuan kuantitatif (banyaknya asam) untuk menetralkan basa kuat sampai ph yang dikehendaki. Tingginya amoniak didapatkan ikan pada kondisi stress dan membuang metabolisme yang berlebihan. Pembuangan metabolisme mengakibatkan tingginya amoniak dalam kualitas air (Wedeyemer 1996) Kandungan oksigen terlarut dalam air merupakan faktor pembatas dalam mendukung optimalisasi organisme perairan. Oksigen dibutuhkan untuk mempertahankan kesehatan ikan dan sebagai fasilitator proses oksidatif kimiawi (Amanah 2011). Jika konsentrasi DO yang sesuai tidak dipertahankan, ikan akan stres yang akhirnya menyebabkan kematian. Penurunan oksigen dari kualitas air tersebut disebabkan peningkatan pemanfaatan oksigen dari ikan bawal air tawar.

24 Nilai oksigen terlarut yang didapatkan 1,23 mg/l. Dari kondisi ini ikan masih bisa bertahan hidup namun masih kurang mencukupi untuk melakukan kegiatan lain sehingga ikan akhirnya mengurangi proses metabolismenya. Kadar oksigen dari 1,0-5,0 ikan dapat bertahan hidup tetapi pertumbuhannya terganggu (Swingle (1969) dalam Boyd (1990)) Menurut Swingle (1969) dalam Boyd (1990), kisaran ph 6,5 9,0 merupakan kisaran yang layak bagi ikan untuk reproduksi. Kisaran ph air yang digunakan pada penelitian ini masih berada pada kisaran tersebut, sehingga bisa diasumsikan bahwa perubahan ph air akibat pemberian ekstrak hati batang pisang masih dapat ditolerir oleh ikan bawal air tawar untuk tetap bertahan hidup namun ph air setelah diberi perlakuan ikan di bawah batas normal. Pengaruh penurunan ph terhadap jumlah ikan akan berpengaruh terhadap laju resiprasi. Semakin padat suatu wadah transportasi maka hasil respirasi dan CO₂ bebas akan semakin meningkat, selain itu waktu transportasi, dan keasaman suatu media air juga dapat mempengaruhi nilai ph air (Muhamad 2012). Tingkat stress ikan yang banyak mengeluarkan CO 2 mengakibatkan perubahan ph pada kualitas air setelah perlakuan. Karbondioksida akan mempengaruhi keasaman air sehingga menurunkan ph air. Tingginya kandungan karbondioksida dibarengi dengan turunnya ph akan lebih berbahaya terhadap kelangsungan hidup ikan (Kottelat et al. 1993). Penurunan ph terjadi reaksi kimia antara air dengan ion karbondioksida yang mengakibatkan ph menjadi turun. Persamaan reaksinya sebagai berikut CO 2 + H 2 O H 2 CO 3 H 2 CO 3 HCO 3 +H - 4.3.2 Pengujian kelulusan hidup ikan bawal dalam simulasi transportasi kering Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui limit waktu yang bisa ditempuh oleh ikan air tawar yang dipingsankan dengan ekstrak hati batang pisang dengan konsentrasi 10 % pada hati batang muda. Hal ini dikarenakan tingkat kelulusan hidup pada perlakuan hati batang pisang muda yang paling tinggi dan dengan waktu pingsan yang relatif cepat. Hasil pengamatan nilai SR ikan bawal pingsan yang disimpan dalam media serbuk gergaji disajikan dalam Gambar 7.

25 Gambar 7 Grafik kelulusan hidup ikan bawal air tawar saat simulasi transportasi Berdasarkan data Gambar 7 didapatkan bahwa tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar dalam simulasi transportasi kering pada jam ke 1, 2 dan ke 3 nilai kelulusan hidupnya mencapai 100 %. Tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar pada jam ke 4 sebesar 86,67 %, jam ke 5 sebesar 66,67 % dan jam ke 6 sebesar 40 %. Berdasarkan data tersebut tingkat kelulusan hidup bawal air tawar semakin menurun mulai dari jam ke 4. Hal ini menunjukan bahwa semakin lama ikan bawal ditransportasikan maka tingkat kelulusan hidup akan semakin menurun. Hal yang perlu diperhatikan dalam transportasi biota perairan hidup sistem kering antara lain suhu lingkungan, kadar oksigen dan proses metabolisme (Andasuryani 2003). Tingkat kelulusan hidup ikan bawal pada jam ke 4, 5, dan 6 semakin menurun. Hal ini disebabkan perubahan suhu media kemasan yang semakin meninggi. Suhu yang semakin tinggi menyebabkan ikan sadar dan aktivitas ikan akan tinggi. Makin tinggi aktivitas ikan maka akan menuntut ketersediaan oksigen yang tinggi untuk dikonsumsi. Di dalam media kering ketersediaan oksigen terbatas maka ikan akan mengalami kekurangan oksigen dan berakibat kematian (Karnila dan Edison 2001). Menurut Nirwansyah (2012), suhu kritis yang tidak dapat ditoleransi dalam transportasi ikan hidup yaitu diatas 30 o C, karena pada suhu ini metabolisme ikan yang ditransportasikan dipastikan akan meningkat

26 pesat. Suhu media kemasan yang digunakan juga tidak boleh terlalu dingin atau kurang dari 12 o C. Suhu yang dipakai dalam penelitian ini adalah 12 o C pada saat pengemasan. Lamanya waktu penyimpanan mengakibatkan perubahan suhu yang ada di dalam media semakin meningkat. Pada saat transportasi ikan suhu media pengisi harus disesuaikan karena suhu merupakan salah faktor yang berpengaruh dalam transportasi sistem kering sehingga suhu harus di pertahankan hingga akhir transportasi (Pratisari 2010). Simulasi transportasi ini menggunakan suhu 12 0 C pada awal transportasi dan mengalami perubahan setelah dilakukan pengemasan dari waktu ke waktu dengan suhu terakhir pada jam ke 6 berada pada 16 0 C Perubahan metabolisme pada saat transportasi juga dapat terjadi karena sadarnya ikan saat ditransportasikan yang mengakibatkan pergerakan ikan pada saat pengemasan. Hal ini berarti bahwa perombakan adenosin triphosphat (ATP) menjadi adenosin diphosphat (ADP), adenosin monophosphat (AMP) dan inosin monophosphat untuk menghasilkan energi juga sangat rendah, sehingga oksigen yang digunakan untuk merombak ATP untuk menghasilkan energi juga sangat rendah (Karnila dan Edison 2001). Tingkat kesehatan ikan saat ditransportasikan juga menjadi salah satu faktor yang menentukan dalam transportasi sistem kering. Menurut Pratisari (2010) tingkat kelulusan hidup ikan selain di pengaruhi oleh suhu juga dipengaruhi oleh kesehatan ikan saat akan ditransportasikan. Kualitas ikan yang diangkut merupakan krtieria yang sangat menentukan dalam keberhasilan proses transportasi ikan hidup (Praseno 1990 diacu dalam Suryanigrum et.al 2008). Kematian juga disebabkan oleh bahan pengisi yaitu serbuk gergaji. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya kandungan damar dan terpenten pada serbuk gergaji yang bersifat toksik (Prasetyo 1993). Bahan pengisi yang baik juga dapat menyerap air dan mempertahankan suhu. Semakin tinggi daya serap air, semakin tinggi pula nilai kapasitas dingin dari bahan pengisi sehingga suhu lingkungan dapat dipertahankan lebih lama (Hastarini et al. 2006). Serbuk gergaji merupakan media pengisi yang bersifat voluminous (padat) dan memiliki sedikit rongga udara. Hal ini menyebabkan cadangan oksigen yang terkandung di dalamnya juga sedikit (Sufianto 2008).

27 4.3.3 Kadar glukosa darah Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa darah ikan setelah simulasi transportasi. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai glukosa darah dengan menggunakan alat indikator glukosa darah. Berdasarkan hasil yang didapatkan tingkat glukosa darah mengalami kenaikan dari 113 ± 28,16 (mg/l) sampai 259 ± 43,71 (mg/l). Kontrol mengalami kenaikan sampai nilai tidak terdefinisi yaitu di atas 498 mg/l. Perubahan suhu yang terjadi pada proses transportasi dapat mengakibatkan kenaikan nilai glukosa darah ikan. Peningkatan glukosa darah dapat dilihat dari perubahan suhu yang terjadi di lingkungan ikan (Enriquez et.al 2009). Kenaikan glukosa darah ini diakibatkan tingkat kestressan ikan setelah diberikan perlakuan. Menurut Subandiyono et.al (2003) peningkatan glukosa darah diakibatkan oleh tingkat kestressan ikan. Menurut Enriquez et.al (2009), mekanisme terjadinya perubahan kadar glukosa darah selama stress dimulai dari diterimanya informasi penyebab faktor stress oleh organ reseptor. Selanjutnya informasi tersebut disampaikan ke otak bagian hipotalamus melalui sistem syaraf. Kemudian hipotalamus memerintahkan sel kromafin untuk mensekresikan hormon katekolamin dan kortisol melalui serabut syaraf simpatik. Adanya kortisol ini akan mengaktivasi enzim-enzim yang terlibat dalam katabolisme simpanan glikogen, sehingga kadar glukosa darah mengalami peningkatan. Peningkatan glukosa darah akibat adanya gerakan tubuh ikan yang tersadar pada saat ditransportasikan sehingga ikan menjadi stress dan merespon ke dalam syarafnya.