DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
PROSEDUR SERTIFIKASI SUMBER BENIH

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL. Nomor : P. 05 /V-PTH/2007 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI MUTU BIBIT TANAMAN HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tanaman Hutan. Perbenihan.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL Nomor : P. 07 /V-PTH/2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR : P. 06 /V-PTH/2007

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.72/Menhut-II/2009

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 1/Menhut-II/2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERBENIHAN TANAMAN HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA

2 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1

II. TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 56/Menhut-II/2007 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN TELUR ULAT SUTERA MENTERI KEHUTANAN,

PET U N J U K P E L A K S A N A A N STANDAR SUMBER BENIH

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 85/Kpts-II/2001 Tentang : Perbenihan Tanaman Hutan

TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P.

MENTERI, KEHUTANAN REPUBLIK INDONESTA.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR : P. 2 / V-SET/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA

Peluang dan Tantangan bagi Pemilik Sumber Benih Bersertifikat (Pasca Ditetapkannya SK.707/Menhut-II/2013)

PENYIAPAN BENIH UNGGUL UNTUK HUTAN BERKUALITAS 1

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN MUTU BIBIT TANAMAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

PROSEDUR SERTIFIKASI MUTU BIBIT TANAMAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 24/Menhut-II/2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEBUN BIBIT RAKYAT

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004

KATA PENGANTAR. Jakarta, 19 April 2015 Wisyaiswara, Abdul Kholik, S.Pi NIP

PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 58 TAHUN 2013 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2008 TENTANG JENIS IKAN BARU YANG AKAN DIBUDIDAYAKAN

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

Jenis prioritas Mendukung Keunggulan lokal/daerah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERUSAHAAN\ KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2008 TENTANG JENIS IKAN BARU YANG AKAN DIBUDIDAYAKAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 94/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu perbaikan dan pemisahan dalam Peraturan tersendiri menyangkut Inventarisasi Hutan Berkala dan Rencana Kerja

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 28/Menhut-II/2010 TENTANG PENGAWASAN PEREDARAN BENIH TANAMAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 61/Menhut-II/2008 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. UPT. Pembenihan. Tanaman. Klasifikasi. Kriteria.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 66 /Menhut-II/2014 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6885/Kpts-II/2002 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR : P.8/PDASHL-SET/2015 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 33/Kpts-II/2003 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 2/Menhut-II/2008 TENTANG

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 66/Menhut-II/2008 TENTANG KRITERIA DAN KLASIFIKASI UNIT PELAKSANA TEKNIS PERBENIHAN TANAMAN HUTAN

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG

LATAR BELAKANG JATI PURWOBINANGUN 5/13/2016

ISLAM NOMOR : P.7/PDASHL-SET/2015 NOMOR : DJ:II/555 TAHUN 2015 TENTANG

PROSEDUR SERTIFIKASI MUTU BENIH TANAMAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.71/Menhut-II/2014 TENTANG MEMILIKI DAN MEMBAWA HASIL BERBURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2013 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

2 c. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2006 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.46/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.91/Menhut-II/2014 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU YANG BERASAL DARI HUTAN NEGARA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG

2 ekonomi biaya tinggi sebagaimana hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu pengaturan kembali mengenai Inventarisasi Hutan Menyelu

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 7/Menhut-II/2011 TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.30/Menhut-II/2014 TENTANG

Suatu unit dalam. embryo sac. (kantong embrio) yang berkembang setelah terjadi pembuahan. Terdiri dari : ~ Kulit biji ~ Cadangan makanan dan ~ Embrio

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA : P.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

PELAKSANAAN EVALUASI KEBUN SUMBER BENIH TEH KP GAMBUNG DAN KP PASIR SARONGGE

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.79/Menhut-II/2014 TENTANG PEMASUKAN SATWA LIAR KE TAMAN BURU DAN KEBUN BURU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Silvilkultur. Hasil Hutan Kayu. Pemanfaatan. Pengendalian. Areal.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, maka perlu pengaturan kembali mengenai Tata Cara Pemberian dan Peluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil H

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2013, No I. PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 15/MEN/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR SK.159/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG RESTORASI EKOSISTEM DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 663/Kpts-II/2002 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR : P.03/V-PTH/2007 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI SUMBER BENIH TANAMAN HUTAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL, Menimbang Mengingat : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 26 ayat (6) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.10/Menhut-II/2007 tentang Perbenihan Tanaman Hutan, maka perlu menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial tentang Pedoman Sertifikasi Sumber Benih Tanaman Hutan; : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 2. Undang-Undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman; 3. Undang-Undang Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan; 4. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2004; 5. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik; 9. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu; 10. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;

11. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia; 12. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 447/Kpts-II/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar; 13. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.13/Menhut-II/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.71/Menhut-II/2006; 14. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.10/Menhut-II/2007 tentang Perbenihan Tanaman Hutan. Menetapkan : MEMUTUSKAN : KESATU : Pedoman Sertifikasi Sumber Benih Tanaman Hutan adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan ini. KEDUA KETIGA : Dengan berlakunya Peraturan ini, maka Keputusan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor 101/Kpts/V/2002 tentang Pedoman Sertifikasi Sumber Benih Tanaman Hutan dinyatakan tidak berlaku lagi. : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 10 Oktober 2007 DIREKTUR JENDERAL, Ir. DARORI, MM NIP. 080049355 Salinan Peraturan ini disampaikan kepada Yth. : 1. Menteri Kehutanan; 2. Para Pejabat Eselon I Lingkup Departemen Kehutanan; 3. Para Pejabat Eselon II lingkup Direktorat Jenderal RLPS; 4. Kepala Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan seluruh Indonesia; 5. Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan seluruh Indonesia 6. Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai seluruh Indonesia; 7. Kepala Balai Perbenihan Tanaman Hutan seluruh Indonesia;

LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR : P. 03 /V-PTH/2007 TANGGAL : 10 Oktober 2007 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Kebijakan prioritas Departemen Kehutanan saat ini antara lain revitalisasi sektor kehutanan khususnya industri kehutanan serta rehabilitasi sumberdaya hutan, menimbulkan peningkatan dinamika pembuatan hutan tanaman baik untuk tujuan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) maupun untuk tujuan industri. 2. Untuk mendukung keberhasilan RHL maupun hutan tanaman industri tersebut, dibutuhkan benih berkualitas. 3. Syarat untuk benih berkualitas adalah berasal dari sumber benih yang berkualitas yang ditandai dengan diberikannya sertifikat sumber benih. 4. Agar sertifikasi sumber benih dapat dilaksanakan dengan baik maka perlu pedoman sertifikasi sumber benih tanaman hutan. B. Maksud dan Tujuan Pedoman Sertifikasi Sumber Benih Tanaman Hutan dimaksudkan sebagai acuan bagi Balai Perbenihan Tanaman Hutan serta para pihak terkait dalam pelaksanaan sertifikasi sumber benih. Tujuannya adalah : 1. memberikan jaminan kebenaran informasi tentang klasifikasi sumber benih yang memenuhi kriteria dan standar. 2. meningkatkan penggunaan benih bersertifikat. C. Ruang Lingkup Pedoman ini berisi kriteria, standar dan prosedur sertifikasi sumber benih tanaman hutan, pembinaan dan pengendalian pelaksanaan sertifikasi sumber benih. D. Pengertian 1. Kriteria sumber benih adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan sumber benih tanaman hutan. 2. Standar sumber benih adalah spesifikasi teknis sumber benih tanaman hutan yang dibakukan sebagai patokan dalam menentukan mutu sumber benih. 3. Prosedur sertifikasi sumber benih adalah tahapan dan mekanisme dalam pelaksanaan sertifikasi sumber benih tanaman hutan.

4. Sertifikasi sumber benih adalah proses pemberian sertifikat kepada sumber benih yang menginformasikan keadaan sumber benih yang bermutu. 5. Sertifikat sumber benih adalah dokumen yang menyatakan kebenaran mutu sumber benih tanaman hutan. 6. Famili adalah lot benih yang berasal dari induk yang sekerabat. 7. Jalur Isolasi adalah zona di sekeliling areal produksi benih atau kebun benih untuk mencegah kontaminasi tepungsari yang tidak dikehendaki dari luar. Jalur isolasi berupa tanah kosong atau hutan alam/tanaman dari jenis yang tidak dapat bersilangan dengan jenis tanaman dalam sumber benih. 8. Klon adalah populasi tanaman yang sama genetiknya, yaitu bibit yang dibuat dengan cara pembiakan vegetatif dari satu pohon induk. 9. Pohon plus adalah pohon yang diseleksi berdasarkan satu atau lebih kriteria seleksi. Kriteria seleksi tergantung jenisnya dan tujuan akhir pemanfaatan pohon. 10. Sumber Benih adalah suatu tegakan hutan di dalam kawasan kecuali Cagar Alam serta Zona Inti dan Zona Rimba pada Taman Nasional, dan di luar kawasan hutan yang dikelola guna memproduksi benih berkualitas. 11. Tegakan Benih Teridentifikasi adalah sumber benih dengan kualitas rata-rata yang digunakan untuk menghasilkan benih dan lokasinya dapat teridentifikasi dengan tepat. 12. Tegakan Benih Terseleksi adalah sumber benih dengan pohon fenotipa bagus yang mempunyai sifat penting antara lain : batang lurus, tidak cacat dan percabangan ringan. 13. Areal Produksi Benih adalah sumber benih yang dibangun khusus atau berasal dari tegakan benih teridentifikasi dan/atau terseleksi yang kemudian ditingkatkan kualitasnya melalui penebangan pohon-pohon fenotipa tidak bagus. 14. Tegakan Benih Provenan adalah sumber benih yang dibangun dari benih yang provenannya telah teruji dan diketahui keunggulannya 15. Kebun Benih Klon adalah sumber benih yang dibangun dengan bahan vegetatif antara lain : ranting, tunas, mata tunas, dan lain-lain yang berasal dari pohon plus hasil uji klon atau hasil uji keturunan 16. Kebun Benih Semai adalah sumber benih yang dibangun dengan benih yang berasal dari pohon plus hasil uji keturunan. 17. Kebun Pangkas adalah sumber benih yang dibangun dari bahan yang telah teruji untuk memproduksi materi vegetatif berupa stek, tunas, akar, daun, jaringan tanaman guna perbanyakan bibit unggul tanaman. 18. Balai adalah Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang perbenihan tanaman hutan. 19. Kepala Balai adalah Kepala Balai yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang perbenihan tanaman hutan.

20. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang perbenihan tanaman hutan. 21. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang perbenihan tanaman hutan 22. Badan Penelitian Pengembangan (Badan Litbang) Kehutanan adalah Badan yang diserahi tugas dan bertanggung jawab terhadap kewenangan keilmuan dalam bidang perbenihan tanaman hutan. 23. Kepala Badan adalah Kepala Badan yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang penelitian dan pengembangan kehutanan. 24. Kepala Pusat adalah Kepala Pusat yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang penelitian dan pengembangan hutan tanaman pada Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. BAB II KRITERIA SUMBER BENIH 1. Kriteria sumber benih tanaman hutan yang digunakan dalam sertifikasi sumber benih terdiri dari kriteria yang bersifat umum dan kriteria yang bersifat khusus. 2. Kriteria umum sumber benih tanaman hutan adalah : a. aksesibilitas; b. pembungaan/pembuahan; c. keamanan; d. kesehatan tegakan; e. batas areal; f. dikelola dengan baik. 3. Kriteria khusus sumber benih tanaman hutan didasarkan pada klasifikasi sumber benih yang terdiri dari: a. tegakan benih teridentifikasi; b. tegakan benih terseleksi; c. areal produksi benih; d. tegakan benih provenan; e. kebun benih semai; f. kebun benih klon; dan g. kebun pangkas. 4. Kriteria umum dan kriteria khusus sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3, kedua-duanya harus dipenuhi untuk menentukan suatu tegakan dapat ditunjuk sebagai sumber benih. Apabila salah satu dari kriteria sumber benih tidak dapat dipenuhi, maka tegakan tersebut tidak dapat disebut sebagai sumber benih. 5. Ketentuan dari kriteria umum mutlak harus dipenuhi pada setiap kelas sumber benih, sedangkan kriteria khusus hanya diberlakukan pada kelas sumber benih tertentu.

BAB III STANDAR SUMBER BENIH A. Standar sumber benih dari kriteria yang bersifat umum 1. Aksesibilitas Lokasi sumber benih harus mudah dijangkau dan didatangi, sehingga memudahkan untuk pemeliharaan sumber benih, pengunduhan buahnya serta mempercepat waktu pengangkutan. Lokasi sumber benih yang memiliki aksesibilitas yang baik akan meringankan biaya pemeliharaan, pengumpulan serta lebih menjamin mutu benih. 2. Pembungaan/pembuahan Tegakan harus pernah berbunga dan berbuah, kecuali untuk kebun pangkas. 3. Keamanan Tegakan harus aman dari ancaman kebakaran, penebangan liar, perladangan berpindah, penggembalaan dan penjarahan kawasan. 4. Kesehatan tegakan Tegakan harus tidak terserang hama dan penyakit. 5. Batas areal Batas areal harus jelas, sehingga pengumpul benih mengetahui tegakan yang termasuk sebagai sumber benih. 6. Terkelola dengan baik Sumber benih jelas status kepemilikannya serta memiliki indikator manajemen yang baik, seperti pemeliharaan, pengorganisasian, pemanfaatan benih dan lain-lain. B. Standar sumber benih dari kriteria yang bersifat khusus 1. Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT) Asal tegakan berasal dari hutan alam atau hutan tanaman. Apabila tegakan berasal dari hutan tanaman, maka tegakan tersebut tidak direncanakan dari awal untuk dijadikan sebagai sumber benih. Asal-usul benihnya tidak diketahui. Jumlah pohon minimal 25 pohon induk. Kualitas tegakan rata-rata. Jalur isolasi tidak diperlukan. Penjarangan tidak diperlukan 2. Tegakan Benih Terseleksi (TBS) Asal tegakan berasal dari hutan alam atau hutan tanaman. Apabila tegakan berasal dari hutan tanaman, maka tegakan tersebut tidak direncanakan dari awal untuk dijadikan sebagai sumber benih. Asal-usul benihnya tidak diketahui. Jumlah pohon minimal 25 pohon induk. Kualitas tegakan di atas rata-rata. Jalur isolasi tidak diperlukan. Penjarangan terbatas pada pohon-pohon yang jelek.

3. Areal Produksi Benih (APB) Asal tegakan berasal dari hutan alam atau hutan tanaman. Apabila tegakan berasal dari hutan tanaman, maka dapat berasal dari konversi tegakan yang ada atau dibangun khusus untuk APB. Asal-usul benih untuk tegakan yang dikonversi sebagai APB sebaiknya diketahui. Apabila dibangun khusus untuk APB, asal-usul benih harus diketahui. Lot benih untuk membangun APB minimal berasal dari 25 pohon induk untuk menjaga keragaman genetik. Jumlah pohon minimal 20 batang dalam satu hamparan setelah penjarangan. Kualitas tegakan di atas kualitas TBS. Jalur isolasi diperlukan. Penjarangan dilakukan untuk mempertahankan pohon-pohon yang terbaik dan meningkatkan produksi benih. 4. Kriteria khusus untuk klasifikasi Tegakan Benih Provenan (TBP), Kebun Benih Semai (KBS), Kebun Benih Klon (KBK) dan Kebun Pangkas (KP) mengacu pada Pedoman yang diterbitkan oleh Kepala Badan. BAB IV PROSEDUR SERTIFIKASI SUMBER BENIH A. Identifikasi dan Deskripsi Calon Sumber Benih 1. Pemilik sumber benih mengajukan permohonan sertifikasi sumber benih kepada Kepala Balai dengan dilampiri dokumen pendukung. 2. Atas dasar permohonan tersebut,: a. Kepala Balai membentuk Tim untuk sumber benih yang diklasifikasikan pada TBT, TBS, dan APB dengan melibatkan unsur terkait dalam kegiatan sertifikasi sumber benih, antara lain UPT Badan Litbang Departemen Kehutanan dan / atau tenaga pakar di bidangnya. b. Kepala Pusat membentuk Tim untuk sumber benih yang diklasifikasikan sebagai TBP, KBS, KBK, dan KP dengan melibatkan unsur terkait dalam kegiatan sertifikasi sumber benih, antara lain Balai dan/atau tenaga pakar di bidangnya. 3. Tim melakukan pengumpulan informasi yang berkaitan dengan tegakan yang akan diidentifikasi dan melakukan orientasi lapangan (quick tour) untuk menentukan kelayakan sebagai sumber benih. 4. Informasi yang dikumpulkan sebagaimana dimaksud pada angka 3 digunakan sebagai bahan untuk memenuhi kriteria umum sumber benih. 5. Hasil orientasi lapangan yang memenuhi kriteria umum sumber benih, Tim dapat menerima tegakan sebagai calon sumber benih, dilanjutkan dengan

identifikasi dan deskripsi keadaan tegakan dengan mengisi daftar isian sebagaimana disajikan pada Lampiran II. Untuk yang ditolak, Tim tidak melakukan deskripsi. Khusus untuk TBP, KB, KBK dan KP setelah dilakukan deskripsi keadaan tegakan, dilakukan analisis sesuai dengan Pedoman Standar Sumber Benih TBP, KBS, KBK dan KP yang diterbitkan oleh Kepala Badan. 6. Tim memberikan laporan hasil pemeriksaan kepada Kepala Balai atau Kepala Pusat. 7. Apabila hasil rekomendasi dari Kepala Pusat menyatakan bahwa sumber benih tidak termasuk dalam klasifikasi TBP, KBS, KBK dan KP, maka Kepala Balai dapat memproses sertifikasi sumber benih dimaksud ke dalam klasifikasi TBT, TBS atau APB. 8. Kegiatan identifikasi dan deskripsi sumber benih untuk klasifikasi TBT, TBS dan APB diatur tersendiri dalam Petunjuk Teknis Identifikasi dan Deskripsi Sumber Benih yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal. Sedangkan untuk klasifikasi sumber benih TBP, KBS, KBK dan KP diatur tersendiri dalam Pedoman yang diterbitkan oleh Kepala Badan. B. Penerbitan Sertifikat Sumber Benih 1. Kepala Balai menerbitkan sertifikat sumber benih atas dasar laporan Tim atau rekomendasi Kepala Pusat dan disampaikan kepada pemilik sumber benih. 2. Prosedur penerbitan sertifikat sumber benih tanaman hutan sebagaimana disajikan pada skema yang tercantum pada Lampiran III dan Lampiran IV. 3. Format sertifikat sumber benih sebagaimana disajikan pada Lampiran V. 4. Ketentuan tentang sertifikat sumber benih: Satu nomor sertifikat sumber benih hanya berlaku untuk satu lokasi sumber benih dan untuk satu jenis tanaman (species). Sertifikat sumber benih tidak berlaku apabila terjadi kerusakan pada sumber benih, perubahan fungsi/status sumber benih, dan tidak produktif lagi. Masa berlaku sertifikat sumber benih 3 (tiga) tahun, setelah itu dapat dievaluasi kembali dengan prosedur yang sama. BAB V PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PENGENDALIAN 1. Direktorat Jenderal melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian pelaksanaan sertifikasi sumber benih terhadap Balai 2. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 berupa pemberian pedoman, arahan, pembinaan, pelatihan, dan supervisi. 3. Direktur Jenderal bersama dengan Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota melakukan pengawasan atas sertifikasi sumber benih.

4. Direktorat Jenderal melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan sertifikasi sumber benih yang dilakukan oleh Balai. 5. Pengendalian sebagaimana dimaksud pada angka 4 berupa monitoring dan evaluasi. 6. Balai wajib melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap sumber benih yang telah disertifikasi. 7. Balai wajib menyampaikan hasil updating database sumber benih setiap semester kepada Direktorat Jenderal. BAB VI PENUTUP 1. Sumber benih yang telah disertifikasi agar dikelola dengan baik oleh pemilik sumber benih. 2. Rencana pemanfaatan sumber benih baik untuk tujuan komersial maupun untuk keperluan sendiri agar didokumentasikan dan dilaporkan ke Balai. DIREKTUR JENDERAL, Ir. DARORI, MM NIP. 080049355

LAMPIRAN II DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL BALAI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN..alamat. DATA POKOK SUMBER BENIH TANAMAN HUTAN A. UMUM 1. Nomor Sumber Benih Nomor Sumber Benih Nomor Sumber Benih Lokal 2. Nama Sumber Benih 3. Nama botani 4. Nama daerah (lokal) 5. Pemilik Nama Institusi, Alamat, Telepon,Fax, E-mail 6. Petugas yang dihubungi Nama petugas, Institusi, Alamat, Telepon,Fax, E-mail 7. Luas sumberbenih (ha) 8. Tanggal penilaian 9. Pelapor

B. LOKASI 1. Batas wewenang administratif pemerintahan Provinsi Kabupaten Kecamatan D e s a 2. Batas wewenang administratif kehutanan Unit - Dinas KPH CDK BKPH Blok / Petak 3. Informasi rinci lokasi Bagaimana menuju lokasi 4. Letak geografis Lintang.. o..... s/d Bujur.. o..... s/d.. o...... o.. LS / LU BT 5. Tinggi tempat.. m dpl

C. DESKRIPSI, EVALUASI, PERSETUJUAN 1. Surat Keputusan Nomor Tanggal 2. Keterangan hasil evaluasi dan persetujuan 3. Kelas Sumber Benih Tegakan benih teridentifikasi Tegakan benih terseleksi Areal produksi benih Tegakan benih provenan Tegakan benih klon Kebun benih semai Kebun pangkas 4. Hasil uji lokasi (apabila sudah dilakukan)

D. ASAL 1. Sumber benih Hutan alam Hutan tanaman 2. Jika hutan tanaman, sebutkan asal benih Hutan alam Hutan tanaman Tidak ada informasi 3. Sebutkan asal benih secara lengkap Misalnya, nama sumber benih, zona benih, jumlah pohon induk, kriteria seleksi, jarak antar pohon induk (hutan alam), dsb. 4. Pemanfaatan Sumber benih diseleksi untuk apa? (konstruksi, getah, bubur kayu, kayu bakar, dsb.)

E. PRODUKSI BENIH 1. Musim berbunga Bulan : - Puncak berbunga Bulan : -... 2. Musim buah masak Bulan : - Puncak buah masak Bulan : - 3. Jumlah pohon per ha Batang 4. Luas sumber benih ha 5. Jumlah pohon dalam sumber benih Batang 6. Perkiraan produksi benih Kg / Pohon / Tahun 7. Total produksi benih Kg / Tahun 8. Informasi lain produksi buah atau benih Produksi sebelumnya (tidak merata, tidak teratur, sedikit, banyak, dsb). F. TEGAKAN 1. Kondisi hutan Tinggi rata-rata dan diameter rata-rata, kesehatan pohon, jarak tanam, jumlah pohon per ha (hutan tanaman), jarak antar pohon (hutan alam), pembukaan tajuk, dsb.

2. Tahun tanam Tahun tebang habis 3. Status pengamanan Aman, rawan, terancam, keterangan lain. 4. Jalur isolasi Jarak dan arah terhadap tegakan yang sama jenisnya. 5. Keterangan lain Kegiatan khusus untuk meningkatkan produksi atau perlindungan

G. EKOLOGI 1. Kondisi lahan Topografi Arah lereng Tanah I k l i m [ ] Terjal, [ ] Landai, [ ] Datar, [ ] Bervariasi Jenis Tekstur Kedalaman Drainase Bonita PH Type 2. Stasiun metereologi terdekat Lokasi stasiun Data iklim : Nama : Nomor : Letak Lintang :.. o.. LS / LU geografis Bujur :.. o.. BT Faktor Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des Total Curah Hujan (mm) S u h u ( o C) Penguapan (mm) Kelembaban (%)

H. REKOMENDASI., MENGETAHUI, PEMILIK SUMBER BENIH PELAKSANA KETUA TIM..

LAMPIRAN III Diagram Alir Prosedur Sertifikasi Sumber Benih (Tegakan Teridentifikasi, Tegakan Terseleksi dan Areal Produksi Benih) 7a Pemohon 7b Sertifikat SB 6a 1 BPTH 6b 5b Pemberitahuan 2 5a Tim Laporan Tim 3 Laporan Tim Tidak Lolos Identifikasi? 4b Ya 4a Deskripsi

LAMPIRAN IV Diagram Alir Prosedur Sertifikasi Sumber Benih (Tegakan Benih Provenan, Kebun Benih Semai, Kebun Benih Klon dan Kebun Pangkas) 10a Pemohon 10b Sertifikat SB 1 Pemberitahuan 9a Ya BPTH 9b Tidak 8 2 Rekomendasi Ya/Tidak 7 Litbang 6b 3 6a Tim Laporan Tim Deskripsi 4 5a Ya Lolos Identifikasi? Tolak 5b

LAMPIRAN V DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL BALAI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN................... SERTIFIKAT SUMBER BENIH TANAMAN HUTAN Nomor :. Dengan ini kami menerangkan bahwa sumber benih :.. Nomor Sumber Benih : Luas areal :.. hektar Jenis tanaman : ::... Asal Benih :. Pemilik/Pengelola :.. Alamat :... Telepon :.. Lokasi : a. Desa/RPH :.... /.. b. Kecamatan/BKPH :.... /. c. Kabupaten/KPH :... /.... d. Propinsi/Unit :.... /.. e. Letak Geografis : - Garis Lintang :.. o... -... o...... L - Garis Bujur :... o..... -... o...... BT f. Ketinggian Tempat : meter dari permukaan laut. telah memenuhi persyaratan sebagai sumber benih dengan klasifikasi : Demikian sertifikat ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya..,... KEPALA BALAI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN Sertifikat ini berlaku s/d :. dengan catatan :. 1. Tidak ada perubahan fungsi/status NIP. 2. Sumber benih tersebut masih produktif

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG SERTIFIKASI SUMBER BENIH I. Dasar Hukum a. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman; b. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman; c. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 10/Menhut-II/2007 tentang Perbenihan Tanaman Hutan; d. Peraturan Direktur Jenderal rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor P. 03/V-PTH/2007 tentang Pedoman Sertifikasi Sumber Benih Tanaman Hutan. II. Uraian Kegiatan A. Urutan 1. Pemilik sumber benih mengajukan permohonan sertifikasi sumber benih kepada Kepala Balai dengan dilampiri dokumen pendukung... 1 hari 2. Atas dasar permohonan tersebut : a. Balai membentuk Tim untuk sumber benih yang Kepala diklasifikasikan pada TBT, TBS dan APB dengan melibatkan unsur terkait dalam kegiatan sertifikasi sumber benih, antara lain UPT Badan Litbang Departemen Kehutanan dan / atau tenaga pakar di bidangnya... 1 hari. b. Kepala Balai membuat surat kepada Kepala Pusat untuk menilai sumber benih yang diklasifikasikan sebagai TBP, KBS, KBK dan KP... 1 hari. c. Kepala Pusat membentuk Tim yang melibatkan unsur terkait dalam kegiatan sertifikasi sumber benih, antara lain Balai dan / atau tenaga pakar di bidangnya... 1 hari 3. Tim melakukan pengumpulan informasi yang berkaitan dengan tegakan yang akan diidentifikasi dan melakukan orientasi lapangan (quick tour) untuk menentukan kelayakan sebagai sumber benih... 1-3 hari. 4. Tim memberikan laporan hasil pemeriksaan kepada Kepala Balai atau Kepala Pusat... 1 hari 5. Atas dasar laporan Tim : a. Kepala Balai atau Kepala Pusat menelaah hasil identifikasi dan Deskripsi Tim Sertifikasi Sumber Benih... 1 hari. b. Kepala Pusat merekomendasikan kepada Kepala Balai calon sumber benih... 1 hari. 6. Atas dasar telaahan sebagaimana tersebut dalam point e.1 dan rekomendasi kepala Pusat point e.2, Kepala menerbitkan sertifikat sumber benih atau membuat surat penolakan calon sumber benih... 1 hari. B. Unit Kerja Petugas Terkait 1. Pemilik Sumber Benih 2. BPTH 3. Badan Litabang Kehutanan 4. Perguruan Tinggi C. Waktu Penyelesaian 8-9 hari.

TANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG SERTIFIKASI SUMBER BENIH TANAMAN HUTAN Unit Penyelesaian No Tahapan Kegiatan Pemilik Sumber Benih sebagai pemohon 1 Pemilik sumber benih mengajukan permohonan 2 BPTH melakukan koordinasi dgn perguruan tinggi dan litbang untuk pembentukan TIM sertifikasi sumber benih 3 Tim sertifikasi melakukan identifikasi calon sumber benih dan memberitahukan hasilnya kepada pemilik sumber benih berupa penerimaan atau penolakan. Apabila diterima Tim melakukan deskripsi BPTH Tim Sertifikasi Batas waktu maksimal penyelesaian (Hari kerja) 1 hari 1 hari 1-3 hari (*) 4 Tim melaporkan hasil identifikasi dan deskripsinya ke Kepala BPTH dan Kepala BPTH menelaah, menolak atau menerbitkan sertifikat. 5 BPTH mendistribusikan, mengarsipkan surat penolakan atau penerbitan sertifikat 2 hari 1 hari Jumlah 6 8 hari Keterangan : : Operation yaitu proses kegiatan penyusunan konsep surat dinas : Inspektion yaitu konsep surat dinas telah diperiksa baik kualitas maupun kuantitasnya : Storage yaitu kegiatan penyimpanan / pengarsipan : Transportation yaitu arus surat dinas (*) : Waktunya tergantung jarak lokasi antara lokasi calon Sumber Benih dengan BPTH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG SERTIFIKASI SUMBER BENIH TANAMAN HUTAN (Tegakan Benih Provenan, Kebun Benih Semai, Kebun Benih Klon dan Kebun Pangkas) No Tahapan Kegiatan Pemilik Sumber Benih sebagai pemohon 1 Pemilik sumber benih mengajukan permohonan 2 Kepala BPTH membuat surat kepada Kepala Pusat 3 Kepala Pusat membentuk Tim Sertifikasi Sumber Benih 3 Tim sertifikasi melakukan identifikasi calon sumber benih dan orientasi lapangan untuk menentukan kelayakan sumber benih Unit Penyelesaian BPTH Kepala Pusat Tim Sertifikasi Batas waktu maksimal penyelesaian (Hari kerja) 1 hari 1 hari 1 hari 1-3 hari (*) 4 Tim melaporkan hasil identifikasi dan deskripsinya ke Kepala Pusat dan Kepala Pusat menelaah hasil identifikasi dan deskripsi Tim 5 Kepala Pusat merekomendasikan kepada Kepala Balai 2 hari 1 hari 6 Kepala BPTH menerbitkan sertifikat atau menerbitkan surat penolakan sumber benih Jumlah 9 hari Keterangan : : Operation yaitu proses kegiatan penyusunan konsep surat dinas : Inspektion yaitu konsep surat dinas telah diperiksa baik kualitas maupun kuantitasnya : Storage yaitu kegiatan penyimpanan / pengarsipan : Transportation yaitu arus surat dinas (*) : Waktunya tergantung jarak lokasi antara lokasi calon Sumber Benih dengan BPTH