BAB III PEMODELAN SISTEM

dokumen-dokumen yang mirip
1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan tugas akhir ini adalah: 1. Melakukan upgrading jaringan 2G/3G menuju jaringan Long Term Evolution (LTE) dengan terlebih

ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G. Penerbit Telekomunikasikoe

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASANNYA

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG


BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISA PENERAPAN NETWORK SHARING DAN TEKNO EKONOMI BIAYA INVESTASI CAPEX & OPEX

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Alokasi frekuensi 3G Telkoms el

BAB II KAJIAN PUSTAKA

ANALISA IMPLEMENTASI GREEN COMMUNICATIONS PADA JARINGAN LTE UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI ENERGI JARINGAN

BAB II LANDASAN TEORI

3.6.3 X2 Handover Network Simulator Modul Jaringan LTE Pada Network Simulator BAB IV RANCANGAN PENELITIAN

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Pada Spektrum 1800 MHz Area Kota Bandung Menggunakan Teknik FDD, Studi Kasus PT.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (browsing, downloading, video streaming dll) dan semakin pesatnya kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perancangan Jaringan Seluler 4G LTE Frekuensi MHz di Provinsi Papua Barat

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll

BAB V ANALISIS POTENSI PEMANFAATAN TEKNOLOGI BROADBAND WIRELESS ACCESS PADA PITA FREKUENSI 2,3 GHz DI DAERAH USO

UNIVERSITAS INDONESIA. Analisa Kelayakan Migrasi BTS 3G Berbasis WCDMA Menuju Jaringan LTE di DKI Jakarta (Studi Kasus : PT Telkomsel) TESIS

Simulasi Perencanaan Site Outdoor Coverage System Jaringan Radio LTE di Kota Bandung Menggunakan Spectrum Frekuensi 700 MHz, 2,1 GHz dan 2,3 GHz

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD

II. TINJAUAN PUSTAKA

ARSITEKTUR DAN KONSEP RADIO ACCESS

DAFTAR ISTILAH. sistem seluler. Bit Error Rate (BER) : peluang besarnnya bit salah yang mungkin terjadi selama proses pengiriman data

Analisis Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Frekuensi 900 MHz Pada Perairan Selat Sunda

SISTEM KOMUNIKASI BEGERAK WHAT TECHNOLOGY ABOUT THIS???

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

ANALISIS PERANCANGAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI WILAYAH KOTA BANDA ACEH DENGAN FRACTIONAL FREQUENCY REUSE SEBAGAI MANAJEMEN INTERFERENSI

WIRELESS & MOBILE COMMUNICATION ARSITEKTUR JARINGAN SELULER

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks

Analisis Jaringan LTE Pada Frekuensi 700 MHz Dan 1800 MHz Area Kabupaten Bekasi Dengan Pendekatan Tekno Ekonomi

Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA

BAB II TEORI DASAR. Public Switched Telephone Network (PSTN). Untuk menambah kapasitas daerah

Jl. Telekomunikasi, Dayeuh Kolot Bandung Indonesia

Evolusi Teknologi Wireless Seluler menuju HSDPA

BAB I PENDAHULUAN I-1

Universitas Kristen Maranatha

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

TUGAS AKHIR ANALISA KEY PERFORMANCE INDICATOR (KPI) 3RD CARRIER CELL PADA JARINGAN 3G

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

DAFTAR SINGKATAN. xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENS SISTIM SELULER GENERASI 2 POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA By: Prima Kristalina

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

Wireless Communication Systems. Faculty of Electrical Engineering Bandung Modul 14 - Perencanaan Jaringan Seluler

Handbook Edisi Bahasa Indonesia

Radio Resource Management dalam Multihop Cellular Network dengan menerapkan Resource Reuse Partition menuju teknologi LTE Advanced

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 3G/UMTS. Teknologi WCDMA berbeda dengan teknologi jaringan radio GSM.

BAB I PENDAHULUAN. Analisa kelayakan..., Deris Riyansyah, FT UI, Universitas Indonesia

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell Identity (PCI) Pada Perancangan Jaringan 4G LTE

Perkembangan Teknolgi Wireless: Teknologi AMPS Teknologi GSM Teknologi CDMA Teknologi GPRS Teknologi EDGE Teknologi 3G, 3.5G Teknologi HSDPA, HSUPA

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

10/13/2016. Komunikasi Bergerak

BAB II SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULAR UTRA-TDD

# CDMA1900, khususnya kanal 12 untuk 3G/WCDMA. Dengan penataan ulang yang dilakukan oleh pihak regulator berdampak juga terhadap pengguna komunikasi s

Universal Mobile Telecommunication System

PERENCANAAN DAN ANTISIPASI REVOLUSI MASIF JARINGAN SELULER DI INDONESIA

OPTIMASI KAPASITAS JARINGAN 2G, 3G, DAN LTE DENGAN TEKNIK JOINT BASE STATION

Diajukan guna melengkapi sebagian syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh :

Analisa Tekno-Ekonomi Perencanaan Teknologi Long Term Evolution (LTE) di Kota Tasikmalaya

DAFTAR ISTILAH. Besarnya transfer data dalam komunikasi digital per satuan waktu. Base transceiver station pada teknologi LTE Evolved Packed Core

II. TINJAUAN PUSTAKA. (proses handover dari macrocell ke femtocell) telah dilakukan secara luas dalam

PERENCANAAN DAN ANALISA KAPASITAS SKEMA OFFLOAD TRAFIK DATA PADA JARINGAN LTE DAN AH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TEKNOLOGI SELULER ( GSM )

Gambar 1.1 Pertumbuhan global pelanggan mobile dan wireline [1].

Teknologi Seluler. Pertemuan XIV

Dalam perkembangan teknologi telekomunikasi telepon selular terutama yang berkaitan dengan generasi ke-tiga (3G), CDMA menjadi teknologi pilihan masa

BAB II DASAR TEORI. DFTS-OFDM maupun nilai PAPR pada DFTS-OFDM yang membuat DFTS-OFDM menjadi

BAB II LANDASAN TEORI

Analisis Tekno Ekonomi Perancangan Migrasi 2G/3G ke 4G (LTE)

ABSTRAK. Kata kunci : LTE-Advanced, signal level, CINR, parameter, dense urban, urban, sub urban, Atoll. ABSTRACT

BAB II LONG TERM EVOLUTION (LTE) DAN KOMPONEN BTS (BASE TRANSCEIVER STATION)

BAB II DASAR TEORI. Dalam sistem komunikasi seluler, informasi dipertukarkan di antara mobile

BAB 2 TEKNOLOGI DAN TREN PERTUMBUHAN WCDMA/HSPA

FLEXI DAN MIGRASI FREKUENSI

Estimasi Luas Coverage Area dan Jumlah Sel 3G pada Teknologi WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access)

Makalah Seminar Kerja Praktek UPGRADE POWER TRANSMISSION 3G KEADAAN CONGESTION

Prakiraan Kebutuhan Akses Broadband dan Perencanaan Jaringan Mobile WiMAX untuk Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III PERKEMBANGAN BISNIS SELULAR DAN FWA INDOSAT

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

Wireless Communication Systems Modul 9 Manajemen Interferensi Seluler Faculty of Electrical Engineering Bandung 2015

Doan Perdana 1, A. Ali Muayyadi 2, Nachwan Mufti 3, Endang Chumaidiyah 4

Transkripsi:

BAB III PEMODELAN SISTEM Coverage and Capacity Perangkat 3.1. Tahap Penelitian Migrasi menuju LTE merupakan issue yang sedang hangat terjadi dalam dunia telekomunikasi di negara-negara maju maupun berkembang, hal ini berkenaan dengan permintaan pasar yang bergerak cepat dan besar akan suatu teknologi yang dapat memenuhi kebutuhan akan data rate yang tinggi hingga kemampuan mobilitas yang lebih baik. Selain itu, proses migrasi memerlukan waktu yang cukup lama dalam implementasinya. Sebagai contoh, saat UMTS pertama kali diluncurkan di amerika utara pada juli 2004. Lebih dari empat tahun, pada akhir 2008 base station UMTS belum mampu melampaui GSM. Perencanaan migrasi UMTS menuju LTE memerlukan suatu skema yang dalam implementasinya tidak hanya mengenai hal-hal yang teknis, namun unsur bisnis dalam investasi teknologi tersebut juga diperhatikan. UMTS LTE Planning Pelanggan Potensial Traffic Arsitektur Estimasi Coverage and capacity Estimasi Perangkat Prediksi Traffic Arsitektur Market Share Penetrasi Pelanggan Jumlah Pelanggan Perencanaan Migrasi CAPEX dan OPEX REVENUE ARPU Analisa Ekonomi, Kelayakan Implementasi dan Kesimpulan Gambar 3.1. Skema Perencanaan Migrasi UMTS Menuju LTE dengan Tekno Ekonomi Dari skema yang digambarkan pada gambar 3.1 diatas terbagi atas 3 40

41 bagian parameter utama yaitu parameter tekno ekonomi, sistem exsisting UMTS dan perancangan LTE. Setiap bagian saling bergantung satu sama lain agar dapat suatu perencanaan migrasi. Sistem exsisting UMTS yang dibahas pada thesis ini meliputi trafik pelanggan yang di kaji pada interval tahun 2009 hingga 2013 yang meliputi layanan data dan voice pada level NodeB hingga RNC. Kapasitas maksimal NodeB UMTS dihitung menggunakan metode Uplink Pole Capasity, sebagai acuan implementasi migrasi. Sedangkan pengolahan trafik mengacu kepada nilai trafik tertinggi dari tiap site dan RNC. Selain itu arsitektur serta jumlah perangkat dan elemennya seperti NodeB, RNC mengacu kepada kondisi dari Operator. Penghitungan perencanaan cakupan LTE menggunakan metoda Okumura hatta dan perhitungan kapasitas maksimum enodeb menggunakan distribusi SINR per Modulation Scheme yang ada pada LTE. Forecasting trafik baik data maupun voice yang dilakukan berdasarkan data historis operator dengan menggunakan trendline regresi power. Dari perhitungan trafik dan kapasitas tersebut maka dapat kita estimasi jumlah perangkat yang mendukung jaringan LTE seperti enodeb, MME, Gateway, Backhaul hingga perencanaan upgrading NodeB. Hal tersebut akan mempengaruhi biaya CAPEX dan OPEX dari analisa tekno ekonomi yang dilakukan. Perencanaan migrasi mempertimbangkan perbandingan kapasitas dan trafik exsisting dengan perhitungan forcasting trafik pada periode yang akan datang. Hal ini untuk mencegah terjadinya overload trafik 3G, sehingga implementasi dilakukan pada saat forecasting trafik mendekati kapasitas maksimum jaringan 3G. Skema tekno ekonomi terdiri dari beberapa parameter yang mempengaruhi antara lain: market share, Chum rate, data pelanggan, penetrasi, biaya CAPEX dan OPEX yang dipengaruhi jumlah elemen perangkat yang digunakan sehingga menghasilkan output berupa IRR, NPV, Payback periode dan revenue.

42 3.2. Perencanaan Pada Wilayah Cakupan 3.2.1. Penentuan Jumlah Sel Berdasarkan Cakupan Untuk menentukan jumlah sel dari sisi cakupan, maka yang pertama dilakukan yaitu menghitung redaman maksimum yang diijinkan berdasarkan perhitungan link budget. Setelah diketahui redaman maksimumnya, maka dengan menggunakan model propagasi luar ruangan yang sesuai akan didapatkan nilai jari-jari selnya. 3.2.1.1. Perhitungan Pada Link Budget Pathloss daerah urban (daerah yang dipadati dengan bangunan-bangunan besar dan perumahan-perumahan atau pedesaaan besar yang dipenuhi dengan rumah-rumah), dimodelkan dengan metode okumura-hatta. Metode Loss Okumura-Hatta daerah: = + ( ), ( ) ( ) + [,,...(3.1) Rugi-rugi Propagasi pada daerah sub-urban dinyatakan dengan: ( )( ) = (. ) Metode Faktor Koreksi Antena MS...(3.2) ( ) = [, ( ), ] [, ( ), ]...(3.3) Untuk daerah luas: ( ) = [, (, ), ]...(3.4) Sehingga, Radius sel maksimum yang bisa dicakup oleh BTS dimodelkan dengan persamaan,

43 = Dimana, h h trisectoral, ( ) +, ( ) + ( ),, ( ) = frekuensi (MHz) = Tinggi antena Base station (m) = Tinggi antena Mobile station (m) = Jarak antara MS dan BS = 69,55 untuk 400 1500 (MHz) = 46,30 untuk 1500 2000 (MHz) = 26,16 untuk 400 1500 (MHz) = 33,90 untuk 1500 2000 (MHz)...(3.5) Untuk menentukan luas dari sel yang menggunakan persamaan berikut: Dimana: dapat diperhitungkan dengan menggunakan =.....(3.6) : Luas sel : Jari-jari sel (km) sedangkan untuk menentukan jumlah sel dapat diperhitungkan dengan persamaan berikut: =.(3.7) 3.3. Perencanaan Berdasarkan Kapasitas Dalam desain jaringan perlu merencanakan jaringan yang mampu memenuhi penerimaan trafik di daerah layanan tersebut. Sehingga mengestimasi kebutuhan trafik merupakan langkah penting dalam proses perencanaan jaringan.

44 3.3.1. Uplink Pole Capacity Dalam Uplink, batasan atas dari kapasitas (N-pole) carrier WCDMA dapat diperkirakan menggunakan persamaan standar kapasitas uplink pada persamaan tersebut memperkirakan kapasitas dari jumlah user dari sebuah sel tunggal dengan Bandwidth (W), Ratio Access Bearer (RAB) bitrate (Rb), rasio Energy per bit to total Noise yang dibutuhkan (Eb/Nt), activity factor (v), dan interference (a). = + ( )...(3.8) Hasil dari persamaan (3.8) dapat bervariasi berdasarkan asumsi dan penjelasan sebagai berikut : 1) W (Spreading Bandwidth). Spreading Bandwidth dari sistem yang ditetapkan bernilai 7.68 Mcps untuk bandwidth 10 MHz 2) Rb (Radio Access bearer bit rate). Tabel 3.1 di bawah menunjukan tipikal bearier bit rate untuk aplikasi tertentu 3) Eb/Nt (Energy per bit to total noise ratio). Eb/Nt banyak dipengaruhi oleh data rate, kondisi channel, channel coding yang digunakan, Block Error Rate (BLER) dan implementasi hardware. Adapun asumsi besarnya nilai Eb/Nt bagi layanan voice dan video sebesar 7dB, sedangkan packet switch dan HSDPA sebesar 5dB 4) V (activity factor). Activity factor pada voice diasumsikan sebesar 0.67 sedangkan pada layanan data sebesar 1. 5) I (interference factor). I sangat tergantung kepada kualitas dari perencanaan jaringan karena mewakili interferensi sel lainnya. Interference factor secara langsung dipengaruhi oleh overlap antar sel dan oleh kemampuan dari suatu sel untuk mengendalikan power control panggilan. 6) (orthogonal factor) diasumsikan sebesar 0.5.

45 Tabel 3.1. Tipikal Bearier bit rate [13] Parameter Value Unit BW 10 MHz W 7.68 MCPS R voice 12.2 Kbps video 64 Kbps PS 384 Kbps HSDPA 2 Mbps Eb/Nt voice 7 db video 7 db PS 5 db HSDPA 5 db Α 0.5 I 0.65 Vj Voice 0.67 Data 1 Dari perhitungan menggunakan parameter pada tabel 3.1 diatas didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 3.2. Hasil Perhitungan NodeB Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa sebuah NodeB dapat mempunyai kecepatan 3.8564 Mbps dengan jumlah user 54. Hal tersebut merupakan nilai batasan migrasi yang digunakan pada thesis ini. Layanan User Mbps Voice 42 0.5124 1.0884 Data 9 0.576 PS 2 0.768 2.768 HSDPA 1 2 Total 54 3.8564 3.3.2. Perhitungan Data Rate Untuk dapat mengetahui kebutuhan kapasitas informasi dalam satu node-b, makan dibutuhkan perhitungan data rate sesuai modulasi dan bandwith yang digunakan, Berikut prosedur perhitungan data rate.

46 3.4. Peninjauan Terhadap Trafic Pelanggan dan Jaringan Existing Pada bagian ini, meninjau secara grafik dari trafik pelanggan yang dibutuhkan pada layanan 3G serta forecasting. 3.4.1. Trafik Pelanggan Untuk Layanan Data Trafik pelanggan pada layanan data mencakup layanan 3G PS dan HSPA pada RNC pada lingkup Bali. Adapun langkah-langkah untuk mengolah data trafik dengan layanan data untuk seluruh RNC dapat dilihat pada diagram alir dibawah ini. Trafik harian tiap bulan pada periode 2009-2013 pada semua site di tiap RNC Filter data Jumlahkan Payload PS dan Payload HSPA dan dibagi Pilih hasil trafik harian tertinggi pada tiap bulan Buatlah chart untuk tiap tahun dan lakukan forecast 3G dan 4G Akumulasikan trafik tahunan 3G Pilih nilai trafik tertinggi untuk menjadi trafik tahunan Gambar 3.2. Diagram Alir Penolahan Trafik Layanan Data Trafik harian tertinggi layanan data didapat dengan melakukan proses filtering dengan menggunakan pivot tabel pada microsoft excel, kemudian dibagi dengan 43200 untuk mendapatkan trafik waktu per detik. Kemudian dicari trafik per tahun dan dibuat dalam bentuk trafik. Kemudian untuk proses forecasting dilakukan dengan menggunakan metode ekstrapolasi trendline exponenttal pada Microsoft Excel. Terlihat grafik untuk layanan 3G untuk seluruh RNC pada tahun 2009-2025.

47 18 16 14 12 10 8 6 4 2 RNC Denpasar RNC Badung RNC Ubud RNC Tabanan RNC Denpasar 2 RNC Sarbagi 0 2009 2011 2013 2015 2017 2019 2021 2023 2025 Gambar 3.3. Trafik Tahunan Layanan Data Per-Site Pada Gambar 3.4 merupakan trafik layanan data pada level RNC dari 6 RNC di wilayah Bali, baik trafik existing maupun forecasting. Grafik dibawah ini menunjukan bahwa RNC Denpasar 2 memiliki trafik tertinggi. Gambar 3.4. Trafik Tahunan Layanan Data Per-RNC Dari tabel 3.3 dibawah ini, dapat dilihat bahwa penggunaan layanan data dari tahun ketahun mencapai kenaikan yang sangat besar, dalam periode 3 tahun menunjukan kenaikan antara 74% hingga 94% pada masing-masing RNC. Hal tersebut menunjukan trend kenaikan positif yang ditunjukan layanan data dapat memacu

48 implementasi LTE lebih cepat. Tabel 3.3. Fluktuasi Trafik Pada Layanan Data RNC Peningkatan Penurunan Periode Trafik % Trafik % Denpasar 91.44 2009-2013 Badung 95.81 2009-2013 Ubud 94.09 2009-2013 Tabanan 85.99 2009-2013 Denpasar 2 91.29 2009-2013 Sarbagi 74.73 2009-2013 Periode 3.4.2. Trafik Pelanggan Untuk Layanan Voice Trafik pelanggan layanan voice di wilayah Bali mencakup 6 RNC. Adapun pengolahan data pada layanan voice tidak banyak berbeda dengan layanan data, seperti diilustrasikan pada flowchart gambar 3.5 dibawah ini: Trafik harian tiap bulan pada periode 2009-2013 pada semua site di tiap RNC Filter data Bagi nilai trafik tersebut Pilih hasil trafik harian tertinggi pada tiap bulan Buatlah chart untuk tiap tahun dan lakukan forecast 3G dan 4G Akumulasikan trafik tahunan 3G Pilih nilai trafik tertinggi untuk menjadi trafik tahunan Gambar 3.5. Diagram Alir Pengolahan Trafik Layanan Voice Trafik harian tertingi layanan data didapat dengan melakukan proses filtering dengan menggunakan pivot tabel pada Microsoft Excel, kemudian dibagi 24 untuk mendapatkan trafik waktu per jam. Kemudian dicari trafik per tahun dan dibuat dalam bentuk trafik.

49 Kemudian untuk proses forecasting dilakukan dengan menggunakan metode ekstrapolasi trendline exponential Microsoft Excel. Terlihat trafik pada layanan 3G untuk seluruh RNC pada tahun 2009-2025. Gambar 3.6. Trafik Tahunan Layanan Voice Per-Site Gambar 3.7. Trafik Tahunan Layanan Voice Per-RNC Dari gambar 3.7 grafik diatas menunjukan trend penurunan pada layanan voice, setelah mengalami peningkatan pada periode 2010. Peningkatan hanya terjadi pada periode 2009-2010 dengan range persentasi kenaikan 24% - 79%, namun pada periode selanjutnya 2010-2013 mengalami penurunan 20% - 40%. Hal ini

50 dikarenakan mulai beralihnya pelanggan kepada layanan data dikarenakan peningkatan trafik pada penggunaan multimedia dan jejaring sosial. Tabel 3.4. Fluktuasi Trafik Pada Layanan Voice RNC Peningkatan Penurunan Periode Trafik % Trafik % Periode Denpasar 42.28 2009-2011 -20.06 2011-2013 Badung 79.61 2009-2011 -60.67 2010-2013 Ubud 55.9 2009-2010 -37.61 2010-2013 Tabanan -30.61 2010-2013 Denpasar 2 50.83 2009-2010 -42.4 2011-2013 Sarbagi 24.53 2009-2010 -28.68 2010-2013 3.5. Arsitektur Jaringan Untuk menggelar jaringan LTE dari jaringan yang sudah ada UMTS, maka terdapat beberapa fase yaitu: a) Fase 1: Penggunaan jaringan IP menggantikan packet switch dan circuit switch, juga OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) sebagai teknologi akses radionya. b) Fase 2: Pengembangan Node-B menjadi Evolved Node-B juga perancangan U-TRAN yang menghilangkan peran RNC, serta menghubungkannya kepada EPC (Evolve Packet Core). c) Memperkenalkan handset LTE. 3.5.1. Struktur Perubahan Jaringan UMTS ke LTE UMTS - LTE merupakan teknologi komunikasi data berbasis IP packet yang dikembangkan dari jaringan GSM - UMTS. Dalam pengimplementasiannya dibutuhkan modifikasi dari jaringan GSM yang telah ada. Modifikasi meliputi: a) Dilihat dari bearer network, yang menyediakan konektivitas IP

51 kepada subscriber, layanan yang membuat jaringan menyediakan fitur - fitur seperti call control, security dan accounting dan AS (Applicaton Server). b) LTE memanfaatkan OFDM untuk downlink data transmission dan SC-FDMA untuk transmisi uplink. OFDM dikenal sebagai teknik modulasi yang biasa dipakai pada kanal wireless yang selalu berubah-ubah akibat adanya fading. c) Teknik MIMO (Multiple Input Multiple Output) yang digunakan pada LTE yang menggunakan antenna multiple transmit dan multiple receive. Sehingga secara signifikan meningkatkan performa dari sistem ini dan dapat mendukung performa teknologi radio berbasis OFDM. d) Migrasi ini melibatkan suatu jaringan akses radio yang berevolusi. Domain tersebut diketahui sebagai E-UTRAN dan EPC menggunakan IP untuk layanan voice, video, multimedia dan data. Selain itu pada air interface, sebuah fungsi baru yang disebut enb didefinisikan untuk berperan sebagai interface antara mobile device dan core network.

52 Gambar 3.8. Evolusi Arsitektur UMTS-LTE [4] Pada evolusi LTE dibangun dari arsitektur jaringan flat dengan banyak fungsi dari RNC UMTS dipindahkan kepada enodeb dari beberapa fungsi lainnya pada MME dan serving GW, seperti diilustrasikan pada gambar 3.8. Arsitektur tersebut dirancang untuk mendukung efisiensi mass-market usage dari layanan-layanan berbasis IP. Arsitektur dari signaling teroptimalisasi dan pemrosesan data, biaya yang efisien dari pengembangan jaringan core GSM/WCDMA yang berbeda, namun masih tetap terhubung. Perubahan yang terjadi pada sisi arsitektur UMTS antara lain: a) enodeb merupakan gabungan dari beberapa fungsi RNC dengan

53 NodeB pada UMTS, antara lain: Header Compression, Radio bearer Control, RLC dan lain-lain. b) Serving-GW dibangun dari Mobility Anchoring dari sisi SGSN dan RNC ditambah fungsi IP flow to bearer mapping. c) MME dibangun dari fungsi-fungsi yang ada pada SGSN UMTS. d) PDN-GW merupakan modifikasi GGSN yang berfungsi sebagai packet filtering accounting IP Address Location dan lain-lain. 3.5.2. Arsitektur Jaringan LTE Co-existence Dengan UMTS Pada Thesis ini, arsitektur jaringan operator selular menggunakan skema implementasi LTE secara Co-existence dengan perangkat 3G UMTS dan saling interoperability. Skema ini dapat menghemat biaya pengeluaran dan menjamin kapasitas serta kualitas dapat terjaga karena adanya pemanfaatan jaringan 3G existing. Gambar 3.9. Arsitektur Jaringan LTE Co-Existence dengan UMTS [4] Dari struktur gambar 3.9, maka diperlukan upgrade software

54 maupun hardware pada jaringan agar dapat melakukan interoperability antara jaringan UMTS dan LTE, yaitu: 1) Upgrade hardware/software di RNC agar dapat mendukung interface S12. 2) Upgrade hardware/software di SGSN agar mendukung S3/S4 interface. 3) Perangkat mobile pada user harus mendukung jaringan 3G dan LTE. Skema Co-existence dengan band frekuensi yang berbeda dengan band frekuensi 3G UMTS dimana Co-existence site dengan memisahkan feeder dan antenna. Dampak atas skema tersebut antara lain tidak adanya loss yang ditimbulkan akibat sharing feeder maupun antenna dan perencanaan dan optimasi LTE dapat dilakukan secara maksimal tanpa mengganggu jaringan 3G existing, namun dibutuhkan biaya untuk feeder dan antenna tersebut. Adapun dua kemungkinan konfigurasi Co-existence antara lain: a) Baseband unit processing menyatu dengan kabinet 3G, hal ini dapat menghemat biaya untuk tempat daya dan maintenance. Namun, diperlukan upgrade pada sisi NodeB agar mendukung perangkat LTE. b) enodeb dan NodeB terpisah namun masih satu ruangan. Hal ini terjadi bila operator memiliki vendor yang berbeda untuk perangkat 3G dan LTE karena tidak saling mendukung sehingga dibutuhkan biaya dan tempat untuk membuat kabinet baru.

55 3.6. Skenario Migrasi Gambar 3.10. Grafik Implementasi Skenario migrasi yang digelar pada thesis ini menitikberatkan kepada kapasitas jaringan 3G agar pencegahan terjadinya overload trafik pada jaringan existing. Uplink pole capacity menentukan kapasitas maksimum dari Node-B UMTS yang merupakan batas saturasi dari kemampuan jaringan melayani pelanggan. Sehingga dengan terus bertambahnya trafik layanan data tiap tahunnya membutuhkan teknologi broadband yang sanggup menangani penambahan kapasitas. Ketika trafik pada suatu site menyentuh titik kapasitas maksimum Uplink Pole Capacity, maka saat itu pula implementasi migrasi menuju LTE dilakukan. Hal ini tentunya tidak terjadi secara bersamaan pada semua RNC dari site. Hanya pada RNC yang memiliki kemungkinan trafik per site yang mendekati nilai Uplink Pole Capacity yang memiliki prioritas migrasi. Penentuan jumlah enode-b yang digelar setiap tahunnya berdasarkan trafik RNC yang akan digelar. Trafik RNC tersebut akan dibagi dengan kapasitas maksimum yang bisa ditangani oleh enode-b untuk mendapatkan jumlah enode-b setiap tahunnya. Begitu pula dengan jumlah MME yang akan menangani 150 enode-b setiap satu MME. Sedangkan perangkat gateway memiliki jumlah yang sama dengan MME.

56 Jumlah tersebut menunjukan waktu kelayakan implementasi berdasarkan forecasting trafik yang dibandingkan dengan batasan Uplink Pole Capacity. RNC Denpasar 1 dan Denpasar 2 mendapat prioritas utama dalam migrasi karena kedua RNC tersebut telah melewati batas Uplink Pole Capacity sehingga implementasi LTE direkomendasikan dilakukan pada tahun 2014. Diikuti oleh RNC Tabanan walaupun tidak melewati Uplink Pole Capacity, namun trafik pada tahun tersebut telah mendekati nilai Uplink Pole Capacity dan untuk mencegah terjadi overload trafik sebaiknya trafik dilakukan pada tahun 2014. Implementasi selanjutnya dapat dilakukan pada RNC Ubud pada tahun 2014 dan Wisma Sarbagi pada tahun 2015. Khusus pada RNC Bandung dikarenakan nilai trafik site tidak melewati 3Mbps maka tidak dapat diimplementasikan migrasi LTE. Tabel 3.5. Tahun Implementasi Migrasi RNC Tahun Trafik ketika Migrasi Uplink Pole Implementasi (Mbps) Capacity (Mbps) Denpasar 2014 5.9936809466 3.856 Bandung 3.856 Ubud 2015 3.604764863 3.856 Tabanan 2014 3.497031543 3.856 Denpasar 2 2014 6.393310614 3.856 Sarbagi 2016 3.715848792 3.856 Berdasarkan penetrasi diatas maka diperoleh jumlah pelanggan potensial pelanggan UMTS/HSPA dan LTE, data tersebut dihasilkan dari perbandingan data historis dan penetrasi berdasarkan Bass Model kemudian didapatkan hasil seperti pada tabel 3.6 berikut ini: Tabel 3.6. Pelanggan Potensial Tahun Pelanggan 3G Pelanggan 4G

57 2010 1385191 2011 1755167 2012 2125144 2013 2424084 186468 2014 2569115 272303 2015 2489200 396615 2016 2187300 374203 2017 1737409 813498 3.7. CAPEX dan OPEX Biaya yang dikeluarkan dalam implementasi LTE sebagai model bisnis jaringan akses broadband dapat dibagi menjadi dua yaitu, Capital Expenditure (CAPEX) dan Operation Expenditure (OPEX). CAPEX merupakan keseluruhan investasi untuk pengadaan perangkat dan sarana penunjang lainnya sedangkan OPEX merupakan biaya operasional yang dikeluarkan secara periode untuk menjalankan aktifitas layanan, termasuk biaya sewa dan perijinan yang diperlukan. Perhitungan besarnya CAPEX dan OPEX ditentukan oleh besarnya jaringan yang akan digelar. Komponen CAPEX dan OPEX yang digunakan dalam thesis ini ditunjukan pada table 3.7 dan 3.8 Tabel 3.7. Jenis-Jenis CAPEX[8] Komponen Jaringan Keterangan Enode B Core O&M Site construction Backhauling Upgrade Lisensi 3 sector, 40 Watt, 2x2 MIMO MME SAE GW Jenis Biaya Tabel 3.8. Jenis-Jenis OPEX[8] Keterangan Network operation

58 Operasi Backhauling Sales and Marketing Field operation SW Upgrades Maintenance Power Site pental Urban site Suburban site Terminal subscriber Dealer commission Marketing cost Churn 3.8. Perhitungan Ekonomi Perhitungan ekonomi dilakukan dengan menggunakan metoda DCF dengan blok diagram sebagai berikut : Gambar 3.11. Perhitungan Ekonomi dengan Metoda DCF [13] 3.8.1. Revenue Revenue atau pendapatan diperoleh berdasarkan asumsi ARPU yang berhubungan dengan jumlah pelanggan. ARPU

59 diperoleh berdasarkan tarif yang diberlakukan ke pelanggan sehingga akan diperoleh revenue tahunan. Besarnya harga tarif mengacu pada harga yang diberlakukan ke pelanggan XL. Tarif yang diberlakukan pada LTE di Tesis ini ditentukan sehingga lebih murah dibandingkan tarif layanan yang sudah ada. Hal ini untuk mendukung premis bahwa pengimplementasian LTE ini relatif murah dikarenakan dukungan perangkat existing 3.8.2. CAPEX Capex merupakan alokasi biaya perangkat yang akan diimplementasikan. Dengan skema co-existence, tentu CAPEX akan lebih kecil dibandingkan dengan skema greenfield/new deployment. Biaya perangkat meliputi perangkat EUTRAN/eNB, EPC, cost instalasi, Upgrade jaringan 3G existing, dan Backhaul upgrade 3.8.3. OPEX OPEX merupakan alokasi biaya operasi dan perawatan jaringan LTE. Secara garis besar, biaya OPEX meliputi biaya personal, O&M, Marketing dan Administrasi. Pengambilan besaran OPEX ini berdasarkan data historis Telkomsel berdasarkan annual report yang dikeluarkan per tahun. 3.8.4. Umur Teknis, Suku Bunga dan Analisis Ekonomi Umur teknis perangkat yang digunakan adalah selama 8 tahun sehingga proses perhitungan secara ekonomis akan mengacu pada masa umur teknis ini. Pengambilan umur teknis ini Sesuai dengan referensi [25], diketahui bahwa umur rata-rata pemakaian perangkat jaringan telekomunikasi adalah berkisar 7 10 tahun, dimana untuk BTS adalah 7 tahun, untuk BSC adalah 8 tahun dan untuk MSC adalah 10 tahun, sehingga pada tesis ini digunakan umur ekonomis rata-rata yaitu 8 tahun. Penentuan umur teknis perangkat jaringan telekomunikasi tersebut berdasarkan pertimbangan material dasar bahan produk dan

60 juga perkembangan teknologi software dan hardware pendukung, seperti teknologi bahan metal untuk casing, teknologi mikro/nano chip, termasuk pertimbangan kondisi suhu iklim ruangan. Penentuan awal investasi dimulai dari tahun 0 yaitu tahun 2012 sehingga di tahun 2013 sudah komersial dan berakhir tahun 2020. Suku bunga yang dipakai sesuai dengan data suku bunga pinjaman Bank swasta yang ada di Indonesia, berdasarkan referensi rate BI sebesar 6,5%, maka suku bunga kredit yang ideal adalah 11,5 %[9]. Berdasarkan referensi BI tersebut, Bank BCA menempati posisi terdekat yaitu 12% sedangkan Bank Mandiri adalah 13,5%, sehingga pada tesis ini digunakan bunga kredit Bank BCA sebesar 12% sebagai referensi. Analisi ekonomi dengan menggunakan metoda DCF yaitu dengan pengamatan parameter NPV, IRR dan PBP. Sehingga diperoleh nilai kelayakan implementasi jaringan LTE rel 8. Dari hasil yang diperoleh dilakukan analisa sensitivitas dan resiko dari berbagai parameter untuk mendapatkan beberapa kondisi sehingga diketahui nilai batas atas dan batas bawah kelayakan. 3.9. Sensitivitas dan Resiko Pada tesis ini dilakukan analisis sensitivitas kelayakan ekonomi NPV terhadap beberapa parameter yaitu : ARPU, CAPEX, OPEX, Kurs dan penetrasi pelanggan. Hal tersebut bertujuan untuk menentukan parameter dominan yang berpengaruh terhadap implementasi jaringan LTE. Dalam analisis kelayakan ekonomi suatu investasi, diperlukan juga analisis resiko untuk.