BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengetahui pengaruh konflik kerja terhadap burnout pada karyawan PT.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 1 PENDAHULUAN. Psikologi dalam sebuah organisasi memberikan peranan penting pada

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan yang memadai sangat dibutuhkan. Di Indonesia, puskesmas dan rumah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aspek fisik maupun emosional. Keluhan tersebut akan menimbulkan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. semua rumah sakit, salah satunya Rumah Sakit Umum Daerah Soreang. jabatan dilakukan pada bulan Maret tahun 1999.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan masyarakat memiliki peran besar dalam pelayanan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Disamping itu pula, pekerjaan semakin sulit untuk didapatkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Burnout. menjadi sinis tentang karier mereka. Penjelasan umum tentang. pergaulan dan merasa berprestasi rendah.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang

Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Di era global seperti saat ini, sumber daya manusia (SDM) sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan yang memiliki

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. yang menekankan analisisnya pada data-data numerical (angka) yang dioleh

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. dan kewajiban sesuai dengan norma-norma, aturan dan budaya yang berlaku pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Banyak orang yang menginginkan untuk bekerja. Namun, tak jarang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. berakibat buruk terhadap kemampuan individu untuk berhubungan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. perawat adalah salah satu yang memberikan peranan penting dalam. menjalankan tugas sebagai perawat.

BAB I PENDAHULUAN. Lebih dari 35 tahun yang lalu burnout menjadi isu yang. menarik ketika para peneliti Maslach dan Freudenberger mulai

BAB I PENDAHULUAN. Hidup di tempat kerja, pekerjaan dan keluarga, pekerjaan dan pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. dengan perjanjian (Hasibuan, 2007). Sedangkan menurut kamus besar bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Burnout. staf yang melayani masyarakat, pada tahun 1974, burnout merupakan representasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kepuasan kerja, yang pada akhirnya akan berpengaruh positif terhadap

BAB II LANDASAN TEORI A. BURNOUT

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN PRESTASI KERJA PADA KARYAWAN

BAB 11 MANAJEMEN KONFLIK

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbulnya tuntutan efisiensi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family

Hubungan employee engagement dan burnout pada karyawan divisi IT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu hardiness dan burnout.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepuasan kerja merupakan salah satu masalah yang penting dan paling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Burnout Pada Pegawai. Maslach (dalam Cherniss, 1980), mendefinisikan burnout yaitu hilangnya

BAB I PENDAHULUAN. Sutiadi (2003:6) dalam Ida Ayu dan Suprayetno (2008) mendefinisikan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu

BAB I PENDAHULUAN. Nightingale pada tahun 1859 menyatakan bahwa hospital should no harm the patients

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia (karyawan) merupakan aset yang paling penting

Burnout Pada Karyawan Ditinjau Dari Persepsi Terhadap Lingkungan Kerja Psikologis Dan Jenis Kelamin

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori yang mendukung penelitian ini adalah role theory (teori peran) yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya perkembangan dunia kerja, tuntutan

Studi Deskriptif Mengenai Burnout pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Bandung

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PROFIL BURNOUT GURU SMP DI KECAMATAN CIRACAS JAKARTA TIMUR BERDASARKAN FAKTOR DEMOGRAFI DAN LINGKUNGAN KERJA

BAB II LANDASAN TEORITIS. tahun 1973 (Farber, 1991; Widiyanti, Yulianto & Purba, 2007). Burnout. dengan kebutuhan dan harapan (Rizka, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. persaingan kerja yang sehat dan tidak sehat. Adanya persaingan kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut merupakan proses yang diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi.

I.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sehingga, perawat sebagai profesi dibidang pelayanan sosial rentan

Ariesta Marsitho Nugrahawan F

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki peran yang menempatkannya pada posisi dimana ia harus bersikap

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Burnout pada guru telah didefinisikan sebagai respon terhadap kesulitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres merupakan fenomena yang sering dialami dialami tidak terkecuali oleh para karyawan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi saat ini merupakan bagian yang sudah tidak dapat dipisahkan lagi

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja

BAB I PENDAHULUAN. semakin kompleksnya permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyebabkan semakin banyak tuntutan yang dihadapi oleh sekolah-sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit Ridogalih berdiri pada tahun 1934 yang memulai pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. dan gawat darurat (Undang - Undang No 44 tahun 2009). Rumah sakit didirikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terampil maka dalam proses perencanaan tujuan tersebut akan mengalami banyak

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. atau organisasi. Menurut Robbins (2008) perusahaan atau organisasi ini

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

Burnout Pada Pelayan Restoran Kapal Pesiar

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN BURNOUT PADA KARYAWAN CV. INA KARYA JAYA KLATEN NASKAH PUBLIKASI

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN BURNOUT PADA KARYAWAN CV. INA KARYA JAYA KLATEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

pada tahun 1973 yang disebut sebagai sindrom burnout (Farber, 1991). Sedangkan menurut Gehmeyr, 2000 burnout merupakan suatu masalah yang kemunculanny

BAB I PENDAHULUAN. yang berat. Auditor merupakan suatu profesi yang selalu terkait dengan tingkat job stress

KONFLIK DAN STRES KERJA

BAB II KAJIAN TEORITIK. Bernardin (dikutip Rosyid, 1996,) menggambarkan burnout sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. dinamis, sangat memerlukan adanya sistem manajemen yang efektif dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. Semakin sulitnya kondisi perekonomian di Indonesia menjadikan. persaingan diantara perusahaan-perusahaan semakin ketat.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjalankan tugas dan pekerjaanya. SDM merupakan modal dasar pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat, terutama di kota-kota besar. Banyaknya jumlah rumah sakit tersebut

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. pada individu akibat menanggung peran ganda, baik dalam pekerjaan (work)

1. Bagaimana gambaran burnout pada anggota. 2. Mengapa terjadi burnout pada anggota polisi. 3. Bagaimana dampak burnout pada anggota

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi yang berorientasi pada keuntungan finansial maupun organisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perubahan lingkungan yang cepat, yang ditandai dengan kemajuan

Penempatan Pegawai. School of Communication & Business Inspiring Creative Innovation. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan aset penting bagi sebuah perusahaan, dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan kelangsungan hidup seseorang. Perubuhan-perubahan yang terjadi. diberbagai bidang termasuk bidang kesehatan.

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Burnout 2.1.1 Definisi Burnout Istilah burnout pertama kali diutarakan dan diperkenalkan kepada masyarakat oleh Herbet Freudenberger. Freudenberger menggunakan istilah yang pada awalnya digunakan pada tahun 1960- an untuk merujuk pada efek efek penyalahgunaan obat obat terlarang yang akut (Farber, 1991). Menurutnya, burnout sebagai suatu keadaan lelah atau frustasi yang disebabkan oleh cara hidup atau hubungan yang gagal untuk mendapatkan apa yang diharapkan. Jenis individu yang seperti ini pada awalnya memiliki komitmen penuh dan berdedikasi tinggi kepada pekerjaannya. sebagai berikut: Menurut Maslach & Leiter (1997), mendefinisikan burnout Burnout is a syndrome of emotional exhaustion, depersonalization, and reduced personal accomplishment that can occur among individuals who do people work of some kind Definisi dari Maslach menjelaskan bahwa sindrom burnout terdiri dari tiga dimensi yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi, dan rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri yang dialami oleh 10

individu yang bekerja melayani orang lain. Burnout sebagai sindrom ketegangan psikologis yang terdiri dari emotional exhaustion (kelelahan emosi) yang ditandai dengan perasaan frustasi, putus asa, sedih, tidak berdaya, tertekan, merasa terjebak, mudah tersinggung dan konflik. Depersonalisasi ditandai dengan menjauhnya individu dari lingkungan sosial, apatis, dan tidak peduli pada individu disekitarnya. Sedangkan reduced personal accomplishment (rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri) ditandai dengan individu yang merasa tidak puas dengan pekerjaannya, merasa tidak pernah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya maupun individu lainnya. Rice (dalam Kurniawati & Windiyaningrum, 2006) mengatakan bahwa burnout bukan merupakan simptom dari stres terhadap pekerjaan (job stres) tetapi merupakan hasil dari job stres yang tidak mampu diatasi. Stres kerja itu sendiri adalah respon adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan individu atau proses psikologi yang merupakan konsekuensi tindakan, situasi atatu kejadian eksternal (lingkungan) yang menenempatkan tuntutan psikologis ataupun fisik secara berlebihan pada seseorang (Ivancevich & Matteson dalam Luthans, 2006). Farhati & Rosyid (1996), mengemukakan bahwa burnout merupakan sindrom kelelahan emosional, fisik, mental yang ditunjang oleh perasaan rendahnya penghargaan terhadap diri, serta penderitaan stres yang intens dan berkepanjangan. Dalam definisi ini tampak 11

bahwa burnout dapat muncul akibat kondisi internal individu yang ditunjang oleh faktor lingkungan berupa stres yang berlarut-larut. Menurut Poerwandari (2010) burnout adalah kondisi seseorang yang terkuras habis dan kehilangan energi psikis maupun fisik. Biasanya burnout dialami dalam bentuk kelelahan fisik, mental, dan emosional yang terus menerus. Karena bersifat psikobiologis (beban psikologis berpindah ke tampilan fisik, misalnya mudah pusing, tidak dapat berkonsentrasi, mudah sakit) dan biasanya bersifat kumulatif, terkadang persoalan sulit diselesaikan. Dengan demikian, dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa burnout adalah sindrom kelelahan fisik, emosional dan mental yang berdampak pada munculnya depersonalisasi, dan menurunnya personal accomplishment (rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri) yang dialami oleh karyawan dalam bekerja. 2.1.2 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Burnout Menurut Farber, 1983 (dalam Corrigan 1994), karyawan yang mengalami burnout lebih sering absen atau terlambat untuk bekerja daripada rekan-rekan yang tidak mengalaminya, mereka menjadi kurang idealis dan lebih kaku, kinerja mereka menjadi rendah, dan mereka mungkin berkhayal atau sebenarnya berencana untuk meninggalkan profesi (Katarini, 2011). Maslach, kemudian menciptakan alat ukur sindrom burnout yang dialami seseorang, menyatakan bahwa burnout merupakan hasil dari tekanan emosional 12

yang konstan dan berulang, yang diasosiasikan dengan keterlibatan yang intensif dalam hubungan antar individu untuk jangka waktu yang lama. Menurut Baron dan Greenberg (1995) mengungkapkan ada dua faktor yang dipandang mempengaruhi munculnya burnout (Katarini, 2011), yaitu : a. Faktor Eksternal Meliputi lingkungan kerja psikologis yang kurang baik, kurangnya kesempatan untuk promosi, gaji yang diberikan tidak mencukupi, kurangnya dukungan sosial dari atasan, tuntutan pekerjaan, pekerjaan yang monoton. Misalnya, dukungan sosial diartikan sebagai kesenangan, bantuan, yang diterima seseorang melalui hubungan formal dan informal dengan yang lain atau kelompok (Gibson, 1985). Menurut Pines dan Aronson adanya faktor yang saling berinteraksi dalam menimbulkan burnout, yaitu faktor lingkungan kerja dan individu. b. Faktor Internal Meliputi usia, jenis kelamin, harga diri, dan karakteristik kepribadian. Seperti, pengetahuan bahwa saya seorang pria atau saya seorang wanita merupakan salah satu bagian inti dari identitas pribadi, dan di dalam benak kita sudah tertanam siapa itu pria dan siapa itu wanita. Demikian pula tentang pemikiran apa kekhasan perilaku seorang pria dan seorang wanita. Pria dan wanita 13

tidak hanya berbeda secara fisik saja, tetapi berbeda pula dari segi psikologis dan sosiologisnya. Satu hal yang memiliki kontribusi besar terhadap timbulnya burnout, yaitu jika mereka merasa tidak bernilai, tidak dihargai, dan pekerjaan mereka merasa tidak berarti. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa burnout dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal yang meliputi lingkungan kerja psikologis dan faktor internal seperti usia, jenis kelamin, harga diri, dan karakteristik kepribadian. 2.1.3 Gejala Gejala Burnout Menurut Cherniss (1980) menyatakan ketika seseorang mulai memperhatikan tanda-tanda atau gejala-gejala burnout yang biasanya dikaitkan dengan program layanan kemanusian adalah sebagai berikut: a. Resistensi yang tinggi untuk pergi kerja setiap hari. b. Terdapat perasaan gagal di dalam diri. c. Cepat marah dan sering kesal. d. Rasa bersalah dan menyalahkan. e. Isolasi dan penarikan diri. f. Perasaan lelah setiap hari. g. Kaku dalam berpikir dan resisten terhadap pekerjaan. Sedangkan, menurut Greenberg (2002) gejala-gejala yang ditimbulkan dari burnout sebagai berikut : 14

a. Selera humor yang sedikit. b. Tidak adanya waktu istirahat dan pola makan yang tidak teratur. c. Jam kerja melebihi waktu kerja yang biasanya (lembur) dan tidak adanya pekerjaan yang tidak bisa dihindarkan. d. Keluhan keluhan yang menyangkut fisik. e. Penarikan diri; menarik diri dari lingkungan kerja atau para pekerja. f. Sistem pekerjaan tidak sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan. g. Penggunaan dan mengkonsumsi obat penenang dan alkohol untuk / agar tubuh terutama pikiran menjadi rileks. h. Perubahan dalam diri sendiri; kelelahan emosional, hilangnya harga diri, tekanan dan frustrasi. Dari uraian beberapa gejala burnout diatas dapat disimpulkan bahwa gejala burnout disebabkan oleh jam kerja yang terlalu padat, tidak adanya waktu untuk istirahat, keluhan- keluhan yang menyangkut fisik, penarikan diri, penggunaan atau mengkonsumsi obat-obat penenang. 2.1.4 Dimensi Burnout Leiter & Maslach (1997) mengemukakan bahwa burnout terdiri dari 3 (tiga) dimensi, yaitu: 15

a. Emotional Exhaustion Mengacu pada perasaan emosional yang berlebihan yang dikarenakan adanya suatu kontak dengan orang lain. Sumber utama kelelahan ini adalah kelebihan beban kerja dan konflik pribadi di tempat kerja. Mereka merasa lelah dan tidak cukup energi untuk menghadapi hari lain atau orang lain yang membutuhkan. Komponen emotional exhaustion menggambarkan dimensi stres dasar dari burnout. b. Depersonalization Mengacu pada hilangnya respon terhadap seseorang, yang pada umumnya menerima pelayanan atau perawatan. Dimensi ini biasanya berkembang dalam menanggapi kelebihan emotional exhaustion dan melindungi diri sendiri pada awalnya. Komponen depersonalization merupakan dimensi interpersonal burnout. c. Reduced Sense of Personal Accomplishment Mengacu pada menurunnya rasa kompetensi dan mencapai keberhasilan di tempat kerja. Hal ini menurunkan rasa self-efficacy yang dikaitkan dengan depresi dan ketidakmampuan untuk mengatasi tuntutan pekerjaan dan dapat diperburuk oleh kurangnya dukungan sosial dan kesempatan untuk mengembangkan secara profesional. Komponen reduced sense of personal accomplishment merupakan dimensi evaluasi diri dari burnout. 16

2.1.5 Dampak Burnout Pada Pekerja (1997) adalah : Adapun dampak dari burnout menurut Leiter & Maslach a. Burnout is Lost Energy Pekerja yang mengalami burnout akan merasa stres, overwhelmed, dan exhausted. Pekerja juga akan sulit untuk tidur, menjaga jarak dengan lingkungan. Hal ini akan mempengaruhi kinerja performa dari pekerja. Produktivitas dalam bekerja juga semakin menurun. b. Burnout is Lost Enthusiasm Keinginan dalam bekerja semakin menurun, semua hal yang berhubungan dengan pekerjaan menjadi tidak menyenangkan. Kreatifitas, ketertarikan terhadap pekerjaan semakin berkurang sehingga hasil yang diberikan sangat minim. c. Burnout is Lost Confidence Tanpa adanya energi dan keterlibatan aktif pada pekerjaan akan membuat pekerja tidak maksimal dalam bekerja. Pekerja semakin tidak efektif dalam bekerja yang semakin lama membuat pekerja itu sendiri merasa ragu dengan kemampuannya. Hal ini akan memberikan dampak bagi pekerjaan itu sendiri. 17

2.2 Konflik Kerja 2.2.1 Definisi Konflik Kerja Menurut Mangkunegara (2016) konflik kerja adalah pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa yang diharapkan. Gibson, dkk (1985) menyatakan bahwa konflik kerja adalah pertentangan yang terjadi antar individu, antar kelompok, dan antar organisasi yang disebabkan oleh perbedaan komunikasi, tujuan dan sikap. Menurut Luthans (1985) konflik kerja adalah kondisi dimana terjadi ketidakcocokan antara nilai dan tujuan yang ingin dicapai, baik nilai dan tujuan yang ada dalam diri sendiri maupun dalam hubungan dengan orang lain. Flippo (2003) konflik kerja adalah apa yang tampak sebagai pertentangan (konflik) kepribadian diantara dua orang mungkin sebenarnya merupakan cacat-cacat/kekurangan dalam rancangan pekerjaan, yang cenderung untuk berlawanan dengan kebutuhan dan kebudayaan personalia dalam menangani pekerjaan. Dengan demikian, dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa konflik kerja adalah suatu pertentangan diantara dua pihak atau 18

lebih yang timbul akibat berbagai keadaan, karena terjadi ketidaksesuaian antara nilai dan tujuan yang ingin dicapai. 2.2.2 Bentuk Bentuk Konflik dalam Organisasi Menurut Mangkunegara (2016) ada empat bentuk konflik dalam organisasi, yaitu : a. Konflik Hierarki (Hierarchical Conflict) Yaitu konflik yang terjadi pada tingkatan hierarki organisasi. Contohnya, konflik antara komisaris dengan direktur utama, pemimpin dengan karyawan, pengurus dengan anggota koperasi, pengurus dengan manajer, dan pengurus dengan karyawan. b. Konflik Fungsional (Functional Conflict) Yaitu konflik yang terjadi dari bermacam macam fungsi departemen dalam organisasi. Contohnya, konflik yang terjadi antara bagian produksi dengan bagian pemasaran, bagian administrasi umum dengan bagian personalia. c. Konflik Staf dengan Kepala Unit (Line Staff Conflict) Yaitu konflik yang terjadi antara pemimpin unit dengan stafnya terutama staf yang berhubungan dengan wewenang / otoritas kerja. Contoh: karyawan secara tidak formal mengambil wewenang berlebihan. 19

d. Konflik formal informal (Formal Informal Conflict) Yaitu konflik yang terjadi yang berhubungan dengan norma yang berlaku di organisasi informal dengan organisasi formal. Contoh: pemimpin yang menempatkan norma yang salah pada organisasi. 2.2.3 Penyebab Terjadinya Konflik Kerja Menurut Mangkunegara (2016) mengemukakan penyebab terjadinya konflik dalam organisasi, antara lain : a. Koordinasi kerja yang tidak dilakukan, b. Ketergantungan dalam pelaksanaan tugas, c. Tugas yang tidak jelas (tidak ada deskripsi jabatan), d. Perbedaan dalam orientasi kerja, e. Perbedaan dalam memahami tujuan organisasi, f. Perbedaan persepsi, g. Sistem kompetensi insentif (reward), h. Strategi pemotivasian yang tidak tepat. 2.2.4 Cara Mengatasi Konflik Kerja Menurut Mangkunegara (2016) mengemukakan manajemen konflik dapat dilakukan dengan cara antara lain: a. Pemecahan masalah (Problem Solving), b. Tujuan tingkat tinggi (Lipsordinate Goal), c. Perluasan sumber (Expansion of Resources), 20

d. Menghindari konflik (Avoidance), e. Melicinkan konflik (Smoothing), f. Kompromi (Compromise), g. Perintah dari wewenang (Authoritative Commands), h. Mengubah variabel manusia (Altering the Human Variables), i. Mengubah variabel struktural (Altering the Structural Variables), j. Mengidentifikasi musuh bersama (Identifying a Common Enemy). Sedangkan menurut Ivancevich (2006), menyatakan bahwa ada lima gaya penanganan konflik, yaitu : a. Mendominasi (Domination) Kelompok yang berusaha menyelesaikan konflik memberikan fokus yang maksimal pada upaya memenuhi hal-hal yang menjadi kepedulian kelompok tersebut, dan pada saat yang bersamaan memberikan fokus yang minimal pada upaya kekuasaan. Artinya untuk dapat berhasil, pendekatan ini memerlukan kekuasaan yang cukup untuk dapat memaksa kelompok lain. b. Akomodasi (Accomodation) Dalam pendekatan ini salah satu pihak yang berkonflik meminimalkan upaya untuk mengutamakan kepentingan kelompoknya dan member penekanan maksimum pada kebutuhan kelompok lain. 21

c. Memecahkan Masalah (Problem Solving) Menyelesaikan konflik dengan menekankan secara maksimum kepentingan kedua kelompok. Upaya penyelesaian masalah yang baik membutuhkan kesediaan kedua kelompok yang bersengketa untuk bekerja sama mencari penyelesaian terpadu yang dapat memuaskan kebutuhan semua piahak terkait. d. Menghindar (Avoiding) Menghindari konflik (avoiding conflict) tidak akan memberikan keuntungan jangka panjang, pendekatan ini dapat menjadi strategi yang efektif dan tepat dalam beberapa situasi konflik, terutama saat menghindari masalah ditunjukan sebagai alternatif sementara. e. Berkompromi (Compromizing) Berkompromi adalah pendekatan yang berusaha mencari jalan tengah. Kompromi melibatkan kerelaan berkorban lebih banyak dibandingkan pendekataan dominasi, namun tidak sebanyak yang direlakan dalam pendekatan akomodasi. Kompromi menghadapi masalah secara lebih langsung dibandingkan menghindari masalah, namun kedalam pembahasanya tidak sedalam pendekatan mengatasi masalah. 22

2.2.5 Indikator Konflik Kerja Menurut Flippo (2003) yang menjadi indikator-indikator didalam konflik kerja adalah : a. Percekcokan atau perdebatan (kontroversi). b. Ketegangan masalah pribadi. c. Visi yang berbeda dalam pekerjaan. d. Perbedaan pendapat. e. Perbedaan dalam menentukan penyebab permasalahan. f. Perbedaan dalam menentukan solusi permasalahan. g. Perbedaan dalam menentukan cara penyelesaian konflik. h. Konflik emosional. i. Perselisihan pribadi. j. Lelah secara mental dengan pekerjaan. 2.3 Hubungan Konflik Kerja dan Burnout Penelitian tentang pengaruh konlik kerja terhadap burnout sebelumnya sudah diteliti oleh Tommy Dwi Yulianto pada tahun 2010. Dalam penelitian pengaruh konflik kerja terhadap burnout pada karyawan, Penelitian ini menggunakan sampel berjumlah 70 karyawan. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap variabel konflik kerja dan burnout menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan konflik kerja terhadap burnout karyawan sehingga hipotesis yang menyatakan adanya pengaruh konflik kerja terhadap burnout diterima. 23

Penelitian yang dilakukan oleh Firda Firanda tahun 2016. Mengenai pengaruh burnout dan turnover intention terhadap prestasi kerja karyawan divisi marketing PT. Buana Finance TBK, Subyek penelitian ini adalah 147 karyawan. Hasil dari penelitian ini : Ada pengaruh dan signifikan burnout dan turnover intention secara bersama terhadap prestasi kerja dengan sig 0,002<0,05 dan Adjusted R 2 0,069. Penelitian hubungan antara job demands dan job resources dengan burnout pada karyawan head office PT. X Tangerang. Yang dilakukan oleh Selvy Rhahmadia tahun 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara job demands dan job resources dengan burnout pada karyawan. Subjek penelitian adalah 100 karyawan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa job demands memiliki korelasi positif dengan burnout, maka semakin tinggi burnout (kelelahan). Begitu juga sebaliknya, semakin rendah job demands, maka semakin rendah burnout. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa job resources memiliki korelasi negatif dengan burnout, yang berarti semakin rendah job resources, maka semakin tinggi burnout. Begitu juga sebaliknya, semakin tinggi job resources, maka semakin rendah burnout. Dalam penelitian Giri Wicaksono pada tahun 2012, tentang hubungan antara kondisi kerja dengan kelelahan (burnout) di PT. Sandang Jaya Textile. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kondisi kerja dengan kelelahan burnout. sampel dalam penelitian ini berjumlah 120 responden. hasilnya menunjukkan signifikan bahwa korelasi antara hubungan kondisi kerja dengan kelelahan (burnout). 24

Penelitian lain mengenai pengaruh konflik dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan pada PT. ISS Indonesia di Universitas Mercu Buana, pernah pula dilakukan oleh Abdul Azis pada tahun 2016. Penelitian ini dilakukan terhadap 76 responden. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa secara parsial konflik tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan, dan disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Serta konflik dan disiplin kerja berpengaruh secara bersamaan terhadap kinerja karyawan Penelitian yang dilakukan oleh Novarina Christine Koesweri pada tahun 2016. Mengenai pengaruh konflik, stress kerja dan komunikasi terhadap kinerja karyawan di PT. Oceanindo Prima Sarana, sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 50 responden. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konflik tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Kemudian stres kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Sedangkan komunikasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Dalam penelitian Ria Puspita Sari tahun 2015. Mengenai pengaruh stress kerja dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan jambuluwuk malioboro boutique hotel Yogyakarta, sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 202 orang karyawan. Hasil penelitian menemukan bahwa: (1) Stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan. (2) konflik kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan. 25

Sebelumnya pada jurnal penelitian pada tahun 2005 yang dilakukan oleh Carsten K. W. De Dreu dan Bianca Beersma dengan judul Conflict in Organization : Beyond Effectiveness and Performance menunjukkan bahwa adanya konflik pada pekerjaan akan mengurangi efektifitas dan kinerja dalam organisasi. Penelitian Hon (2013) dengan judul The Effects of Group Conflict and Work Stres on Employee Peformancess. Penelitian yang dilakukan terhadap 265 responden karyawan 50 hotel di Cina menunjukan hubungan negatif signifikan antara stres kerja dan konflik kerja dengan kinerja karyawan. 2.4 Kerangka Berpikir Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Konflik Kerja (X) Burnout (Y) 2.5 Hipotesis Berdasarkan uraian teori diatas, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : H 1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara konflik kerja terhadap burnout pada karyawan PT. Setia Pratama Lestari Pelletizing. 26