BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam membantu proses pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan anak. Menurut Hidayat (2008), zat gizi merupakan unsur yang paling penting dalam nutrisi, mengingat zat gizi tersebut dapat memberikan fungsi tersendiri bagi nutrisi. Auliana (1999), menambahkan zat gizi mempunyai peranan penting dalam upaya meningkatkan kesehatan pada balita. Zat gizi dibutuhkan guna memperoleh energi untuk melakukan kegiatan fisik sebagai zat tenaga, untuk proses tumbuh kembang anak, pengganti jaringan yang rusak atau sebagai zat pembangun, serta mengatur semua fungsi tubuh dan melindungi tubuh dari penyakit atau sebagai zat pengatur. Ada beberapa komponen zat gizi seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin, air dan mineral yang dibutuhkan pada nutrisi bayi dan anak yang jumlahnya berbeda untuk setiap usia (Berhman dalam Hidayat, 2008). Nutrisi sangat bermanfaat bagi tubuh dalam membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak serta mencegah terjadinya berbagai penyakit akibat kurang nutrisi dalam tubuh, seperti kekurangan energi dan protein, anemia, defisiensi yodium, 1
defisiensi seng (Zn), defisiensi vitamin A, defisiensi tiamin, defisiensi kalium, dan lain-lain yang dapat menghambat proses tumbuh kembang anak (Hidayat, 2008). Menurut Kurniasih et al. (2010), balita membutuhkan asupan gizi yang seimbang untuk pertumbuhan sel-sel otak sehingga dapat meningkatkan kecerdasan anak, selain itu pada usia ini kemampuan motorik, kognitif, dan sosial emosi mulai berkembang. Anak Bawah Lima Tahun (balita) adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun atau biasa digunakan perhitungan bulan yaitu 12 59 bulan. Para ahli menggolongkan usia balita sebagai usia yang rentan terhadap berbagai serangan penyakit, termasuk penyakit yang disebabkan oleh kekurangan atau kelebihan asupan nutrisi jenis tertentu (Kemenkes, 2015). Menurut hasil Riskesdas (2013), di Indonesia jumlah balita gizi buruk dan kurang sebesar 19,6% dan terjadi peningkatan 1,7 % dibandingkan tahun 2010. Sedangkan di Jawa Tengah, jumlah balita gizi buruk dan kurang sebanyak 17,6% diperkirakan berjumlahnya 481.632 jiwa. Kekurangan asupan nutrisi pada anak dapat menyebabkan beberapa penyakit seperti malnutrisi, ISPA, pneumonia, serta kekurangan vitamin A. Namun, kelebihan asupan nutrisi juga tidak baik karena akan menimbulkan obesitas (Kemenkes, 2015). Berdasarkan Riskesdas 2013 karakteristik penduduk dengan ISPA 2
yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (28,8%). Sedangkan menurut Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) angka morbiditas dan mortalitas ISPA pada anak balita di Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 adalah 15.419 jiwa. Angka ini sangat tinggi bila dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Selain ISPA, menurut data SIRS pada tahun 2013 pada pasien anak balita yang di rawat inap di rumah sakit terbesar di provinsi Jawa Tengah sebesar 1.942 jiwa. Selain itu, menurut Riskesdas (2007); (2010); dan (2013), terlihat adanya kecenderungan meningkatnya prevalensi anak balita pendek-kurus, meningkatnya anak balita pendek-normal (2,1%) dan normal-gemuk (0,3%) dari tahun 2010. Sebaliknya, ada kecenderungan penurunan prevalensi pendekgemuk (0,8%), normal-kurus (1,5%), dan normal-normal (0,5%) dari tahun 2010. Nency & Arifin (2005), menambahkan bahwa dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak diantaranya, menjadikan anak apatis, gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor intelligence quotient (IQ), penurunan perkembangan kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri. 3
Menurut UNICEF (1990), terdapat dua faktor utama yang menjadi penyebab kekurangan gizi pada balita yaitu: 1) Penyebab langsung, faktor utama kekurangan gizi pada balita adalah kurangnya asupan makanan yang bergizi bagi tubuh balik secara kualitas maupun kuantitas. Selain itu, adanya penyakit infeksi yang sangat memengaruhi keadaan kesehatan dan gizi balita, 2) Penyebab tidak langsung, faktor lain yang berpengaruh pada status gizi balita seperti ketersediaan pangan dalam keluarga serta pelayanan kesehatan, sanitasi lingungan serta pola asuh. Engle et al. (1997) menambahkan faktor ketersediaan sumber daya keluarga seperti pendidikan dan pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, ketersediaan waktu dan dukungan ayah serta pola pengasuhan sebagai faktor yang memengaruhi status gizi. Hal ini serupa dengan hasil penelitian Taringan (2003), bahwa terjadi peningkatan prevalensi status gizi kurang diantaranya disebabkan oleh faktor ekonomi, faktor risiko penyakit seperti diare dan ISPA, pendidikan ibu, pendidikan ayah, jumlah anggota keluarga, tempat BAB, luas rumah dan sumber air minum serta pola pengasuhan. Pola pengasuhan yang berkontribusi dalam status gizi anak salah satunya adalah keterjaminan makanan (Masithah et al. 2005). Menurut Karyadi (1985), pola asuh makan adalah sebagai praktik pengasuhan yang diterapkan oleh ibu kepada anak berkaitan dengan cara dan situasi makan. Selain pola asuh makan, pola asuh 4
kesehatan yang dimiliki ibu turut memengaruhi status kesehatan balita dimana secara tidak langsung akan memengaruhi status gizi balita. Pola asuh makan pada balita berkaitan dengan kebiasaan makan yang telah ditanamkan sejak awal pertumbuhan manusia (Karyadi dalam Adriani & Kartika, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh peran ibu untuk mengasuh dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berkualitas. Seorang wanita pekerja mempunyai waktu yang terbatas dalam mengasuh dan mendidik anaknya. Mereka harus berbagi waktu antara bekerja, pekerjaan domestik dan mengasuh serta mendidik anaknya (Diana, 2006). Negash et al. (2015), berpendapat bahwa ibu yang bekerja meningkatkan pendapatan dalam rumah tangga. Ibu bekerja mungkin dapat membantu meningkatkan status perempuan dan kekuasaan, dan dapat meningkatkan preferensi wanita untuk kesehatan dan pemenuhan gizi anak. Efeknya sangat penting pada kesejahteraan anak untuk pengembangan anak yang sehat dan kesempatan ekonomi ditingkatkan pembangunan di seluruh dunia (Lamontagne, 1998). Sebuah studi dari Malaysia menunjukkan bahwa anak-anak dari ibu pengangguran memiliki status gizi kurang dibandingkan dengan ibu bekerja. Prevalensi pada ibu pengangguran (17%) lebih tinggi dibandingkan dengan ibu bekerja 5
(8%). Dalam studi ini didapatkan bahwa ada hubungan positif antara ibu yang bekerja dengan berat badan anak dan Indeks Massa Tubuh (IMT). Hal tersebut membuktikan bahwa status pekerjaan ibu memainkan peran penting dalam menentukan praktik pemberian makan anak yang dapat mempengaruhi kesehatan dan perkembangan anak di kemudian hari (Shuhaimi & Muniandy, 2012). Penelitian tentang hubungan ibu dan status gizi anak di Hula, Desa Southern Ethiopia yang dilakukan oleh Negash et al. (2015), membuktikan bahwa anak yang lahir dari ibu yang berpendidikan dan memiliki gaji dari pekerjaan memiliki status gizi yang lebih baik. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti didapatkan jumlah balita usia 1-5 tahun di Dusun Randuares sebanyak 69 orang. Menurut informasi dari kader posyandu, jumlah balita di Dusun Randuares paling banyak dibandingkan dengan dusun yang lainnya dalam satu kelurahan. Selain itu, Dusun Randuares belum pernah dijadikan tempat penelitian yang terkait dengan pola asuh pada balita. Informasi yang didapat dari kader Posyandu, peran perawat maupun tenaga kesehatan dalam mengatasi masalah gizi nampaknya belum optimal karena kurangnya sumber daya perawat dalam peningkatan gizi balita serta ibu yang bekerja kurang aktif dalam kegiatan 6
posyandu ditambah dengan pola asuh dalam pemenuhan nutrisi anak kurang diperhatikan. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa masalah gizi masih seringkali terjadi. Masalah gizi pada balita dapat dikaitkan dengan pola asuh dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi. Kehadiran ibu sangat penting untuk memperhatikan kebutuhan nutrisi anak. Pada ibu yang bekerja waktu yang dimiliki untuk mengawasi asupan nutrisi anak kurang dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Oleh karena itu, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai hubungan pola asuh ibu bekerja dan ibu tidak bekerja dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi terhadap status gizi anak usia 1 5 tahun di Dusun Randuares, Kelurahan Kumpulrejo, Kecamatan Argomulyo, Salatiga. 1.2 Rumusan Masalah Apakah ada hubungan pola asuh ibu bekerja dan ibu tidak bekerja dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi dengan status gizi anak usia 1 5 tahun di Dusun Randuares, Kelurahan Kumpulrejo, Kecamatan Argomulyo, Salatiga? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh ibu bekerja dan ibu tidak bekerja dalam pemenuhan 7
kebutuhan nutrisi dengan status gizi anak usia 1 5 tahun di Dusun Randuares Kelurahan Kumpulrejo Kecamatan Argomulyo Salatiga. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengetahui hubungan persiapan dan penyimpanan makanan ibu bekerja dan tidak bekerja dengan status gizi anak usia 1 5 tahun di Dusun Randuares, Kelurahan Kumpulrejo, Kecamatan Argomulyo, Salatiga. b. Mengetahui hubungan peran keluarga ibu bekerja dan tidak bekerja dalam mempertahankan pemenuhan kebutuhan nutrisi dengan status gizi anak usia 1 5 tahun di Dusun Randuares, Kelurahan Kumpulrejo, Kecamatan Argomulyo, Salatiga. c. Mengetahui hubungan kemampuan ibu bekerja dan tidak bekerja dalam memilih makanan yang sehat dengan status gizi anak usia 1 5 tahun di Dusun Randuares, Kelurahan Kumpulrejo, Kecamatan Argomulyo, Salatiga. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis a. Bagi Institusi Kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pola asuh ibu bekerja dan ibu tidak bekerja dalam pemenuhan nutrisi anak usia 1 5 tahun. sehingga dapat 8
dijadikan bahan evaluasi untuk program kesehatan selanjutnya. b. Bagi Ilmu Kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pola asuh ibu bekerja dan ibu tidak bekerja dalam pemenuhan nutrisi anak usia 1 5 tahun. c. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai pola asuh ibu bekerja dan ibu tidak bekerja dalam pemenuhan nutrisi anak usia 1 5 tahun di Dusun Randuares Kumpulrejo Argomulyo Salatiga. d. Bagi Peneliti selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pola asuh ibu bekerja dan ibu tidak bekerja dalam pemenuhan nutrisi anak usia 1 5 tahun. 1.4.2 Manfaat Praktis Bagi ibu/ orang tua Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan orang tua mengenai pentingnya pola asuh dalam pemenuhan nutrisi anak usia 1 5 tahun di Dusun Randuares, Kelurahan Kumpulrejo, Kecamatan Argomulyo Salatiga sehingga tidak terjadi masalah pada status gizi anak. 9