PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat

BAB II LANDASAN TEORI

PANITIA SUMPAH PEMUDA KOMITE NASIONAL PEMUDA INDONESIA KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2014

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PAJAK DEPARTEMEN IKK - IPB

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

S-425/PJ.312/2006 PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS SPONSORSHIP

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Pajak. Definisi Pajak Pembagian Jenis Pajak Menurut Sifat Menurut Sasaran Menurut Pengelola

BADAN KANTOR PELAYANAN PAJAK ORANG PRIBADI. Syarat Objektif Syarat Subjektif. Wilayah tempat kedudukan. Wilayah tempat tinggal

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Modul ke: Pertemuan 2. 02Fakultas EKONOMI. Perpajakan I. Program Studi AKUNTANSI

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

GAMBARAN BEBAN PAJAK DI RS. ISLAM DAN PROSPEK KEDEPANNYA SERTA KONSESI PAJAK *)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

Pengertian. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kelebihan PPN 30/04/2011

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai

PT. Munirah adalah PKP yang bergerak di bidang penjualan elektronik di Makassar. Selama bulan Juli 2014 melakukan transaksi sebagai berikut :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pajak Penghasilan Pasal 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. kualitas tersebut. Salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan Praktik Kerja

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26

AGENDA. PPh Pasal 26

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo,

BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT. Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang cukup berkembang di

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak berdasarkan undang-undang dan dari berbagai pakar pajak

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG

Pengertian Pajak Penghasilan 21

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam Siti Resmi (2009: 1):

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

No dan investasi Harta ke dalam wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan bagi Wajib Pajak yang tidak mengik

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1

LANDASAN TEORI. dalam buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2008, h3),

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144 TAHUN 2000 TENTANG JENIS BARANG DAN JASA YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG

PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang) 8. JUMLAH (6 + 7) 8

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus

PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PAJAK OLEH BENDAHARA PEMERINTAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

Transkripsi:

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas : a.penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; b.impor Barang Kena Pajak; c.penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; d.pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah. Pabean; e.pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau f.ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Pelaporan Usaha Untuk di Kukuhkan Sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pengusaha yang melakukan : - Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah Pabean; atau - Melakukan ekspor Barang Kena Pajak, - Pengusaha Kecil yang memilih dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib melaporkan usahanya pada Kantor Pelayanan Pajak setempat untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan wajib memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang.

Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP dan atau ekspor BKP yang dikenakan pajak berdasarkan Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, tidak termasuk Pengusaha Kecil, yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Pengusaha Kecil Pengusaha Kecil dibebaskan dari kewajiban mengenakan/memungut PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) sehingga tidak perlu melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, kecuali apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka Undang-undang PPN berlaku sepenuhnya bagi Pengusaha Kecil tersebut.pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00 (Enam ratus juta rupiah).

Barang Dan Jasa Yang Tidak Dikenakan PPN Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jenis barang dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4A Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tidak dikenakan PPN, yaitu: A. Jenis Barang Yang Tidak Dikenakan PPN 1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya

2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak 3.Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak; tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha katering atau usaha jasa boga. 4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.

B. Jenis Jasa Yang Tidak Dikenakan PPN 1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik 2. Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi: 3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia (Persero); 4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi 5. Jasa di bidang keagamaan

6. Jasa di bidang pendidikan 7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial, seperti pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara cuma-cuma. 8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan seperti jasa penyiaran radio atau televisi baik yang dilakukan oleh instansi Pemerintah maupun swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial. 9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air, meliputi jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau maupun di sungai yang dilakukan oleh Pemerintah maupun oleh swasta. 10. Jasa di bidang tenaga kerja 11. Jasa di bidang perhotelan 12. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan (1MB), pemberian Ijin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Pengkreditan Pajak Masukan a. Bagi PKP yang menyewakan ruangan dapat mengkreditkan PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas perolehan barang dan jasa untuk pengoperasian gedung atau ruangan yang disewakan. b. Bagi Pihak yang menyewa ruangan: 1) Apabila penyewa adalah PKP, maka PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas ruangan yang disewa merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, sepanjang Faktur Pajaknya berupa Faktur Pajak Standar. 2) Apabila ruangan yang disewa mempunyai fungsi ganda misalnya digunakan untuk tempat usaha dan tempat tinggal, maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah sebanding dengan bagian ruangan yang digunakan untuk tempat usaha. Misalnya bangunan yang disewa terdiri dari tiga lantai, lantai satu digunakan untuk pertokoan, selebihnya digunakan untuk tempat tinggal. PPN (Pajak Masukan) yang dapat dikreditkan adalah sebanding dengan luas ruangan (bangunan) yang digunakan untuk tempat usaha yaitu sepertiga dari jumlah PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas ruangan (bangunan) yang disewa tersebut.

Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

Tarif PPN & PPnBM 1.Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen) 2.Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen) 3.Tarif PPN dan PPnBM atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen).

Dasar Penggenaan Pajak (DPP) Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, berupa: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

FAKTUR PAJAK Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Faktur Pajak dapat berupa: 1. Faktur Pajak Standar; 2. Faktur Pajak Sederhana; atau 3. Dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak Standar dan 4. Faktur Penjualan yang dapat dipersamakan dengan Faktur Pajak Standar.

FAKTUR PAJAK STANDAR Faktur Pajak Standar adalah Faktur Pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak dengan ketentuan sebagai berikut: a. Bentuk dan ukuran Faktur Pajak Standar disesuaikan dengan kepentingan PKP. b. Setiap Faktur Pajak Standar harus menggunakan Kode dan Seri Faktur Pajak yang telah ditentukan di dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor: Per- 159/ PJ./2006 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, tata Cara Penyampaian, dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar,

FAKTUR PAJAK SEDERHANA Faktur Pajak Sederhana adalah bukti pungutan pajak yang dapat dibuat oleh PKP dalam hal PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, dan penyerahan BKP dan atau JKP kepada pembeli BKP atau penerima JKP yang tidak diketahui identitasnya secara lengkap.

DOKUMEN TERTENTU YANG DITETAPKAN SEBAGAI FAKTUR PAJAK STANDAR Dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar paling sedikit harus memuat : a. Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen; b. Nama dan alamat penerima dokumen; c. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam hal penerima dokumen adalah sebagai WP Dalam Negeri; d. Jumlah satuan barang apabila ada; e. Dasar Pengenaan Pajak; f. Jumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor.

LARANGAN MEMBUAT FAKTUR PAJAK Orang Pribadi atau Badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat Faktur Pajak.

SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK STANDAR Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat: a. pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran diterima setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; b. pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak; c. pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; d. pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau e.pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK GABUNGAN Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lambat: a. pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, dalam hal pembayaran baik sebagian atau seluruhnya terjadi setelah berakhirnya bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; atau b. pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, dalam hal pembayaran baik sebagian atau seluruhnya terjadi sebelum berakhirnya bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK SEDERHANA Faktur Pajak Sederhana harus dibuat pada saat : - Penyerahan BKP dan atau saat penyerahan JKP, atau - Pada saat pembayaran apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP dan atau JKP.

Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.

2. Pemotong PPh Pasal 21 a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan. b. Bendaharawan pemerintah baik Pusat maupun Daerah c. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), PT Taspen, PT ASABRI. d. Perusahaan dan bentuk usaha tetap. e.yayasan, lembaga, kepanitia-an, asosiasi, perkumpulan, organisasi massa, organisasi sosial politik dan organisasi lainnya serta organisasi internasional yang telah ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. f. Penyelenggara kegiatan.

Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 a. Pegawai tetap. b. b. Tenaga lepas (seniman, olahragawan, penceramah, pemberi jasa, pengelola proyek, peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi), distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis. c. Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua. d. Penerima honorarium. e. Penerima upah. f. Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris).

PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Tarif dan Penerapannya 1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai serta distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis, dikenakan tarif Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut: - Pegawai Tetap; Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000,- setahun atau Rp 500.000,- (sebulan); dikurangi iuran pensiun. Iuran jaminan hari tua, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). - Penerima Pensiun Bulanan; Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000,- setahun atau Rp 200.000,- sebulan); dikurangi PTKP. Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai: Penghasilan bruto dikurangi PTKP. (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tanggal 31 desember 2008) - Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai : Penghasilan bruto dikurangi PTKP yang diterima atau diperoleh untuk jumlah yang disetahunkan. - Distributor Multi Level Marketing/direct selling dan kegiatan sejenis; penghasilan bruto tiap bulan dikurangi PTKP perbulan.

PTKP adalah : No KeteranganSetahun 1.Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi Rp. 15.840.000,- 2.Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp. 1.320.000,- 3.Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami. Rp. 15.840.000,- 4.Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang diatnggung sepenuhnya, maksimal 3 orang untuk setiap keluarga Rp. 1.320.000,-

Tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan adalah: Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp. 50 jt 5% Diatas Rp. 50.jt s/d Rp.250 jt 15% Diatas Rp. 250 jt s/d Rp. 500 jt 25% Diatas Rp. 500 jt 30%

Contoh Perhitungan PTKP Keterangan Wajib Pajak Kawin Tanggungan Jumlah PTKP TK 15.840.000 - - 15.840.000 K/0 15.840.000 1.320.000-17.160.000 K/1 15.840.000 1.320.000 1.320.000 18.480.000 K/2 15.840.000 1.320.000 2.640.000 19.800.000 K/3 15.840.000 1.320.000 3.960.000 21.120.000 TK/1 15.840.000 1.320.000 17.160.000 TK/2 15.840.000 2.640.000 18.480.000 TK/3 15.840.000 3.960.000 19.800.000