yang sudah dikenal selama ini adalah sebagaimana tergambar sebagai berikut:

dokumen-dokumen yang mirip
MANAJEMEN PELATIHAN. Drs. Yayat Sudaryat, M.Hum.

Evaluasi Program Pelatihan

MENGELOLA PROGRAM PELATIHAN

Pengelolaan program pelatihan tidak jauh berbeda dengan pengelolaan

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

MANUAL PROSEDUR PENGEMBANGAN DAN PENINJAUAN KURIKULUM TINGKAT PROGRAM STUDI

EFEKTIVITAS PUG DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PSP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R

PEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN PEKEBUN TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR BERKELANJUTAN TAHUN 2015

KATA PENGANTAR. Adanya dukungan dan fasilitasi institusi-institusi tersebut dalam penerapan sistem penjaminan mutu eksternal sesuai

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. megutamakan pembinaan, kejujuran dan ketrampilan.pendidikan dan pelatihan

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan

MANUAL PROSEDUR PENGEMBANGAN DAN PENINJAUAN KURIKULUM TINGKAT FAKULTAS

MANUAL PROSEDUR PENINJAUAN KURIKULUM

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan

KONSULTAN PELATIHAN PENINGKATAN KAPASITAS untuk ditempatkan di Badan Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia (BNPB)

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. NIP iii

PENGKAJIAN FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGELOLAAN SAMPAH PARTISIPATIF

I. PENDAHULUAN. berwenang menetapkan dokumen perencanaan. Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN 2004) yang kemudian

KATA PENGANTAR. Adanya dukungan dan fasilitasi institusi-institusi tersebut dalam penerapan sistem penjaminan mutu eksternal sesuai

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN PEKEBUN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2014

V. IMPLIKASI MANAJERIAL

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR RENCANA KERJA ( RENJA )

PERANCANGAN SISTEM PENJAMIN MUTU DENGAN MODEL CAPAIAN MUTU BERKELANJUTAN DI PERGURUAN TINGGI

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN PELATIHAN DAN PRODUKTIVITAS NOMOR KEP.57/LATTAS/IV/2014 TENTANG

PANDUAN PENULISAN LAPORAN PER KEGIATAN Program Hibah Kompetisi Universitas Brawijaya

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA

Instructional Design

K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 40/Dik-2/2011. T e n t a n g

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KATA SAMBUTAN. Direktur Jenderal PNFI Depdiknas

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 239 /KPTS/013/2013 TENTANG

BAB V SIMPULAN, SARAN, DAN DALIL

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI

PROGRAM PENGEMBANGAN KAPASITAS PROGRAM STUDI PPKPS UNIVERSITAS HASANUDDIN MARET 2013

BAB IV ANALISIS HASIL TEMUAN

UPAYA MENINGKATKAN KINERJA DAN HASIL BELAJAR MELALUI IMPLEMENTASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING

LAMPIRAN E. Pengenalan Methodology for Participatory Assessments (MPA)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (Sistem

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus 2015 Sekretaris Direktorat Jenderal, Abdul Madjid

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. iii

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/IX/2009 TENTANG

PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN,

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G

PROFESIONALISAME GURU (Sebuah Kajian Teoretis)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. Teknologi. Industri. Pengguna. Pembinaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi dan era informasi saat ini, organisasi

BAB VIII RANCANGAN PROGRAM STRATEGIS

PERANAN SERTIFIKASI GURU DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN *) Oleh: Dr. S. Eko Putro Widoyoko, M. Pd. **)

Manajemen Pengelolaan Pembangkit Energi Listrik. Toha Ardi Nugraha

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UNIT 4 KUNJUNGAN SEKOLAH

Brief no. 03. Policy Analysis Unit. Latar Belakang. Desember 2010

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E

MANAJEMEN KURIKULUM KELAS BILINGUAL

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 124 TAHUN 2001 TENTANG KOMITE PENANGGULANGAN KEMISKINAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KATA PENGANTAR. Adanya dukungan dan fasilitasi institusi-institusi tersebut dalam penerapan sistem penjaminan mutu eksternal sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Implikasi kompetensi guru dapat dilihat antara lain meliputi : penguasaan bahan

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN MUSRENBANG DESA/ KELURAHAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

BUPATI BANDUNG PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI JEMBER PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunkan dalam penelitian ini menggunakan metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Guru sebagai pendidik bertanggung jawab mewariskan nilai-nilai dan normanorma

Silabus Kursus Pelatihan Penilai NKT

Studio Driya Media Kupang (SDM Kupang)

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE) SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) TAHUN 2013

USULAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI RENCANA KERJA DAN JADWAL KEGIATAN CALON TENAGA AHLI PEMASARAN PARTISIPATIF

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kurikulum, silabus dan RPP merupakan satu rangkaian yang tak

I. PENDAHULUAN. Perubahan strategik dalam tatanan pemerintahan Indonesia diawali. dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG PENERAPAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diuraikan terdahulu berdasarkan fenomena-fenomena esensial di lapangan, maka

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN ANAK USIA DINI HOLISTIK INTEGRATIF

PRAKTIK YANG BAIK DALAM FASILITASI DAN PENDAMPINGAN

METODOLOGI KAJIAN Lokasi dan Waktu Kajian

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN INSENTIF TENAGA LAPANGAN DIKMAS (TLD)/ FASILITATOR DESA INTENSIF (FDI) Lampiran 3

KURIKULUM PELATIHAN PENDAMPING AKREDITASI PUSKESMAS DAN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Gambar 1. Proses Pembangunan/Pengembangan KSM

DAFTAR PUSTAKA. Apriana, D, Analisis Implementasi Kebijakan Program Internship Dokter Indonesia di Propinsi Sumatera Barat Tahun 2011

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi dewasa ini, menggugah para pelaku dunia pendidikan

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Transkripsi:

MENGELOLA PELATIHAN PARTISIPATIF Manajemen (Mengelola) Program Pelatihan Sebagian besar kita telah berpengalaman untuk mengelola "sesuatu kegiatan" baik sebagai Pimpinan Proyek (PIMPRO) maupun sebagai salah satu staf organisasi. Pada dasarnya Mengelola Pelatihan (Managing Training) tidak ada bedanya dengan Mengelola Proyek yang sudah kita kenal selama ini. Pada umumnya, Daur Manajemen Pelatihan yang sudah dikenal selama ini adalah sebagaimana tergambar sebagai berikut: Berdasarkan Tahapan Pokok Daur Manajemen Pelatihan tersebut di atas, perincian langkah-langkah yang perlu ditempuh terurai dalam "10 Langkah Pelatihan Sistematis". Manajemen (Mengelola) Program Pelatihan Sebagian besar kita telah berpengalaman untuk mengelola "sesuatu kegiatan" baik sebagai Pimpinan Proyek (PIMPRO) maupun sebagai salah satu staf organisasi. Pada dasarnya Mengelola Pelatihan (Managing Training) tidak ada bedanya dengan Mengelola Proyek yang sudah kita kenal selama ini. Pada umumnya, Daur Manajemen Pelatihan yang sudah dikenal selama ini adalah sebagaimana tergambar sebagai berikut: Berdasarkan Tahapan Pokok Daur Manajemen Pelatihan tersebut di atas, perincian langkah-langkah yang perlu ditempuh terurai dalam "10 Langkah Pelatihan Sistematis". Rangkuman Secara singkat dapat dikatakan bahwa mengelola program pelatihan tidak jauh berbeda dengan mengelola sebuah proyek atau program tertentu. Namun seringkali, mengelola

program pelatihan dianggap sebagai suatu yang sederhana hingga banyak dikesampingkan. Hal ini ditengarai dengan "tingkat keseriusan dan komitmen" berbagai pihak. Banyak pihak lebih memperhatikan dan lebih menguntungkan "mengelola proyek fisik" daripada "proyek pengembangan sumberdaya manusia lewat program pelatihan". Di samping itu, hal ini tercermin pula dalam "penyediaan atau alokasi dana" untuk komponen pelatihan, baik pelatihan bagi staf atau pelatihan bagi kelompok sasaran. Dalam mengelola program pelatihan, banyak pendekatan yang dapat dilakukan yang mana pendekatan tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Salah satu pendekatan yang dipergunakan dalam panduan mengelola pelatihan ini adalah "pendekatan pelatihan sistematis" (SistematicTraining Approach) yang diperinci menjadi sepuluh (10) langkah utama yang perlu ditempuh dalam mengelola program pelatihan. Sebagai langkah awal 'mengelola program pelatihan" adalah penjajagan dan analisis kebutuhan pelatihan, baik kebutuhan pelatihan yang bersifat kelembagaan, kesatuan unit dalam lembaga atau kebutuhan pelatihan yang bersifat individual. Kebutuhan pelatihan ini dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu kebutuhan yang ada saat ini maupun kebutuhan pelatihan di masa yang akan datang, sebagai akibat adanya berbagai perubahan. Di sisi lain, langkah ini disertai pula dengan identifikasi sumberdaya yang dimiliki sehingga memungkinkan permasalahan tersebut dapat dipecahkan. Mengingat adanya berbagai keterbatasan baik keterbatasan dana maupun keterbatasan lain, maka perlu pula ditempuh berbagai langkah untuk menetapkan prioritas, dengan menguji "bagian atau unit manakah atau siapa saja dan posisi apa saja" yang perlu mendapatkan skala prioritas dengan jalan melakukan analisis jabatan atau analisis posisi dengan jalan melalui analisis tugas, analisis uraian tugas, analisis spesifikasi tugas dan sebagainya yang kemudian dilanjutkan dengan analisis terhadap pengetahuan, ketrampilan yang dibutuhkan untuk memenuhi "standard" yang diharapkan dalam uraian tugas yang ada. Berdasarkan hasil analisis ini maka langkah selanjutnya adalah menetapkan "siapa" atau "calon peserta" yang potensial untuk mengikuti program pelatihan. Dari rangkaian kegiatan tersebut di atas, maka secara garis besar sudah dapat teridentifikasi "isi" atau "materi" pelatihan yang diharapkan untuk dapat memenuhi persyaratan berdasarkan dalam "uraian tugas" dan "tujuan lembaga". Kemudian langkah terperinci dan spesifik dapat disusun dalam tahapan-tahapan perencanaan pelatihan. Dalam merancang dan merencanakan program pelatihan, hendaknya dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan berbagai pihak terkait, terutama pihak manajemen untuk memperoleh komitmen lebih jauh guna "menciptakan situasi yang mendukung dalam implementasi dan paska pelatihan. Keterlibatan dan komitmen semua pihak, terutama pihak manajemen, akan menjadi kunci keberhasilan program pelatihan. Pepatah mengatakan bahwa "perencanaan yang baik berarti bahwa 50% pekerjaan telah terselesaikan". Demikian juga dengan perencanaan program pelatihan. Pada umumnya, perancangan dan perencanaan pelatihan, lebih banyak membutuhkan waktu dibandingkan dengan pelaksanaannya. Dalam pelaksanaannya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh penyelenggara pelatihan yang menyangkut komunikasi, logistik, fasilitator, peserta dan prasarana pendukung lainnya. Terakhir dan tidak kalah pentingnya adalah evaluasi pelatihan dan tindak lanjut. Banyak pelatihan dilakukan sekedar hanya menyelenggarakan pelatihan setelah itu tidak ada tindak lanjutnya. Evaluasi pelatihan dan tindak lanjut sangat penting untuk mengetahui

berbagai kekurangan, kelemahan dan kelebihan baik penyelenggaraan pelatihan maupun proses yang terjadi. Dan tentu saja melalui evaluasi dan tindak lanjut pelatihan dapat diketahui manfaat dan dampak pelatihan. Informasi lebih lanjut: Rangkuman Pendahuluan Cara Menggunakan Manajemen Program Sepuluh Langkah Kesimpulan Daftar Pustaka Daftar Pustaka A. Bahan Bacaan Syarif, Rusli, Ir. Teknik Manajemen Latihan dan Pembinaan. Penerbit ANGKASA, 1987 Koordinator Pendidikan dan Pelayanan Kepada Masyarakat, Kumpulan Makalah; Pelatihan Mengajar Bagi Instruktur PUSDIKLAT, Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPKM), IKIP Jakarta, 1996. DELIVERI Program, Memfasilitasi Pelatihan Partisipatif (TM 14 dan HM 14), DitjenNak (GoI) / DfID (UK), Makassar, 2000 Boydell, TH. A Guide to the Identification of Training Needs. British Association for Commercial and Idustrial Education, 1983 Peace Corps of the United States Information Collection & Echange, Teacher Training: A Reference Manual T0045, 1990 Fox, Helen,, Nonformal Education Manual, Peace Corps, Information Collection & Exchange, Manual M0042, December 1989 Bina Swadaya dan DELIVERI Program, Modul Pelatihan Bagi Keluarga Besar DELIVERI, Pelatihan Pelatih I, Bogor, 28 Februari - 4 Maret 2000. Roem Topatimasang, Russ Dilts, Mansour Fakih, Utomo Danandjaja, Belajar Dari Pengalaman, Panduan Latihan Pemandu Pendidikan Orang Dewasa untuk Pengembangan Masyarakat, Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Januari 1990. B. Sumber Lain Untuk Sumber Informasi Lain Lihat Buklet: Sumber-Sumber Informasi Pengembangan Masyarakat Pedesaan (DB 1), DitjenNak / DELIVERI, 2000

Kesimpulan Mengelola Program Pelatihan Partisipatif tidak jauh berbeda dengan mengelola sebuah proyek atau program tertentu. Namun demikian mengelola program pelatihan seringkali dipandang sebagai sesuatu yang sederhana hingga banyak dikesampingkan. Hal ini ditengarai dengan tingkat keseriusan dan komitmen dari berbagai pihak.banyak pihak lebih memperhatikan dan lebih mengutamakan (serta menguntungkan) "mengelola proyek fisik" daripada "proyek atau program pengembangan sumberdaya manusia melalui pelatihan". Disamping itu, jal ini tercermin pula dalam penyediaan atau alokasi dana untuk komponen pelatihan, baik bagi staf atau pelatihan bagi kelompok sasaran. Banyak pendekatan yang dapat dilakukan dalam mengelola program pelatihan. Salah satunya adalah Pendekatan Pelatihan Sistematis (Sistematic Training Approach) yang menghendaki adanya komitmen dari seluruh jajaran dalam upaya memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan "Pengetahuan, Sikap/Perilaku dan Ketrampilan" dalam mencapai tingkat kinerja aparat yang diharapkan. Mengelola program pelatihan, bukan hanya tanggung jawab "Petugas atau Ahli Pelatihan" saja, namun menjadi tanggung jawab dan komitmen semua pihak. Komitmen tersebut, khususnya komitmen dari Pimpinan Lembaga, merupakan suatu "pra-kondisi" sebelum melakukan program pelatihan, sejak dari menemukenali permasalahan, alternatif pemecahan masalah melalui pelatihan, pelaksanaan, pemantauan sampai dengan tindak lanjut hasil di dalam kegiatan pekerjaaan keseharian. Agar supaya "hasil pelatihan" mempunyai dampak yang signifikan, maka peluang yang kondusif untuk mempraktekkannya dalam "pekerjaan sehari-hari" perlu diciptakan. Karena seringkali ditemukan banyak peserta pelatihan tidak bisa mempraktekkannya karena "sistem lain" yang kurang mendukung. Untuk itu maka proses refleksi perlu dilakukan secara terus menerus guna melakukan perbaikan secara bertahap dan berkesinambungan. Sepuluh Langkah Pengelolaan Pelatihan Sistematis Secara umum dapat dikatakan bahwa Pendekatan Pelatihan Sistematis dengan menggunakan & menerapkan 10 langkah ini merupakan salah satu, dan bukan satusatunya pendekatan, dari sekian banyak pendekatan yang dapat diadopsi oleh Petugas atau aparat Bidang Pelatihan dalam suatu instansi atau lembaga. Mengelola program pelatihan pada dasarnya berangkat dari adanya permasalahan yang dihadapi yang dapat mengganggu pencapaian tujuan yang diharapkan, sampai dengan evaluasi dan tindak lanjut yang sesuai dengan upaya pemecahan masalah melalui pelatihan. Secara bertahap dapat diuraikan sebagai berikut: Langkah 1: Identifikasi & Analisis Kebutuhan Pelatihan Langkah 2: Menguji dan Analisis Jabatan dan Tugas Langkah 3: Klasifikasi dan Menentukan dan Peserta Pelatihan Langkah 4: Rumuskan Tujuan Pelatihan Langkah 5: Rancangan Program Pelatihan: Rancang Kurikulum & Silabus Langkah 6: Rencana Program Pelatihan Langkah 7: Menyusun dan Mengembangkan Kerangka Acuan (TOR)

Langkah 8: Pelaksanaan Program Pelatihan Langkah 9: Evaluasi Program Pelatihan Langkah 10: Tindak Lanjut Pelatihan Cara Menggunakan Panduan Panduan Mengelola Program Pelatihan Partisipatif ini disusun terutama bagi para pelatih, petugas lapangan atau staf dinas atau instansi yang dalam tugasnya mempunyai tanggung jawab dalam pengembangan sumberdaya manusia, terutama pelatihan. Diharapkan bahwa panduan ini dapat diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Panduan ini disusun berdasarkan pada pengalaman praktis Program DELIVERI dalam menerapkan pelatihan partisipatif bersama dengan Direktorat Jenderal Produksi Peternakan dan Dinas Peternakan di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten, selama kurang lebih 5 tahun, yang dimulai tahun 1996 sampai dengan tahun 2000. Sedangkan aspek teoritis, terutama yang berhubungan dengan pembahasan tentang Identifikasi Kebutuhan Pelatihan diambil dari berbagai referensi. Secara umum Panduan ini menjabarkan beberapa pengetahuan dasar dan ketrampilan praktis yang dapat diterapkan oleh berbagai kalangan dalam mengelola program pelatihan secara sistematis mulai dari tahap awal yang meliputi penjajagan kebutuhan pelatihan, merancang pelatihan, merencanakan, sampai dengan tahap melaksanakan dan mengevaluasi serta tindak lanjut yang diperlukan. Dengan "pendekatan pelatihan sistematis" ini program pelatihan yang diselenggarakan akan lebih mempunyai dampak lebih jauh. Disamping itu, Panduan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Panduan Kegiatan Memfasilitasi Pelatihan Partisipatif (HM 14) dan Panduan Pelatihan Memfasilitasi Pelatihan Partisipatif (TM 14), terutama pada saat pelaksanaan pelatihan. Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan berbagai metoda penjajagan atau identifikasi kebutuhan pelatihan, dapat dilihat dari Panduan TQM (HM 1 dan TM 1), Buku Panduan Kajian Keadaan Pedesaan secara Partisipatif - PRA (HM 4 dan TM 4). Selain itu, untuk melakukan evaluasi pelatihan, terutama Evaluasi Hasil Pelatihan dapat mempergunakan Monitoring & Evaluasi Partisipatif (HM 6 dan TM 6)