Pengaruh Modal Sosial Terhadap Pertalian Usaha Klaster Pariwisata Borobudur

dokumen-dokumen yang mirip
PERAN FORUM LINTAS PELAKU KLASTER PARIWISATA CEPOGO SELO SAWANGAN DALAM PENGEMBANGAN KLASTER PARIWISATA SELO-SAWANGAN TUGAS AKHIR

EVALUASI PERAN FORUM KLASTER PARIWISATA CEPOGO SELO SAWANGAN (FCSS) DALAM PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI LOGAM TUMANG BOYOLALI TUGAS AKHIR

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH

DINAMIKA PERKEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU DESA BULAKAN, SUKOHARJO TUGAS AKHIR. Oleh : SURYO PRATOMO L2D

PARTISIPASI KELOMPOK USAHA SOUVENIR REBO LEGI DALAM SISTEM PARIWISATA DI KLASTER PARIWISATA BOROBUDUR TUGAS AKHIR. Oleh : GRETIANO WASIAN L2D

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

PERAN STAKEHOLDER DALAM UPAYA PENCIPTAAN EFISIENSI KOLEKTIF PADA KLASTER JAMBU AIR MERAH DELIMA DI KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

KONSEP EKO EFISIENSI DALAM PEMANFAATAN KELUARAN BUKAN PRODUK DI KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU BULAKAN SUKOHARJO TUGAS AKHIR

PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI CINDERAMATA DAN MAKANAN OLEH-OLEH DI KABUPATEN MAGELANG TUGAS AKHIR TKP Oleh: RINAWATI NUZULA L2D

PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI MELALUI KERJASAMA ANTAR PELAKU USAHA PADA KLASTER INDUSTRI BATIK SIMBANGKULON, KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR

1. Karakter kota yang kuat yang mendukung citra kota sebagai salah

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB V A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya

IMPLEMENTASI TUGAS DAN FUNGSI KEPALA URUSAN PEMBANGUNAN DESA DALAM MEWUJUDKAN PEMBERDAYAAN MASYAKARAT DESA

Meningkatkan Peran Serta Masyarakat Terhadap Penanganan PMKS Guna Mendukung Penurunan Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2014

POLA KERUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR LOKASI SENTRA INDUSTRI KECIL DI KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR. Oleh: MUHAMMAD FAJAR NUGROHO L2D

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkembang secara mandiri dan pendapatan ekonomi daerah. Sektor industri

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang

KAJIAN POLA PERGERAKAN DAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN WISATA CANDI BOROBUDUR TUGAS AKHIR

PENGARUH PERKEMBANGAN OBYEK WISATA CANDI BOROBUDUR TERHADAP BANGKITAN LALU LINTAS DI PENGGAL RUAS JALAN SYAILENDRA RAYA TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

PENGELOMPOKAN INDUSTRI PAKAIAN JADI DI KECAMATAN CIPONDOH KOTA TANGERANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transportasi yang menghubungkan kota Magelang dengan sebagian wilayah

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGARUH AKTIVITAS BUDIDAYA PERIKANAN AIR TAWAR TERHADAP PERKEMBANGAN DESA JIMBARAN, KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

ARAHAN PERWILAYAHAN KOMODITAS PERTANIAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu persoalan penting bagi kemajuan

BAB I PENDAHULUAN I-1

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Industri pariwisata bukanlah industri yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu

PERAN INSTITUSI LOKAL DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH (Studi Kasus: Proses Difusi Inovasi Produksi Pada Industri Gerabah Kasongan Bantul, DIY)

IDENTIFIKASI PROSES PERENCANAAN PENGEMBANGAN KLASTER BATIK MASARAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

PERAN WANITA DALAM AKTIVITAS WISATA BUDAYA (Studi Kasus Obyek Wisata Keraton Yogyakarta) TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI AKTIVITAS SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN INDUSTRI DI KECAMATAN KALIWUNGU TUGAS AKHIR. Oleh: YOWALDI L2D

BAB I PENDAHULUAN. Era otonomi daerah, sektor pariwisata memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI SEGMENTASI PASAR DAN PENILAIAN ATRAKSI SEBAGAI MASUKAN BAGI PENINGKATAN ATRAKSI TAMAN WISATA BUDAYA JAWA TENGAH PURI MAEROKOCO TUGAS AKHIR

KAJIAN KESESUAIAN KAWASAN SITU BABAKAN DAN SITU MANGGABOLONG SEBAGAI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR. Oleh : S u y a d i L2D

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMBAHASAN UMUM DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN

RESOR KONVENSI DI KAWASAN PUNCAK, JAWA BARAT

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan pada Bab IV di atas, maka dapat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGEMBANGKAN KLASTER INDUSTRI KULIT DI KABUPATEN GARUT TUGAS AKHIR. Oleh : INDRA CAHYANA L2D

BAB 1 PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk membangun daerah secara optimal guna meningkatkan

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

DAMPAK AKTIVITAS PELABUHAN DAN SEBARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG DAN KAWASAN SEKITARNYA

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS

kesempatan kerja dan kesempatan usaha hingga sampai ke pedesaan. Kabupaten Purbalingga adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang memberikan dampak sangat

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Batas Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Masyarakat Miskin ( ) Presentase Penduduk Miskin. Kota& Desa Kota Desa

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS, POKOK DAN FUNGSI

B A B 5 PROGRAM. BAB 5 Program Program SKPD

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BUPATI MALANG SAMBUTAN BUPATI MALANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA DPR RI KOMISI X TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2016

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HOTEL RESORT DI HULU SUNGAI PEUSANGAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pertumbuhan perekonomian nasional. Pemerintah daerah hendaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

PERAN ORGANISASI BRAJA JATI DALAM PENGEMBANGAN DEMOKRASI DAN DEMOKRASI DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN PADA PT. BANK SYARIAH MEGA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. usaha besar yang mengalami gulung tikar didera krisis. Pada saat yang bersamaan pula,

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Kesiapan Kondisi Jayengan Kampoeng Permata Sebagai Destinasi Wisata

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan

KEMITRAAN USAHA DALAM KLASTER INDUSTRI KERAJINAN ANYAMAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA TUGAS AKHIR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

BAB I PENDAHULUAN. masa depan yang baik di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa. kegiatan pariwisata memberikan keuntungan dan manfaat bagi suatu

Tujuan Pembelajaran. Mahasiswa mampu memahami tinjauan kebijakan pariwisata Mahasiswa mengidentifikasi interaksi wisatawan

ANALISIS KELEMBAGAAN IRIGASI DALAM RANGKA PROYEK REHABILITASI SISTEM DAN BANGUNAN IRIGASI

Transkripsi:

Pengaruh Modal Sosial Terhadap Pertalian Usaha Klaster Pariwisata Borobudur TUGAS AKHIR Oleh: Rudiansyah L2D 004 348 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008

ABSTRAK Tindakan bersama pada klaster merupakan hal penting bagi keberhasilan pengembangannya seperti pada klaster pariwisata Borobudur. Melalui tindakan bersama (kerjasama kolektif), klaster pariwisata akan dapat meningkatkan kapasitas kolektif dan pertalian usaha yang tergabung di dalamnya. Tindakan bersama dan/ atau pertalian usaha tersebut bisa terbentuk dengan kuat atau tidak, tergantung pada bentukan dan pemanfaatan jaringan sosial dalam klaster. Klaster pariwisata Borobudur merupakan klaster yang unik, dimana klaster tersebut terdiri dari berbagai kelompok usaha yang berbeda-beda jenis usaha dan kepentingannya. Dengan kondisi yang seperti ini, pertalian usaha yang terbentuk akan sangat lemah dan rentan terhadap munculnya konflik serta lambatnya perkembangan klaster tersebut. Hal ini merupakan bentukan dari modal sosial yang berupa jaringan sosial, dimana jaringan sosial yang baik akan sangat dibutuhkan sebagai perekat hubungan antar unit/kelompok usaha dalam menjalin kerjasama usaha yang tidak hanya berupa perumusan program dan pemecahan masalah tetapi sampai dengan kerjasama usaha. Jaringan sosial tidak hanya dibangun oleh satu individu, melainkan akan terletak pada kecenderungan yang tumbuh dalam suatu kelompok untuk bersosialisasi sebagai bagian penting dari nilai-nilai yang melekat. Hal ini memberikan gambaran bahwa jaringan sosial sangat berpengaruh terhadap pertalian usaha dalam klaster pariwisata termasuk klaster pariwisata Borobudur. Oleh karena itu, peneliti bermaksud mengidentifikasi pengaruh jaringan sosial terhadap pertalian usaha klaster pariwisata Borobudur. Ini merupakan bagian dari pengembangan dan penguatan klaster usaha. Dalam hal ini yang akan dilihat adalah jaringan sosial yang ada dalam klaster tersebut serta implikasinya terhadap pertalian usaha klaster pariwisata Borobudur. Adapun metode pendekatan yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis dimana dalam prosesnya dilakukan dengan mensintesis kondisi-kondisi eksisting berupa hasil temuan lapangan, yang kemudian selanjutnya dimasukkan ke dalam konteks teoritis yaitu jaringan sosial dan pertalian usaha. Pendekatan tersebut dilakukan terutama dalam hal memahami jaringan sosial yang terbentuk, dan selanjutnya adalah pengaruhnya terhadap pertalian usaha klaster pariwisata Borobudur. Dari penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa pengaruh dari jaringan sosial terhadap pertalian usaha mengarah kefungsi yang negatif. Hal ini terjadi karena unit-unit usaha pada klaster pariwisata Borobudur tidak saling terkait, dan kerjasama kolektif di dalamnya hanya sebatas pada forum rembuk. Hal ini jelas menghambat petumbuhan pertalian usaha klaster karena pengembangan usaha masih dilakukan secara individu tanpa adanya kerjasama untuk mengembangkan usaha secara bersama. Ini merupakan kondisi jaringan sosial klaster pariwisata Borobudur, dimana keeksklusifan (bonding) masih sangat kuat sehingga ego atas kepentingan-kepentingan kelompok atau bahkan unit usaha masih mendominasi. Selain itu, dengan hubungan pertemanan yang lebih dominan dibandingkan hubungan keorganisasian mengakibatkan kualitas interaksi pada klaster belum sempurna. Sebenarnya hubungan pertemanan mampu memberikan nilai-nilai kebersamaan untuk mengembangkan keorganisasian klaster yang lebih baik berikut pertalian usahanya, tetapi hal tersebut belum bisa dicapai karena hubungan pertemanan tersebut belum dimanfaatkan secara baik untuk keorganisasian klaster dan ini juga merupakan pengaruh dari bonding klaster. Akibatnya perkembangan unit-unit usaha menjadi lamban karena pertalian usaha yang hanya berjalan secara pasif tidak diisi oleh jaringan sosial khususnya hubungan keorganisasian sehingga tidak bisa memberikan nilai tambah bagi kelompok secara merata dan akan tetap bersifat sektoral tanpa adanya kerjasama yang baik. Selanjutnya, hadirnya klaster pun belum bisa menyumbangkan perkembangan yang signifikan terhadap perekonomian lokal. Dengan demikian, kesadaran para pelaku terhadap pentingnya melakukan kerjasama kolektif terutama kerjasama usaha dalam klaster harus ditumbuhkan. Hal ini penting mengingat pertalian usaha yang aktif dibutuhkan dalam memperoleh nilai tambah untuk perkembangan klaster pariwisata Borobudur yang lebih baik. Keywords: klaster, jaringan sosial, pertalian usaha

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang berimbas pada krisis multi sektoral yang melanda Indonesia dan beberapa negara lain pada awal tahun 1998 merupakan pengalaman yang sangat berarti bagi perkembangan bangsa ini. Pada masa itu yang menjadi penyelamat justru dari sektor-sektor yang berbasis pada potensi lokal seperti industri kecil. Walaupun sisa-sisa dari krisis tersebut masih ada namun, pengalaman tersebut memberikan pembelajaran yang mengarahkan pemerintahan sekarang untuk lebih giat mengembangkan sektor-sektor usaha yang berbasis pada potensi lokal. Dalam upaya tersebut, kerja dari pemerintah tidak akan maksimal apabila tidak ada partisipasi dari masyarakat secara aktif, untuk itu metode yang paling sesuai dengan kondisi tersebut adalah dengan pembentukan klaster-klaster usaha. Klaster merupakan suatu kelompok usaha terdekat yang berhubungan secara geografis. dimana pemusatan geografis industri terkait tersebut diikuti dengan pemusatan aktivitas dan lembaga pendukung usaha (JICA, 2004). Klaster dalam penerapannya telah memberikan andil yang besar dalam mendorong perekonomian lokal maupun regional. Hal ini membuktikan bahwa klaster usaha mampu membentuk suatu kegiatan kolektif sehingga tercipta efisiensi usaha dalam klaster tersebut yang selanjutnya akan memberikan keuntungan, nilai tambah, dan peningkatan kemampuan kompetisi perekonomian yang lebih baik. Dalam kaitannya terhadap pembangunan sosial ekonomi, penguatan klaster usaha menjadi sangat penting untuk membentuk suatu klaster yang dinamis. Penguatan klaster tersebut dapat dilakukan melalui penguatan modal sosial (social capital) dan juga dapat melalui penguatan pertalian usaha dalam klaster tersebut. Dalam hal ini akan dilihat pengaruh modal sosial terhadap pertalian usaha yang mengkaji karakteristik modal sosial pada klaster yang difokuskan terhadap jaringan yang terbentuk pada klaster pariwisata, dan ini merupakan suatu tindakan bersama oleh para pelaku usaha. Modal sosial yang melekat pada interaksi diantara para pelaku usaha diyakini sangat penting untuk membentuk pertalian usaha klaster, dan selanjutnya untuk mendukung percepatan petumbuhan unit usaha pada klaster. Dalam upaya melihat aspek modal sosial secara komprehensif pada suatu klaster, maka penelitian ini difokuskan pada klaster pariwisata Borobudur karena klaster ini terdiri dari berbagai kelompok usaha yang berbeda kepentingannya, yang berdampak pada rendahnya tingkat ketergantungan dan kerjasama antar kelompok usaha. Selain itu pada klaster 1

2 pariwisata Borobudur diindikasikan memiliki karakter atau sumber modal sosial yang masih kuat sebagai pengaruh dari karakter pedesaan yang masih melekat pada wilayah tersebut. Klaster pariwisata Borobudur terbentuk pada tahun 2005 untuk menyatukan beberapa kelompok usaha yang sebelumnya berjalan masing-masing. Dengan dibentuknya sektor-sektor usaha di kawasan Candi Borobudur menjadi klaster, diharapkan akan menciptakan suatu tindakan bersama, bekerjasama dan terkoordinir dengan baik walaupun beberapa unit usaha memiliki rantai produksi yang berbeda-beda dan tidak saling terkait dalam berproduksi. Oleh karena itu, tindakan bersama yang sudah terjalin hanya berupa penyatuan visi-misi dalam pengembangan kawasan candi Borobudur, baik pengajuan program ke pemerintah maupun pengembangan secara swadaya oleh anggota klaster dan ini merupakan pertalian pasif yang belum bisa memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan usaha bersama. Tindakan bersama dan/ atau kerjasama menjadi hal yang sangat penting terhadap keberhasilan pengembangan klaster pariwisata, termasuk pada klaster pariwisata Borobudur. Dengan bentukan tersebut, klaster pariwisata Borobudur akan mampu meningkatkan kapasitas kolektif dan pertalian masing-masing usaha dalam klaster tersebut. Selanjutnya implikasi pertalian usaha yang terjadi antar unit usaha berpengaruh pada peran klaster terhadap penguatan perekonomian pada wilayah petalian usaha tersebut terjalin. Dan dampak yang lebih luas lagi bahwa pertalian usaha akan mempengaruhi intensitas peran klaster dalam penguatan sistem perekonomian lokal sehingga dapat meningkatkan kapasitas masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhannya. 1.2 Perumusan Masalah Pertalian usaha dalam klaster pariwisata Borobudur adalah dalam rangka membangun efisiensi kolektif unit-unit usaha yang muncul sebagai sektor pendukung kegiatan pariwisata candi Borobudur. Unit-unit usaha yang kemudian tergolong dalam paguyuban usaha sejenis diharapkan mampu bekerjasama dalam pengambangan usaha kawasan candi Borobudur. Dalam hal ini, untuk membentuk suatu kerjasama yang baik, maka dibutuhkan modal sosial yang kuat. Pada klaster pariwisata Borobudur unit-unit usaha tidak semuanya saling terkait dan tentunya akan mempengaruhi pertalian usaha klaster dan memperlemah identitasnya sebagai klaster. Kondisi ini merupakan modal sosial berupa jaringan sosial yang terbentuk dalam kerjasama usaha dimana selanjutnya akan mempengaruhi kinerja dan hubungan diantara pelaku usaha. Hal ini penting dalam membentuk pertalian usaha yang sempurna walaupun dengan tingkat ketergantungan yang rendah. Kurangnya modal sosial lambat laun akan berdampak pada stagnannya perkembangan usaha-usaha dalam klaster. Modal yang tidak berwujud seperti kepercayaan yang terbentuk, ikatan internal, dan kerjasama antar usaha apabila disadari tentunya

3 akan sangat menguntungkan, tetapi situasinya menjadi berbeda dalam klaster pariwisata Borobudur. Klaster pariwisata Borobudur memiliki karakteristik geografis yang masih berupa pedesaan, pada kondisi ini nilai saling menghormati dan bekerjasama antar penduduk masih sangat kuat. Ini merupakan potensi modal sosial di kawasan candi Borobudur tetapi potensi ini belum diadopsi ke dalam kegiatan usaha pada klaster termasuk dalam pertalian usaha klaster. Potensipotensi seperti hubungan-hubungan sosial yang sangat kuat dapat dimanfaatkan untuk membentuk dan menjalankan keorganisasian klaster yang lebih baik sehingga akan menciptakan pertalian usaha yang mampu memberikan manfaat bersama. Namun hal tersebut terkendala oleh perbedaan usaha dan belum adanya kemauan untuk bekerjasama secara profesional antar kelompok atau unit usaha pada klaster. Ini merupakan permasalahan dimana keeklusifan (bonding) masih sangat kuat dan menjadi faktor penghambat dalam pertalian usaha klaster. Berdasarkan kondisi yang demikian, klaster pariwisata Borobudur akan hanya mempunyai sedikit motivasi untuk memperbaiki kuantitas atau untuk meningkatkan nilai tambahnya disamping potensi candi Borobudur itu sendiri sebagai daya tarik utama (core) dalam klaster. Dalam hal ini pertalian usaha akan semakin melemah dan selanjutnya nilai efektifitas kolektifnya akan melemah pula. Untuk itu, kemunculan jaringan sosial yang kuat akan menjadi modal utama dalam membentuk pertalian usaha yang kuat pada klaster pariwisata Borobudur. Oleh karena itu, yang menjadi pertanyaan studi ini adalah Bagaimana pengaruh jaringan sosial terhadap pertalian usaha klater pariwisata Borobudur? Pertanian Usaha Kerajinan Desa Wisata Transportasi tradisional Sumber : Penyusun, 2007. Seni Klaster Pariwisata Borobudur Makanan Perhotelan Pengasong Gambar 1.1 Perumusan Masalah Modal sosial Berupa Jaringan Sosial lemah Pertalian usaha lemah Bagaimana pengaruhnya? 1.3 Tujuan, dan Sasaran Studi 1.3.1 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh modal sosial terhadap pertalian usaha klaster pariwisata Borobudur. Adapun bagian dari modal sosial yang menjadi fokus