Puri Imperium Office Plaza UG 21 Jl. Kuningan Madya Kav 5 6 Jakarta Selatan 12980 Phone/Fax (62-21) 83703156 57 Pandangan PBH PERADI terhadap RUU Bantuan Hukum versi Badan Legislasi DPR - RI info@pbhperadi.org www.pbhperadi.org
Pandangan PBH PERADI terhadap RUU Bantuan Hukum versi Badan Legislasi DPR - RI Diterbitkan oleh Pusat Bantuan Hukum PERADI PBH PERADI, Juli 2010 Disusun dan dipersiapkan oleh: Ahmad F. Assegaf Alexander Lay Anggara Ranyta Yusran Kunjungi PBH PERADI di Situs http://www.pbhperadi.org Blog http://pbhperadi.wordpress.com Follow us http://twitter.com/pbhperadi
I. Komentar Umum Pasal 1 angka 1 Definisi Bantuan Hukum sebaiknya diubah menjadi jenis layanan hukum yang diberikan oleh Advokat dan/atau Organisasi Bantuan Hukum secara Cuma Cuma kepada Penerima Bantuan Hukum Pasal 1 angka 4 Definisi Advokat sebaiknya mengikuti definisi Advokat sebagaimana terdapat dalam UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat Pasal 1 angka 6 Sebaiknya fungsi Komnas Bankum di tinjau ulang bukan menyelenggarakan namun memfasilitasi penyelenggaraan bantuan hukum. Fungsi penyelenggaraan menyebabkan Komnas Bankum berada dalam kedudukan sentral untuk menyelenggarakan bantuan hukum atau justru pemberi bantuan hukum adalah komnas bankum itu sendiri dan ini justru meniadakan, baik langsung maupun tidak langsung, tugas, posisi dan fungsi dari organisasi organisasi bantuan hukum yang telah ada serta konsisten menjalankan bantuan hukum Pasal 4 ayat (4) Belum ada kedudukan Perempuan dan Anak Anak khususnya perempuan korban KDRT dan juga anak anak dalam konflik hukum Pasal 4 ayat (5) Bagaimana dengan klaim konstitusional? Hal ini justru tidak diakomodir oleh RUU Bantuan Hukum Pasal 10 Ketentuan Pasal 10 ini sebaiknya disesuaikan dengan Ketentuan Pasal 16 UU 18/2003 sehingga terdapat duplikasi aturan hukum Pasal 11 ayat (1) huruf c Surat Keterangan Miskin sebaiknya tidak menjadi keharusan, bagaimana dengan kedudukan anak anak yang berada di jalanan atau orang orang miskin lainnya yang tidak diakui secara administratif? Meski dianjurkan mestinya dipikirkan mekanisme lain untuk tidak menyulitkan pemberian bantuan hukum misalnya Surat Pernyataan Miskin Pasal 12 ayat (1) Permohonan Bantuan Hukum yang hanya dapat diajukan pada Komnas Bankum dapat menjadikan kelompok masyarakat miskin menjadi sulit mengakses bantuan hukum. Permohonan bantuan hukum ini seharusnya diajukan oleh orang/masyarakat miskin kepada Advokat dan/atau Organisasi Bantuan Hukum dan/atau Kantor Advokat. Advokat dan/atau Organisasi Bantuan Hukum dan/atau Kantor Advokat inilah seharusnya berhubungan dengan Komnas Bankum Pasal 27 ayat (1) Penunjukkan Komnas Bankum untuk pemberian bantuan hukum sebaiknya diubah menjadi kepada Advokat dan/atau Organisasi Bantuan Hukum dan Komnas Bankum
tidak mempekerjakan advokat dan/atau paralegal secara penuh waktu. Dengan mempekerjakan advokat dan/atau paralegal maka Komnas Bankum justru menjalankan fungsi organisasi bantuan hukum. II. Tentang Komisi Nasional Bantuan Hukum Ketentuan Pasal 1 angka 6 secara diametral justru bertentangan dengan ketentuan Pasal 25 dan Pasal 26. Pasal 1 angka 6 Komisi Nasional Bantuan Hukum yang selanjutnya disingkat Komnas Bankum Pasal 25 Komnas Bankum bertugas: a. menyusun dan menetapkan kebijakan adalah komisi yang berwenang penyelenggaraan bantuan hukum; menyelenggarakan bantuan hukum di b. menyusun dan merumuskan strategi seluruh Indonesia wilayah Negara Republik serta kebijakan umum pemberian bantuan hukum; c. menyusun rencana, menetapkan dan mengelola penggunaan anggaran bantuan hukum; d. menyusun Pedoman Pemberian Bantuan Hukum; e. menerapkan standar atau prinsipprinsip tata kelola pemberian bantuan hukum yang baik; f. menerapkan prinsip efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan anggaran bantuan hukum dan sumber daya manusia;dan g. menyampaikan laporan kegiatan dan keuangan kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal 26 Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Komnas Bankum berwenang: a. membentuk Komnas Bankum Daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota; b. mengkoordinasikan penyelenggaraan bantuan hukum dengan instansi/lembaga terkait; c. mengawasi dan memastikan penyelenggaraan bantuan hukum dan pemberian bantuan hukum dijalankan sesuai asas dan tujuan yang ditetapkan dalam undang-undang ini; dan d. menunjuk Advokat dan Paralegal untuk melaksanakan pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pada Pasal 1 angka 6 begitu pula pada ketentuan Pasal 27 justru menjadikan komnas bankum sebagai organisasi bantuan hukum yang disponsori oleh pemerintah. Komnas Bankum dalam kedudukan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 6 dan Pasal 27 justru menjadi menciptakan birokrasi tersendiri dan bukan fungsi Fasilitasi. Fungsi pemberian bantuan hukum secara langsung sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 12 ayat (1) RUU ini harus dihindari, selain menciptakan kendala akses bantuan hukum yang baru untuk orang/masyarakat miskin juga membuat komnas bankum menjadi organisasi bantuan hukum Kedudukan Komnas Bankum seharusnya hanya memfasilitasi penyelenggaraan pemberian bantuan hukum dan bukan menjadi pemberi bantuan hukum atau menjadi organisasi bantuan hukum yang disponsori oleh pemerintah. Silahkan bandingkan kedudukan Komnas Bankum sebagaimana diatur dalam RUU Bantuan Hukum ini dengan kedudukan Dewan Pers dalam UU 40/1999. III. Pandangan PBH PERADI tentang Kedudukan Komnas Bankum Komnas Bankum seharusnya hanya berfungsi memfasilitasi Advokat/Organisasi Bantuan Hukum dalam memberikan bantuan hukum. Sehingga fungsinya hanya memastikan fasilitasi penyelenggaraan bantuan hukum hukum untuk orang/masyarakat miskin yang memohonkan bantuan hukum dapat tersedia secara tepat waktu dan tepat sasaran. Komnas Bankum juga tidak perlu ada di daerah, cukup berada di Jakarta dan hanya mempekerjakan staf sekretariat saja dan tidak perlu mempekerjakan Advokat. Dengan mempekerjakan staf sekretariat, maka fungsi Komnas Bankum secara tegas adalah fungsi fasilitasi. Fungsi Komnas Bankum yang perlu dipikirkan lainnya adalah fungsi akreditasi Organisasi Bantuan Hukum/Kantor Advokat/Advokat. Akreditasi Organisasi Bantuan Hukum/Kantor Advokat/Advokat hanya bisa dilakukan oleh Komnas Bankum apabila Organisasi Bantuan Hukum/Kantor Advokat/Advokat tersebut mendapatkan rekomendasi dari Organisasi Advokat. Dengan demikian masih terdapat relasi yang kuat antara Komnas Bankum, Organisasi Bantuan Hukum/Kantor Advokat/Advokat, dan Organisasi Advokat. Organisasi Bantuan Hukum/Kantor Advokat/Advokat yang terakreditasi oleh Komnas Bankum berhak untuk mengakses dana bantuan hukum untuk pemberian bantuan hukum bagi penerima bantuan hukum IV. Kedudukan Paralegal dan Mahasiswa Hukum dalam Pandangan PBH PERADI Dalam RUU Bantuan Hukum ini seolah olah Paralegal dan Mahasiswa Hukum adalah suatu entitas terpisah dan mempunyai potensi untuk menjadi pokrol bamboo yang baru yang dapat merusak sistem dan tatanan yang sudah berlangsung selama ini. Tidak ada hubungan khusus yang tercantum antara paralegal dan mahasiswa hukum dengan organisasi bantuan hukum dan organisasi advokat. Beberapa pertentangan ketentuan dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 5, Pasal 5 ayat (3), Pasal 5 ayat (4), dan Pasal 27 ayat (1) dalam RUU tersebut
Pasal 1 angka 5 Pasal 5 ayat (3) Pasal 5 ayat (4) Pasal 27 ayat (1) Paralegal adalah Advokat dapat Paralegal dan Komnas Bankum orang yang melibatkan mahasiswa fakultas menunjuk memiliki latar Paralegal dan hukum memberikan Advokat dan/atau belakang mahasiswa bantuan hukum Paralegal atau pendidikan fakultas hukum dalam bentuk dapat hukum atau dalam memberikan konsultasi hukum dan mempekerjakan memiliki bantuan hukum penyelesaian secara penuh pengalaman sengketa di luar pekerjaan di pengadilan bidang hukum yang membantu pemberian bantuan hukum sesuai dengan Undang-Undang ini. sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Advokat dan/atau Paralegal untuk melaksanakan pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Fungsi Paralegal dan Mahasiswa Hukum jika menilik definisi Pasal 1 angka 5 tidak dapat diketemukan perbedaan yang mencolok oleh karena itu penyebutan mahasiswa hukum dapat disatukan dengan Paralegal. Jika demikian maka fungsi Paralegal harus taat pada asas asas sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 1 angka 5 yaitu berfungsi hanya pada tugas membantu seorang Advokat dalam kantor advokat ataupun Organisasi Bantuan Hukum dan hanya dapat dilakukan dalam kerangka bantuan hukum. Dalam konteks ini maka kedudukan paralegal harus berada dibawah supervisi Advokat dan/atau Organisasi Bantuan Hukum. Ketentuan Pasal 5 ayat (4) jelas menghilangkan fungsi supervisi dari Advokat dan/atau Organisasi Bantuan Hukum. Paralegal tanpa supervisi dari Advokat dan/atau Organisasi Bantuan Hukum dapat menjadi pokrol bambu baru yang telah susah payah dihilangkan, meski dalam fungsi yang sempit yaitu konsultasi hukum dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Paralegal harus diletakkan dalam kedudukan di bawah Advokat/Kantor Advokat/Organisasi Bantuan Hukum, yang terakreditasi oleh Komnas Bankum sehingga paralegal tidak bisa bertindak sendiri atas namanya pribadi dalam memberikan bantuan hukum. Sehingga pertanggungjawaban dari Paralegal beralih menjadi pertanggungjawaban Advokat/Kantor Advokat/Organisasi Bantuan Hukum tersebut. Jika Paralegal tersebut tidak lagi bekerja membantu Advokat/Kantor Advokat/Organisasi Bantuan Hukum dalam pemberian bantuan hukum, maka ia tidak diperbolehkan lagi menjalankan fungsi bantuan hukum. V. Kedudukan Staf Pengajar/Dosen dalam Pandangan PBH PERADI Staf Pengajar diatur dalam Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (5) RUU Bantuan Hukum. Meski tidak dinyatakan secara eksplisit, staf pengajar ataupun dosen adalah staf pengajar/dosen Fakultas Hukum pada sebuah Universitas.
Untuk Universitas universitas swasta, kedudukan staf pengajar pada fakultas hukum pada umumnya tidak membuat kesulitan tersendiri karena juga biasanya staf pengajar yang aktif dalam LKBH Universitas swasta tersebut juga memiliki status sebagai Advokat. Masalah akan muncul apabila staf pengajar/dosen yang aktif dalam LKBH tersebut tidak berkualifikasi sebagai Advokat ataupun apabila ia adalah dalam kedudukan sebagai PNS di Universitas Negeri. Untuk staf pengajar/dosen fakultas hukum universitas swasta yang aktif dalam LKBH namun tidak berstatus sebagai advokat kedudukannya sama halnya dengan paralegal sehingga pengaturannya harus tunduk pada pengaturan paralegal dalam RUU Bantuan Hukum. Dan LKBH universitas swasta tersebut harus persamakan statusnya dengan Organisasi Bantuan Hukum Sepanjang LKBH Universitas Negeri dan staf pengajar yang berstatus sebagai PNS, PBH PERADI mempunyai dua alternatif usulan Alternatif 1 LKBH tersebut diakreditasi oleh Organisasi Advokat yang akan dipersamakan kedudukannya sebagai Organisasi Bantuan Hukum dan para pengurusnya hanya bisa bertindak sebagai kuasa hukum apabila ia masih bekerja / aktif sebagai pengurus di LKBH. Alternatif 2 LKBH tersebut memisahkan fungsi pengurus dengan fungsi eksekutif, sehingga para pengurus LKBH tetap para dosen pada FH UNiversitas Negeri tersebut, sementara yang menjalankan fungsi kantor sehari hari diserahkan pada badan eksekutif yang dapat terdiri dari seorang atau lebih advokat dan dibantu oleh paralegal. Badan Eksekutif tersebut, merupakan pegawai/staf LKBH yang di pekerjakan secara professional. Dengan demikian, LKBH Universitas Negeri tersebut, tidak terkendala dengan status para pengurus yang juga PNS tersebut. VI. Tentang Dana Bantuan Hukum Harus dipastikan dengan terbentuknya Komnas Bankum ini maka dana dana bantuan hukum yang terdapat di MA dan kementerian kementerian, serta lembaga lembaga negara terkait harus dialihfungsikan kepada dana Bantuan Hukum yang dikelola oleh Komnas Bankum sehingga tidak terjadi duplikasi anggaran pada APBN