BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor pajak.

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

RUGI LABA BIAYA FISKAL

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

BAB II LANDASAN TEORI. iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

BAB II KAJIAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2011). Pajak

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

BAB II LANDASAN TEORI. Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "Pajak" yang dikemukakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI. Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Mardiasmo ( 2006 ) mendefinisikan, Pajak adalah iuran rakyat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak dapat diartikan sebagai iuran wajib yang dipungut oleh Negara dari wajib pajak

BAB II LANDASAN TEORI. kepada negara dimana penerimaan pajak tersebut digunakan oleh negara untuk. membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan negara.

Repositori STIE Ekuitas

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian Laporan Keuangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi koperasi yang terdapat dalam Peraturan Undang-Undang. Koperasi No.25Tahun 1992 yang berbunyi:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam Siti Resmi (2009:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki tujuan dan inti yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORI

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan

BAB II LANDASAN TEORI

HAKIKAT REKONSILIASI. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi.

BAB II LANDASAN TEORI. Ada berbagai pengertian pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli perpajakan,

BAB II LANDASAN TEORI

Konsep Dasar Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dan BUT

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Pajak merupakan iuran yang dipungut oleh pemerintah kepada rakyat yang

Lampiran 1. Penghasilan termasuk Objek Pajak. Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 Pasal 4(1):

lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep Penghasilan Untuk Keperluan Perpajakan. diperoleh Wajib Pajak, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Jenderal Pajak, dan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak.

BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Pajak Ada beberapa pengertian atau definisi pajak yang dikemukakan

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI II.1 Definisi Pajak, Wajib Pajak, dan Badan Pajak merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk membiayai kepentingan umum. Pajak merupakan pungutan wajib atau dipaksakan kepada rakyat. Ada banyak definisi mengenai pajak dan berikut adalah definisi-definisi yang sering digunakan karena pihak yang mengeluarkan adalah tokohtokoh/organisasi yang terkenal di dunia perpajakan : Definisi pajak menurut pasal 1 UU No. 28 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan dipergunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH., Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib 8

membayarkannya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) yang tidak mendapat prestasi kembali yang langsung yang dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan Menurut S.I Djajadiningrat Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum Dari definisi-definisi yang ada dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak: 1. Merupakan iuran dari rakyat kepada negara yang dipungut oleh negara kepada warga negara. 2. Dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 3. Tidak mendapatkan jasa timbal atau kontraprestasi secara langsung dari Negara. 4. Digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Wajib Pajak adalah Orang Pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotong pajak tertentu. 9

Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi: perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dalam bentuk apapun,firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya. II.1.1 Fungsi Pajak Fungsi pajak tidak terlepas dari tujuan pajak, sementara tujuan pajak tidak terlepas dari tujuan negara. Dengan demikian, tujuan pajak itu harus diselaraskan dengan tujuan negara yang menjadi landasan tujuan pemerintah. Tujuan pemerintah baik tujuan pajak maupun tujuan negara semuanya berakar pada tujuan masyarakat, tujuan masyarakat inilah yang menjadi falsafah bangsa dan negara. Oleh karena itu, tujuan dan fungsi pajak tidak terlepas dari tujuan dan fungsi negara yang mendasarinya. Berdasarkan definisi-definisi dan ciri-ciri pajak yang telah dijelaskan diatas, terlihat seolah-olah pemerintah memungut pajak semata-mata hanya untuk mengisi kas negara. Namun tidak demikian, karena pemungutan pajak mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. Fungsi budgetair atau Fungsi Penerimaan Penerimaan pajak yang bersumber dari masyarakat digunakan oleh pemerintah sebagai sumber dana untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya atau yang sering disebut sebagai fungsi budgetair atau fungsi penerimaan. 10

2. Fungsi regulerend atau Fungsi Mengatur Pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur dan mengarahkan masyarakat kearah yang dikehendaki oleh pemerintah. Fungsi mengatur ini menggunakan pajak untuk mendorong dan mengendalikan kegiatan masyarakat agar sejalan dengan rencana dan keinginan pemerintah. II.1.2 Sistem Perpajakan Sistem perpajakan suatu negara terdiri atas tiga unsur, yakni Kebijakan Perpajakan (Tax Policy), Hukum Perpajakan (Tax Law), dan Administrasi Perpajakan (Tax Administrationi). Ketiga unsur tersebut saling menunjang satu sama lain dan tak bisa dipisahkan. Sistem perpajakan dapat disebut sebagai metode atau cara bagaimana mengelola utang pajak yang terutang oleh wajib pajak dapat mengalir ke kas negara. Mengacu pada Waluyo (2009:17) Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia ada 3, yaitu : 1. Official Assessment System, adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang pada fiskus untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh wajib pajak. 2. Self Assessment System, adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya utang pajak. 3. Witholding System, adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong/memungut besarnya pajak terutang. 11

II.2 Pajak Penghasilan II.2.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak yang berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. Pajak penghasilan badan merupakan salah satu jenis pajak yang pengenaannya didasarkan pada badan usaha yang meliputi : perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. II.2.2 Dasar Hukum Pengenaan pajaknya diatur berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan yang berlaku, antara lain : a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan stdd Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, stdd Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007 perubahan ketiga tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 stdd Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan stdd Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, stdd Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Perubahan keempat tentang Pajak Penghasilan. 12

II.2.3 Subjek PPh dan Non Subjek PPh Menurut Pasal 2 ayat (1) Undang Undang nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah terakhir dengan Undang Undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008, yang menjadi subjek pajak penghasilan adalah sebagai berikut: 1. Subjek Pajak Orang Pribadi, yaitu setiap orang yang bertempat tinggal atau tidak bertempat tinggal di Indonesia tetapi mendapatkan penghasilan di Indonesia. 2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. Warisan yang berasal dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi kepada ahli warisnya tetapi menghasilkan pendapatan, maka atas pendapatan tersebut dikenakan pajak. 3. Subjek Pajak Badan, yaitu sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi: perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dalam bentuk apapun,firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya. 4. Bentuk Usaha Tetap, yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak berada di Indonesia dalam waktu 183 hari selama 12 bulan, atau badan 13

yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia. Sedangkan dalam Undang Undang Pasal 3 nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah terakhir dengan Undang Undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008 yang tidak termasuk subjek pajak adalah : 1. Badan perwakilan negara asing 2. Organisasi Internasional dengan syarat : Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota 3. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. 4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. II.2.4 Objek PPh Dan Non Objek PPh Objek Pajak Menurut Undang Undang nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah terakhir dengan Undang Undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008 pasal 4 ayat 1 yang menjadi objek pajak 14

penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi,uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang; b. Hadiah dari undian, pekerjaan, atau kegiatan dan penghargaan; c. Laba usaha; d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: 1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; 2. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; 3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; 4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut 15

dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan diantara pihakpihak yang bersangkutan; 5. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan; e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak; i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing; m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. Premi asuransi; o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; 16

p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenai pajak; q. Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah; r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; s. Surplus Bank Indonesia. Non Objek Pajak Berdasarkan Undang Undang nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah terakhir dengan Undang Undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008 pasal 4 ayat 2, yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan adalah sebagai berikut: 1. a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima olehlembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada hubungan dengan 17

usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. 2. Warisan; 3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; 4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; 5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa; 6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; b. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor. 18

7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; 8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidangbidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; 9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; 10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: a. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. 11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 19

(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; II.2.5 Biaya Fiskal dan Non Fiskal Dalam perpajakan, kita mengenal ada dua jenis biaya yaitu biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible expenses/biaya fiskal) dan biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (Non-deductible expenses/ biaya non fiskal). Biaya Fiskal Berdasarkan Undang Undang nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah terakhir dengan Undang Undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008 dalam pasal 6 ayat (1) menjelaskan bahwa biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebagai berikut: 1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali pajak penghasilan; 20

2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun; 3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; 4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; 5. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing; 6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; 7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan; 8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat: a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; b. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang atau pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; c. Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; d. Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak, yang pelaksanaanya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak; 9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; 21

10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; 11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; 12. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peratutan Pemerintah; 13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; Ketentuan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto selain diatur dalam pasal 6 UU PPh No. 36 tahun 2008, diatur juga di dalam Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KEP.220/PJ/2002 tanggal 18 April 2002 yang menjelaskan biaya yang boleh dikurangkan sebesar 50 % untuk menghitung penghasilan kena pajak adalah sebagai berikut : 1. Biaya perolehan atau pembelian telepon selular yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya; 2. Biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon selular yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya; 3. Biaya perolehan, pembelian dan atau perbaikan besar kendaraan sedan atau sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya; 22

4. Biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan atau sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya; Biaya entertainment atau biaya representative dapat dibebankan sebagai biaya apabila digunakan untuk menagih, mendapatkan, dan memelihara penghasilan. Dalam S-334/PJ.321/2003 tanggal 22 Mei 2003 yang merupakan penegasan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986 tanggal 14 Juni 1986 tentang biaya entertainment dan sejenisnya yang ditegaskan bahwa: 1. Biaya Entertainment, representasi, jamuan dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) UU PPh No.36 tahun 2008; 2. Wajib pajak harus dapat membuktikan bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar dikeluarkan secara formal dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan perusahaan secara materil 3. Wajib pajak yang mengurangkan biaya-biaya tersebut dari penghasilan brutonya harus melampirkan daftar nominatif atas biaya-biaya tersebut pada Surat Pemberitahuan Tahunan. Biaya Non Fiskal Berdasarkan Undang Undang nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah terakhir dengan Undang Undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008 dalam pasal 9 ayat (1) menjelaskan bahwa 23

biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebagai berikut : 1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun seperti deviden, termasuk deviden yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi; 2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota; 3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; 4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan; 5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan didaerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; 24

6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan; 7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk Agama Islam dan atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk Agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah; 8. Pajak penghasilan. Yang dimaksud dengan pajak penghasilan disini adalah pajak atas penghasilan perusahaan dalam tahun pajak; 9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya; 10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; 11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan dibidang perpajakan; 12. Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan dibebankan sekaligus melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi. 25

II.2.6 Pajak Penghasilan pasal 21 Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi subjek pajak dalam negeri yang dipotong oleh pemberi kerja. Yang menjadi dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 adalah: a. Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi: 1. Pegawai tetap. 2. Penerima pensiun berkala. 3. Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima selama 1 bulan kalender telah melebihi jumlah PTKP sebulan (Rp.1.320.000) untuk wajib pajak sendiri. 4. Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan. b. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp150.000 sehari ( bagian penghasilan yang tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 sehari), yang berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam kalender belum melebihi Rp.1.320.000 (jumlah PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri). c. 50% dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi bukan pegawai yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan. 26

d. Jumlah penghasilan bruto yang berlaku bagi penerima penghasilan selain yang disebutkan diatas. II.2.7 Pajak Penghasilan pasal 23 Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalm negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari pemanfaatan modal, pemberian jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan. Objek PPh pasal 23 dan tarif pajaknya adalah sebagai berikut: Tabel II.1 Objek dan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 23 NO. OBJEK PAJAK TARIF PAJAK 1 Dividen 15% x Jumlah Bruto 2 Bunga 15% x Jumlah Bruto 3 Royalti 15% x Jumlah Bruto 4 Hadiah, Penghargaan, Bonus 15% x Jumlah Bruto 5 Sewa 2% x Jumlah Bruto tidak termasuk PPN 6 Imbalan Jasa 2% x Jumlah Bruto tidak termasuk PPN II.2.8 Tarif Pajak Penghasilan Badan Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak badan yang diatur dalam UU Nomor 17 tahun 2000 pasal 17 adalah : 27

Tabel II.2 Tarif Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif pajak Sampai dengan Rp 50.000.000,- 10% Diatas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 100.000.000,- 15% Diatas Rp 100.000.000,- 30% Namun sejak tahun 2009, berdasarkan UU Nomor 36 tahun 2008 pasal 17, tarif pajak yang berlaku menganut sistem tunggal. Pada tahun 2009 tarifnya adalah 28% dan pada tahun 2010 menjadi 25%. Ada ketentuan baru di dalam pasal 31E UU PPh yang memberikan fasilitas pengurangan tarif 50% dari tarif umum untuk Wajib Pajak Badan yang peredaran brutonya tidak melebihi Rp 50.000.000.000,- dan penghasilan kena pajaknya sampai dengan Rp 4.800.000.000,-. Besarnya tarif umum PPh dapat dibedakan sebagai berikut: Tabel II.3 Tarif Pajak Penghasilan Pasal 31 E Omzet 2009 2010 Rp 4.800.000.000,- 14% 12,5% Diatas Rp 4.800.000.000,- sampai Rp 50.000.000.000,- (28%-14%) x (Rp 4,8M/Omzet) (25%-12,5%) x (Rp 4,8M/Omzet) Diatas Rp 50.000.000.000,- 28% 25% (Sumber : Muljono,2010) 28

II.3 Rekonsiliasi Fiskal Dalam laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal terdapat beberapa perbedaan yang disebabkan karena adanya perbedaan konsep pengakuan penghasilan dan biaya, dasar penyusunan, tujuan, dan akibat penyimpangan apabila laporan keuangan tidak disusun dengan baik. Laporan keuangan komersial menerapkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) sebagai dasar untuk penyusunannya. Sedangkan laporan keuangan fiskal menggunakan SAK yang disesuaikan dengan UU Pajak yang berlaku. Dengan perbedaan standar yang diterapkan maka dalam proses membuat rekonsiliasi fiskal akan menyebabkan adanya koreksi fiskal. Hal-hal yang menyebabkan adanya koreksi fiskal adalah sebagai berikut: 1. Perbedaan konsep pendapatan. Dalam keadaan tertentu ada beberapa perbedaan pengakuan pendapatan menurut SAK dan UU PPh. Misalnya setoran tunai yang diterima oleh Wajib Pajak badan sebagai pengganti saham atau pengganti penyertaan modal adalah merupakan penghasilan menurut SAK tetapi bukan penghasilan menurut UU PPh. 2. Perbedaan cara pengukuran pendapatan. Menurut SAK, seluruh peghasilan yang diperoleh perusahaan atas penjualan barang dianggap sebagai pendapatan. Tetapi menurut UU PPh apabila atas transaksi tersebut ditemukan adanya nilai yang tidak wajar karena hubungan istimewa, maka pendapatan atas transaksi tersebut tidak boleh seluruhnya diakui sebagai pendapatan. 29

3. Perbedaan konsep biaya. Biaya menurut SAK adalah seluruh pengorbanan ekonomis dalam rangka memperoleh barang dan atau jasa. Sedangkan biaya menurut UU PPh adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh, menagih dan memelihara penghasilan serta pengeluaran yang ada hubungannya secara langsung dengan perolehan penghasilan. 4. Perbedaan pengukuran biaya Pengukuran biaya berdasarkan SAK dan UU PPh bisa saja berbeda apabila ditemukan adanya nilai yang tidak wajar karena disebabkan oleh hubungan istimewa 5. Perbedaan cara pengukuran dalam pembebanan atau alokasi biaya antara lain: a. Metode penyusutan Dalam UU PPh hanya ada 2 metode yang diperbolehkan untuk menghitung biaya penyusutan yaitu metode garis lurus dan saldo menurun sedangkan metode lainnya tidak diperbolehkan. b. Metode penilaian persediaan Dalam UU PPh hanya mengakui 2 metode persediaan yaitu metode FIFO (First In First Out) dan metode Rata-rata (Average) sedangkan metode lainnya tidak diakui. Oleh karena itu diperlukan rekonsiliasi fiskal yang bertujuan untuk menyesuaikan atau mencocokan perbedaan yang terdapat pada laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal. 30

II.4 Perencanaan Pajak II.4.1 Pengertian, Tujuan, dan Hal Penting dalam Perencanaan Pajak Menurut Suandy (2011:6) Perencanaan Pajak adalah langkah awal dalam manajemen perpajakan dimana pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan, dengan maksud agar dapat menyeleksi jenis tindakan penghematan dan penghindaran pajak yang dapat dilakukan secara legal. Perencanaan pajak dilakukan dengan memanfaatkan celah-celah atau kelemahan-kelemahan yang ada di dalam Undang Undang yang berlaku tanpa melanggar Undang Undang tersebut. Hal ini dilakukan agar beban pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak dapat ditekan seminimal mungkin. Tujuan Perencanaan Pajak adalah merekayasa agar beban pajak (Tax Burden) serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan pembuatan Undang-undang. Perencanaan pajak disini sama dengan tax avoidance karena secara hakikat ekonomis kedua-duanya berusaha untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after tax return) karena pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia baik untuk dibagikan kepada pemegang saham maupun diinvestasikan kembali. Menurut Suandy (2011 : 9) hal yang penting dalam melakukan perencanaan pajak adalah : 1. Tidak melanggar ketentuan perpajakan yang berlaku agar tidak melemahkan keberhasilan perencanaan pajak tersebut. 2. Secara bisnis harus masuk akal karena perencanaan pajak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan perusahaan secara menyeluruh. 31

3. Memiliki bukti pendukung yang memadai seperti faktur, kebijakan akuntansi, dll. II.4.2 Motivasi Dilakukannya Tax Planning (Perencanaan Pajak) Mengacu pada Suandy (2011:10) terdapat 3 unsur perpajakan yang memotivasi dilakukannya perencanaan pajak: 1. Kebijaksanaan Perpajakan (Tax Policy) Kebijaksanaan perpajakan merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak, yaitu: Jenis pajak yang akan dipungut Siapa yang akan dijadikan subjek pajak Apa saja yang merupakan objek pajak Berapa besarnya tarif pajak yang dikenakan Bagaimana prosedur pembayaran pajak yang sesuai dengan peraturan perpajakan 2. Undang-undang Perpajakan (Taxation Law) Kita menyadari bahwa kenyataannya di manapun tidak ada undang-undang yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna, maka dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan dan Direktur Jendral Pajak, maka tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan Undang-undang itu sendiri karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijaksanaan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya. 32

3. Administrasi Perpajakan (Tax Administration) Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah memaksimalkan laba setelah pajak karena pajak ikut mempengaruhi dalam pengembalian keputusan atas suatu tindakan dalam operasi perusahaan untuk melakukan investasi melalui analisis yang cermat dan pemanfaatan peluang yang ada dalam peraturan yang sengaja dibuat oleh pemerintah, untuk memberikan perlakuan yang berbeda atas objek yang secara ekonomi hakikatnya sama dengan memanfaatkan : perbedaan tarif pajak, perbedaan perlakuan atas objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak, dan loopholes, shelters, havens. II.4.3 Tahap-Tahap dalam perencanaan pajak Agar Tax Planning berhasil sesuai dengan yang diharapkan, menurut Suandy (2011 : 13-26) perencanaan itu seharusnya dilakukan melalui berbagai urutan tahap-tahap berikut: - Analisis informasi ( basis data ) yang ada Tahap pertama dari proses pembuatan perencanaan pajak adalah menganalisis komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung seakurat mungkin beban pajak yang harus ditanggung. Perhitungan besarnya penghasilan dari suatu proyek dan pengeluaran-pengeluaran lain di luar pajak yang mungkin terjadi juga penting untuk dilakukan. - Buat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak. 33

- Evaluasi pelaksanaan rencana pajak Perencanaan pajak yang merupakan bagian kecil dari seluruh perencanaan strategis perusahaan, oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak, perbedaan laba kotor, dan pengeluaran selain pajak atas berbagai alternatif perencanaan. - Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak Akan sangat membantu jika pembuatan suatu rencana disertai dengan gambaran atau perkiraan berapa peluang kesuksesan dan berapa laba potensial yang akan diperoleh jika berhasil maupun kerugian potensial jika terjadi kegagalan. - Mutakhirkan rencana pajak Pemuktahiran dari suatu rencana adalah konsekuensi yang perlu dilakukan sebagaimana dilakukan oleh masyarakat yang dinamis. Dengan memberikan perhatian terhadap perkembangan yang akan datang maupun situasi yang terjadi saat ini, maka perusahaan akan mampu mengurangi akibat yang merugikan ataupun mengambil kesempatan untuk memperoleh manfaat yang potensial. II.5 Strategi untuk Mengefisienkan Beban PPh Badan Mengacu pada Suandy (2011 : 121) strategi-strategi yang dapat digunakan untuk mengefisienkan beban PPh badan adalah sebagai berikut: 1. Pemilihan alternatif dasar pembukuan, basis kas atau basis akrual. Perbedaan antara basis akrual dan basis kas menurut versi perpajakan adalah terletak pada biaya administrasi dan umum. Pada basis akrual biaya 34

administrasi dan umum dibebankan pada saat terjadinya transaksi. Maka dari sisi efisiensi pajak lebih menguntungkan dengan menggunakan basis akrual. 2. Pengelolaan transaksi yang berkaitan dengan pemberian kesejahteraan kepada karyawan. Strategi efisiensi PPh Badan yang berkaitan dengan biaya kesejahteraan karyawan sangat tergantung dari kondisi perusahaan. 3. Pemilihan metode penilaian persediaan. Untuk efisiensi pajak, terutama dalam kondisi perekonomian yang inflasi di mana harga barang cenderung naik, maka metode rata-rata akan menghasilkan harga pokok penjualan yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode FIFO. 4. Pemilihan sumber dana dalam pengadaan aset tetap. Untuk efisiensi beban pajak, sewa guna usaha dapat dipilih karena jangka waktu sewa guna usaha umumnya lebih pendek dari umur asset dan pembayaran sewa guna usaha dapat dibiayakan seluruhnya. 5. Pemilihan metode penyusutan aset tetap. Untuk efisiensi beban pajak, perlu untuk melihat kondisi perusahaan yang bersangkutan. Jika perusahaan sedang dalam kondisi laba dan besarnya penghasilan kena pajak telah mencapai tarif yang tinggi, maka metode saldo menurun akan lebih baik untuk digunakan karena menghasilkan biaya yang lebih besar. Sebaliknya, jika kondisi perusahaan sedang merugi, lebih baik memilih metode garis lurus. 35

6. Transaksi yang berkaitan dengan pemungutan pajak (withholding tax). Perusahaan sebagai pemotong pajak terhadap pihak ketiga seringkali menghadapi masalah yaitu pihak ketiga tersebut tidak bersedia jasanya dipotong pajak. Apabila perusahaan tidak memotong withholding tax, maka perusahaan akan dikenakan kewajiban membayar withholding tax tersebut ditambah dengan denda bunga atas keterlambatan penyetoran. Untuk mengatasinya, sebaiknya perusahaan me-mark up nilai transaksi supaya nilai tersebut sudah termasuk pajak. 7. Optimalisasi pengkreditan pajak yang telah dibayar. 8. Permohonan penurunan pembayaran angsuran masa (PPh Pasal 25 bulanan). Perusahaan sebaiknya mengajukan permohonan penurunan angsuran masa dengan disertai proyek laba pada akhir tahun dan alasannya terjadi penurunan laba. Hal ini disebabkan jika terjadi kelebihan pembayaran pajak yang walaupun dapat direstitusi, tetapi sebelumnya wajib pajak akan dikenakan tindakan pemeriksaan 9. Pengajuan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 22 dan Pasal 23. 10. Rekonsiliasi SPT. Sebaiknya perusahaan melakukan rekonsiliasi secara periodik. Jika ada perbedaan segera dilakukan koreksi, hal ini dilakukan untuk menghindari sanksi dikemudian hari. 36