BAB 5 HASIL PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
Nama pewawancara :. Tanggal wawancara :./../

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin. penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%,

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

Departemen Kesehatan Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4,48 Ha yang meliputi 3 Kelurahan masing masing adalah Kelurahan Dembe I, Kecamatan Tilango Kab.

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya lebih dari satu milyar kasus gastroenteritis atau diare. Angka

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

UKDW. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita

KUESIONER GAMBARAN BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INSIDENSI DIARE PADA BALITA DI RSU SARASWATI CIKAMPEK PERIODE BULAN JULI 2008

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan balita. United Nations Children's Fund (UNICEF) dan

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 4 METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan desain studi Cross Sectional yang bertujuan

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini manifestasi dari infeksi system gastrointestinal yang dapat disebabkan berbagai

IV. KONDISI UMUM PENELITIAN

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kematian bayi (AKB) masih cukup tinggi, yaitu 25 kematian per 1000

BAB I PENDAHULUAN. terjadi karena adanya hubungan interaktif antara manusia, perilaku serta

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan tolak ukur yang digunakan. dalam pencapaian keberhasilan program dengan berbagai upaya

Oleh: Aulia Ihsani

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), diare adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Diare merupakan salah satu dari gangguan kesehatan yang lazim. dan Indonesia (Ramaiah, 2007:11). Penyakit diare merupakan masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Laporan WHO tahun 2015 menyebutkan bahwa diare masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lebih dalam sehari. Dengan kata lain, diare adalah buang air besar

BAB I PENDAHULUAN juta kematian/tahun. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk meningkatkan derajat kesehatan dalam rangka memperbaiki kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diperhatikan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) 9) terjadinya komplikasi pada mukosa.

BAB 5 : PEMBAHASAN. penelitian Ginting (2011) di Puskesmas Siantan Hulu Pontianak Kalimantan Barat mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Pada usia balita merupakan masa perkembangan tercepat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di Puskesmas Sidomulyo Kecamatan Boliyohuto Kabupaten

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. Sampai saat ini diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat menekankan pada praktik-praktik kesehatan (Wong, 2009). Di dalam

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya meninggal serta sebagian besar anak-anak berumur dibawah 5

KERANGKA ACUAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT DIARE

BAB I PENDAHULUAN. yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Lingkungan yang diharapkan adalah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh kali sehari, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2

HUBUNGAN SANITASI DASAR RUMAH DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA BENA NUSA TENGGARA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Pada satu sisi pertambahan jumlah kota-kota modern menengah dan

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Diare adalah penyebab kematian yang kedua pada anak balita setelah

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita

BAB I PENDAHULUAN. termasuk debu, sampah dan bau. Masalah kebersihan di Indonesia selalu

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. trakea bahkan paru-paru. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara

KUESIONER PENELITIAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA DIARE DI KELURAHAN HAMDAN KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN TAHUN : Tidak Tamat Sekolah.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perilaku adalah suatu tindakan atau perbuatan yang bisa kita amati bahkan

ANALISIS DISTRIBUSI PENYAKIT DIARE DAN FAKTOR RESIKO TAHUN 2011 DENGAN PEMETAAN WILAYAH DI PUSKESMAS KAGOK SEMARANG

I. PENDAHULUAN. bersifat endemis juga sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

BAB 5 HASIL PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: faktor keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku dan lingkungan.

METODE PENELITIAN. d 2. dimana n : Jumlah sampel Z 2 1-α/2 : derajat kepercayaan (1.96) D : presisi (0.10) P : proporsi ibu balita pada populasi (0.

BAB III METODA PENELITIAN. A. Jenis/ Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan. wawancara menggunakan kuesioner dengan pendekatan cross sectional.

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan bagi setiap orang agar tewujud derajat kesehatan yang optimal.

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. secara adil serta merata (Depkes RI, 2009). Masalah penyehatan lingkungan

Grafik 1.1 Frekuensi Incidence Rate (IR) berdasarkan survei morbiditas per1000 penduduk

BAB V HASIL PENELITIAN. Pada bab ini membahas tentang hasil penelitian terhadap Hubungan Penyuluhan Ibu

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. juga dipengaruhi oleh tidak bersihnya kantin. Jika kantin tidak bersih, maka

4. HASIL PENELITIAN. Pengetahuan ibu..., Niluh A., FK UI., Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan. Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2009, p.98).

PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN CERNA BAGIAN BAWAH

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Anak usia sekolah di Indonesia ± 83 juta orang (

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Oleh : Januariska Dwi Yanottama Anggitasari J

BAB I PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB V HASIL. Kelurahan Bidara Cina merupakan salah satu dari delapan kelurahan yang

Transkripsi:

BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kelurahan Sumur Batu Kelurahan merupakan salah satu dari delapan yang ada di Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat terdiri dari 7 Rukun Warga dan 41 Rukun Tetangga dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara : Kelurahan Padurenan Kecamatan Mustika Jaya Sebelah Timur : Desa Burangkeng Kabupaten Bekasi Sebelah Selatan : Desa Taman Rahayu Kabupaten Bekasi Sebelah Barat : Kelurahan Cikiwul Kecamatan Bantargebang Letak kota Pemerintahan Kelurahan Sumurbatu berada di sebelah tenggara dari Kota Pemerintahan Kecamatan Bantargebang, dengan luas ± 568.995 ha. Dari luas ± 568.995 ha areal yang ada, sekitar 318 ha dipergunakan untuk pemukiman penduduk dan pertanian, sedangkan sisanya dipergunakan untuk sarana gedung perkantoran dan prasarana pendidikan serta tempat pembuangan akhir (TPA) Pemda DKI 20 ha dan Kota Bekasi 17 ha. Keberadaan lokasi TPA Bantargebang membawa dampak tersendiri bagi masyarakat sekitarnya. Permasalahan lain yang dihadapi dengan adanya lokasi TPA sampah adalah adanya udara yang tidak bersahabat di wilayah Kelurahan Sumurbatu dan sekitarnya akibat bau yang tidak sedap apabila tersengat hidung. 5.2 Puskesmas Bantargebang I 5.2.1 Geografis Puskesmas Bantar Gebang I Puskesmas Bantargebang I terletak di jalan Narongong Raya Km. 10 No. 75 Kelurahan Bantar Gebang. Batas-batas wilayah Puskesmas Bantar Gebang I : Sebelah Utara : Kelurahan Padurenan Kecamatan Bantargebang Sebelah Timur : Kecamatan Setu Kabupaten Bekasi Sebelah Selatan : Kecamatan Cilengsi Kabupaten Bekasi Sebelah Barat : Desa Mustikasari Kecamatan Mustika Jaya dan Kelurahan Bojong Menteng Kecamatan Bojong Rawa. 39

40 Luas wilayah kerja Puskesmas bantar Gebang I adalah 18,54 km 2. Puskesmas Bantar gebang I mempunyai wilayah kerja 4 kelurahan, yaitu: 1. Kelurahan Bantar Gebang 2. Kulurahan Cikiwul 3. Kelurahan Ciketing Udik 4. Kelurahan Sumur Batu Letak Puskesmas Bantargebang sangat strategis, dimana wilayahnya merupakan perbatasan antara Kota Bekasi dengan Kabupaten Bogor. Namun, masalah transportasi masih menjadi masalah bagi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Bantar Gebang I karena masih banyak wilayah-wilayah pedesaan yang tidak terjangkau angkutan umum sehingga harus menggunakan ojek motor untuk transportasi sehari-hari termasuk untuk menuju ke Puskesmas Bantar Gebang I. 5.2.1 Demografi Kecamatan Bantar Gebang I penduduk sebanyak 66.618 jiwa dan jumlah kepala keluarga 19.763 KK. penduduk menurut umur yang tertinggi berada pada umur 22-59 tahun, yaitu sebanyak 29.894 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk jika dilihat dari Kelurahannya, maka jumlah penduduk yang tertinggi ada di kelurahan Bantar Gebang, yaitu sebanyak 24.891 jiwa dan terendah pada kelurahan Sumur Batu, yaitu 7.703 jiwa. Untuk lebih jelasnya jumlah penduduk menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 5.1 Tabel 5.1 Penduduk Menurut Umur Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2008 Kelurahan penduduk (tahun) < 1 1-4 5-6 7-12 13-15 16-21 22-59 60 Bantar gebang 420 1.550 964 3.119 2.190 3.545 12.752 351 24.891 Cikiwul 234 1.658 2.432 2.542 1.405 2.752 5.083 1.119 17.225 Ciketing Udik 381 1.057 511 1.039 802 1.872 9.281 1.856 16.799 Sumurbatu 429 528 503 817 1.266 961 2.778 421 7.703 1.464 4.793 4.410 7.517 5.663 9.130 29.894 3.747 66.618 Sumber: TU Puskesmas bantar Gebang I

41 5.2.2 Angka Kesakitan (Mordibitas) Dari tabel 5.2 dapat dijelaskan bahwa angka kesakitan yang selalu tertinggi dari tahun 2006 2008 adalah penyakit ISPA. Penyakit diare dari tahun 2006 2008 selalu meningkat dan pada tahun 2008 penyakit diare merupakan urutan ke-4 tinggi dari 10 penyakit di Puskesmas Bantar Gebang I. angka kesakitan diare pada tahun 2008 sebanyak 2.890 jiwa. Angka kesakitan di Puskesmas Bantar Gebang I dapat di lihat pada Tabel 5.2 Tabel 5.2 Sepuluh Besar Penyakit di Puskesmas Bantar Gebang I Tahun 2006 2008 No Jenis Penyakit Cakupan Kunjungan Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 1 ISPA 15.235 15.364 15.271 2 Penyakit Gigi 10.356 10.311 9.986 3 Gastritis 5.094 4.368 6.157 4 Diare 1.547 1.575 2.890 5 Penyakit Kulit 3.344 2.670 1.961 6 Penyakit mata 1.218 904 1.511 7 Myalgia 802 937 1.219 8 Obs. Febris 2.568 1.786 753 9 Penyakit telinga 535 530 584 10 Stomatitis 903 731 495 Sumber: TU Puskesmas bantar Gebang I 5.3 Analisa Univariat Berdasarkan pada hasil dari wawancara terhadap responden serta pengukuran angka kepadatan lalat, diperoleh hasil sebagai berikut : 5.3.1 Analisis Distribusi Frekuensi Angka Kepadatan lalat Pada Tabel 5.3 terlihat bahwa hasil pengukuran angka kepadatan lalat (didalam dan luar rumah) dengan menggunakan alat fly grill, diketahui bahwa 74,5% (82 responden) mempunyai angka kepadatan lalat tinggi dan angka kepadatan lalatnya rendah sebesar 25,5% (28 responden).

42 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Angka Kepadatan Lalat di Rumah Balita yang Bermukim disekitar TPA Bantar Gebang Bekasi Tahun 2009 Angka kepadatan lalat (dalam dan luar rumah) Frekuensi Presentase (%) Tinggi 82 74,5 Rendah 28 25,5 Total 110 100 5.3.2 Analisis Distribusi Frekuensi Kejadian Diare pada Balita Pada Tabel 5.4 terlihat bahwa dari hasil wawancara dengan responden mengenai kejadian diare pada balita, diketahui bahwa 44,4 % (49 balita) pernah mengalami kejadian diare dalam 2 minggu terakhir dan 55,5% (61 balita) yang tidak mengalami diare dalam 2 minggu terakhir. Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kejadian Diare pada Balita yang Bermukim disekitar TPA Bantar Gebang Bekasi Tahun 2009 Penderita Diare Frekuensi Presentase (%) Ya 49 44,5 Tidak 61 55,5 Total 110 100 5.3.3 Analisis Distribusi Frekuensi Variabel Confounding Berdasarkan Karakteristik Balita, Karakteristik Perilaku Ibu, dan Karakteristik Sumber Air terhadap Kejadian Diare Balita Dari Tabel 5.5 dapat diketahui distribusi frekuensi faktor confounding yang mempengaruhi kejadian diare pada balita di sekitar TPA Bantar Gebang Kota Bekasi. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan responden mengenai karakteristik balita, meliputi: status gizi pada balita, diketahui bahwa 8,2 % (9 balita) yang status gizinya kurang dan baik sebesar 91,8% (101 balita); imunisasi campak pada balita, diketahui bahwa 13,6 % (15 balita) yang tidak imunisasi campak dan 86,4% (95 balita) yang melakukan imunisasi campak; dan mengenai pemberian ASI Eksklusif pada balita, diketahui bahwa 58,2 % (64 balita) yang tidak ASI eksklusif dan 41,8% (46 balita) yang ASI eksklusif.

43 Berdasarkan hasil wawancara dengan responden mengenai perilaku ibu untuk mencuci tangan, diperoleh sebanyak 56,4 % (60 responden) yang tidak memiliki perilaku mencuci tangan dan 43,6% (48 responden) yang memiliki perilaku mencuci tangan sedangkan perilaku menutup makanan dengan tudung saji, diketahui bahwa 56,4 % (17 responden) yang tidak melakukan kebisaan menutup makanan dengan tudung saji dan 84,5% (93 responden) yang melakukan menutup makanan dengan tudung saji, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.5 Berdasarkan hasil wawancara dengan responden mengenai sumber air bersih yang biasa digunakan, diketahui bahwa 28,2% (31 responden) yang memiliki sumber air bersih sumur gali dan 71,8% (79 responden) yang memiliki sumber air bersih SGL dengan mesin pompa/bor sedangkan sumber air minum yang biasa digunakan, diketahui bahwa 21,8% (24 responden) yang menggunakan sumber air minum sumur gali, 51,8% (57 responden) yang menggunakan sumber air minum sumur pompa mesin/bor, dan 26,4% (29 responden) yang menggunakan sumber air minum dari air isi ulang, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.5 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Balita, Karakteristik Ibu, dan Sumber Air Balita yang Bermukim Disekitar TPA Bantar Gebang Bekasi Tahun 2009 Variabel Confounding Karakteristik Balita Status Gizi - Kurang - Baik Imunisasi Campak - Tidak - Ya Pemberian ASI Eksklusif - Tidak - Ya N % 9 101 110 15 95 110 64 46 110 8,2 91,8 100 13,6 86,4 100 58,2 41,8 100

44 Lanjutan, Variabel Confounding Karakteristik Perilaku ibu Mencuci tangan - Buruk - Baik Menutup makanan - Tidak - Ya Karakteristik Sumber Air Air Bersih - Sumur gali - SGL pompa mesin/bor Air Minum - Sumur - Air isi ulang N % 62 48 110 17 93 110 31 79 110 81 29 110 56,4 43,6 100 15,5 84,5 100 28,2 71,8 100 73,6 26,4 100 5.4 Analisa Bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variable pengganggu dengan variable terikat. 5.4.1 Hubungan antara Angka Kepadatan Lalat dengan Kejadian Diare pada Balita Berdasarkan hasil uji statistik antara angka kepadatan lalat dengan kejadian diare bahwa terlihat ada hubungan yang signifikan antara kepadatan lalat di rumah dengan kejadian diare pada balita. Bahwa risiko terjadinya diare pada kelompok balita yang mempunyai kepadatan lalat yang tinggi sebesar 5,3 kali dibandingkan pada kelompok balita yang mempunyai kepadatan lalat rendah, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.6 Tabel 5.6 Hubungan Antara kepadatan lalat dengan Kejadian Diare pada Balita yang Bermukim disekitar TPA Bantar Gebang Bekasi Tahun 2009 Diare Balita Kepadatan lalat Sakit Tidak sakit N % N % Tinggi 44 53,7 38 46,3 Rendah 5 17,9 23 82,1 OR 95% CI Pvalue 5,326 1,845-15,375 0,002

45 5.4.2 Hubungan antara Variabel Confounding dengan Kejadian Diare pada Balita Berdasarkan hasil uji statistik antara variabel status gizi dengan kejadian diare bahwa terlihat tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian diare pada balita. Hasil uji statistik antara variabel imunisasi campak dengan kejadian diare bahwa terlihat tidak ada hubungan yang bermakna antara imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita. Secara statistik bahwa antara variabel pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian diare bahwa terlihat tidak ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian diare pada balita. Berdasarkan hasil uji statistik antara variabel perilaku ibu mencuci tangan dengan kejadian diare bahwa terlihat ada hubungan yang bermakna antara perilaku ibu mencuci tangan dengan kejadian diare pada balita. Bahwa risiko terjadinya diare pada kelompok balita dengan perilaku ibu mencuci tangan tidak baik sebesar 3,1 kali dibandingkan pada kelompok balita dengan perilaku ibu mencuci tangan dengan baik. Berdasarkan hasil uji statistik antara variabel perilaku menutup makanan dengan kejadian diare bahwa terlihat ada hubungan yang bermakna antara menutup makanan dengan kejadian diare pada balita. Bahwa risiko terjadinya diare pada kelompok balita yang mempunyai perilaku ibu tidak menutup makanan sebesar 3,6 kali dibandingkan pada kelompok balita yang mempunyai perilaku ibu menutup makanan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.7 Berdasarkan hasil uji statistik antara variabel sumber air bersih dengan kejadian diare bahwa terlihat tidak ada hubungan yang bermakna antara sumber air bersih dengan kejadian diare pada balita. Hasil uji statistik antara variabel sumber air minum dengan kejadian diare bahwa terlihat ada hubungan yang signifikan antara sumber air minum dengan kejadian diare pada balita. Bahwa risiko terjadinya diare pada kelompok balita yang menggunakan sumber air minum dari sumur sebesar 2,6 kali dibandingkan pada kelompok balita yang menggunakan sumber air minum dari air isi ulang, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.7

46 Tabel 5.7 Hasil Hubungan antara Faktor Confounding dengan Kejadian Diare pada Variabel Confounding Balita yang Bermukim disekitar TPA Bantar Gebang Bekasi Tahun 2009 Diare Balita Sakit Tidak sakit N % N % OR 95% CI Nilai p Karakteristik Balita Status Gizi - Kurang 4 44,4 5 55,6 0,996 0,252-3,926 1,00 - Baik 45 44,6 56 55,4 Imunisasi Campak - Tidak 6 40 9 60 0,806 0,266-2,444 0,919 - Ya 43 45,3 52 54,7 Pemberian ASI Eksklusif - Tidak 29 44,6 36 55,4 1,007 0,469-2,163 1,00 - Ya 20 44,4 25 55,6 Karakteristik Perilaku ibu Mencuci tangan - Buruk 35 56,5 27 43,5 3,148 1,415-7,004 0,008 - Baik 14 29,2 34 70,8 Menutup makanan - Tidak 12 70,6 5 29,4 3,632 1,182-11,165 0,037 - Ya 37 39,8 56 60,2 Karakteristik Sumber Air Air Bersih - Sumur gali 16 51,6 15 48,4 1,487 0,646-3,425 0,471 - SGL pompa 33 41,8 46 58,2 mesin/bor Air Minum - Sumur 18 62,1 11 37,9 2,639 1,102-6,323 0,046 - Air isi ulang 31 38,3 50 61,7

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan penelitian Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan-keterbatasan, antara lain: 1. Desain penelitian ini adalah cross-sectional, yaitu rancangan penelitian yang pengamatan dan pengukuran variabel independen dan variabel dependen dilakukan dalam waktu bersamaan atau pengukuran paparan dan outcome dilakukan sesaat. Lalat yang merupakan variabel independen utama diukur pada saat dilakukan obeservasi dan pengukuran, dimana kejadian diare pada balita telah terjadi. Hal ini menunjukkan lemahnya hubungan kausal yang menuntut sekuensi waktu yang jelas, yaitu paparan harus mendahului penyakit. 2. Penetapan kasus diare tanpa disertai pemeriksaan kllinis, hanya didasarkan jawaban dari pertanyaan pada saat wawancara mengenai tanda-tanda diare, yaitu buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya selama 14 hari terakhir. 3. Adanya kemungkinan bias informasi. - Bias informasi kemungkinan dapat terjadi bila terdapat salah pengertian atau pemahaman terhadap pertanyaan yang diajukan sehingga terjadi kesalahan dalam menjawab pertanyaan. - Beberapa jawaban pertanyaan kuesioner sangat tergantung kemampuan daya ingat responden (recall bias). Terdapat beberapa pertanyaan yang memerlukan ingatan, seperti waktu terjadi anak diare, lamanya pemberian ASI eksklusif - Kemungkinan kesalahan pengukuran (measurement bias) dapat terjadi akibat kesalahan dalam pengukuran angka kepadatan lalat. 4. Adanya sampel yang homogen, seperti: status gizi dan imunisasi campak sehingga sulit untuk dibandingkan. 46

47 6.2 Hasil Penelitian 6.2.1 Kepadatan Lalat Lalat merupakan salah satu perantara yang memungkinkan perpindahan kuman tinja terhadap makanan. Dalam penelitian ini diperoleh informasi bahwa proporsi angka kepadatan lalat yang tinggi lebih banyak menimbulkan balita sakit diare dibandingkan angka kepadatan lalat rendah. Secara bivariat ditemukan hasilnya bahwa ada hubungan yang signifikan antara angka kepadatan lalat dengan kejadian diare pada balita. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari Yang Bai et al, (1997) dikutip dari World Journal of Gastroenterology (2004) dalam penelitiannya mengenai risiko kejadian diare pada anggota militer yang menjalani latihan di Cina Selatan menyatakan bahwa kepadatan lalat di kamar kecil tempat pelatihan mempunyai peranan utama dalam kejadian diare, dimana semakin tinggi angka kepadatan lalat di kamar kecil maka semakin tinggi angka kejadian diare pada anggota militer peserta pelatihan. Fotedar (2001) seperti dikutup dari Tropical Biomedicine (2005), yang menyatakan bahwa lalat rumah menjadi vektor penular potensial dalam kejadian luar biasa penyakit Vibrio cholerae di India dan Greenberg (1973) seperti dikutip dari Tropical Biomedicine (2008), yang menyatakan bawa transmisi mikroba oleh lalat rumah dapat terjadi secara mekanis maupun biologis dimana pada transmisi secara mekanis, semua bagian luar tubuh lalat rumah merupakan tempat yang potensial untuk membawa mikroba. Untuk mengurangi atau menghilangkan tempat perindukan lalat, dapat dilakukan upaya perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan rumah. Selain itu, perlunya melindungi makanan, peralatan makan, dan orang yang kontak dengan lalat dapat dilakukan dengan cara: jendela dan tempat-tempat terbuka dipasang kawat kasa, pintu masuk dilengkapi dengan gorden anti lalat, penggunaan tudung saji untuk menutup makanan, dan memasang stik perekat anti lalat jika diperlukan.

48 6.2.2 Status Gizi Dengan Kejadian Diare pada Balita Status gizi menurut Depkes RI (2002) adalah salah satu faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare adalah kurang gizi. Beratnya penyakit lama dan risiko kematian karena diare meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi terutama gizi buruk. Walaupun dalam hasil penelitian ini belum dapat membuktikan secara uji statistik yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian diare pada balita. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sjaefudin, 2006 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan balita sakit diare antara status gizi kurang baik dan status gizi baik (p=0,563). Namun, pada penelitian Pebrianti (2003) dinyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian diare pada balita. Hal ini bukan berarti status gizi buruk tidak mempunyai hubungan dengan kejadian diare, akan tetapi kemungkinan yang terjadi karena keterbatasan penelitian dalam jumlah sampel yang digunakan. Terlihat bahwa perbandingan antara status gizi baik dan buruk tidak imbang sehingga kurang untuk dibandingan antara balita yang mempunyai status gizi baik dan buruk. Untuk mengetahui hubungan antara status gizi dan kejadian diare pada balita, sebaiknya dapat dilakukan penambahan sampel penelitian. Penambahan sampel tersebut dilakukan agar diperolehnya perbandingan antara status gizi baik dan buruk balita. 6.2.3 Imunisasi Campak Dengan Kejadian Diare pada Balita Pada penyakit diare sering timbul menyertai penyakit campak. Oleh karena itu pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah penyakit diare dan harus dilakukan segera pada anak berumur 9 bulan (Depkes RI, 2000). Hasil penelitian ini secara statistik bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita. Walaupun demikian, proporsi balita yang sudah diimunisasi campak dengan menderita diare lebih besar di bandingkan dengan balita yang belum diimunisasi campak. Hal ini dikarenakan hasil univariat tidak seimbang sehingga kurang untuk dibandingan antara balita yang diimunisasi campak dan tidak diimunisasi campak.

49 Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sjaefudin (2006) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan balita sakit diare antara yang tidak mendapat imunisasi campak dibandingkan dengan yang mendapat imunisasi campak (p=0,33). Namun, pada penelitian Trimulyaningsih (2006) dingatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita (p= 0,002). Untuk mengetahui hubungan antara imunisasi campak dan kejadian diare pada balita, sebaiknya dapat dilakukan penambahan sampel penelitian. Penambahan sampel tersebut dilakukan agar diperolehnya perbandingan antara balita yang sudah dan belum diimunisasi campak. 6.2.4 Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian Diare pada Balita Pemberian ASI eksklusif yaitu mendapat ASI tanpa makanan tambahan lainnya minimal 6 bulan. Dari hasil penelitian ini sesuai, menurut Depkes (2003) yang menyatakan ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi, mempunyai khasiat preventif secara immunologik. ASI juga turut memberikan perlindungan terhadap penyakit diare, dimana pada bayi baru lahir pemberian ASI secara penuh mempunyai daya tahan 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Walaupun dalam hasil penelitian ini belum dapat membuktikan secara uji statistik yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada balita. Tidak ada hubungan yang bermakna ini dimungkinkan karena kekebalan alami yang diperoleh dari ASI yang diberikan pada balita sehingga masih bisa menahan dari terjangkitnya oleh suatu penyakit. Kemungkinan lain juga disebabkan karena balita yang diteliti berusia 9-59 bulan, sehingga asi eksklusif (0-6 bulan) kondisi yang telah dilalui. Hasil ini sesuai dengan penelitian Luza (2003) yang menyatakan ASI eksklusif tidak memiliki hubungan bermakna dengan timbulnya penyakit diare. 6.2.5 Perilaku Ibu Cuci Tangan Dengan Kejadian Diare pada Balita Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang mempunyai peranan besar dalam penularan kuman penyakit diare adalah

50 mengenai cuci tangan dengan sabun terutama sesudah buang air besar. Setelah dilakukannya uji statistik didapatkan nilai p= 0,008 sehingga terlihat bahwa ada hubungan yang signifikan kejadian diare pada balita dengan perilaku ibu mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir. Hasil penelitian ini sesuai dengan dikemukakan oleh Depkes RI (2005) bahwa mencuci tangan dengan sabun terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum memberi makan anak, dan sebelum menyiapkan makanan mempunyai dampak dalam kejadian diare. Salah satu bentuk perilaku yang efektif dan efisien dalam upaya pencegahan pencemaran adalah mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Curtis dan Cairncross (2003) dalam studinya mengemukakan bahwa praktik mencuci tangan dengan sabun dapat mengurangi insiden diare sebanyak 42-47%. Artinya, langkah sederhana ini dapat menyelamatkan sakitar satu juta anak di dunia tiap tahun. Upaya pencegahan terjadinya diare dapat dilakukan dengan cara mengadakan penyuluhan oleh ibu kader saat ada posyandu, pengajian, dan arisan RT-RW. Penyuluhan tersebut tentang pentingnya mempunyai perilaku mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir. 6.2.6 Perilaku Ibu Menutup Makanan Menutup makanan yang tersaji dimeja makan dengan menggunakan tudung saji adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan upaya penyehatan makanan agar makanan tersebut terhindar dari pengotoran yang diakibatkan oleh debu, serangga, lalat, atau binatang-binatang lainnya (Depkes RI, 1989). Berdasarkan perhitungan secara statistik bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku menutup makanan dengan kejadian diare pada balita. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Ermawan (2008) bahwa ada hubungan yang signifikan perilaku menutup makanan yang tersaji menggunakan tudung saji dengan menderita diare. Namun, hasil penelitian Saefudin (2006) dinyatakan bahwa tidak ada hubungan kebiasaan menutup makanan siap saji dengan kejadian diare pada balita. Walaupun demikian, jumlah responden

51 mempunyai perilaku menutup makanan siap saji dengan baik terhadap kejadian diare lebih besar dibandingkan responden yang tidak mempunyai perilaku menutup makanan siap saji dengan baik terhadap kejadian diare pada balita. Tingginya jumlah responden mempunyai perilaku menutup makanan siap saji dengan baik terhadap kejadian diare diperkirakan adanya kemungkinan kontaminasi makanan di tempat penyimpanan makanan, tempat peralatan makanan, maupun melalui tangan ibu. Oleh karena itu, untuk mencegah kejadian diare pada balita dapat dilakukan dengan cara menghindari/mengurangi semaksimal mungkin kontaminasi makanan/minuman. 6.2.7 Sumber Air Bersih Berdasarkan perhitungan secara statistik bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara sumber air bersih dengan kejadian diare pada balita. Walaupun dalam hasil penelitian ini variabel jenis sumber air bersih tidak mempunyai hubungan dengan kejadian diare, tidaklah berarti jenis sumber air bersih yang sumur gali tidak mempunyai hubungan dengan kejadian diare balita. Hal ini bisa saja terjadi karena keterbatasan penelitian dalam pengelompokkan jenis sumber air bersih saja. Penelitian tidak melakukan pemerikasaan kualitas air bersih dari masing-masing sumber air bersih. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kualitas sumber air di masing-masing sumber air bersih. 6.2.8 Sumber Air Minum Berdasarkan perhitungan secara statistik bahwa ada hubungan yang bermakna antara sumber air minum dengan kejadian diare pada balita. Walaupun berhubungan, jumlah balita yang menderita diare lebih tinggi pada balita yang menggunakan sumber air minum dari sumur pompa/ bor dengan balita yang menggunakan sumber air minum dari air isi ulang. Tingginya proporsi tersebut diperkirakan adanya kemungkinan kontaminasi pada wadah penyimpanan air minum yang telah dimasak, kontaminasi peralatan makanan dan minuman balita, maupun melalui tangan ibu. Sumber air minum yang memenuhi syarat secara fisik, bakteriologis, dan kimia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada penelitian

52 ini hanya diteliti sumber air minum berdasarkan jenis sumber air minum dalam kaitannya dengan kejadian diare pada balita dan tidak diteliti bagaimana cara pengelolaan sarana air minum termasuk bakteriologis dari tempat atau wadah air minum yang dimungkinkan sebagai sumber pancemar.