BAB I PENDAHULUAN. penyakit sendi yang menyerang sendi sendi penopang berat. (American Academy of Orthopedic Surgeons, 2004).

dokumen-dokumen yang mirip
IKRIMA RAHMASARI J

BAB 1 PENDAHULUAN. fisik yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Kebanyakan fraktur

PENGARUH EDUKASI DAN LATIHAN MOBILISASI DINI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN DAN KEMANDIRIAN PASIEN POST TOTAL KNEE REPLACEMENT NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Ambulasi adalah aktifitas berjalan (Kozier, 1995 dalam Asmadi, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan,

BAB III METODE PENELITIAN. group quasi experimental. Rancangan dalam penelitian ini

BAB I. yang mencapai umur 60 tahun keatas 1. terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita 2.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur (Perry & Potter, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. anestesi dapat menghambat kemampuan klien untuk merespon stimulus

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan data World Health Organization (2010) setiap

BAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berwawasan kesehatan sebagai strategi nasional menuju Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Osteoartritis (OA) penyakit sendi degeneratif atau artritis hipertropi.

BAB I PENDAHULUAN. kronis dimana tulang rawan sendi lutut mengalami degenerasi secara perlahan.

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat ketiga penyebab

Dewasa ini didapati angka kehidupan masyarakat semakin meningkat. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan tenaga perawat agar diperoleh hasil ketenagaan

BAB I PENDAHULUAN orang dan sekitar kasus SCI terjadi karena kasus. kecelakaan bermotor. Sekitar kasus baru muncul setiap tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

ANALISIS JURNAL PENELITIAN KEPERAWATAN ANALISIS JURNAL PENELITIAN PENGARUH LATIHAN LINGKUP GERAK SENDI (ROM) TERHADAP

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang serius dan berdampak pada disfungsi motorik dan

BAB I PENDAHULUAN. oksigen (O2). Yang termasuk relaksan otot adalah oksida nitrat dan siklopropane.

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW

BAB I PENDAHULUAN. bisa bertambah dengan munculnya kelemahan otot quadriceps dan atropi otot.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akibat gangguan fungsional otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang

BAB I PENDAHULUAN. bertambahnya jumlah pengendara kendaraan bermotor dan pengguna jalan

BAB I PENDAHULUAN. kanker (Scherbakov & Doehner, 2011). Epidemiologi stroke di Dijon Perancis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyakit penyebab kecacatan nomor satu di dunia,

PENGARUH KONTRAKSI KONSENTRIK TERHADAP PENINGKATAN LINGKUP GERAK SENDI LUTUT PASKA OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL

BAB 1 PENDAHULUAN. perdarahan atau non perdarahan (Junaidi Iskandar, 2002: 4).

BAB 1 PENDAHULUAN. (12%) wanita di Amerika akan mengembangkan kanker payudara infasif selama

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh

BAB I PENDAHULUAN. yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia dewasa dimana rawan kartilago yang

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa seringkali dinilai dari umur harapan hidup penduduknya

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. macam keluhan penyakit, berbagai tindakan telah dilakukan, mulai dari

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Depkes RI (2007 dalam Nastiti, 2012) menjelaskan bahwa Indonesia

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR COLLUM FEMORIS DEXTRA DENGAN PEMASANGAN AUSTION MOORE PROTHESIS DI RS ORTHOPEDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan

Oleh : DWI BRINA HESTILIANA J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses penurunan tensil strength dan stiffnes jaringan kolagen yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang berusia 60 tahun (Badan Pusat Statistik, 2015). Menurut WHO

BAB I PENDAHULUAN. mortalitas dan morbiditas penduduk dengan prevalensi yang cukup tinggi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun demikian, kecenderungan sistem perawatan kesehatan baru baru ini

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

Vivi Oktasari a, Atih Rahayuningsih a, Mira Susanti b a Fakultas Keperawatan Universitas Andalas b RSUP Dr. M. Djamil Padang

BAB I PENDAHULUAN. diatasi. Bagi anak usia prasekolah (3-5 tahun) menjalani hospitalisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. pecahnya pembuluh darah atau tersumbat oleh gumpalan. Gangguan asupan darah

SKRIPSI SULASTRI J

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB 1 PENDAHULUAN. terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau

Yunanik Esmi Dwi Lestari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Di dunia, 12%

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data NCHS (National Center of Health Statistics) 2010, orang dengan serangan stroke berulang (NCHS, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan (2002) menyatakan semua tenaga kesehatan. (Undang Undang Kesehatan No. 23, 1992).

BAB I PENDAHULUAN. suplai darah dan oksigen ke otak (Smeltzer et al, 2002). Menurut World

BAB 1 PENDAHULUAN. Perawatan anak telah mengalami pergeseran yang sangat mendasar, anak sebagai

serangan yang cepat dan penyembuhannya dapat diprediksi (Lazarus,et al., 1994).

BAB I PENDAHULUAN. berkecepatan tinggi seperti sekarang ini. Selain ltu insidensi trauma

BAB I PENDAHULUAN. spesifik dan berbeda dengan orang dewasa. Anak yang sakit. hospitalisasi. Hospitalisasi dapat berdampak buruk pada

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan kehidupan masyarakat sekarang telah mengalami perubahan dalam

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN Di Ruang Dahlia 2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. penatalaksanaanpatah tulang, sebab seringkali penanganan patah tulang ini. kekerasan yang timbul secara mendadak (Syaiful, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan nyeri dan ketidakmampuan (disability) pada penderita sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia setelah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2014 bahwa kesehatan. harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

PENGARUH FREE ACTIVE EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN RANGE OF MOTION SENDI LUTUT WANITA LANJUT USIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke juga merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DENGAN KETERLIBATAN DALAM MOBILISASI DINI PASIEN STROKE DI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA

HUBUNGAN PENGGUNAAN MEKANISME KOPING DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI UNIT ORTHOPEDI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung

BAB I PENDAHULUAN. tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth,

BAB 1 PENDAHULUAN. Serikat. American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN STROKE HEMORAGE DEXTRA DI RSUD PANDANARANG BOYOLALI

KARYA TULIS ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE NON HEMORAGIK DEKSTRA STADIUM AKUT

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan

BAB I PENDAHULUAN. Payudara atau kelenjar mammae merupakan pelengkap alat reproduksi wanita dan

BAB I PENDAHULUAN. dan menurun pada usia 10 tahun (Hoffbrand, 2005). Berdasarkan data tahun 2010 dari American Cancer Society, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. 2011). Nyeri ini dapat menjalar ke tungkai bawah posterior lateral dan ke lutut

BAB 1 PENDAHULUAN. Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis, yang berarti dapat

BAB I DEFENISI. Tujuan Discharge Planning :

PENGARUH LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF TERHADAP KEKUATAN OTOT PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR HUMERUS DI RSUD Dr. MOEWARDI

BAB I PENDAHULUAN. makanan, tempat tinggal, eliminasi, seks, istirahat dan tidur. (Perry, 2006 : 613)

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sebagai alat pergerakan yang membantu manusia untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Total Knee Replacement (TKR) adalah tindakan pembedahan umum yang dilakukan untuk mengobati pasien dengan nyeri dan immobilisasi yang disebabkan oleh osteoartritis dan rheumatoid artritis (McDonald & Molony, 2004). Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang menyerang sendi sendi penopang berat badan terutama sendi lutut. Penyakit ini paling banyak menyebabkan nyeri dan ketidakmampuan berjalan pada lansia (Bambang, 2003). Angka kejadian osteoartritis lutut di Indonesia cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita (Isbagio, 2005). Sembilan puluh delapan persen pasien osteoartritis lutut melakukan operasi penggantian sendi lutut total (American Academy of Orthopedic Surgeons, 2004). Laporan tahunan Australia Orthopaedic Association (AOA) Nasional Joint Replacement Registry tahun 2013 menyatakan bahwa pasien yang dilakukan operasi penggantian pinggul total (THA) meningkat sebesar 0,1%, sedangkan pasien yang dilakukan operasi penggantian lutut total (TKR) meningkat 2,7% pada tahun 1

2 sebelumnya. Sejak tahun 2003 pasien yang dilakukan operasi TKR meningkat setiap tahun yaitu 69,1% dan 40,9% pada operasi THA. Angka kejadian ini akan terus bertambah di masa yang akan datang (AOA, 2013). Tindakan TKR dilakukan ketika sendi lutut mengalami kerusakan yang amat berat akibat cedera ataupun radang sendi. Tindakan ini dilakukan ketika pengobatan ataupun penggunakan alat penyangga lutut sudah tidak efektif lagi untuk membantu pasien melakukan aktivitas sehari-hari. Operasi TKR sering dilakukan pada pasien yang sudah berusia tua (usia 70 tahun) dengan kondisi lutut yang parah. Tetapi pada tahun 1990 sampai tahun 2000, jumlah pasien berusia muda yang melakukan operasi TKR meningkat secara signifikan. Selama periode ini operasi penggantian lutut yang dilakukan pada kelompok usia 40-49 tahun meningkat 95,2% dan dikelompok usia 50-59 tahun meningkat sebesar 53,7%. Hal ini menunjukkan bahwa operasi TKR banyak dilakukan pada pasien yang berusia 50 tahun (Kisner, 2007). Tindakan TKR dapat menyebabkan keterbatasan gerak sendi pada lutut, edema, kelemahan, nyeri, dan disability. Hal ini dapat menyebabkan ketidakmampuan merawat diri sendiri dan

3 gangguan aktifitas fungsional dalam melakukan aktifitas seharihari seperti berjalan, dan ini menyebabkan pasien kehilangan kemandirian. Salah satu cara untuk mengurangi nyeri dan mencegah komplikasi adalah dengan melakukan mobilisasi dini. Manfaat mobilitas dini adalah untuk mencegah komplikasi post operasi (Lewis et al., 2004). Mobilisasi ditujukan pada kemampuan klien bergerak dengan bebas. Hidayat (2006) menyatakan latihan mobilisasi dilakukan untuk mencegah komplikasi sirkulasi, mencegah dekubitus, merangsang peristaltik serta mengurangi adanya nyeri. Penelitian interdisipliner yang melibatkan perawat, dokter dan psikologi, mengevaluasi konsekuensi perubahan waktu dalam melakukan aktivitas sehari-hari setelah operasi. Perubahan lama aktivitas pasien yang biasanya melakukan aktivitas 7 10 jam sehari, setelah operasi hanya bisa melakukan aktivitas beberapa jam saja. Perubahan ini menyebabkan kecemasan pada pasien atau orang yang merawatnya, sehingga kedepannya tindakan ini harus dibuat sebagai prosedur secara terstruktur, dan program edukasi pada klien pasca operasi fraktur (Morris et al., 2010)

4 Kemampuan pasien untuk melakukan mobilisasi dini pasca operasi sangat dipengaruhi oleh persiapan yang dilakukan pasien sebelum operasi. Program latihan (exercise) sebelum operasi akan membantu pasien dalam melakukan mobilisasi dini pasca operasi (Gill et al., 2004). Program latihan dapat meningkatkan fungsi otot quadrisep dalam melakukan aktivitas weight bearing dan mobilisasi, sehingga pasien lebih kuat dan dan mandiri selama pasca operasi (Ditmyer et al., 2002). Peran perawat dan fisioterapis dalam latihan sebelum operasi sangat diperlukan untuk memandirikan pasien sesegera mungkin. Tujuan tindakan keperawatan pada pasien dengan masalah keterbatasan gerak sendi adalah agar pasien dapat melakukan perawatan diri secara total sejauh kemampuan yang bisa ia lakukan (Beapreu, 2011). Pasien umumnya akan menanyakan aktivitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan setelah dilakukan pembedahan. Peran perawat memberi informasi dan instruksi yang benar tentang perawatan kepada pasien dan anggota keluarganya atau teman yang akan membantu melayani sebagai pemberi dukungan akan membantu pemulihan pasien secara cepat. Keterlibatan perawat dengan membantu Activity Daily Living (ADL) dapat

5 meningkatkan self care dan kemandirian pasien sebagai dasar dalam pemenuhan akan perawatan diri. Mobilisasi dini dapat dilakukan secepatnya yaitu pada 24 jam setelah operasi (Guerra, 2015). Dengan penurunan lama rawat pada kondisi akut pasien TKA, seharusnya perawat lebih siap membantu pasien untuk mengembalikan kemandirian fungsionalnya dengan menggunakan strategi yang mempercepat Range Of Motion (ROM) lutut. Perawat dapat memberikan fisioterapi tambahan sedini mungkin dan melakukan ambulasi secara teratur untuk memaksimalkan ROM (Beapreu, 2001). Pasien mengatakan nyeri, mengalami gangguan fungsional, pusing, persepsi kesehatan yang negatif, cemas, dan kepuasan hidup yang rendah, setelah menjalani pembedahan, dan pada satu sampai enam bulan setelah operasi TKR (Salmon et al., 2001). Pasien Total Joint Arthroplasty mengalami ketidaknyamanan dari segi fisik dan emosional, terutama nyeri dan cemas. Kecemasan yang dialami oleh pasien sebelum operasi berhubungan dengan kecemasan setelah dilakukan operasi. Kecemasan akan menyebabkan rasa nyeri meningkat pada pasien Total Joint Arthroplasty (Montin et al., 2007).

6 Penelitian sebelumnya diketahui bahwa 20% pasien dengan tindakan Total Joint Arthroplasty mengalami kecemasan karena proses hospitalisasi (Thomas et al., 2010). Pada hari pertama sampai hari kedua operasi tingkat kecemasan pasien meningkat, sedangkan pada hari ketiga operasi tingkat kecemasan mulai menurun. Pasien yang akan menjalani pembedahan secara umum mempunyai kecemasan yang tinggi, takut nyeri, takut kematian, kecacatan, dan kehilangan kemandirian personal. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Astuti (2011) bahwa proses hospitalisasi yang lama, rasa sakit yang dirasakan setelah pembedahan, ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan program rehabilitasi dapat menyebabkan perubahan aktifitas normal sehingga memicu respon stres dan hal tersebut dapat menimbulkan depresi. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Syahputra (2012) tentang kecemasan pada pasien fraktur, diketahui sebanyak 7 (70%) dari 10 pasien menyatakan bahwa mereka khawatir dengan keadaannya saat ini. Hal ini ditunjukkan dengan tanda-tanda pendukung kecemasan, yaitu pasien terlihat gelisah, wajah pucat, serta mengeluhkan susah tidur.

7 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mc Donald et al., (2008) pada 9 penelitian tentang edukasi pasien sebelum operasi THR dan TKR didapatkan 3 penelitian menunjukkan kecemasan yang rendah sebelum dilakukan pembedahan pada pasien yang mendapatkan edukasi preoperasi, tetapi 2 penelitian yang lain menunjukkan kecemasannya sama. Sedangkan 4 penelitian lainnya didapatkan tingkat kecemasan yang sama setelah pembedahan dengan atau tanpa diberikan edukasi preoperasi. Kemampuan pasien melakukan mobilisasi setelah THR dipengaruhi oleh nyeri dan rasa takut melakukan pergerakan sendi. Minggu pertama setelah pembedahan merupakan masa yang sulit bagi pasien. Periode minggu pertama setelah pembedahan mungkin sangat istimewa bagi pasien TKR, terutama dalam proses pemulihan. Proses pemulihan pada pasien setelah operasi TKR lebih lambat dibandingkan dengan pasien yang dilakukan operasi THR. Pada minggu pertama setelah operasi pasien mencoba mengatur merawat dirinya sendiri. Hal ini bisa membuat stress bagi pasien dan keluarganya (Salmon et al., 2001). Peran perawat untuk memberikan edukasi tentang mobilisasi dini dapat mengurangi kecemasan dan stress pada pasien dan keluarganya.

8 Edukasi pasien merupakan komponen penting bagi tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan yang professional selalu memberikan informasi kepada pasien tentang penyakit mereka, pengobatan, dan perawatan selama sakit di rumah sakit (Falvo, 2011). Peran perawat sebagai edukator dan motivator kepada klien diperlukan guna meminimalkan suatu komplikasi yang tidak diinginkan. Pendidikan kesehatan sangat penting diberikan kepada pasien yang akan menjalani operasi. Pasien membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas sehari-hari selama sakit, kemungkinan komplikasi, latihan/ rehabilitasi, dan perawatan diri setelah menjalani prosedur pembedahan (Johansson et al., 2007). Studi pendahuluan melalui wawancara yang dilakukan di ruang rawat inap RSO Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta dan RSK Bedah Karima Utama Surakarta pada bulan April 2016 didapatkan bahwa pasien yang menjalani operasi TKR rata rata dirawat selama empat sampai lima hari. Berdasarkan data rekam medik di RSO Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta pasien yang menjalani operasi TKR dari bulan Januari sampai dengan Desember 2015 adalah 94 orang, dengan rata-rata perbulan sebanyak 8 orang. Dari 94 pasien diketahui bahwa 95% pasien menjalani operasi TKR karena osteoartritis lutut. Pasien yang operasi TKR di RSK Bedah

9 Karima Utama Surakarta dari bulan Januari sampai dengan Desember 2015 sebanyak 52 orang, dengan rata-rata perbulan 4-5 orang. Dari 52 pasien diketahui 95% pasien menjalani operasi TKR karena osteoartritis. Hasil wawancara dengan pasien di RSO Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta diketahui bahwa pasien merasa cemas akan kemungkinan bisa berjalan lagi setelah operasi. Pasien khawatir tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasanya setelah operasi. Hasil observasi peneliti saat praktik dan studi pendahuluan di rumah sakit didapatkan bahwa hari pertama dan hari kedua pasca operasi pasien masih bergantung penuh pada bantuan perawat dan keluarga dalam melakukan aktivitas hariannya. Berdasarkan wawancara dengan perawat ruangan didapatkan bahwa sebagian besar pasien mengalami kecemasan sebelum dilakukan tindakan operasi. Pasien umumnya merasa cemas akan kemampuan berjalan dan perubahan aktivitas normal setelah dilakukan operasi. Edukasi mobilisasi dini sudah diterapkan tapi dilaksanakan ketika pasien sudah selesai operasi. Di RSO Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta dan RSK Bedah Karima Utama Surakarta beluma ada SOP edukasi mobilisasi dini. Latihan mobilisasi dini mulai dilakukan oleh fisioterapis pada hari pertama operasi. Pasien

10 bisa memulai latihan berjalan dengan bantuan alat pada hari ketiga operasi. Selama ini yang terjadi di ruang rawat inap adalah pasien takut melakukan mobilisasi karena takut jatuh, rasa nyeri pada luka operasi dan pasien tidak mengetahui pentingnya mobilisasi dini, sehingga menghambat proses pemulihan dan menambah panjang hari rawat pasien. Edukasi mobilisasi dini sudah dilakukan tapi pada saat pasien sudah selesai operasi. Melihat fenomena di atas, peneliti ingin mengetahui apakah edukasi dan latihan mobilisasi dini dapat meningkatkan kemandirian dan menurunkan kecemasan pasien setelah dilakukan operasi Total Knee Replacement di rumah sakit. Hal ini didasarkan pada fakta, bahwa masih tingginya tingkat ketergantungan pasien pasca operasi TKR, atau ketakutan pasien untuk melakukan pergerakkan setelah operasi, karena kurang pengetahuan tentang cara melakukan latihan sebelum operasi. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah pengaruh edukasi dan latihan mobilisasi dini terhadap tingkat kecemasan dan kemandirian pasien post Total Knee Replacement

11 di RSO Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta dan RSK Bedah Karima Utama Surakarta? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh edukasi dan latihan mobilisasi dini terhadap tingkat kecemasan dan kemandirian pasien post Total Knee Replacement. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui pengaruh edukasi dan latihan mobilisasi dini terhadap tingkat kemandirian pasien post Total Knee Replacement sebelum dan setelah dilakukan edukasi dan latihan mobilisasi dini. b. Mengetahui pengaruh edukasi dan latihan mobilisasi dini terhadap tingkat kecemasan pasien post Total Knee Replacement sebelum dan setelah dilakukan edukasi dan latihan mobilisasi dini. c. Mengetahui perbedaan penurunan skor kecemasan dan peningkatan kemandirian pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi

12 d. Mengetahui pengaruh umur, nyeri, berat badan, dan pengalaman operasi terhadap tingkat kecemasan dan kemandirian pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dan masukan dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yaitu : 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi keperawatan dalam hal pemberian asuhan keperawatan pada pasien post Total Knee Replacement dengan kebutuhan mobilisasi 2. Manfaat praktis a. Bagi institusi pendidikan Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran dan bahan pembelajaran dalam pemberian edukasi pada pasien post Total Knee Replacement khususnya terkait dengan tindakan memandirikan pasien dalam melakukan ADL

13 b. Bagi institusi pelayanan keperawatan Sebagai evaluasi tindakan edukasi yang dilakukan oleh tim kesehatan dan diharapkan dapat meningkatkan pelayanan keperawatan kepada pasien post Total Knee Replacement c. Bagi peneliti lain Penelitian ini dapat dijadikan landasan untuk melaksanakan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan edukasi pasien post Total Knee Replacement terhadap tingkat kemandirian dan kecemasan E. Penelitian Terkait 1. Merdiye et al., (2013). Patient s Disharge Information Needs After Total Hip and Knee Arthroplasty : A Quasy Qualitatife Pilot Study. Penelitian ini dilakukan pada 74 responden dengan metode studi kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah informasi yang sangat diperlukan oleh pasien post Total Hip Arthroplasty (THA) meliputi; pengobatan, komplikasi operasi, ADL dan peningkatan kualitas hidup setelah dilakukan pembedahan. Perbedaan penelitian : penelitian ini tidak mengukur tingkat kemandirian dan kecemasan pasien.

14 2. Guerra1 et al., (2015). Early mobilization of patients who have had a hip or knee joint replacement reduces length of stay in hospital: a systematic review. Penelitian ini dilakukan pada 622 responden, dengan metode RCT. Hasil dari penelitian ini adalah mobilisasi dini setelah operasi pinggul atau penggantian sendi lutut dapat menyebabkan lama rawat berkurang 1,8 hari dan mobilisasi dini dapat dicapai dalam waktu 24 jam operasi. Keuntungan ini dapat dicapai tanpa adanya komplikasi. Perbedaan penelitian : penelitian ini tidak mengukur kecemasan pasien 3. Clarke et al., (2012). Preoperative Patient Education Reduces In-hospital Falls After Total Knee Arthroplasty. Penelitian pada 244 responden, dengan metode retrospective. Hasi dari penelitian ini adalah kelompok kontrol banyak yang mengalami jatuh dari tempat tidur daripada kelompok yang diberikan edukasi, yaitu tujuh (satu orang pernah mengalami jatuh dua kali ), tiga dari tujuh pasien jatuh mengakibatkan cedera serius, yaitu satu mengalami luka, satu hematoma, dan satu fraktur klavikula sehingga diperlukan pembedahan ulang. Pendidikan pasien sebelum operasi wajib dilakukan untuk pasien yang menjalani

15 Perbedaan penelitian : penelitian ini tidak mengukur tingkat kemandirian dan kecemasan. 4. Kearney et al., (2011). Effects of Preoperative Education on Patient Outcomes After Joint Replacement Surgery. Penelitian ini pada 150 responden, dengan metode diskriptif komparatif. Hasil dari penelitian ini adalah pasien yang mengikuti kelas pendidikan sebelum operasi melaporkan merasa lebih baik dan lebih siap untuk pembedahan, sehingga dapat mengontrol rasa nyeri setelah operasi. Tidak ada perbedaan yang signifikan diantara kelompok yang lama rawat inap, jarak melakukan ambulasi, skala nyeri, dan tingkat komplikasi. Perbedaan penelitian : penelitian ini tidak mengukur tingkat kemandirian pasien. 5. Nankaku et al., (2011). Prediction of ambulation ability folloing total hip arthroplasty. Jumlah sampel 123 pasien. Hasil dari penelitian ini adalah setelah diberikan latihan mobilisasi dini didapatkan kekuatan ekstensi lutut setelah Total Hip Arthroplasty. Hal ini dapat berguna sebagai indikator untuk memprediksi ambulasi pasien pada 6 bulan setelah operasi.

16 Perbedaan penelitian : Penelitian ini tidak mengukur tingkat kecemasan pasien. 6. Eldawati. (2011). Pengaruh latihan kekuatan otot preoperasi terhadap kemampuan ambulasi dini pasien pasca operasi fraktur ekstremitas bawah Di RSUP Fatmawati Jakarta. Desain penelitian dengan menggunakan quasi eksperimen dengan post test only (quasi experiment with control) terhadap 28 responden. Kelompok intervensi diberikan latihan kekuatan otot sebelum operasi selama ± 1 minggu. Setiap hari pasien dilakukan latihan kekuatan otot 3 kali dalam sehari, selama ± 5 10 menit. Hasil uji t- test independent, diperoleh kemampuan ambulasi pada kelompok intervensi lebih baik dari pada kelompok kontrol dengan nilai p 0.017 (α < 0.05). Perbedaan penelitian : Penelitian ini tidak mengukur tingkat kecemasan.