BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. robot-robot mekanis yang bergerak dalam tanpa jiwa, karena lekatnya etika pada

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB I PENDAHULUAN. akan disebut dengan UUJNP, sedangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal

B A B V P E N U T U P

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

BAB III PENUTUP. sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Pelanggaran Kode Etik dan Undang-Undang Jabatan Notaris yang

BAB III SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD)

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya notaris..., Tammy Angelina Wenas-Kumontoy, FH UI, Baru van Hoeve,2007),hal.449. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pilar-pilar utama dalam penegakan supremasi hukum dan atau. memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam bidang hukum untuk

BAB I PENDAHULUAN. termasuk bidang hukum, mengingat urgensi yang tidak bisa dilepaskan. melegalkan perubahan-perubahan yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus sebuah profesi, posisinya

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. notaris merupakan pejabat umum yang mendapatkan delegasi kewenangan. yang tidak memihak dan penasehat hukum yang tidak ada cacatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tinjauan meengenai..., Dini Dwiyana, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. otentik, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. unsur yang diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 1. Dibuat dalam bentuk ketentuan Undang-Undang;

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

SANKSI TERHADAP NOTARIS YANG MENJADI PIHAK TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA SENDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. tersebut. Sebagai salah satu contoh, dalam hal kepemilikan tanah

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012. Dinny Fauzan, Yunanto, Triyono. Perdata Agraria ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. ini, ada dua aturan yang wajib dipatuhi oleh seorang Notaris yaitu Undang-

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum

BAB II BATASAN PELANGGARAN YANG DILAKUKAN NOTARIS DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS DAN KODE ETIK NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dan hakikat pembangunan nasional adalah untuk. menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk Undang Undang yaitu Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. (UUPT) modalnya terdiri dari sero-sero atau saham-saham.

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2

PERATURAN JABATAN NOTARIS (PJN/UUJN)

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635.

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT)

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PENYIMPANAN MINUTA AKTA SEBAGAI BAGIAN DARI PROTOKOL NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

PERUBAHAN KODE ETIK NOTARIS KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, MEI 2015

BAB I PENDAHULUAN. dirujuk untuk penyelesaian perselisihan itu. Perjanjian kontrak kerja dengan

BAB I PENDAHULUAN. hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. mana hal tersebut diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara. Republik Indonesia 1945, Pasal 1 ayat (3). Sebagai konsekuensi dari

TANGGUNGJAWAB WERDA NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA HERIANTO SINAGA

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari

BAB I PENDAHULUAN. tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB V PENUTUP. Setelah dilakukan penelitian sebagaimana terurai dalam hasil

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya melakukan kegiatan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan perlindungan dan

BAB I PENDAHULUAN. semula dilakukan oleh Pengadilan Negeri. Berlakunya Undang-Undang. kemudian dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya.

Lex et Societatis, Vol. III/No. 7/Ags/2015. PROSES PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN DALAM PEMBUATAN AKTA OLEH NOTARIS 1 Oleh: Gian Semet 2

BAB IV PENUTUP. 1. Peran organisasi profesi Notaris dalam melakukan pengawasan terhadap

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

BAB I PENDAHULUAN. hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. otentik sangat penting dalam melakukan hubungan bisnis, kegiatan di bidang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bersamaan dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia. Hal ini tentu saja

IMPLIKASI YURIDIS LEGALITAS KEWENANGAN (RECHTMATIGHEID) MAJELIS KEHORMATAN DALAM PEMBINAAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK


BAB I PENDAHULUAN. otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang. Pejabat Umum merupakan terjemaah dari istilah Openbare

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang jabatan notaris. Menurut dalam arti kamus, bahwa jabatan berarti pekerjaan (tugas) dalam pemerintahan atau organisasi 1.Arti jabatan seperti ini dalam arti yang umum, untuk setiap bidang pekerjaan yang sengaja dibuat untuk keperluan yang bersangkutan baik pemerintahan maupun organisasi yang dapat diubah sesuai keperluan. Istilah atau sebutan jabatan merupakan suatu istilah yang dipergunakan sebagai fungsi atau tugas dalam pemerintahan. Jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu serta bersifat bekesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap. Jabatan merupakan suatu subyek hukum,yakni pendukung hak dan kewajiban. Agar suatu jabatan dapat berjalan maka jabatan itu disandang oleh subyek hukum lainnya yaitu orang. Orang yang diangkat untuk melaksanakan jabatan disebut Bila suatu jabatan tanpa ada pejabatnya, maka jabatan tersebut tidak dapat berjalan. Suatu jabatan sebagai personifikasi hak dan kewajiban dapat berjalan oleh manusia atau subyek hukum. Yang menjalankan hak dan kewajiban yang didukung oleh jabatan ialah pejabat. 1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,1994),hlm.392.

2 Jabatan merupakan lingkungan pekerjaan tetap sebagai subyek hukum, yakni pendukung hak dan kewajiban sehingga disebut pejabat. Hubungan antara jabatan dengan pejabat bagaikan 2 (dua) sisi mata uang, pada satu sisi bahwa jabatan bersifat tetap, sisi yang kedua bahwa jabatan dapat berjalan oleh manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban sehingga yang mengisi atau menjalankan jabatan disebut pejabat atau pejabat adalah yang menjalankan hak dan kewajiban jabatan. Oleh karena itu suatu jabatan tidak akan berjalan jika tidak ada pejabat yang menjalankannya. Kata pejabat lebih menunjuk kepada orang yang memangku suatu jabatan. Segala tindakan yang dilakukan pejabat yang sesuai dengan kewenangannya merupakan implementasi dari jabatan. Istilah pejabat umum merupakan terjemahan dari istilah Openbare Amtbtenaren yang terdapat pada Pasal 1 PJN dan Pasal 1868 BW. Pasal 1 angka (1) UUJN menyebutkan: Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Menurut kamus hukum 2 salah satu arti kata dari Ambtenaren adalah pejabat. Dengan demikian Openbare Ambtenaren adalah pejabat yang mempunyai tugas yang bertalian dengan kepentingan publik, sehingga tepat jika Openbare Ambtenaren diartikan sebagai pejabat publik. Khusus berkaitan dengan Openbare Ambtenaren yang diterjemahkan sebagai Pejabat Umum diartikan sebagai pejabat yang diserahi tugas untuk membuat akta otentik yang melayani kepentingan publik, dan kualifikasi seperti itu diberikan kepada notaris. 2 N.E.Algra,H.R.W.Gokkel, Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae, Belanda-Indonesia, (Jakarta : Bina Cipta,1983),hal 29.

3 Aturan hukum sebagaimana tersebut diatas yang mengatur keberadaan notaris tidak memberikan batasan atau definisi mengenai pejabat umum, karena sekarang ini yang diberi kualifikasi sebagai pejabat umum bukan hanya notaris saja, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Pejabat Lelang juga diberi kualifikasi sebagai Pejabat Umum. Pemberian kualifikasi notaris sebagai pejabat umum berkaitan dengan wewenang notaris. Menurut pasal 15 ayat (1) UUJN bahwa notaris berwenang membuat akta otentik, sepanjang pembuatan akta-akta tersebut tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Jabatan notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum. Dengan dasar seperti ini mereka yang diangkat sebagai notaris harus mempunyai semangat untuk melayani masyarakat, dan atas pelayanan tersebut, masyarakat yang telah dilayani oleh notaris sesuai dengan tugas jabatannyadapat memberikan honorarium kepada notaris. Oleh kerena itu notaris tidak berarti apa-apa jika masyarakat tidak membutuhkannya. Dengan demikian notaris merupakan suatu jabatan publik mempunyai karakteristik, yaitu: a. Sebagai jabatan UUJN merupakan unifikasi dibidang pengaturan jabatan notaris, artinya satu-satunya aturan hukum dalam bentuk undang-undang yang

4 mengatur jabatan notaris di Indonesia, sehingga segala hal yang berkaitan dengan notaris di Indonesia harus mengacu kepada UUJN. 3 Jabatan notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh Negara. Menempatkan notaris sebagai jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu serta bersifat kesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap. b. Kewenangan Notaris Setiap wewenang yang diberikan jabatan harus ada aturan hukumnya. Sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik, dan tidak bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Dengan demikian jika seorang pejabat melakukan suatu tindakan diluar wewenang yang telah ditentukan, dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang. Wewenang notaris hanya dicantumkan dalam pasal 15 ayat (1), (2), dan (3) UUJN. Menurut Pasal 15 UUJN dan kekuatan pembuktian dari akta notaris, maka ada 2(dua) kesimpulan,yaitu: a. Tugas jabatan notaris adalah memformulasikan keinginan tindakan para pihak ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku. b. Akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti yang lainnya, jika ada orang atau pihak yang menilai atau menyatakan tidak benar tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataan sesuai aturan 3 Habib Adjie, Undang-undang Jabatan Notaris (UUJN) sebagai Unifikasi Hukum Pengaturan Notaris, (Renvoi, Nomor 28. Th.III, 3 September 2005),hal 38.

5 hukum yang berlaku. Kekuatan pembuktian akta notaris ini berhubungan dengan sifat publik dari jabatan notaris. Akta merupakan suatu tulisan yang ditandatangani dan dibuat untuk dipergunakan sebagai bukti. 4 Menurut Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berwenang untuk maksud itu, ditempat di mana akta itu dibuat. Seorang notaris diangkat oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan surat keputusan. Seorang notaris, yang meskipun sudah diangkat tetapi belum disumpah, cakap sebagai notaris tetapi belum berwenang membuat akta otentik. Kewenangan seorang notaris dalam membuat sebuah akta haruslah mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam undang-undang yang mengatur mengenai hal itu. Dalam hal ini yaitu undang-undang nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Ketentuan mengenai akta notaris terdapat dalam Bab VII Undangundang Jabatan Notaris. Dengan adanya aturan-aturan yang ditetapkan demikian dalam pembuatan sebuah akta notaris, maka ditetapkan pula sanksi-sanksi bagi para notaris yang tidak mengikuti peraturan yang berlaku. Dengan demikian, para notaris harus mengacu pada undang-undang tersebut dalam membuat sebuah akta otentik bagi para pihak yang datang menghadapnya yang berada dalam wilayah kerja notaris yang bersangkutan. Dalam menjalankan jabatannya, notaris mempunyai kode etik profesi yang harus dipatuhi untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat notaris. Pengawasan penegakan kode etik tersebut dilakukan oleh pengurus perkumpulan 4 Tan Thong Kie, Studi Notariat Serba-serbi Praktek Notaris, Buku II, (Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve,2000),hal.154.

6 ikatan notaris Indonesia (INI) dan/atau Dewan Kehormatan yang bekerjasama dengan Majelis Pengawas. Dengan adanya kode etik, notaris diharuskan untuk menjunjung tinggi moral dalam menjalankan jabatan semata-mata untuk menjaga kehormatan para notaris dan lembaga kenotariatan. Peraturan yang mengatur tentang kewenangan, kewajiban dan larangan tersebut terdapat di dalam Undang-undang Jabatan Notaris serta di dalam kode etik notaris juga diatur tentang pengecualian bagi notaris. Serta dikenakan sanksi kepada para notaris yang melanggarnya berupa: a. Teguran lisan; b. Teguran tertulis; c. Pemberhentian sementara; d. Pemberhentian dengan hormat; e. Pemberhentian dengan tidak hormat. Di kota Depok terdapat kasus dimana notaris melakukan pembuatan dan penandatangan akta tanpa dihadiri oleh saksi-saksi serta melakukan penerbitan akta atas nama penghadap tanpa sepengetahuan penghadap sehingga penghadap telah dirugikan baik secara moril dan materiil. Karena mempertimbangkan akibat pelanggarannya tersebut yang dapat merugikan masyarakat pengguna jasa notaris, merugikan nama baik dan citra notaris dan dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap notaris dan akta notaris sebagai akta otentik. Akhirnya Majelis Pengawas Pusat memutuskan untuk menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara selama 6 (enam) bulan dan memerintahkan notaris tersebut untuk menyerahkan protokol notaris yang dalam pengurusannya kepada pejabat sementara notaris.

7 Dengan adanya kasus ini, jelas bahwa notaris yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris Indonesia.Atas dasar kasus tersebut diatas, penulis bermaksud mengangkat kasus tersebut ke dalam suatu penulisan tesis. 1.2 POKOK PERMASALAHAN Sebagaimana yang telah diuraikan dalam latar belakang sebelumnya, maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut: 1. Apakah akta notaris dapat dibuat tanpa kehadiran penghadap dan/atau saksi berdasarkan putusan Majelis Pemeriksa Notaris Nomor: 06/B/Mj.PPN/2009? 2. Apakah Notaris diperbolehkan memberikan salinan akta melalui fax berdasarkan putusan Majelis Pemeriksa Notaris Nomor: 06/B/Mj.PPN/2009? 1 Sejauh mana kewenangan Majelis Pengawas notaris dalam meminta pertanggungjawaban dalam akta yang dibuat tanpa kehadiran penghadap dan/atau saksi? 1.3 METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini digunakan metode pene;itian hokum yuridis normative, yakni metode yang mengacu kepada peraturan-peraturan yang tertulis atau hukum positif serta bahan-bahan hokum lain, yang berkaitan dengan permasalahan. Tipologi penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat evaluatif yang bertujuan untuk menganalisapermasalahan yang dikemukakan. Jenis data yang digunakan dalam penalitian ini adalah: 1. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan. Data sekunder diperoleh dengan menggunakan alat pengumpulan data studi dokumen meliputi sumber primer yaitu Undang-Undang No.30 tahun 2004 tentang

8 Jabtan Notaris, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Sususnan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Nor\taris, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.01.HT.03.01 Tahun 2006 Tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpundahan dan Pemberhentian Notaris, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata dan Kode Etik Notaris yang bertujuan untuk memperoleh ketentuan yuridis tentang masalah yang akan dibahas. Sumber sekunder yang memberikan penjelasan mengenai sumber primer seperti buku, artikel maupun berbagai tulisan ilmiah yang terkait dengan topik pembahasan penelitian ini. Sumber tersier berupa kamus, ensiklopedia yang memberikanpetunjuk maupun penjelasan terhadap sumber primer atau sumber sekunder. 2. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari masyarakat. Data pprimer diperoleh dengan mengadakan wawancara dengan Notaris. 1.4 SISTEMATIKA PENULISAN Hasil penulisan ini disusun sebagai suatu karya ilmiah yang berupa thesis yang terbagi dalam 3 (tiga) bab, dimana setiap bab akan diperinci lagi menjadi beberapa sub bab, antara lain: Bab 1 Pendahuluan Dalam bab ini akan diuraikan mengenai: Latar belakang penulisan, pokok permasalahan, metode penulisan, serta sistematika penulisan.

9 Bab 2 Pembahasan Terdiri dari dua bagian, yaitu kerangka teori dan analisa.pada bagian kerangka teori merupakan suatu tinjauan pustaka, yang terdiri dari sub-sub bab sebagai berikut: 2.1 Tulisan, tanda, akta dan akta autentik. 2.2 Sejarah Mengenai Kode Etik, 2.3 Pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris beserta sanksinya Menurut Undang-undang Jabatan Notaris, 2.4 Upaya pengawasan yang terhadap Notaris dalam Menjalankan Jabatannya, 2.5 Analisa Studi Kasus Putusan Majelis Pengawas Pemeriksa Pusat Nomor 06/B/Mj.PPN/2009, Yang mana keseluruhan dari sub-sub bab tersebut merupakan uraianuraian tentang teori-teori dari pendapat para ahli yang menjadi dasar pegangan penulisan dan peraturan-peraturan terkait. Sedangkan pada bagian analisa merupakan hasil dari pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan penulis. Bab 3 Di dalam bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan-kesimpulan dan saran berdasarkan apa yang telah diuraikan penulis dari Bab I dan Bab II, yang akan mengisi kekosongan-kekosongan dari tercapainya tujuan penulis.