BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia berada di antara

DAFTAR ISI Utami Widyaiswari,2013

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Bumi berputar pada porosnya dengan kecepatan yang konstan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan IPA diharapkan menjadi wahana bagi peserta didik untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Grenita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

BAB I PENDAHULUAN Secara sederhana Flavell mengartikan metakognisi sebagai knowing

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti perkembangan tersebut. Berdasarkan perkembangan tersebut, baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

ANALISIS MATERI IPBA DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

PROFIL BERPIKIR KRITIS SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI KECERDASAN MAJEMUK

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Urutan pemberian materi IPBA pada jenjang SMA dalam kurikulum 1984

PROFIL DAN ANALISIS MATERI IPBA DALAM KTSP

DAFTAR ISI PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

Analisis Materi IPBA dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia pendidikan. Melalui kegiatan menulis, para siswa dilatih untuk

BAB I PENDAHULUAN. mungkin dalam peningkatan prestasi belajar siswa. Prestasi belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. siswa (membaca, menulis, ceramah dan mengerjakan soal). Menurut Komala

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Sheny Meylinda S, 2013

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu kegiatan pokok dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap setiap siswa akan berbeda dan bervariasi. Tidak setiap siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Kemampuan Berpikir Kritis Sebelum Pembelajaran

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh orang

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal hidup di dunia untuk mengejar masa depan. Kata belajar bukan

MATHEMATICAL CREATIVE THINKING ABILITY AND MULTIPLE INTELEGENCE BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menulis merupakan bagian dari keterampilan berbahasa yang di anggap suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada hari Jum at, tanggal 25 November

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan dijadikan sebagai dasar manusia untuk. yang timbul dalam diri manusia. Pembelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

2015 PENGARUH PENERAPAN STRATEGI COMPETING THEORIES TERHADAP KETERAMPILAN ARGUMENTASI SISWA SMA PADA MATERI ELASTISITAS

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan itu merupakan hal yang penting dalam pendidikan. Dengan adanya tujuan

I. PENDAHULUAN. alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan proses pembangunan suatu negara ditentukan oleh banyak

2 Penerapan pembelajaran IPA pada kenyataannya di lapangan masih banyak menggunakan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang berpusat pada gu

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan alam sekitar beserta permasalahan di dalamnya. Mempelajari IPA

BAB I PENDAHULUAN. Mengingat mutu pendidikan adalah hal yang penting, pembelajaran pun harus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengamatan penulis selama melakukan studi lapangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran sains yang kurang diminati dan membosankan. Banyak siswa yang

ANALISIS KESULITAN PERKULIAHAN FISIKA DASAR DAN PROFIL KECERDASAN MAJEMUK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA TINGKAT I FKIP UNSWAGATI CIREBON 2014

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2010). Metode

BAB I PENDAHULUAN. Usia kanak-kanak yaitu 4-5 tahun anak menerima segala pengaruh yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roni Rodiyana, 2013

BAB III METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

BAB I PENDAHULUAN. individu. Pendidikan dapat mengarahkan pola pikir manusia untuk menjadi lebih. pendidikan menjadi penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DALAM PEMBELAJARAN AKTIF STUDENT CREATED CASE STUDIES

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Identifikasi Miskonsepsi IPBA Di SMA Dengan CRI Dalam Upaya Perbaikan Urutan Materi Pada KTSP

PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

SISWA KELAS XI.MIPA.2 SMA NEGERI 1 MAGETAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERPENGARUH TERHADAP KECERDASAN NATURALIS ANAK KELOMPOK B RA AL HIKMAH PANINGGARAN PEKALONGAN TAHUN AJARAN 2013/2014

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 MEJAYAN KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat penting bagi siswa. Seperti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Isna Rafianti, 2013

PROFIL PEMECAHAN MASALAH SPLDV DENGAN LANGKAH POLYA DITINJAU DARI KECERDASAN LOGIS MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN KEAKTIFAN BERKOMUNIKASI SISWA DENGAN STRATEGI SNOWBALL THROWING

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran tradisional kerap kali memosisikan guru sebagai pelaku

BAB I PENDAHULUAN. menuntut individu untuk memiliki kecakapan berpikir yang baik untuk

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. tahun ajaran 2013/2014. Pencapaian tujuan dari Kurikulum 2013

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vika Aprianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

peningkatan kualitas kehidupan, serta pertumbuhan tingkat intelektualitas, dimensi pendidikan juga semakin kompleks. Hal ini tentu membutuhkan desain

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I Made Bawa Mulana (Guru Matematika SMA Negeri 4 Singaraja)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesulitan siswa dalam belajar matematika. Kesulitan-kesulitan tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika merupakan salah satu mata pelajaran dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Rancangan penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut : 1. Tempat Penelitian Penelitian

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses menyiapkan siswa agar mampu beradaptasi dan berinteraksi

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa (IPBA) dirasakan penting untuk dipelajari karena materi-materi tersebut sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa (IPBA) merupakan cakupan materi yang mempelajari berbagai gejala alam di bumi maupun antariksa. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk SMA, materi IPBA terintegrasi dalam mata pelajaran Fisika dan Geografi dengan porsi Fisika 2,70% dan Geografi 55,56% dari keseluruhan materi dikelas X atau 19,23% untuk program IPS. (Ramlan, 2008). Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa materi IPBA untuk siswa SMA diberikan didalam dua mata pelajaran, yaitu Fisika dengan porsi 2,70% untuk program IPA dan geografi 55,56% di kelas X. Materi IPBA pada mata pelajaran Fisika hanya diberikan di kelas XI IPA semester 1 dalam materi keteraturan gerak planet, yang berkaitan dengan hukum Kepler. Sedangkan materi IPBA pada mata pelajaran Geografi diberikan di kelas X semester 1 dan semester 2 dengan cakupan materi yang cukup lengkap, baik dalam pembahasan ilmu kebumian maupun ilmu antariksa. Materi IPBA dibahas hampir menyeluruh pada mata pelajaran Geografi di kelas X dengan porsi 55,56%. Pada kenyataannya materi IPBA tidak benarbenar diberikan secara menyeluruh oleh guru Geografi kepada siswa SMA kelas X. Menurut Ramlan (2008), guru Geografi mengalami kesulitan dalam menjelaskan materi IPBA khususnya materi mengenai tata surya dan jagad raya karena selama kurikulum sebelumnya yakni kurikulum 2004, materi IPBA yang dibahas oleh guru Geografi lebih banyak mengenai ilmu kebumian dibandingkan dengan ilmu antariksa sehingga guru cenderung memberikan

2 materi seadanya. Keterbatasan tersebut mengakibatkan penyampaian materi IPBA mengenai tata surya dan jagad raya kepada siswa diberikan seadanya saja, pembelajaran yang berlangsung di kelas hanya terpusat pada kemampuan verbal siswa dan biasanya fenomena-fenomena yang sangat erat dengan kehidupan siswa hanya disajikan dalam fakta teoritis tanpa dijelaskan runtutan proses mengenai fenomena yang terjadi. Selain itu, menurut Ramlan (2008), guru belum menemukan suatu model pembelajaran yang baik dan tepat yang dapat menarik siswa untuk belajar astronomi. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di salah satu SMA Negeri di Kota Bandung, minimnya bahan ajar atau bahan bacaan mengenai materi IPBA yang berkaitan dengan materi tata surya dan jagat raya juga dapat mengakibatkan rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa. Siswa tidak diikut sertakan dalam proses berpikir tingkat tinggi (critical thinking) dan menganalisis tentang alur sebuah fenomena. Padahal kemampuan berpikir kritis perlu diterapkan dalam pembelajaran agar siswa mendapatkan manfaat yang dapat dirasakannya secara langsung dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam hal perkembangan pola pikir. Kegiatan pembelajaran yang berlangsung di kelas cenderung hanya mengarah pada peningkatan kemampuan berpikir dasar bukan pada kemampuan berpikir kritis. Hal tersebut berdasarkan pada fakta yang diperoleh dari salah satu SMA Negeri di Kota Bandung, yakni dalam proses pembelajaran IPBA siswa hanya dituntut untuk menghafal materi-materi atau menuangkan pemikiran mereka dalam sebuah jawaban dengan menggunakan bahasa mereka sendiri tentang informasi dan ide-ide yang mereka peroleh dari sumber bacaan. Kemampuan berpikir seperti ini cenderung memiliki pola pemikiran yang langsung mengarah pada kesimpulan atau menerima bukti-bukti tanpa sungguhsungguh memikirkannya. Menurut Fisher (2009: 13), kemampuan berpikir kritis menuntut interpretasi dan evaluasi terhadap observasi, komunikasi, dan sumber-sumber informasi lainnya. Selain itu, berpikir kritis menuntut

3 kemampuan untuk memikirkan asumsi-asumsi, mengajukan pertanyaanpertanyaan yang relevan, menarik implikasi-implikasi, dan memperdebatkan isu-isu secara terus-menerus. Dengan kata lain, berpikir kritis termasuk kedalam berpikir kompleks. Kemampuan berpikir kritis perlu dilatihkan secara terus-menerus kepada siswa karena sangat bermanfaat bagi siswa. Menurut Feldman (2010: 7), seorang yang tidak berpikir kritis biasanya akan dengan mudah melakukan kesalahan dalam menganalisis. Feldman (2010: 21) menyatakan bahwa seorang siswa yang mampu berpikir kritis biasanya rajin dalam mengerjakan tugas, meneliti solusi lain untuk suatu masalah, memperbaiki kesalahan, dan cerdas. Seorang siswa yang berpikir kritis akan berpikiran terbuka terhadap suatu masalah, mereka cenderung memikirkan beberapa kemungkinan yang lain sebagai pemecahan masalah, serta menemukan ide dan pilihan baru. Kemampuan seperti ini tentu saja perlu dilatihkan kepada siswa secara terus-menerus agar siswa mampu berpikir terbuka dan menghindari kesalahan-kesalahan dalam menganalisis maupun memutuskan suatu tindakan baik dalam ruang lingkup sekolah maupun dalam kehidupan diluar sekolah. Berdasarkan fakta lain yang diperoleh dari salah satu SMA Negeri di Kota Bandung, dalam mengajarkan materi IPBA mengenai tata surya dan jagad raya seorang guru Geografi hanya memberikan tugas kepada siswanya untuk membaca buku bacaan mengenai tata surya dan jagad raya dan melakukan persentasi di kelas tanpa adanya penjelasan lebih lanjut dari guru dan tanpa adanya konfirmasi yang dilakukan oleh guru dan siswa mengenai materi yang dibahas. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa kemampuan yang digali pada semua siswa hanya kemampuan verbal-linguistik saja. Hal tersebut bertentangan dengan teori kecerdasan yang diungkapkan oleh Gardner bahwa setiap individu memungkinkan untuk memiliki lebih dari satu jenis kecerdasan dengan kombinasi yang beragam. Delapan jenis kecerdasan yang diungkapkan oleh Gardner (1993), yaitu kecerdasan verbal-linguistik,

4 kecerdasan logis-matematis, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan kinestetis, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalistik. Melalui teori kecerdasan majemuk yang diungkapkan oleh Gardner, memungkinkan bagi seorang guru untuk mengetahui kecenderungan jenis kecerdasan yang dimiliki oleh siswanya. Ketika seorang guru mengajar di suatu kelas, guru akan dihadapkan pada fakta bahwa kelas tersebut berisi puluhan siswa dengan berbagai jenis kecerdasan yang dimiliki oleh masing-masing siswanya. Setiap jenis kecerdasan memiliki beberapa aspek yang berbeda-beda, ini berarti penanganan terhadap masing-masing siswa pun akan berbeda. Dengan kata lain, seorang guru tidak boleh memaksakan setiap siswanya memiliki pemahaman yang sama dan sempurna terhadap suatu materi jika dalam pembelajaran tersebut hanya menekankan pada satu takaran kecerdasan saja. Dapat dibayangkan ketika seorang siswa yang memiliki kecenderungan terhadap kecerdasan intrapersonal dihadapkan dalam kegiatan pembelajaran yang melibatkan kecerdasan interpersonal, akan sangat memungkinkan bagi siswa tersebut merasakan perasaan tidak nyaman dan kurang berkonsentrasi dalam pembelajaran. Sementara itu, berdasarkan studi pendahuluan melalui angket profil kecerdasan majemuk di kelas yang menjadi sampel penelitian, terdapat 10 siswa atau sekitar 21% siswa dominan terhadap kecerdasan naturalis, sembilan siswa atau sekitar 19% siswa dominan terhadap kecerdasan logis-matematis, tujuh siswa atau sekitar 16% siswa dominan terhadap kecerdasan musikal dan kecerdasan interpersonal, lima siswa atau sekitar 10% siswa dominan terhadap kecerdasan kinestetis, empat siswa atau sekitar 8% siswa dominan terhadap kecerdasan verbal-linguistik, tiga siswa atau sekitar 6% siswa dominan terhadap kecerdasan intrapersonal, dan hanya dua siswa atau sekitar 4% siswa dominan terhadap kecerdasan visual-spasial. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa siswa yang menjadi sampel penelitian memiliki kecerdasan majemuk dominan yang beragam.

5 Oleh karena itu, untuk dapat memfasilitasi keberagaman jenis kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh siswa tersebut dapat dilakukan melalui penerapan pembelajaran IPBA berbasis kecerdasan majemuk. Menurut Armstrong (2013: 59), teori kecerdasan majemuk memberikan konstribusi terbesar terhadap pendidikan dengan menyarankan bahwa seorang guru perlu memperluas teknik, peralatan, dan strategi di luar linguistik yang umum dan logis dalam pembelajaran di kelas. Dengan kata lain, seorang guru harus mampu memikirkan dan mengajar dengan cara yang tidak hanya menggali kecerdasan verbal-linguistik saja. Seorang guru harus mampu melakukan kegiatan pembelajaran yang dapat mengoptimalkan masing-masing aspek kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh masing-masing siswa. Hal tersebut bukan hanya dilakukan dengan cara menghabiskan waktu untuk menuliskan materi dipapan tulis yang hanya menggali kecerdasan verbal saja, tetapi juga dapat dilakukan dengan cara menampilkan gambar-gambar dan tayangan video yang dapat mengoptimalkan kecerdasan visual-spasial. Selain itu, guru dapat melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran yang dapat mengoptimalkan kecerdasan kinestetis seperti halnya kegiatan yang melibatkan keterampilan tangan ataupun memutar musik pada waktu siang hari untuk menarik perhatian siswa agar berkonsentrasi sebagai pengoptimalan kecerdasan musikal. Siswa juga dapat dilibatkan dalam kegiatan diskusi kelompok yang dapat mengoptimalkan kecerdasan interpersonal, kegiatan mandiri seperti refleksi diri dan tugas mandiri yang dapat mengoptimalkan kecerdasan intrapersonal, serta kegiatan pembelajaran yang langsung berkaitan dengan alam yang dapat mengoptimalkan kecerdasan naturalis. Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti mencoba menerapkan pembelajaran IPBA berbasis kecerdasan majemuk. Pembelajaran IPBA berbasis kecerdasan majemuk merupakan suatu pembelajaran IPBA yang mengakomodasi aspek-aspek jenis kecerdasan dalam pembelajaran sehingga tercipta kegiatan pembelajaran yang lebih interaktif dan menyenangkan.

6 Proses pembelajaran melibatkan kemampuan berpikir, tentu saja hal tersebut akan sangat berdampak pada kemampuan berpikir yang dimiliki siswa tersebut. Oleh karena itu, dengan adanya upaya pengoptimalan masing-masing kecerdasan yang dimiliki oleh siswa diharapkan akan membuat siswa lebih antusias dalam kegiatan pembelajaran IPBA yang nantinya akan berdampak pada kemampuan berpikir kritis siswa. Atas dasar pemikiran tersebut, peneliti melakukan penelitian dengan judul, Pembelajaran IPBA Berbasis Kecerdasan Majemuk dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 1. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana penerapan pembelajaran IPBA berbasis kecerdasan majemuk dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis? Untuk lebih memperjelas permasalahan dalam penelitian, maka perumusan masalah dapat dirangkum dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut. a. Bagaimana keterlaksanaan pembelajaran IPBA berbasis kecerdasan majemuk? b. Bagaimana peningkatan kemampuan berpikir kritis setelah diterapkan pembelajaran IPBA berbasis kecerdasan majemuk? c. Bagaimana peningkatan subkemampuan berpikir kritis siswa setelah diterapkan pembelajaran IPBA berbasis kecerdasan majemuk? 2. Batasan Masalah Agar penelitian ini lebih terfokus, diperlukan pembatasan masalah yang memperjelas ruang lingkup masalah yang diteliti, yaitu pembelajaran IPBA berbasis kecerdasan majemuk diterapkan dalam mata pelajaran

7 Geografi kelas X semester 1. Materi IPBA yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran adalah materi mengenai tata surya dan jagad raya sesuai dengan kompetensi dasar 2.2. Mendeskripsikan tata surya dan jagad raya. Kemampuan berpikir kritis yang digali dalam penelitian ini merupakan 12 subkemampuan berpikir kritis yang dikemukakan oleh Ennis, yaitu kemampuan memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen, menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, membuat dan mengkaji nilai-nilai hasil pertimbangan, dan mengidentifikasi asumsi, bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi, mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya, mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi, mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, berinteraksi dengan oranglain, dan berinteraksi dengan orang lain. Akan tetapi, subkemampuan berpikir kritis yang dapat diukur melalui tes kemampuan berpikir kritis hanya ada enam, diantaranya: kemampuan memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen, menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, membuat dan mengkaji nilai-nilai hasil pertimbangan, dan mengidentifikasi asumsi. 3. Variabel Penelitian Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran IPBA berbasis kecerdasan majemuk. Variabel terikat dalam penelitian adalah kemampuan berpikir kritis siswa. 4. Definisi Operasional a. Pembelajaran IPBA Berbasis Kecerdasan Majemuk Pembelajaran IPBA berbasis kecerdasan majemuk adalah suatu pembelajaran yang mengakomodasi kecerdasan majemuk (verballinguistik, logis-matematis, visual-spasial, kinestetis, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis) dalam pembelajaran IPBA. Untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran digunakan lembar

8 keterlaksanaan pembelajaran IPBA berbasis kecerdasan majemuk yang menggambarkan aktivitas guru dan untuk mengetahui partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran IPBA berbasis kecerdasan majemuk digunakan lembar observasi kecerdasan majemuk yang menggambarkan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran IPBA di kelas. Jenis kecerdasan majemuk yang diakomodasi dalam pembelajaran IPBA memiliki jumlah kegiatan yang berbeda-beda pada setiap pertemuannya karena disesuaikan dengan materi IPBA yang diajarkan. Ketika ada salah satu jenis kecerdasan yang tidak dapat diakomodasi dalam pembelajaran IPBA, pembelajaran tersebut tetap dapat dikatakan sebagai pembelajaran IPBA berbasis kecerdasan majemuk karena masih terdapat tujuh jenis kecerdasan lainnya yang diakomodasi dalam pembelajaran IPBA. Sementara itu, untuk mengetahui profil kecerdasan majemuk siswa sebelum implementasi pembelajaran digunakan angket profil kecerdasan majemuk dan angket diri (Self Assesment) digunakan dalam tahapan kegiatan pembelajaran yang melibatkan kecerdasan intrapersonal yang berkaitan dengan penilaian diri siswa terhadap aktivitas pembelajaran yang telah dilakukan. b. Kemampuan Berpikir Untuk dapat mengoptimalkan penggalian kemampuan berpikir kritis dalam kegiatan pembelajaran IPBA berbasis kecerdasan majemuk, digunakan 12 subkemampuan berpikir kritis pada lembar observasi, diantaranya: kemampuan memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen, menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, membuat dan mengkaji nilai-nilai hasil pertimbangan, mengidentifikasi asumsi, bertanya dan menjawab pertanyaan

9 klarifikasi, mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya, mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi, mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, berinteraksi dengan orang lain, mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi, memutuskan suatu tindakan. Pada berbagai tahapan pembelajaran, subkemampuan berpikir kritis yang digali dalam pembelajaran disesuaikan dengan jenis kecerdasan majemuk yang diakomodasi dalam pembelajaran IPBA. Sementara itu, untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa digunakan instrumen tes yang diujikan pada saat pretest dan posttest, sedangkan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilihat dari perolehan nilai gain yang ternormalisasi. Tidak semua subkemampuan berpikir kritis dapat diukur melalui tes kemampuan kemampuan berpikir kritis karena disesuaikan dengan materi tata surya dan jagad raya. Oleh karena itu, subkemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam soal hanya enam, diantaranya: kemampuan memfokuskan pertanyaan (mengidentifikasi kriteria jawaban yang mungkin) dengan jumlah soal 2 soal, menganalisis argumen (mencari perbedaan dan persamaan) dengan jumlah soal 11 soal, menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi (membuat kesimpulan berdasarkan fakta atau berhipotesis) dengan jumlah soal 3 soal, membuat dan mengkaji nilai-nilai hasil pertimbangan (mengaplikasikan konsep, prinsip-prinsip) dengan jumlah soal 1 soal, mengidentifikasi asumsi (mengidentifikasi alasan yang tidak dinyatakan) dengan jumlah soal 7 soal, memutuskan suatu tindakan (memilih kriteria yang mungkin sebagai solusi permasalahan) dengan jumlah soal 7 soal. C. Tujuan Penelitian

10 Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai penerapan pembelajaran IPBA berbasis kecerdasan majemuk dalam meningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada konsep IPBA. Sedangkan tujuan khusus dalam penelitian ini, yaitu : a. Untuk memperoleh gambaran tentang keterlaksaan pembelajaran IPBA berbasis kecerdasan majemuk. b. Untuk memperoleh gambaran tentang peningkatan kemampuan berpikir kritis setelah diterapkan pembelajaran IPBA berbasis kecerdasan majemuk. c. Untuk memperoleh gambaran tentang peningkatan subkemampuan berpikir setelah diterapkan pembelajaran IPBA berbasis kecerdasan majemuk. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari segi teori adalah penelitian ini dapat memberikan informasi baru yang mengaitkan antara kecerdasan majemuk dengan kemampuan berpikir kritis karena penelitian seperti ini belum pernah ada sehingga dapat dijadikan sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya yang menggambarkan tentang peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa SMA setelah diterapkan pembelajaran IPBA berbasis kecerdasan majemuk. Segi kebijakan, yaitu pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran yang dapat digunakan dalam mengatasi masalah-masalah yang sering muncul, seperti kegiatan pembelajaran yang pasif dan tidak interaktif. E. Struktur Organisasi Penelitian Skripsi ini terdiri dari lima bab. Bab I berisi uraian tentang pendahuluan. Pendahuluan berisi tentang latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab II berisi tentang kajian pustaka dan kerangka pemikiran. Bab III berisi uraian tentang

11 metode penelitian. Metode penelitian berisi penjabaran mengenai metode dan desain penelitian, lokasi dan sampel penelitian, prosedur penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan analisis data. Bab IV berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan. Bab V berisi tentang kesimpulan dan saran mengenai penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan pembelajaran IPBA berbasis kecerdasan majemuk untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis.