BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

dokumen-dokumen yang mirip
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III. (HCl), 40 gram NaOH, asam fosfat, 1M NH 4 OH, 5% asam asetat (CH 3 COOH),

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sedang dikembangkan saat ini adalah komposit kolagen hidroksiapatit.

Sintesis dan Karakterisasi Kolagen dari Tendon Sapi (Bos Sondaicus ) sebagai Bahan Bone Filler Komposit Kolagen Hidroksiapatit

4. Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

STUDI ANALISIS ANTIBAKTERI DARI FILM GELATIN- KITOSAN MENGGUNAKAN Staphylococcus aureus

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. hingga bulan Desember Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Ekstraksi Kolagen Kulit Ikan Lele Sangkuriang. Langkah awal dalam proses ekstraksi kolagen dari kulit ikan Lele

BAB III METODE PENELITIAN

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis)

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

3. Metodologi Penelitian

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

BAB III METODE PENELITIAN. Teknologi Universitas Airlangga, Bank Jaringan Rumah Sakit dr. Soetomo

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sintesis Nano-Komposit Hidroksiapatit/Kitosan (nha/cs)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. percampuran natrium alginat-kitosan-kurkumin dengan magnetic stirrer sampai

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

BAB I PENDAHULUAN. aplikasi implan tulang merupakan pendekatan yang baik (Yildirim, 2004).

4 Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan

I. PENDAHULUAN. fosfat dan kalsium hidroksida (Narasaruju and Phebe, 1996) dan biasa dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Gelatin adalah biopolimer yang dihasilkan dari hidrolisis parsial jaringan

Bab III Metodologi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

JKK, Tahun 2017, Vol 6(1), halaman ISSN

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

2. Konfigurasi elektron dua buah unsur tidak sebenarnya:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT

Penentuan struktur senyawa organik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tingkat metabolisme yang tinggi. Ayam broiler sering dibudidayakan

4. Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT (EDTA)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Hasil dan Pembahasan

3 Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. fosfor, besi atau mineral lain. Protein disusun dari 23 atau lebih unit yang

3 Metodologi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

Oleh: Ary Andini. Lokasi: Desa Kedung Banteng, Tanggulangin, Sidoarjo

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal.

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK

EKSTRAKSI GELATIN DARI KAKI AYAM BROILER MELALUI BERBAGAI LARUTAN ASAM DAN BASA DENGAN VARIASI LAMA PERENDAMAN

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) Saat perendaman sampel tendon dalam 5 % HCl, terjadi pengikatan kolagen oleh larutan asam. Kemudian setelah dinetralkan dengan NaOH terjadi gumpalan putih yang berkumpul ditengah cairan perendaman. Penetralan menggunakan NaOH karena bahan ini merupakan basa kuat dan kadar toksisitasnya rendah (Prayitno, 2007). Gumpalan yang terjadi merupakan garam kolagen yang terbentuk dari persamaan reaksi 3.1 sehingga ph kolagen yang terbentuk adalah ph netral. Kolagen yang terbentuk berwarna putih susu agak kental. Kolagen ini kemudian disimpan dalam botol kaca dalam suhu 4ºC untuk menjaga kualitas kolagen. 4.2 Pembuatan Larutan Kolagen Larutan HCl 5% diperoleh dengan cara mengambil 270 ml HCl 37% dan diencerkan dengan akuades kedalam gelas beaker hingga volume larutan mencapai 2000. Larutan 1 M NaOH untuk proses ekstraksi kolagen dan proses pelarutan kolagen dibuat dengan cara menimbang 40 gram NaOH kemudian ditambahkan akuades perlahan lahan sampai volume mencapai 1000 ml. Larutan 5% CH 3 COOH untuk proses pelarutan kolagen dibuat dengan cara menngambil 25 ml CH 3 COOH kedalam gelas beaker, kemudian ditambahkan akuades hingga volume mencapai 500 ml. Pembuatan larutan 1 M NH 4 OH untuk 45

46 proses pelarutan hidroksiapatit dilakukan dengan cara melarutkan 106 ml NH 3 dengan 894 ml akuades. 4.3 Rendemen Kolagen Perendaman 70 gram kolagen dengan HCl 5% menghasilkan kolagen basah sebesar 9,7 gram dengan prosentase : R = Berat kolagen basah yag dihasilkan Berat sampel tendon yang digunakan x 100 % = 9, 7 gram 70 gram x 100 = 13,86 % Menurut Li (2003), ikatan antar molekul kolagen dalam otot bagian kulit dan atau tulang akan meregang ( melunak ) pada kondisi ph di bawah 4 atau di atas 10. Sintesis kolagen dari tendon sapi ( boss sondaicus ) dengan larutan HCl 5% menghasilakan kolagen sebanyak 13,86%. Wang (1994) menyatakan bahwa rantai protein kolagen apabila dipotong (dipecah) dengan HCl akan dihasilkan asam amino dan rantai polipeptida. Kandungan kolagen yang diekstrak cukup sedikit, karena menurut teori ada sekitar 85% kolagen yang terkandung dalam tendon. Hal ini bisa disebabkan ph HCl yang terlalu tinggi dan waktu perendaman yang kurang lama. Konsentrasi HCl yang digunakan dalam pembuatan kolagen 1-5% dengan masa rendam selama 10-48 jam. Ada kemungkinan, ph yang kurang rendah dan waktu yang kurang lama menyebabkan pengikatan molekul kolagen tidak maksimal. Kelebihan penggunaan

47 HCl dibandingkan dengan jenis asam lain adalah mampu menguraikan serat kolagen lebih banyak dan cepat tanpa mempengaruhi kualitas kolagen yang dihasilkan serta mengubah serat kolagen triple heliks menjadi rantai tunggal (Ward dan Courts, dalam Hajrawati 2006). 4.4 Karakterisasi Sampel Kontrol 4.4.1 Fourier Transform Infra-Red Kolagen Tendon Sapi Spekstroskopi infra merah digunakan untuk mengidentifikasikan gugus fungsi dalam molekul. Kolagen yang terbentuk akan diidentifikasi gugus fungsi dengan menggunakan spekstroskopi infra merah (FTIR). Hasil spekstroskopi kolagen tendon sapi pada Gambar 4.1 menunjukkan adanya daerah serapan amida A pada 3438,46 cm -1 (titik no.7). Daerah serapan amida A merupakan daerah dimana terdapat ikatan NH streching yang berasosiasi dengan ikatan hidrogen dan OH dari hidroksiprolin ( Puspawati et al, 2012 ). Pada kolagen tendon sapi, daerah serapan 1421,28 cm -1 dan 1449,24 cm -1 (titik no.12 dan no.13) menunjukkan adanya bending OH yang terdapat pada daerah sekitar 1300 1550 cm -1. Daerah ini teridentifikasi sebagai serapan amida II. Adanya gugus OH dimungkinkan karena masih ada senyawa OH dari air yang digunakan untuk mengekstraksi kolagen. Terlihat pula daerah serapan amida I pada bilangan gelombang 1638,23 cm -1 (titik no. 11). Daerah serapan ini menunjukkan adanya ikatan gugus karbonil (C=O) streching dengan kontribusi dari NH bending (Puspawati et al, 2012) dan O-H yang berpasangan dengan gugus karboksil ( Suwardi et al, 2010). Serapan amida III kolagen tendon sapi teridentifikasi didaerah 1125,26 cm -1 (titik

48 no. 14 ) yang merupakan gugus dari NH bending. Selain itu terlihat pula regangan -C N- pada kolagen tendon sapi difrekuensi sekitar 2100 2400 cm -1 tepat pada daerah 2336,4 cm -1 dan 2360,44 cm -1 ( titik no. 8 dan no. 9). Gambar 4.1 Spektrum FTIR kolagen tendon sapi Hasil FTIR kolagen tendon sapi menunjukkan gugus khas kolagen yang teridentifikasi adalah gugus N-H, gugus O-H, dan gugus karboksil C=O. Gugus - gugus tersebut membuktikan bahwa kolagen yang disintesiss menghasilkan kemurnian kolagen yang cukup tinggi. 4.4.2 Fourier Transform Infra-Red Hidroksiapatit Hidroksiapatitt yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tulang sapi dan merupakan produk Instalasi Pusat Bioamterial Bank Jaringan Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya. Hidroksiapatit yang digunakan berbentuk bubuk halus berwarna putih. Agar dapat mengetahui gugus fungsi hidroksiapatit ini, dilakukan karakterisasi FTIR pada sampel hidroksiapatit. Hasil FTIR hidroksiapatit ditunjukkan pada gambar 4.2.

49 Gambar 4.2 Spektrum FTIR hidroksiapatit tulang sapi Hasil FTIR hidroksiapatit menunjukkan adanya pita serapan vibrasi asimetri streching (υ 3 ) fosfat (PO 3-4 ) pada bilangan gelombang 1049,31 cm -1 dengan puncak yang sangat tajam. Terlihat juga adanya pita serapan υ 3 karbonat (CO -2 3 ) pada bilangan gelombang 1461,05 cm -1 dan 1416,31 cm -1 dengan intensitas sangat lemah. Secara teori, sintering atau pemanasan pada proses pembuatan hidroksiapatit dengan suhu diatas 750ºC akan meleburkan adanya gugus karbonat. Hilangnya gugus karbonat menunjukkan bahwa derajat kristalinitas sampel yang disintering menjadi meningkat (Mulyaningsih, 2007). Namun disini sampel hidroksiapatit masih mengadung sedikit gugus karbonat yang menandakan berkurangnya tingkat kristalinitas hidroksiapatit ini. Pada daerah panjang gelombang 3571,42 cm -1 dan 632,19 cm -1 terdeteksi daerah serapan gugus hidroksil (OH) dengan intensitas yang lemah. Kristal hidroksiapatit ditandai oleh pita vibrasi asimetri bending (υ 4 ) dalam bentuk pita belah dengan maksimum pada 570,52 cm -1 dan 602,43 cm -1. Sedangkan daerah serapan maksimum kristal hidroksiapatit yang tampak menyatu dengan pita υ 4

50 pada daerah 632,19 cm -1 bukan berasal dari PO 4 3-, melainkan dari gugus OH. Selain menunjukkan kehadiran kristal apatit, kadar belah pita serapan υ 4 menunjukkan kandungan fase kristal apatit dalam sampel (Djawarni dan Wahyuni, 2002). 4.5 Karakterisasi Komposit Kolagen Hidroksiapatit 4.5.1 Fourier Transform Infra-Red Komposit Kolagen Hidroksiapatit Speksroskopi inframerah komposit kolagen hidroksiapatit digunakan untuk melihat gugus fungsi yang terbentuk dalam sampel. Grafik serapan FTIR dapat dilihat pada Gambar 4.3. Gambar 4.3 Spektrum FTIR komposit kolagen hidroksiapatit Hasil FTIR komposit (Gambar 4.3) menunjukkan daerah serapan amida A dan amida I yang mengalami pergeseran. Amida A bergeser dari posisi spektrum awal 3438,46 cm -1 (Gambar 4.1) ke titik 3112,55 cm -1 (titik no. 3 pada Gambar 4.3). Pergeseran spektrum amida A dipengaruhi oleh kehadiran gugus OH dari

51 penambahan hidroksiapatit. Daerah amida I mengalami pergeseran dari spektrum awal pada daerah 1638,23 cm -1 (Gambar 4.1) ke titik 1675,84 cm -1 (titik no. 9 pada Gambar 4.3) dan 1716,34 cm -1 (titik no.8 pada Gambar 4.3). Demikian pula daerah amida II, terjadi pergeseran dari spektrum awal pada titik 1421,28 cm -1 dan 1449,24 cm -1 (Gambar 4.1) ke titik 1461,78 cm -1 (titik 11 pada Gambar 4.3), yang merupakan gugus deformasi NH dan di titik 1402 cm -1 (titik 12 pada Gambar 4.3), yang merupakan gugus CH 2 dari prolin. Spektrum amida III tidak tampak akibat adanya interaksi antara kolagen dan hidroksiapatit. Gugus fosfat (PO 3-4 ) milik hidroksiapatit juga terlihat mengalami pergeseran di daerah 1072,23 cm -1 (titik no. 15 pada Gambar 4.3). Sedangkan kristal hidroksiapatit mengalami pergeseran dari spektrum awal pada 570,52 cm -1 dan 602,43 cm -1 (Gambar 4.2) ke titik di daerah 552,506 cm -1 (titk no.23 Gambar 4.3) dan 536,114 cm -1 (titik no.24 Gambar 4.3). Hasil dari pergeseran spektrum ikatan amida antara spektrum kolagen dan spektrum komposit kolagen hidroksiapatit, menunjukkan bahwa terjadi ikatan hidrogen yang terbentuk antara gugus OH dari hidroksiapatit dan gugus NH dari kolagen. Ikatan hidrogen merupakan gaya tarik menarik elektrostatik kuat antara atom hidrogen pada suatu molekul dengan atom seperti atom nitrogen N, oksigen O atau posfor (F) yang lebih elektronegatif. Ketika suatu atom (N), (O) atau F memiliki pasangan elektron bebas, hidrogen dari molekul lain akan berikatan dengan pasangan elektron bebas tersebut membentuk ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen seperti ikatan dipol dipol pada ikatan Van der Wals, memiliki sifat yang lebih kuat daripada ikatan Van der Wals namun lebih lemah dibandingkan

52 ikatan kovalen dan ikatan ion. Hilangnya pita amida III pada daerah sekitar 1229 1301 cm -1, memperkuat indikasi adanya ikatan hidrogen. Sedangan atom Ca 2+ dari hidroksiapatit dengan gugus COO - dari kolagen membentuk ikatan koordinasi atom anorganik organik sperti pada Gambar 4.4 (Sionkowska et al, 2010). Gambar 4.4 Sketsa struktur ikatan komposit kolagen hidroksiapatit ( ikatan koordinasi, ----- ikatan hidrogen ) 4.5.2 Uji Toksisitas Fibroblas MTT Assay Uji MTT Assay digunakan untuk mengetahui tingkat toksisitas suatu bahan dan merupakan salah satu indikator keamanan sebelum bahan digunakan dalam tubuh. Pada penelitian ini uji toksistas yang dilakukan menggunaka sel fibroblas. Prosentase jumlah sel hidup untuk uji MTT dapat dihitung dengan persamaan 2.2. Hasil uji MTT Assay dapat dilihat dalam lampiran. Hasil analisis perhitungan uji MTT Assay dapat dilihat pada tabel 3.1. Pada uji MTT Assay, suatu bahan dikatakan tidak toksik apabila prosentase sel hidup masih diatas 60% (Wijayanti,2010). Dibawah 60% menunjukkan bahwa sampel tersebut bersifat toksik dan berbahaya bila diaplikasikan dalam tubuh. Sampel A dan sampel B merupakan sampel kontrol. Sampel A adalah sampel kolagen tanpa perlakuan, sedangkan sampel B adalah sampel hidroksiapatit tanpa perlakuan. Pada sampel A, hasil uji MTT Assay mencapai

53 lebih dari 100%, yaitu 119,4%. Hal ini menunjukkan bahwa sampel kolagen tidak toksik dan mampu menumbuhkan sel fibroblast. Kolagen merupakan suatu protein bioresorbable alami, yang umum digunakan sebagai perancah atau filler untuk regenerasi jaringan. Kolagen tipe 1 digunakan sebagai perancah atau filler jaringan tulang. Pada aplikasi perbaikan jaringan tulang, umumnya kolagen dipakai dalam bentuk komposit, karena jaringan tulang bukan merupakan jaringan lunak, melainkan jaringan keras. Sedangkan sifat kolagen adalah lentur dan lunak, sehingga perlu penambahan bahan lain. Pada penelitian ini, kolagen dijadikan sebagai matriks dari komposit kolagen hidroksiapatit yang bisa dijadikan sebagai bone filler. Tabel 3.1 Hasil Analisis Perhitungan Uji MTT Assay Sampel Nama Sampel Rata rata sel hidup Kontrol Sel Kontrol Media % Sel Hidup Sampel A 0,127 0,091 0,093 119,4 Sampel B 0,080 0,091 0,093 94,3 Sampel C 0,084 0,091 0,093 96,1 Sampel D 0,106 0,091 0,093 108,1 Sampel E 0,079 0,091 0,093 93,9 Sampel F 0,073 0,091 0,093 90.2 Sampel G 0,861 0,091 0,093 97,4

54 Sampel B merupakan perbandingan kolagen : hidroksiapatit 0:100 menunjukkan hasil uji 94,3% yang menunjukkan sampel ini tidak toksik. Hidroksiapatit memiliki biokompatibilitas yang baik terhadap kontak langsung dengan tulang. Sampel C dengan variasi kolagen : hidroksiapatit 30 :70 menunjukkan hasil MTT Assay 96,1%. Sampel D yang merupakan variasi kolagen : hidroksiapatit 40 : 60 menunjukkan prosentase sel hidup sebanyak 108,1%. Sampel E dengan perbandingan kolagen : hidroksiapatit 50 : 50 memiliki jumlah prosentase sel hidup 93,9%. Sampel F dengan variasi kolagen : hidroksiapatit 60:40 menghasilkan prosentase sel hidup sebesar 90,2%. Sampel G mempunyai variasi kolagen : hidroksiapatit 70 : 30 denga hasil uji sebesar 97,4%. Kelima variasi sampel ini juga menunjukkan bahwa sampel tidak toksik dan berpotensi untuk diaplikasikan kedalam tubuh. Namun pada sampel D, hasil MTT Assay mencapai 108,1%. Hal ini menunjukkan bahwa ada sel yang tumbuh pada sampel (proliferasi). Sampel D merupakan sampel dengan variasi kolagen : hidroksiapatit 40 : 60. Hasil uji MTT 5 variasi sampel dapat disajikan dalam bentuk diagram pada gambar 4.4.

55 % Sel Hidup 110 105 100 95 90 85 80 Grafik Hasil Uji MTT Assay Sampel C Sampel D Sampel E Sampel F Sampel G Variasi Sampel Komposit Gambar 4.4 Diagram Hasil Uji MTT Assay 5 Sampel Variasi Secara keseluruhan hasil uji MTT Assay pada semua variasi sampel menunjukkan hasil yang baik dan tidak toksik. Variasi sampel yang terbaik adalah pada sampel D, yaitu variasi kolagen : hidroksiapatit 40 : 60, karena mampu menunjukkan adanya aktivitas pertumbuhan sel. Hal ini dimungkinkan karena adanya komposisi variasi yang tepat dan mampu untuk menumbuhkan sel. Hasil penelitian yang dilakukan Rodrigues et al (2003), komposit kolagen yang terbaik sebagai scaffold justru terletak pada perbandingan komposit kolagen 30 : 70. Hal ini diduga, dalam bentuk scaffold, komposisi yang terbaik untuk menumbuhkan sel adalah pada perbandingan 30:70. Sedangkan pada penelitian ini, komposit yang diujikan bebentuk filler. Komposit kolagen hidroksiapatit filler, diharapkan mampu menghasilkan implant bone filler yang baik. Hidroksiapatit mampu memberikan sifat mekanik yang baik, dan kolagen mampu membantu merangsang pertumbuhan sel baru (Rodrigues et al, 2003). Sehingga perpaduan komposit kolagen hidroksiapatit diharapkan akan mampu cepat merangsang pertumbuhan sel tulang baru.