BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menggerakkan pembangunan Indonesia. transportasi yang efektif dan efisien serta terpadu antar moda transportasi,

Siti Nurul Intan Sari.D ABSTRACT

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah laut terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya pengguna jasa. yang percaya untuk menggunakan jasa pengangkutan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pesawat Polonia

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran pelabuhan yang memadai berperan besar dalam menunjang mobilitas barang dan

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

BAB V PENUTUP. kajian dalam penelitian ini dan telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

BAB I PENDAHULUAN pulau. Dan Indonesia adalah Negara Maritim. Oleh sebab transportasi laut sangat

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga semakin banyak tantangan yang dihadapi dalam dunia usaha, antara lain

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

BIDANG PERHUBUNGAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN KABUPATEN 1. Perhubungan Darat. 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. moyang bangsa Indonesia dikenal sebagai negara maritim. 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No logistik guna mengembangkan pertumbuhan ekonomi nasional, perlu menyesuaikan ketentuan permodalan badan usaha di bidang pengusahaan an

BAB I PENDAHULUAN. akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dinyatakan bahwa

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1. Latar Belakang Permasalahan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KERANGKA REGULASI KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN

2017, No Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2720); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lemb

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN

G. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERHUBUNGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Peranan jasa angkutan dalam menunjang pembangunan. ekonomi memiliki fungsi yang vital. Pengembangan ekonomi suatu

BAB 1 PENDAHULUAN dan luas perairannya Indonesia adalah Negara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGENALAN ANALISIS OPERASI & EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr

I. PENDAHULUAN. amanat Undang-Undang No.17 Tahun 2008 menjadi suatu yang sangat strategis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laju pertumbuhan ekonomi di beberapa propinsi di Indonesia menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI

TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN,

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

BAB I PENDAHULUAN. setiap pulau di Indonesia yaitu sepanjang km yang menjadikan Indonesia menempati

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG KEPELABUHANAN DI KOTA PANGKALPINANG

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG)

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perairan dua per tiga dari luas wilayah Indonesia. Sebagai negara

2016, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi

2015, No ruang wilayah Kabupaten Manggarai Barat sebagaimana yang direkomedasikan oleh Bupati Manggarai Barat melalui surat Nomor BU.005/74/IV

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

LEMBARAN DAERAH K E P E L A B U H A N A N KABUPATEN CILACAP NOMOR 26 TAHUN 2003 SERI D NOMOR 21

NOMOR PM 103 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN PENGENDALIAN KENDARAAN YANG MENGGUNAKAN JASA ANGKUTAN PENYEBERANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 : PENDAHULUAN. pertumbuhan industry dan perdagangan serta merupakan segmen usaha yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon)

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian.

I-1 BAB I PENDAHULUAN

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah akan memicu peningkatan ekonomi serta mengembangkan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik In

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau dengan bentangan laut yang sangat panjang yaitu 94.166 kilometer merupakan negara dengan garis pantai terpanjang keempat setelah Canada, Amerika dan Rusia. Posisi negara Indonesia sangat strategis dengan diapit oleh dua benua yaitu benua Asia dan Australia menempatkan Indonesia sebagai jalur pelayaran dunia. Sebagai wujud sebagai negara kepulauan dan sebagai peran serta dukungan Indonesia dalam pelayaran dan perdagangan global, Indonesia membuka 3 (tiga) jalur pelayaran yang disebut Alur Laut Kepulauan Indonesia atau ALKI. Dalam bidang pelayaran, Indonesia sampai dengan tahun 2013 mempunyai lebih kurang 1.975 pelabuhan umum dan terminal-terminal khusus. 1 Dengan kondisi yang demikian, Indonesia memerlukan alat angkutan massal dalam jumlah besar untuk mendukung distribusi barang serta untuk memobilisasi penumpang. 1. Delri Kemenhub, Bahan Paparan Delegasi Indonesia, 38th APEC Transportation Working Group Meeting, Bali, 1-5 Juli 2013. 1

2 Sistem transportasi yang efektif dan efisien serta terpadu antar moda transportasi, merupakan hal penting untuk menciptakan pola distribusi nasional yang handal dan dinamis. Tidak dapat dipungkiri bahwa sarana transportasi laut di negara kepulauan seperti Indonesia telah menjadi tulang punggung utama pergerakan distribusi barang dalam sekala besar dengan menggunakan kapal laut. Sesuai dengan perkembangan strategis nasional dan internasional pada beberapa dekade terakhir ini menuntut penyelenggaraan sistem transportasi laut yang handal dan aman disesuaikan dengan standar-standar internasional yang telah ditentukan oleh International Maritime Organization (IMO). IMO merupakan badan internasional dibawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani tentang transportasi laut serta perlindungan lingkungan maritim dunia. Dengan pesatnya pertumbuhan armada kapal laut dunia, perlu diatur mengenai standar keamanan, keselamatan, manajemen kapal serta perlindungan terhadap lingkungan maritim agar transportasi laut mempunyai satu standar internasional yang sama. Pengangkutan barang di Indonesia melalui perairan menggunakan kapal merupakan cara yang efektif dalam pendistribusian barang jika dibandingkan dengan moda transportasi lainnya dengan menggunakan pesawat udara, kereta api maupun kendaraan bermotor seperti truk dan mobil. Hal ini dikarenakan faktor geografis Indonesia yang sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari perairan. Dengan kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan, perdagangan antar pulaupulau di Indonesia maupun pengangkutan barang keluar Indonesia dilakukan melalui laut dengan menggunakan kapal. Selain itu juga bahwa kapal sebagai alat 2

3 transportasi laut mempunyai daya tampung barang dengan berat tonase yang besar serta ruang muat jumlah barang yang banyak. Sesuai data badan Pusat Statistik dalam laporan bulan September 2013, jumlah barang yang diangkut pelayaran dalam negeri pada bulan Juli 2013 mencapi 18,7 juta ton atau naik 9,17 persen dibandingkan bulan sebelumnya dan naik 4,93 persen dibandingkan bulan yang sama tahun 2012 2. Dari segi ekonomi dan bisnis penggunaan sarana transportasi dengan kapal laut lebih efektif dan besar manfaatnya. Sehingga dengan adanya sarana prasarana transportasi laut untuk pemindahan barang dari suatu tempat ke tempat lainnya, diharapkan akan dapat diikuti oleh aktifitas ekonomi masyarakat yang berdampak positif dalam peningkatan ekonomi suatu wilayah, hal ini biasa disebut dengan istilah Trade Follow the Ship dan bukan lagi Ship Follow the Trade sebagaimana yang terjadi di Indonesia pada waktu beberapa dekade yang lalu. Sebagai salah satu komponen utama dalam sistem transportasi laut, diperlukan adanya pelabuhan sebagai tempat kapal berlabuh dan bersandar, sebagai tempat naik dan turun penumpang serta untuk kegiatan bongkar muat barang. 2. Badan Pusat Statistik, 2013, Data Sosial Ekonomi, Laporan Bulanan Edisi 40- September., hlm. 94. 3

4 Dalam sistem transportasi laut, pelabuhan mempunyai fungsi pokok yaitu tempat untuk melayani kegiatan angkutan laut, alih muat angkutan laut serta sebagai tempat asal dan tujuan penumpang dan barang. Pelabuhan mempunyai peran penting dan strategis untuk pertumbuhan industri dan perdagangan serta merupakan segmen usaha yang dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional. Guna menunjang kegiatan kepelabuhanan, di dalam pelabuhan terdapat kegiatan pemerintahan diantaranya yaitu pengawasan keselamatan dan keamanan pelayaran, imigrasi, bea dan cukai, serta karantina. Fungsi pemerintahan di pelabuhan tersebut diselenggarakan berkaitan dengan adanya aktivitas perpindahan orang dan barang serta kegiatan usaha jasa komersial di pelabuhan, dan keberadaan kegiatan kepemerintahan tersebut untuk menjamin kelancaran kegiatan angkutan laut serta terselenggaranya kegiatan kepelabuhanan. Sesuai dengan Pasal 31 Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008, terdapat beberapa kegiatan usaha jasa di pelabuhan sebagai penunjang kegiatan angkutan laut diantaranya yaitu bongkar muat barang, jasa pengurusan transportasi, angkutan perairan pelabuhan, penyewaan peralatan angkutan laut atau peralatan jasa terkait dengan angkutan laut, tally mandiri, depo peti kemas, pengelolaan kapal atau disebut ship management, perantara jual beli kapal dan sewa kapal, keagenan awak kapal, keagenan kapal, serta jasa perawatan dan perbaikan kapal. Dalam penelitian tesis ini, penulis akan memfokuskan penelitian serta pembahasan dari salah satu jenis usaha jasa penunjang angkutan laut sebagaimana tersebut diatas, yaitu usaha jasa bongkar muat. Alasan mengapa penulis 4

5 melakukan penelitian dan pembahasan mengenai usaha jasa bongkar muat yaitu jenis usaha jasa ini paling sering terjadi permasalahan di lapangan. Sejak adanya Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran sampai dengan diganti dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran hingga sampai saat ini permasalahan mengenai penyelenggaraan kegiataan usaha jasa bongkar muat barang selalu saja terjadi ketidakharmonisan antara berbagai pihak yang terkait di pelabuhan, diantaranya yaitu Perusahaan Bongkar Muat yang diwadahi dalam Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia atau disingkat APBMI, Tenaga Kerja Bongkar Muat atau disingkat TKBM, PT. Pelabuhan Indonesia (Persero) yang merupakan Badan Usaha Milik Negara selaku pengelola sebagain besar terminal-terminal di pelabuhan di Indonesia, serta Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan. Bentuk dari permasalahan yang terjadi diantaranya terkait dengan masalah perijinan usaha, besaran upah buruh, perselisihan pengenaan besaran tarif jasa bongkar muat serta praktek monopoli tarif dan persaingan usaha tidak sehat diantara para pelaku usaha tersebut. Hal ini menjadi penting untuk diteliti karena kegiatan usaha jasa bongkar muat adalah jenis usaha jasa di pelabuhan yang sangat vital bagi kelancaran distribusi barang. Sehingga jika terjadi masalah akan berdampak pada bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan dan waktu yang terbuang percuma sehingga akan mempengaruhi kelancaran distribusi barang serta berpengaruh pada tingginya biaya logistik barang yang akhirnya bermuara pada meningkatnya harga barang yang sampai kepada konsumen atau end user. 5

6 Selain itu juga berdampak pada iklim usaha yang tidak kondusif dalam menjalakan usaha di pelabuhan. Terkait dengan dugaan adanya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat perlu mendapatkan respon dan penyelesaian agar tidak sampai terjadi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dapat menciptakan persaingan usaha tidak kondusif yang akan merugikan kepentingan umum. Permasalahan antara pelaku usaha jasa bongkar muat di pelabuhan secara sistemik akan berdampak pada lingkup yang lebih luas. Dengan adanya mogok masal yang dilakukan oleh para pekerja bongkar muat serta penghentian sementara operasi perusahaan bongkar muat guna menuntut penyelesaian masalah akan mengakibatkan terganggunya kelancaran arus barang dan jasa yang akan mengakibatkan ekonomi biaya tinggi yang harus ditanggung oleh semua pihak, yaitu pihak pemilik barang, perusahaan jasa, pemerintah serta masyarakat selaku konsumen. Dari berbagai masalah yang terjadi terkait dengan penyelenggaraan kegiatan usaha jasa bongkar muat di pelabuhan, dalam penelitian ini, fokus penulis akan melakukan penelitian sengketa yang terjadi antara Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Cabang Sumatera barat dengan PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Pelabuhan Teluk Bayur Sumatera Barat. Hal ini menarik karena sengketa tersebut telah diajukan gugatan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU Jakarta oleh APBMI Cabang Sumatera Barat. Berdasarkan pengaduan adanya dugaan monopoli dan persaingan 6

7 usaha tidak sehat yang diduga dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero). Pengajuan gugatan tersebut didasarkan bahwa Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) cabang Sumatera Barat merasa dirugikan dengan adanya kenaikan tarif bongkar muat di Pelabuhan Teluk Bayur Sumatera Barat yang diduga dinaikan secara sepihak oleh PT. Pelabuhan Indonesia II. Adapun kenaikan tarif bongkar muat tersebut diperkirakan telah berlangsung sejak tanggal 1 Maret 2013 yang lalu dan pihak APBMI menduga kenaikan tarif tersebut tanpa melalui mekanisme konsultasi dan persetujuan dari pemerintah, dalam hal ini tanpa adanya Surat Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia selaku regulator di bidang pelayaran. Hal ini menimbulkan keresahan bagi para pengusaha bongkar muat, khususnya di Pelabuhan Teluk Bayur, Sumatera Barat. Sebagai tindak lanjut penolakan terhadap kenaikan tarif bongkar muat sepihak oleh PT. Pelabuhan Indonesia II selaku Badan Usaha Pelabuhan yang mengelola Terminal Pelabuhan Teluk Bayur, pihak APBMI telah mengajukan gugatan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha Jakarta. Gugatan tersebut dicatat di KPPU dengan Nomor Perkara 02/KPPU- I/2013 dengan dugaan pelanggaran Pasal 15 Ayat (2) dan Pasal 19 Huruf a dan b Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam penelitian ini, penulis akan membahas dan mengkaji permasalahan yang terjadi secara terstruktur dan komprehensif dalam kerangka hukum positif yang terkait langsung dengan pokok permasalahan sebagaimana 7

8 tertera dalam judul tesis ini. Diharapkan dengan penelitian ini akan didapatkan suatu deskripsi permasalahan secara lengkap dengan analisis hukum yang akurat sehingga nantinya hasil dari penelitian ini dapat diketahui bagaimana suatu tarif jasa kepelabuhanan itu disusun, ditetapkan dan diberlakukan. Dalam tesis ini akan diteliti dan dibahas mengenai bagaimana pengaturan izin usaha bongkar muat di Indonesia, serta pengeturan mengenai penetapan tarif jasa kepelabuhanan serta masalah lainya yang kemungkinan terjadi dikaitkan dengan adanya kasus praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat oleh PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) di Pelabuhan Teluk Bayur. Selain itu juga untuk mengetahui apakah yang menyebabkan permasalahan tersebut terjadi, sehingga kedepan dapat dijadikan referensi bagi masyarakat umum untuk menambah pengetahuan dan khasanah ilmu pengetahuan serta diharapkan tesis ini dapat bermanfaat bagi para pemangku kepentingan sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan maupun perumusan kebijakan di masa mendatang. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah pokok yang perlu diteliti dan dibahas sebagai berikut: 1. Bagaimanakah aturan hukum terhadap kegiatan usaha penyediaan dan pelayanan jasa bongkar muat barang di Pelabuhan Teluk Bayur, Sumatera Barat? 8

9 2. Apakah penetapan tarif jasa kepelabuhanan dapat menimbulkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat dalam penyediaan dan pelayanan jasa bongkar muat barang di Pelabuhan Teluk Bayur, Sumatera Barat? 3. Apakah yang dapat menyebabkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat di dalam penyediaan dan pelayanan jasa bongkar muat barang di Pelabuhan Teluk Bayur, Sumatera Barat? 1.3 Tujuan Penelitian Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat dikemukaan tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Untuk mengetahui bagaimanakah aturan hukum terhadap kegiatan usaha penyediaan dan pelayanan jasa bongkar muat barang di Pelabuhan Teluk Bayur, Sumatera Barat? 2. Untuk mengetahui keterkaitan antara penetapan tarif jasa kepelabuhanan dengan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat dalam penyediaan dan pelayanan jasa bongkar muat barang di Pelabuhan Teluk Bayur, Sumatera Barat? 3. Untuk mengetahui penyebab praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat terjadi di dalam penyediaan dan pelayanan jasa bongkar muat barang di Pelabuhan Teluk Bayur, Sumatera Barat dapat terjadi? 9

10 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran atau memberikan solusi dalam bidang hukum bisnis terkait dengan prektik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat di Pelabuhan. Selain itu penelitian ini kiranya dapat dijadikan pedoman bagi para pihak atau penulis lain yang ingin mengkaji secara mendalam tentang hukum bisnis berkaitan dengan masalah yang penulis utarakan diatas. 2. Manfaat Praktis Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan penelitian sebagai bahan referensi bagi pemerintah dalam menyusun dan membuat regulasi serta kebijakan serta bagi para penyedia jasa kepelabuhanan di dalam menyusun dan membuat perjanjian kerjasama agar tidak ada pihak yang dirugikan, serta bagi para pengguna jasa kepelabuhanan agar lebih memahami mekanisme penetapan tarif yang berlaku di pelabuhan. 1.5 Keaslian Penelitian Berdasarkan penelitian pada kepustakaan, khususnya di lingkungan perpustakaan hukum Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, belum ada penelitian yang berjudul Analisis Hukum terhadap Praktek Monopoli dan 10

11 Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Penyediaan dan Pelayanan Jasa Bongkar Muat Barang di Pelabuhan Teluk Bayur, Sumatera Barat. Dari penelusuran kepustakaan, penulis tidak menemukan tesis karya mahasiwa yang mengangkat tema tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Kegiatan Usaha Bongkar Muat Barang di Pelabuhan Teluk Bayur, Sumatera Barat. Selain itu tema serta judul dalam penelitian ini bersumber dari hasil pemikiran penulis sendiri, yang berkeinginan untuk meneliti dan mengetahui lebih jauh mengenai kasus praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang terkait dengan kegiatan penyediaan dan pelayanan jasa bongkar muat barang di Pelabuhan Teluk Bayur, Sumatera Barat. Dengan demikian maka penelitian ini adalah asli sumber, judul serta tema serta isinya, dan dapat dipertanggungjawabkan keasliannya. 11