BAB III LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Simpang Jalan Tak Bersinyal

Gambar 2.1 Rambu yield

BAB 3 METODOLOGI. Tahapan pengerjaan Tugas Akhir secara ringkas dapat dilihat dalam bentuk flow chart 3.1 dibawah ini : Mulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara

BAB III LANDASAN TEORI. yang mempegaruhi simpang tak bersinyal adalah sebagai berikut.

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISA KINERJA SIMPANG TIDAK BERSINYAL DI RUAS JALAN S.PARMAN DAN JALAN DI.PANJAITAN

BAB IV HASIL DAN ANALISA. kondisi geometrik jalan secara langsung. Data geometrik ruas jalan Kalimalang. a. Sistem jaringan jalan : Kolektor sekunder

BAB 4 PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

BAB IV ANALISIS DATA. Data simpang yang dimaksud adalah hasil survey volume simpang tiga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai pertemuan dari jalan-jalan yang terlibat pada sistem jaringan jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. saling berpotongan, masalah yang ada pada tiap persimpangan adalah kapasitas jalan dan

Kata kunci : Tingkat Kinerja, Manajemen Simpang Tak Bersinyal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNSIGNALIZED INTERSECTION

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wikipedia (2011), ruas jalan adalah bagian jalan di antara dua

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 7 (Tujuh)

KINERJA SIMPANG LIMA TAK BERSINYAL JL. TRUNOJOYO, BANDUNG FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA MARANATHA BANDUNG

DAFTAR ISTILAH DAN DEFINISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

2.6 JALAN Jalan Arteri Primer Jalan Kolektor Primer Jalan Perkotaan Ruas Jalan dan Segmen Jalan...

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi. DAFTAR ISI... vii

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. bertemu dan lintasan arus kendaraan berpotongan. Lalu lintas pada masingmasing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan kapasitas terganggu pada semua arah.

DAFTAR ISI. i ii iii iv v. vii. x xii xiv xv xviii xix vii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Judul. Lembar Pengesahan. Lembar Persetujuan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISTILAH KARAKTERISTIK LALU LINTAS. Arus Lalu Lintas. UNSUR LALU LINTAS Benda atau pejalan kaki sebagai bagian dari lalu lintas.

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMBANG, NOTASI DAN SINGKATAN DAFTAR LAMPIRAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan yang sebenarnya, atau merupakan suatu penjabaran yang sudah dikaji.

Simpang Tak Bersinyal Notasi, istilah dan definisi khusus untuk simpang tak bersinyal di bawah ini :

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Data Masukan

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. lintas (traffic light) pada persimpangan antara lain: antara kendaraan dari arah yang bertentangan.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL PERSETUJUAN PENGESAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

JURNAL EVALUASI KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL PADA SIMPANG TIGA JALAN CIPTOMANGUNKUSUMO JALAN PELITA KOTA SAMARINDA.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KINERJA PERSIMPANGAN MENGGUNAKAN METODE MKJI 1997 (Studi Kasus : Persimpangan Jalan Sisingamangaraja Dengan Jalan Ujong Beurasok - Meulaboh)

BAB III LANDASAN TEORI Kondisi geometri dan kondisi lingkungan. memberikan informasi lebar jalan, lebar bahu, dan lebar median serta

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN IR. H. JUANDA, BANDUNG

SIMPANG TANPA APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

DAFTAR ISTILAH. lingkungan). Rasio arus lalu lintas (smp/jam) terhadap kapasitas. (1) Kecepatan rata-rata teoritis (km/jam) lalu lintas. lewat.

Kata Kunci : Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan, Tingkat Pelayanan, Sistem Satu Arah

EVALUASI KINERJA SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL DENGAN METODE MKJI 1997 (Studi Kasus Simpang Tiga Jalan Ketileng Raya-Semarang Selatan)

TINJAUAN PUSTAKA. Simpang jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa

Dari gambar 4.1 maka didapat lebar pendekat sebagai berikut;

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting

Kajian Kinerja Persimpangan Jalan Harapan Jalan Sam Ratulangi Menurut MKJI 1997

BAB III LANDASAN TEORI. lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/atau belok-kiri

KONDISI DAN KARAKTERISTIK LALU LINTAS

TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM adalah ukuran. Kinerja ruas jalan pada umumnya dapat dinyatakan dalam kecepatan,

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI Metode Pengamatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE BAB 3. commit to user Metode Pengamatan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diambil kesimpulan:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. simpang terutama di perkotaan membutuhkan pengaturan. Ada banyak tujuan dilakukannya pengaturan simpang sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati atau mencapai

PENGENDALIAN LALU LINTAS 4 LENGAN PADA PERSIMPANGAN JL. RE. MARTADINATA JL. JERANDING DAN PERSIMPANGAN JL. RE. MARTADINATA JL. HARUNA KOTA PONTIANAK

ANALISA KINERJA SIMPANG JALAN MANADO BITUNG JALAN PANIKI ATAS MENURUT MKJI 1997

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manfaatnya (

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI DAN PERENCANAAN LAMPU LALU LINTAS KATAMSO PAHLAWAN

BAB III LANDASAN TEORI. (termasuk mobil penumpang, kopata, mikro bus, pick-up dan truck kecil. sesuai sitem klasifikasi Bina Marga).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saling berhubungan atau berpotongan dimana lintasan-lintasan kendaraan

IV. ANALISA DATA BAB IV ANALISIS DATA. 4.1 Geometri Simpang. A B C D. Gambar 4.1 Geometri Jl. Sompok Baru IV - 1.

BAB V ANALISI DATA DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya, maka dengan ini penulis mengambil referensi dari beberapa buku dan

EVALUASI KINERJA SIMPANG HOLIS SOEKARNO HATTA, BANDUNG

TRAFFIC ENGINEERING. Outline. I. Klasifikasi jalan II. Dasar-dasar TLL (arus, vol, kecept, Methode greenshield)

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI 3.1. METODE ANALISIS Metode yang digunakan dalam melakukan penelitian mengacu pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 oleh Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga. Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) adalah panduan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Jalan Kota yang dapat diterapkan sebagai sarana dalam perancangan, perencanaan dan analisa operasional lalu lintas. Pada penelitian ini proses analisis menggunakan dua program, yaitu program KAJI oleh Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga dan program Vissim oleh PT AVG (Jerman). 3.2. ANALISIS SIMPANG TAK BERSINYAL 3.2.1. Arus Lalu Lintas Arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik pada jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan/jm (Qkend), smp/jam (Qsmp) atau LHRT (Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan). Data arus lalu lintas dibagi dalam tipe kendaraan, yaitu kendaraan tak bermotor (UM), sepeda motor (MC), kendaraan berat (HV), dan kendaraan ringan (LV). Arus lalu lintas tiap pendekat dibagi dalam tipe pergerakan, yaitu gerakan belok kiri (QLT), lurus (QSR), dan belok kanan (QRT). Arus lalu lintas untuk setiap gerakan dikonversi dari kendaraan per jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per jam dengan menggunakan ekivalen mobil penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan (MKJI, 1997). 13

14 Tabel 3.1 Ekivalensi Mobil Penumpang Jenis Kendaraan Nilai EMP Kendaraan Ringan (LV) 1,0 Kendaraan Berat (HV) 1,3 Sepeda Motor (MC) 0,5 Menurut MKJI (1997) semua arus lalu lintas (per arah dan lokasi) diubah menjadi satuan mobil penumpang dengan menggunakan ekivalen mobil penumpang (emp) yang diturunkan secara empiris untuk tipe kendaraan yang dikategorikan menjadi empat jenis, yaitu : 1. Kendaraan ringan (LV), yaitu kendaraan bermotor dua as beroda 4 (empat) dengan jarak as 2 3 meter (mobil sedan, mobil penumpang, jeep, truk dua as, mikrotruk, pickup, dan minibus). 2. Kendaraan berat (HV), yaitu kendaraan bermotor dengan jarak as lebih dari 3,5 meter, biasanya roda lebih dari 4 (empat) (termasuk bis, truk dua as, truk tiga as, dan truk kombinasi). 3. Sepeda motor (MC), kendaraan beroda dua atau tiga. 4. Kendaran tak bermotor (UM), kendaraan dengan roda yang menggunakan tenaga manusia atau hewan meliputi sepeda, becak, kereta kuda dan kereta dorong). 3.2.2. Data Masukan Menurut MKJI (1997), berikut adalah data masukan yang diperlukan untuk analisis kinerja simpang tak bersinyal. 1. Kondisi Geometrik Kondisi geometrik dibuat dalam bentuk sketsa yang memberikan informasi tentang kereb, lebar jalur, bahu dan median. Nama jalan minor dan utama dan nama kota dicatat pada bagian atas sketsa sebagaimana juga nama pilihan dari alternatif rencana. Jalan utama adalah jalan yang dipertimbangkan terpenting pada simpang, misalnya jalan dengan klasifikasi fungsional tertinggi. Untuk simpang 3-lengan, jalan yang menerus selalu jalan utama. Pendekat jalan minor diberi

15 notasi A dan C, pendekat jalan utama diberi notasi B dan D (lihat pada Gambar 3.1). Pemberian notasi dibuat searah jarum jam. Sketsa lalu lintas memberikan informasi lalu lintas yang lebih rinci dari yang diperlukan untuk analisa simpang tak bersinyal. Jika alternatif pemasangan sinyal pada simpang juga akan diuji, informasi ini akan diperlukan (MKJI, 1997). Gambar 3.1. Contoh Sketsa Data Masukan Geometri 2. Kondisi Lalu Lintas Situasi lalu lintas untuk tahun yang dianalisa ditentukan menurut arus jama rencana, atau lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) dengan faktor-k yang sesuai untuk konversi LHRT menjadi arus per jam (umum untuk perancangan) Nama pilihan alternatif lalu lintas dapat dimasukkan. Kondisi geometrik dibuat dalam bentuk sketsa memberikan informasi lalu-lintas lebih rinci dari yang diperlukan untuk analisis simpang tak bersinyal. Jika alternatif pemasangan sinyal pada simpang juga akan diuji, informasi ini akan diperlukan. Sketsa sebaiknya menunjukkan gerakan lalu-lintas bermotor dan tak bermotor (kend/jam) pada pendekat ALT (notasi: A, arah: Left Turn), AST (notasi: A, arah: Straight),

16 ART (notasi: A, arah: Right Turn) dan seterusnya. Satuan arus adalah kend/jam atau LHRT (Lalu-lintas Harian Rata-rata), diberi tanda dalam formulir, seperti contoh Gambar 3.2 (MKJI,1997). Gambar 3.2. Contoh Sketsa Data Masukan Arus Lalu Lintas 3. Kondisi Lingkungan Lingkungan jalan diklasifikasikan dalam kelas menurut tata guna tanah dan aksesibilitas jalan tersebut dari aktivitas sekitarnya. Hal ini ditetapkan secara kualitatif dari pertimbangan teknik lalu-lintas seperti di bawah ini: a. Komersial (Com) yaitu tata guna lahan komersial (misalnya pertokoan, rumah makan, perkantoran) dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan. b. Permukiman (Res) yaitu tata guna lahan tempat tinggal dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan. c. Akses terbatas (RA) yaitu tanpa jalan masuk atau jalan masuk langsung terbatas (misalnya karena adanya penghalang fisik, jalan samping, dsb). Hambatan samping menunjukkan pengaruh aktivitas samping pada arus berangkat lalu lintas, misalnya pejalan kaki berjalan atau menyeberangi jalur, angkutan kota dan bis berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, kendaraan masuk dan keluar halaman dan tempat parkir di luar jalur. Hambatan

17 samping ditentukan secara kualitatif dengan pertimbangan teknik lalu lintas sebagai tinggi, sedang atau rendah. Tabel 3.2 Penentuan Kelas Hambatan Samping 3.2.3. Kapasitas (C) Untuk dapat menentukan kapasitas harus melalui beberapa tahap maka terlebih dahulu menentukan kapasitas dasar (C), faktor penyesuaian lebar pendekat (Fw), faktor penyesuaian median jalan utama (FM), faktor penyesuaian ukuran kota (Fcs), faktor penyesuaian tipe lingkungan, kelas hambatan samping dan kendaraan tak bermotor (FRSU), faktor penyesuaian belok kiri (FLT), faktor penyesuaian belok kanan (FRT), dan faktor Penyesuaian rasio arus minor (FMI). C = Co FW FM FCS FRSU FLT FRT FMI...... (3.1) Keterangan : C = Kapasitas (smp/jam) Co FW FM FCS FRSU FLT FRT FMI = Kapasitas dasar (smp/jam) = Faktor penyesuaian lebar masuk = Faktor penyesuaian tipe median jalan utama = Faktor penyesuaian ukuran kota = Faktor penyesuaian hambatan samping = Faktor penyesuaian belok kiri = Faktor penyesuaian belok kanan = Faktor penyesuaian arus jalan minor

18 1. Lebar Pendekat dan Tipe Simpang Lebar pendekat adalah lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, diukut di bagian tersempit, yang digunakan oleh lalu-lintas yang bergerak. Lebar pendekat diukur pada jarak 10 m dari garis imajiner yang menghubungkan tepi perkerasan dari jalan berpotongan, yang dianggap mewakili lebar pendekat efektif untuk masing-masing pendekat. Untuk pendekat yang sering digunakan untuk parkir pada jarak kurang dari 20, dari haris imajiner yang menghubungkan tepi perkerasan dari jalan berpotongan, lebar pendekat tersebut harus dikurangi 2 m (MKJI 1997). Gambar 3.3. Penetapan Tipe Pendekat Lebar pendekat untuk jalan mayor (utama) dan lebar rata-rata pendekat (W1), masing-masing dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini : WAC = (WA + WC) / 2... (3.2) WBD = (WB + WD) / 2... (3.3) W1 = (WA + WC + WB + WD ) / Jumlah Lengan... (3.4) Jumlah lajur yang digunakan untuk keperluan perhitungan ditentukan dari lebar rata-rata pendekat jalan minor dan jalan utama dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

19 Tabel 3.3 Jumlah Lajur Lebar rata-rata pendekat minor dan utama WAC, WBD Rata-rata lebar pendekat (m) Jumlah lajur (total untuk kedua arah) WBD = (b+d/2)/2 < 5,5 2 5,5 4 WAC = (a/2+c/2)/2 < 5,5 2 5,5 4 Sumber : Jumlah Tipe simpang diklasifikasikan berdasarkan jumlah lengan, jumlah lajur jalan mayor dan minor. Tabel 3.4 Nilai Tipe Simpang Kode IT Jumlah lengan Jumlah lajur jalan Jumlah lajur simpang minor jalan utama 322 3 2 2 324 3 2 4 342 3 4 2 422 4 2 2 424 4 2 4 Keterangan : 322 = 3 lengan simpang, 2 lajur minor, 2 lajur utama 422 = 4 lengan simpang, 2 lajur minor, 2 lajur utama Dalam tabel di atas tidak terdapat simpang tak bersinyal yang kedua jalan utama dan jalan minornya mempunyai empat lajur, yaitu tipe simpang 344 dan 444, karena tipe simpang ini tidak dijumpai selama survei lapangan. Jika analisa kapasitas harus dikerjakan untuk simpang seperti ini, simpang tersebut dianggap sebagai 324 dan 424. 2. Kapasitas Dasar (CO) Menurut MKJI 1997, kapasitas dasar adalah kapasitas persimpangan jalan total untuk suatu kondisi tertentu yang sudah ditentukan sebelumnya (kondisi dasar). Kapasitas dasar menurut simpang dapat dilihat pada tabel beriku ini :

20 Tabel 3.5 Kapasitas Dasar Menurut Tipe Simpang Tipe Simpang IT Kapasitas dasar smp/jam 322 2700 342 2900 324 atau 344 3200 422 2900 424 atau 444 3400 3. Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat (Fw) Faktor penyesuaian lebar pendekat (FW) ini merupakan faktor penyesuaian untuk kapasistas dasar sehubungan denga lebar masuk persimpangan jalan. IT 422 FW = 0,70 + 0,0866 x W1... (3.5) IT 424 atau 444 FW = 0,61 + 0,0740 x W1... (3.6) IT 322 FW = 0,73 + 0,0760 x W1... (3.7) IT 324 atau 344 FW = 0,62 + 0,0646 x W1... (3.8) IT 342 FW = 0,67 + 0,0698 x W1... (3.9) Gambar 3.4 Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat (FW)

21 4. Faktor Penyesuaian Median Jalan Utama (FM) Pertimbangan teknik lalu lintas diperlukan untuk menentukan faktor median. Median disebut lebar jika kendaraan ringan standar dapat berlindung pada daerah median tanpa mengganggu arus berangkat pada jalan utama. Hal ini mungkin terjadi jika lebar median selebar 3 m atau lebih. Pada beberapa keadaan, misalnya jika pendekat jalan utama lebar, hal ini mungkin terjadi jika median lebih sempit. Tabel 3.6 Faktor Penyesuaian Median Jalan Utama (FM) Uraian Tipe M Faktor Penyesuaian median (FM) Tidak ada median jalan utama Tidak ada 1,00 Ada median jalan utama, lebar < 3 m Sempit 1,05 Ada median jalan utama, lebar 3 m Lebar 1,20 5. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCS) Faktor ini hanya dipengaruhi oleh variable besar kecilnya jumlah penduduk dalam juta. Tabel 3.7 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCS) 6. Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan Kendaraan Tak Bermotor (FRSU) Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan (RE), hambatan samping (SF) dan kendaraan tak bermotor (FRSU), serta rasio kendaraan tak bermotor UM/MV sesuai ketentuan pada tabel berikut :

22 Tabel 3.8 Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan Kendaraan Tak Bermotor (FRSU) 7. Faktor Penyesuaian Belok Kiri (FLT) FLT = 0,84 + 1,61 x PLT... (3.10) Keterangan : FLT = Faktor penyesuaian belok kiri PLT = Rasio kendaraan belok kiri, PLT = QLT / QTOT 8. Faktor Penyesuaian Belok Kanan (FRT) adalah 1,0. Faktor penyesuaian belok kanan (FRT) pada simpang dengan 4 lengan 9. Faktor Penyesuaian Rasio Jalan Minor (FMI) Faktor Penyesuaian Rasio Jalan Minor (FMI) adalah penyesuaian kapasitas dasar akibat rasio arus jalan minor.

23 Tabel 3.9 Faktor Penyesuaian Rasio Jalan Minor (FMI) Keterangan : PMI = Rasio arus jalan minor terhadap arus simpangan total 3.2.4 Perilaku Lalu Lintas Perilaku lalu lintas adalah ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas lalu lintas di jalan dalam memberikan suatu layanan terhadap sistem lalu lintas tersebut. Perilaku lalu lintas pada umumnya dinyatakan dalam kapasitas, derajat kejenuhan dan tundaan peluang antrian. 1. Derajat Kejenuhan (DS) Derajat Kejenuhan (DS) adalah rasio volume arus lalu lintas (smp/jam) dengan kapasitas (smp/jam) pada bagian jalan tertentu, biasanya dihitung dalam per jam. DS = QTOT / C... (3.11) Keterangan : DS = derajat kejenuhan (per jam) Q = arus lalu lintas (smp/jam) C = Kapasitas (smp/jam)

24 2. Tundaan Menurut MKJI (1997), tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang perlu diperlukan untuk melalui suatu simpang dibandingkan terhadap situasi tanpa simpang. a. Tundaan lalu lintas (DT1) Tundaan yang disebabkan pengaruh kendaraan lain. Besarnya tundaan lalu lintas dapat dihitung dengan rumus : Untuk DS 0,6 DT1 = 2 + 8,2078 x DS (1 DS) x 2...(3.12) Untuk DS > 0,6 DT1 = 1,0504 / (0,2742 0,2042 x DS) x 2...(3.13) b. Tundaan lalu lintas jalan utama (DTMA) Tundaan lalu lintas jalan utama adalah tundaan lalu lintas semua kendaraan bermotor yang masuk persimpangan dari jalan utama. Untuk DS 0,6 DTMA = 1,8 + 5,8234 x DS - (1-DS) x 1,8... (3. 14) Untuk DS > 0,6 DTMA = 1,05034 / (0,346 0,246 x DS) - (1-DS) x 1,8... (3. 15) c. Tundaan lalu lintas jalan minor (DTMI) Tundaan lalu lintas rata-rata jalan minor ditentukan berdasarkan tundaan lalu lintas rata-rata (DTI) dan tundaan lalu lintas rata-rata jalan major (DTMA). DTMI = QTOT x DT1 - QMA x DTMA / QMI... (3. 16) Keterangan : QMA QMI = Arus total jalan utama/mayor (smp/jam) = Arus total jalan minor (smp/jam) d. Tundaan geometrik simpang (DG) Tundaan geometrik simpang adalah tundaan geometrik rata-rata seluruh kendaraan bermotor yang masuk simpang. Untuk DS < 1,0 DG = (1-DS) x (PT x 6 + (1- PT) x 3) + DS x 4... (3. 17) Untuk DS 1,0 : DG = 4

25 Keterangan : DG = tundaan geometrik simpang (det/smp) DS = derajat kejenuhan PT = rasio belok total e. Tundaan Simpang Tundaan simpang dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut : D = DG + DT1 (det/smp)... (3. 18) Keterangan : DG = tundaan geometrik simpang (det/smp) DT1 = tundaan lalu lintas simpang (det/smp) 3. Peluang Antrian Peluang antrian dengan batas atas dan batas bawah dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut di bawah ini ( MKJI 1997 ) : Qp % batas atas = 47,71 x DS 24,68 x DS 2 + 56,47 x DS 3... (3. 19) Qp % batas bawah = 9,02 x DS + 20,66 x DS 2 + 10,49 x DS 3... (3. 20) 4. Penilaian Perilaku Lalu Lintas Analisis simpang menggunakan manual kapasitas jalan direncanakan untuk meperkirakan kapasitas dan perilaku lalu lintas pada kondisi tertentu yang berkaitan dengan rencana geometrik, lalu lintas dan lingkungan. Karena hasil perhitungan yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya, mungkin diperlukan perbaikan kondisi yang sesuai dengan para ahli, terutama kondisi geometrik, untuk memperoleh perilaku lalu lintas yang diinginkan berkaitan dengan kapasitas, kecepatan, dan sebagainya. Cara paling cepat untuk menilai hasilnya adalah dengan melihat derajat kejenuhan dari kondisi yang diamati, dan membandingkannya dengan pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur fungsional yang diinginkan dari segmen jalan tersebut. Jika derajat kejenuhan yang diperoleh terlalu tinggi (DS > 0,75) maka perubahan dapat dilakukan pada asumsi yang berkaitan dengan penampang melintang jalan dan sebagainya.

26 5. Tingkat Pelayanan (Level Of Service) Menurut Permenhub (KM 14 Tahun 2006), Tingkat Pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk menamung lalu lintas pada keadaan tertentu. Tingkat pelayanan pada persimpangan mempertimbangkan faktor tundaan dan kapasitas persimpangan. Setiap pengembangan atau pembangunan pusat kegiatan dan pemukiman yang berpotensi menimbulkan dampak lalu lintas dapat mempengaruhi tingkat pelayanan yang diinginkan, wajib dilakukan analisis dampak lalu lintas. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan tingkat pelayanan pada persimpangan antara lain : a. Simpang prioritas b. Bundaran lalu lintas c. Perbaikan geometrik persimpangan d. Pengendalian persimpangan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas e. Persimpangan tidak sebidang Menurut Permenhub (KM 96 Tahun 2015), tingkat pelayanan harus memenuhi indikator sebagai berikut : a. Rasio antara volume dan kapasitas jalan b. Kecepatan yang merupakan kecepatan batas atas dan kecepatan batas bawah yang ditetapkan berdasarkan kondisi daerah c. Waktu perjalanan d. Kebebasan bergerak e. Keamanan f. Keselamatan g. Ketertiban h. Kelancaran i. Penilaian pengemudi terhadap kondisi arus lalu lintas Berikut adalah parameter tingkat pelayanan pada persimpangan

27 Tabel 3.10 Tingkat Pelayanan Persimpangan Tingkat Pelayanan Rata-rata tundaan berhenti (detik per kendaraan) A < 5 B 5 15 C 15 25 D 25 40 E 40 60 F > 60 Sumber : Permenhub (KM 96 Tahun 2015) 3.2.5 Jalan Satu Arah Menurut Hobbs (1995), Jalan satu arah merupakan salah satu cara untuk mengurangi kemacetan dan tundaan lalulintas, melalui pengaturan arah pergerakan lalulintas. Keuntungan dari jalan satu arah ini diharapkan dapat mengurangi konflik kecelakan dan menambah kapasitas ruas jalan sehingga kecepatan kendaraan bertambah. Studi lalulintas sangat diperlukan sebelum mengambil keputusan manajemen, khususnya pada saat meneliti ruas jalan satu arah. Pada tempat yang arus lalulintasnya padat, sistem jalan satu arah akan sangat menguntungkan. Karena jalan satu arah merupakan salah satu metode untuk menambah arus lalu lintas dan mengurangi kemacetan. Dengan memperbesar kapasitas, maka jalan satu arah sering memungkinkan kesinambungan parkir meteran, yang mungkin penting bagi kehidupan suatu kawasan. Akhirnya, selain membuat rambu-rambu, pembuatan marka jalan dan sistem pengaturan persimpangan jalan dengan pembatas fisik untuk mencegah pergerakan yang tidak benar adalah sangat penting. Akan tetapi, gangguan pandangan yang lebih besar biasanya terjadi ada jalan satu arah, dan kecepatan lalu lintas yang lebih tinggi cenderung menimbulkan gangguan pada masyarakat karena lebih sulit menyeberang jalan.

28 Gambar 3.5 Sistem Jalan Satu Arah (Sumber : Hobbs, 1995) 1. Keuntungan a. Menambah kapasitas dan antara simpang-simpang jalan distribusi lalu lintas mungkin menjadi lebih baik. b. Berkurangnya konflik pejalan kaki dan kendaraan, biasanya mengurangi laju kecelakaan dan menghindarkan tabrakan yang parah. c. Semakin baiknya kondisi-kondisi parkir di tepi trotoar dan berkurangnya gangguan pemberhentian bis, dan kendaraan yang sedang bongkar muat. d. Peningkatan pemanfaatan jalan dengan jumlah jalur. e. Lebih memudahkan pemakaian sistem pengaturan rambu lalu lintas modern. 2. Kerugian a. Jarak perjalanan lebih panjang dan volume lalu lintas lebih besar daripada di beberapa bagian jaringan yang menimbulkan berbeloknya lebih banyak lalu lintas pada ujung-ujung jalan.

29 b. Kesulitan mengatur rute lalu lintas pada suatu kawasan, khusus untuk pendatang. Hilangnya kenyamanan bagi penduduk di area-area jalan satu arah dan rusaknya lingkungan yang mungkin dapat terjadi. c. Beralihnya titik-titik muatan transportasi umum dan akibat pada jangkauan rute dan penjadwalan bis. d. Penambahan jarak berjalan kaki untuk penumpang transportasi umum. e. Pertentangan kepentingan sepanjang rute satu arah 3. Karakteristik Jalan Satu Arah Menurut MKJI (1997), tipe jalan ini meliputi semua jalan satu arah dengan lebar jalur lalu lintas dari 5 meter sampai dengan 10,5 meter. Kondisi dasar tipe jalan ini dari mana kecepatan arus bebas dan kapasittas ditentukan didefinisikan sebagai berikut : a. Lebar jalur lalu lintas tujuh meter b. Lebar bahu efektif paling sedikit 2 m pada setiap sisi c. Tidak ada median d. Hambatan samping rendah e. Ukuran kota 1,0 3,0 juta f. Tipe alinyemen datar 3.2.6 Median Jalan Median jalan merupakan suatu bagian tengah badan jalan yang secara fisik memisahkan arus lalu lintas yang berlawanan arah. Median jalan (pemisah tengah) dapat berbentuk median yang ditinggikan (raised), median yang diturunkan (depressed), atau median rata (flush). Median jalan direncanakan dengan tujuan untuk meningkatkan keselamatan, kelancaran, dan kenyamanan bagi pemakai jalan maupun lingkungan. (Perencanaan Median Jalan; Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah).

30 Gambar 3.6 Potongan Melintang Jalan (Sumber : Perencanaan Median Jalan; Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah) Gambar 3.7 Lajur Tunggu Pada Bukaan (Sumber : Perencanaan Median Jalan; Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah) 1. Fungsi Median Jalan a. Memisahkan dua aliran lalu lintas yang berlawanan arah b. Untuk menghalangi lalu lintas belok kanan c. Lapak tunggu bagi penyebrang jalan d. Penempatan fasilitas untuk mengurangi silau dari sinar lampu kendaraan dari arah berlawanan e. Penempatan fasilitas pendukung jalan f. Cadangan lajur (jika cukup luas) g. Tempat prasarana kerja sementara h. Dimanfaatkan sebagai jalur hijau

31 2. Kriteria Median Jalan a. Jalan bertipe minimal empat lajur dua arah b. Volume lalu lintas dan tingkat kecelakaan tinggi c. Diperlukan untuk penempatan fasilitas pendukung lalu lintas 3.3 ANALISIS 3.3.1 Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 Data input dalam MKAJI untuk simpang tak bersinyal adalah sebagai berikut ini. 1. Formulir SIG-I Merupakan form untuk proses input data sebagai berikut : a. Geometri simpang, lebar jalan, menentukan model simpang, ada tidaknya median jalan, jumlah penduduk b. Lingkungan jalan di simpang tersebut. c. Volume arus lalu lintas per jam yang belum diklasifikasikan atau sebelum di konversi menjadi smp/jam dan data - data untuk kendaraan ringan (mobil), kendaraan berat (truk), sepeda motor dan kendaraan tak bermotor. 2. Formulir SIG-II Merupakan form untuk proses analisis dengan menampilkan data yang dihasilkan, antara lain sebagai berikut ini. a. Kapasitas b. Derajat Kejenuhan c. Tundaan Simpang d. Peluang Antrian

32 Mulai Data Masukan : 1. Kondisi Geometrik 2. Kondisi Lalu Lintas 3. Kondisi Lingkungan Tidak Kapasitas : 1. Lebar pendekat dan tipe simpang 2. Kapasitas dasar 3. Faktor penyesuaian lebar pendekat 4. Faktor penyesuaian median jalan utama 5. Faktor penyesuaian ukuran kota 6. Faktor penyesuaian tipe lingkungan, hambatan samping, dan kend. tak bermotor 7. Faktor penyesuaian belok kiri 8. Faktor penyesuaian belok kanan 9. Faktor penyesuaian raiso arus jalan minor 10. Kapasitas Perilaku Lalu Lintas : 1. Derajat kejenuhan 2. Tundaan 3. Peluang antrian 4. Penilaian perilaku lalu lintas Pemilihan Alternatif Solusi Ya Hasil dan Kesimpulan Selesai Gambar 3.8 Bagan Alir Analisis MKJI 1997

33 3.3.2 PTV VISSIM Menurut PTV-AG (2011), Vissim adalah multi-moda lalu lintas perangkat lunak aliran mikroskopis simulasi yang mempunyai fasilitas kalibrasi, sehingga VISSIM dapat menggambarkan perilaku pengemudi dan komposisi kendaraan. Hal tersebut yang membedakan VISSIM dengan aplikasi model simulasi lain. VISSIM mengandung model psycho-physical car following dan algoritma peraturan dasar untuk pergerakan kesamping (lateral behavior), yang menjadi karateristik lalu lintas di Indonesia yang berbeda dengan karateristik lalu lintas dan perilaku pengemudi yang ada di negara-negara maju. Hal ini dikembangkan oleh PTV (Planning Transportasi Verkehr AG) di Karlsruhe, Jerman. Vissim dimulai pada tahun 1992 dan saat ini memimpin pasar global. VISSIM dapat digunakaan pada berbagai tipe pengaturan sinyal. Selain pengaturan control sinyal, fungsi pengaturan waktu juga ada untuk mengindetitas pengaturan sinyal kendaraan yang terdapat dipaket program untuk penerapan di lapangan. 1. Input Data, Simulasi, dan Kalibrasi VISSIM Tahap pengumpulan data adalah bagian penting dalam penelitian ini. Mikroskopis simulasi model VISSIM memiliki persyaratan rumit input data dan memiliki parameter model yang banyak. Untuk membuat model simulasi VISSIM untuk jaringan dan mengkalibrasi lalu lintas lokal memerlukan dua jenis data, yaitu data input dasar yang digunakan untuk coding jaringan dari model simulasi dan data observasi yang digunakan untuk kalibrasi parameter model simulasi. Input data dasar termasuk data geometri jaringan, data volume lalu lintas dan sistem kontrol lalu lintas. Model parameter yang berhubungan dengan atribut fisik dari pengembangan model VISSIM mendefinisikan langkah kalibrasi dalam mikrosimulasi pemodelan. Kalibrasi awal ini dilakukan untuk mengidentifikasi nilai-nilai untuk penyesuaian kapasitas parameter untuk memperoleh kapasitas lalu lintas yang terbaik.

34 2. Output Data Hasil analisis yang dihasilkan VISSIM berupa simulasi berupa video animasi. Video animasi tersebut menampilkan animasi kendaraan (mobil penumpang, truk, kereta api,dll), pohon, bangunan, fasilitas transit, dan rambu lalu lintas. Validasi adalah proses menyesuaikan parameter untuk mendapatkan kesesuaian antara nilai simulasi dengan data hasil pengamatan. Data lalu lintas yang digunakan sebagai perbandingan dalam proses validasi adalah volume arus lalu lintas di setiap lengan simpang. Dari analisis tersebut didapatkan nilai tundaan, panjang antrian, waktu tempuh kendaraan, kecepataan, kapasitas jaringan, volume lalu lintas dan lain-lain.

35 Mulai Survei Pendahuluan Data Penelitian Data Primer : 1. Jenis Kendaraan 2. Volume Lalu Lintas 3. Geometri Simpang Data Sekunder : 1. Peta Jaringan Jalan 2. Peta Lokasi Penelitian Input Data Simulasi Analisis Tundaan, Panjang Antrian Simpang dengan beberapa alternatif perbaikan 1. Pemasangan Median Jalan 2. Pengalihan Arus Lalu Lintas 3. Simpang Bersinyal Tidak Pemilihan Alternatif Solusi Ya Hasil dan Kesimpulan Video Visualisasi Selesai Gambar 3.9 Bagan Alir Analisis VISSIM