PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

EVALUASI PENERAPAN PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BOYOLALI

Puji dan syukur di panjatkan kehadirat Allh swt, yang telah memberikan rachmat dan hidayah-

Menyelamatkan Daerah Aliran Sungai (DAS): Saatnya Bertindak Sekarang

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN

Baharuddin Nurkin, Ph.D Lahir : 24 Febr. 1946, Bantaeng Pendidikan formal: M.Sc (Washington State Univ. USA, 1983); Ph.D (University of Idaho, USA, 19

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN KOMITMEN GLOBAL INDONESIA


BAB. IV VISI DAN MISI. pedoman dan pendorong organisasi untuk mencapainya. langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi. Kehidupan organisasi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

I. PENDAHULUAN. mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan melalui peningkatan

X. ANALISIS KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

REVITALISASI KEHUTANAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun ini merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto terpilih

PENUTUP. Degradasi Lahan dan Air

Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

Baca artikel ini,diskusikan kemudian buat rangkuman.

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah memberikan kewenangan secara luas kepada

Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KETERKAITAN KEMAMPUAN MASYARAKAT DAN BENTUK MITIGASI BANJIR DI KAWASAN PEMUKIMAN KUMUH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah lingkungan semakin lama semakin besar, meluas dan serius,

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Konflik yang terjadi di kawasan hutan sering kali terjadi akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

IDENTIFIKASI BENTUK-BENTUK INVESTASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH SEKTOR INDUSTRI

SKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang

Visi TERWUJUDNYA KOTA JAMBI SEBAGAI PUSAT PERDAGANGAN DAN JASA BERBASIS MASYARAKAT YANG BERAKHLAK DAN BERBUDAYA. Misi

Konservasi, Kelestarian dan Kesejahteraan Sebuah Tinjauan Kebijakan

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

BAB XI. SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Pembangunan Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan. bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Studi Kelayakan Pengembangan Wisata Kolong Eks Tambang Kabupaten Belitung TA LATAR BELAKANG

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN. Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Rencana Strategis (RENSTRA)

MARKAS BESAR TENTARA NASIONAL INDONESIA Tim Teknis PWP dalam KLH

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka

1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development)

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAB V. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

PERUNDANG-UNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

Faktor-Faktor Keberhasilan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

Rencana Strategis

PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN DAN PENGGERAK UTAMA PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

Pengaruh Modal Sosial Terhadap Pertalian Usaha Klaster Pariwisata Borobudur

Transkripsi:

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR Oleh: FIERDA FINANCYANA L2D 001 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2006 i

ABSTRAK Isu lingkungan global merupakan awal dari proses perubahan konsep pengelolaan pembangunan di dunia saat ini. Adanya pernyataan tentang pentingnya kesadaran lingkungan yang kemudian disusul dengan terbitnya buku Our Common Future oleh World Commission on Environment and Development (WCED, 1987), menjadikan istilah dan konsep pembangunan berkelanjutan sangat populer. Konsep ini membuat para perencana kota lebih berhati-hati dalam mengelola kota dan lingkungan binaan manusia. Kota pada dasarnya merupakan bagian dari suatu sistem yang berfungsi untuk menaungi segala aktivitas masyarakat yang tinggal di dalamnya, dan sebuah kota pasti memiliki pemerintahan yang memiliki fungsi untuk mengatur dan mengelola kota dan memecahkan masalah-masalah publik. Di Indonesia perkembangan pembangunan perkotaannya banyak mengalami penyimpangan antara konsep dan implementasi, sehingga perkembangan kotanya berjalan lambat dan tidak sesuai dengan target semula. Dewasa ini banyak sekali muncul permasalahan lingkungan, krisis lingkungan hidup akan menjadi suatu ancaman jika sudah berkumulatif dan memiliki kecenderungan untuk semakin meningkat. Masalah lingkungan sering dikaitakan dengan permasalahan moral dan permasalahan perilaku manusia, karena lingkungan hidup bukan semata-mata bersifat teknis. Tidak bisa disangkal bahwa berbagai kasus lingkungan hidup yang terjadi sekarang ini baik dalam tingkat lokal maupun global sebagian besar bersumber pada perilaku manusia. Dengan diketahuinya permasalahan lingkungan hidup yang bersumber pada perilaku maka solusi yang ditawarkan oleh beberapa pakar adalah melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia secara fundamental dan radikal walaupun akan memakan waktu lama karena siafatnya sangat kompleks. Perubahan pola pikir ini menurut Milbrath (1996) dapat digolongkan menjadi dua macam, yang pertama yaitu pola pemikiran yang konservatif atau dapat dikatakan tidak berkelanjutan adalah pola pikir Dominant Social Paradigm (DSP) dan yang kedua adalah New Environmental Paradigm (NEP) yaitu pola pemikiran yang dapat dikatakan memikirkan berkelanjutan lingkungan. DSP, sering diidentikkan dengan pola pikir konvensional, merupakan pola pemikiran yang hanya bersifat jangka pendek dan berdasarkan economic growth semata. Dalam kehidupan sehari-hari pola DSP mendominasi pola pemikiran manusia, karena erat kaitannya dengan faktor budaya dan rutinitas maka tidak dihasilkan suatu pemikiran atau ide-ide yang baru dalam melaksanakan setiap kegiatan. Sedangkan NEP merupakan pola yang bersifat lebih fleksibel dan terbuka menerima semua kritikan dan masukan yang berguna untuk kebaikan dan kelangsungan hidup masyarakat yang berada disekitarnya terutama lingkungan sebagai tempat hidupnya. Kedua pola pemikiran inilah yang kemudian mempengaruhi seseorang dalam proses pengambilan keputusan. Dengan adanya perbedaan diantara DSP dan NEP maka hasil yang akan diperolehpun berbeda sehingga menghasilkan suatu output dan outcome yang berbeda pula, oleh karena itu tindakan yang akan dilakukan selanjutnya tersebut akan sangat mempengaruhi lingkungan tempat manusia tinggal dan beraktivitas. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat dan kemudian memetakan (mapping) cara berpikir stakeholder, dalam hal ini aparatur pemerintah Kota Semarang, dalam pengambilan keputusan perencanaan pembangunan perkotaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mix kuantitatif dan kualitatif dengan menitik beratkan pada pendekatan kualitatif. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa pola pikir yang diadopsi oleh mayoritas aparatur pemerintah adalah pola pikir NEP akan tetapi implementasi yang ada pada kondisi riil di Kota Semarang menunjukkan perbedaan (kontradiktif). Dengan adanya perbedaan hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa pola pikir NEP dalam aparatur pemerintah Kota Semarang masih sebatas dalam diri pribadi aparatur dan tidak dilaksanakan dalam pengelolaan Kota Semarang. Keyword: Pola pemikiran (paradigma), pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dua tantangan global terbesar saat ini adalah pengikisan kemiskinan dan penghentian degradasi lingkungan. Kedua tantangan ini sangat kompleks, saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Kedua hal ini juga termaktub di dalam Millenium Development Goals, dimana masyarakat internasional telah membangun komitmen bersama untuk mengatasinya. Tujuan tersebut termasuk di antaranya penghapusan kemiskinan ekstrim dan kelaparan, dan sekaligus memastikan keberlanjutan kehidupan, yang juga menjadi tujuan dari Global Sustainable Development (WCED, 1987) Pembangunan di Indonesia yang sifatnya sustainable dan berwawasan lingkungan saat ini sangat jarang terjadi. Kalaupun hal itu ada biasanya hanya berupa perencanaannya saja dan hanya tertuang didalam master plan, akan tetapi sebagian besar implementasinya menyimpang dari rencana semula. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor internal (nature) dan eksternal (faktor politik, ekonomi, sosial, budaya) dalam perencanaaan. Faktor internal lebih bersifat alam antara lain kondisi fisik lingkungannya sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang dominan mempengaruhi karena faktor tersebut sifatnya tidak stabil dan selalu berubah tiap saat. Lingkungan hidup adalah semua benda, daya dan kondisi yang terdapat dalam suatu tempat untuk makhluk hidup berada dan dapat mempengaruhi hidupnya, tempat itu sering disebut sebagai ekosistem. Menurut Soemarwoto (2001) ekosistem adalah suatu sistem yang terdiri atas komponenkomponen yang bekerja secara teratur sebagai satu kesatuan. Dalam setiap komponen memiliki masing-masing fungsi dan terjalin suatu mata rantai (life chain). Selama terdapat keteraturan fungsi dan interaksi, maka proses interaksi akan tetap terkendali sedemikian rupa hingga mencapai keseimbangan, sedangkan yang menjadi kesalahan dalam sistem yang berjalan sekarang adalah manusia bertindak sebagai pengendali sistem dan tidak berkedudukan sejajar dengan alam. Perencanaan tata ruang kota selama ini masih saja cenderung terlalu berorientasi pada pencapaian tujuan ideal jangka panjang, yang sering meleset akibat banyaknya ketidakpastian. Menurut Budiharjo (2001), disisi lain terdapat jenis-jenis perencanaan yang disusun dengan landasan ad hoc yang berjangka pendek, kurang berwawasan luas. Sering dilupakan bahwa short term gain akan berakibat pada long term pain. Keterpaduan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan selama ini masih sekedar slogan dan belum terealisasi pada 1

2 kenyataannya. Dalam pengertian bahwa semua akibat dari pola pembangunan sekarang pasti akan menuai dampak di kemudian hari, baik itu merupakan dampak positif maupun negatif. Kualitas dan kuantitas lingkungan yang ada sekarang ini merupakan tanggung jawab semua makhluk untuk menjaga kelestariannya untuk generasi selanjutnya dan bukan untuk dieksploitasi secara maksimal untuk saat ini saja. Pembangunan marak dilaksanakan karena hanya diprioritaskan kepada pertumbuhan ekonomi (economic growth) saja yang sifatnya mengambil keuntungan secara maksimal dalam jangka pendek dan berbasis pada pemberdayaan ilmu pengetahuan dan teknologi secara maksimal. Dewasa ini permasalahan lingkungan kian marak terjadi hingga timbul degradasi lingkungan dan penurunan kualitas lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap kualitas hidup manusia. Permasalahan ini timbul akibat berbagai proses baik yang alami maupun buatan. Proses alami akan dengan sendirinya dapat memulihkan diri karena itu merupakan suatu siklus yang berulang sebagai regenerasi lingkungan, sedangkan yang banyak menimbulkan berbagai dampak negatif sebagian besar adalah proses buatan yang dilakukan oleh manusia (perilaku manusia). Faktor itu antara lain dapat dipicu oleh proses pembangunan dan peraturan/kebijakan yang dikeluarkan kurang bervisi ke depan, keacuhan akan lingkungan hidup disekitarnya, keinginan untuk mengeruk keuntungan ekonomis dengan melakukan pembangunan tanpa disertai AMDAL, pembangunan yang tidak sesuai dengan fungsi lahannya, misalnya sebagai daerah konservasi namun dijadikan sebagai kawasan perumahan, perusakan lingkungan alami misalnya penebangan hutan ilegal (illegal logging), over fishing, reklamasi, pemaprasan bukit untuk perumahan. Dampak-dampak yang terjadi terhadap lingkungan tidak hanya berkaitan dengan satu atau dua segi saja akan tetapi saling berkaitan dan sesuai dengan sifat lingkungan yang memiliki multi mata rantai relasi yang saling mempengaruhi dalam suatu sistem ekologi. Dalam konteks perencanaan pembangunan, Hanson, 1988 (dalam Dahuri, 1996) mendefinisikan perencanaan sumber daya secara terpadu sebagai suatu upaya secara bertahap dan terprogram untuk mencapai tingkat pemanfaatan sumber daya alam secara optimal dengan memperhatikan semua dampak lintas sektoral yang mungkin timbul. Tindakan yang harus dilakukan dengan adanya masalah-masalah lingkungan tersebut adalah dengan pencegahan (preventive) dan penanggulangan (repressive), tidak akan efektif jika hanya ditangani dengan paradigma fisik, ilmu pengetahuan, teknologi dan ekonomi saja, akan tetapi paradigma solusinya harus melibatkan seluruh sektor yang menyangkut ilmu-ilmu yang berkaitan dengan manusia (humanism) (Budiharjo, 2001). Menurut Lang, 1986 (dalam Dahuri, 1996) menyarankan bahwa keterpaduan dalam perencanaan dan pengelolaan sumber daya hendaknya dilakukan dalam tiga tataran (level): teknis, konsulfatif, dan koordinasi. 2

3 Langkah teknis, pada langkah ini segenap pertimbangan teknis, ekonomis, sosial dan lingkungan hendaknya secara seimbang atau proporsional dimasukkan kedalam setiap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Pada langkah konsulfatif, segenap aspirasi stakeholder yang terlibat atau terkena dampak pembangunan harus diperhatikan sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan. Sedang pada langkah koordinasi mensyaratkan diperlukannya kerjasama yang harmonis antar semua pihak yang terkait. Stakeholder kunci yang merupakan pemegang porsi terbesar dalam pembangunan tidak lain adalah pemerintah. Pemerintah merupakan pihak yang mengeluarkan rencana pembangunan kota dan ijin boleh atau tidaknya dilakukan pembangunan yang selanjutnya mengeluarkan kebijakan, oleh karena itulah perubahan pola pikir perlu dilakukan pertama kali didalam setiap individu aparatur pemerintah. Dari perilaku pemerintah inilah yang merupakan dasar dari terjadinya pembangunan yang akan tertuang dalam rencana pembangunan. Perubahan perilaku lingkungan akan fundamental dengan perubahan cara pemikiran. Pola pikir yang sebagian besar digunakan oleh pemerintah saat pelaksanaan pembangunan adalah pola pikir yang konvensional sedangkan produk rencana pada umumnya mengadopsi pola pikir yang menghargai lingkungan. Menurut Milbrath (1996) pola pikir konvensional ini disebut dengan Dominan Social Paradigm (DSP) dan cara pemikiran yang menghargai lingkungan disebut dengan New Environmental Paradigm (NEP). Pembahasan studi kali ini dikhususkan pada pola pikir aparatur pemerintah Kota Semarang berpengaruh pada perencanaan pembangunan dengan Kota Semarang dipilih sebagai case study. Kota Semarang dipilih sebagai studi kasus dikaitkan dengan karakteristik Kota Semarang yang memiliki tiga kawasan yang berbeda yaitu kawasan pantai, kawasan dataran rendah dan kawasan perbukitan yang kesemuanya membawa dampak pembangunan yang saling berkaitan. Karena penelitian ini sifatnya adalah pemetaan pola pikir antara yang kurang bervisi lingkungan atau yang bervisi lingkungan maka permasalahan lingkungan kota Semarang dapat dijadikan studi penelitian. Pola pikir merupakan keluaran atau output yang dihasilkan oleh seseorang maka yang menjadi target penelitian kali ini adalah individu, dan aparatur pemerintah Kota Semarang yang dominan menangani masalah perkotaan. Oleh karena itu, maka yang dijadikan objek penelitian kali ini adalah aparatur pemerintah Kota Semarang. Baik Kota Semarang maupun kota-kota besar lainnya berpusat pada satu sistem pemerintahan yang berada di ibukota negara Indonesia. Dengan adanya regulasi pemerintah mengenai otonomi daerah, memungkinkan bagi masing-masing daerah mengatur daerahnya sendiri, maka mau tidak mau pemerintah daerah Kota Semarang juga turut memajukan pembangunan daerahnya sendiri. Titik berat dari penelitian ini adalalah seberapa jauh kesadaran individu para aparatur pemerintah dalam menyikapi isu lingkungan hidup dalam pembangunan. Bapedal merupakan salah satu badan yang dapat dipergunakan sebagai alat pengukur bahwa Kota 3