5 HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PERBEDAAN POSISI PENEMPATAN LAMPU TABUNG TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG NELA INDAH ERMAWATI

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Bagan

2.2. Reaksi ikan terhadap cahaya

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Macam-macam lampu tabung (

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

3 METODOLOGI PENELITIAN

SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK. (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh:

4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan tempat 4.2 Alat dan bahan 4.3 Metode pengambilan data

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bagan

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS HASIL TANGKAPAN IKAN TERI (Stolephorus sp.) DENGAN ALAT TANGKAP BAGAN PERAHU BERDASARKAN PERBEDAAN KEDALAMAN DI PERAIRAN MORODEMAK

STUDI PENDAHULUAN PENGGUNAAN LAMPU TABUNG BEREFLEKTOR TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG SITI ROHANAH

I. PENDAHULUAN Visi

PENGGUNAAN LIGHT EMITTING DIODE PADA LAMPU CELUP BAGAN. The Use of Light Emitting Diode on Sunked Lamps of Lift Net. Oleh:

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN

PENGUATAN CAHAYA PADA BAGAN MENGGUNAKAN REFLEKTOR KERUCUT SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN CUMI-CUMI

UJI COBA PENANGKAPAN IKAN DENGAN BAGAN TANCAP MENGGUNAKAN LAMPU LED (LIGHT EMITTING DIODE) DAVID JULIAN

PENGEMBANGAN LAMPU BAWAH AIR SEBAGAI ALAT BANTU PADA BAGAN TANCAP DI DESA TAMBAK LEKOK KECAMATAN LEKOK PASURUAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

EFEKTIVITAS LAMPU TABUNG PADA PERIKANAN BAGAN HENDRAWAN SYAFRIE

Gambar 3 Lampu tabung.

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

J. Sains & Teknologi, Agustus 2017, Vol. 17 No. 2 : ISSN

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. sehingga, Indonesia disebut sebagai Negara Maritim. alamnya mayoritas mata pencaharian masyarakat indonesia setelah petani adalah

Balai Diklat Perikanan Banyuwangi

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan. Sumberdaya hayati (ikan) merupakan bagian dari sumberdaya alam yang

MAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB TEKNIK ELEKTRO

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN Volume 7 Nomor 2. Desember 2017 e ISSN Halaman :

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan

PENGARUH ILUMINASI ATRAKTOR CAHAYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN PADA BAGAN APUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber :

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Menwut Direktorat Jenderal (Dirjen) Perikanan (1991), purse seine adalah

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

DISTRIBUSI CAHAYA LAMPU DAN TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN BAGAN PERAHU DI PERAIRAN MALUKU TENGAH. Haruna *)

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya Untuk Penangkapan Ikan. daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi-tepi pantai dengan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR

Efektivitas Alat Tangkap Mini Purse Seine Menggunakan Sumber Cahaya Berbeda Terhadap Hasil Tangkap Ikan Kembung (Rastrelliger sp.)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA Penangkapan Ikan. Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENENTUAN RESPON OPTIMAL FUNGSI PENGLIHATAN IKAN TERHADAP PANJANG GELOMBANG DAN INTENSITAS CAHAYA TAMPAK

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Untuk terang ke 3 maka Maka diperoleh : adalah

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN HasU Hasil Tangkapan

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PRODUKTIVITAS PANCING ULUR UNTUK PENANGKAPAN IKAN TENGGIRI (Scomberomorus commerson) DI PERAIRAN PULAU TAMBELAN KEPULAUAN RIAU

Jenis dan Sifat Gelombang

PENGARUH INTENSITAS CAHAYA LAMPU BAWAH AIR DENGAN SENTER LIGHT EMITTING DIODE PADA REAKSI FOTOTAKSIS IKAN DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

PEMANFAATAN LAMPU LISTRIK UNTUK PENINGKATAN HASIL TANGKAPAN PADA BAGAN APUNG TRADISIONAL DI PELABUHAN RATU

Cahaya sebagai media Fotografi. Syarat-syarat fotografi. Cahaya

HIDROSFER VI. Tujuan Pembelajaran

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG SMA NEGERI 10 PADANG Cahaya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

Harry Kurniawan 1), Ir. Arthur Brown, M.Si 2), Dr. Pareg Rengi, S.Pi, M.Si 2) ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil

PENGOPERASIAN LAMPU CELUP BAWAH AIR PADA BAGAN TANCAP DI PERAIRAN LEKOK. Application of Underwater Lamp for Bagan Tancap at Lekok

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

Effect of Lights Color Difference On The Squid Catch (Loligo spp) Using Lift Net In Palabuhanratu Sukabumi, West Java

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

SIFAT-SIFAT CAHAYA. 1. Cahaya Merambat Lurus

WARNA UMPAN TIRUAN PADA HUHATE

Transkripsi:

31 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 cahaya Menurut Cayless dan Marsden (1983), iluminasi atau intensitas penerangan adalah nilai pancaran cahaya yang jatuh pada suatu bidang permukaan. cahaya dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan jarak antara sumber cahaya dengan permukaan bidang (Ben Yami, 1987). Intensitas cahaya adalah kekuatan cahaya yang berasal dari satu sumber dengan satuan candela. Hubungan antara nilai iluminasi cahaya, intensitas cahaya dan jarak dari sumber cahaya dirumuskan dengan : Keterangan : E : cahaya (lux) ; I : Intensitas cahaya (candela) ; dan r : Jarak dari sumber cahaya (m). Nilai iluminasi cahaya akan menurun jika jaraknya semakin jauh dari sumber cahaya atau melewati medium tertentu. Indeks bias cahaya berbeda-beda pada setiap medium tertentu. Pembiasan cahaya menyebabkan pembelokkan, sehingga iluminasi cahaya menjadi berkurang. Indeks bias cahaya pada medium udara adalah 1, sedangkan pada medium air sebesar 1,3. 5.1.1 Medium udara Menurut Cayless dan Marsden (1983), cahaya dapat merambat pada medium udara. Frekuensi cahaya tidak mengalami perubahan saat merambat di udara. Cepat rambat dan panjang gelombangnya saja yang berubah. 1) Lampu tabung Data hasil pengukuran iluminasi lampu tabung pada berbagai sudut dijelaskan pada Tabel 1, sedangkan grafiknya disajikan pada Gambar 14. cahaya pada setiap sudut pengukuran berbeda.

32 Tabel 1. cahaya lampu tabung pada berbagai sudut pengukuran Sudut ( o ) (lux) Sudut ( o ) (lux) Sudut ( o ) (lux) 0 32 75 151 150 173 15 55 90 167 165 155 30 81 105 171 180 153 45 132 120 184 60 144 135 179 Gambar 14. cahaya lampu tabung pada medium udara cahaya pada sudut pengukuran 0 30 sangat rendah dibandingkan dengan sudut lainnya. Hal ini disebabkan posisi pengukuran iluminasi agak terhalang oleh kepala lampu. Selanjutnya, iluminasi cahaya mulai dari sudut 45 hingga 120 terus mengalami kenaikan yang cukup besar. Intensitas cahaya dari tabung tidak terhalang oleh apapun. cahaya antara sudut 135 180 terus berkurang. Pengurangan tersebut disebabkan bidang yang memancarkan cahaya langsung mengecil. Nilai iluminasi tertinggi cenderung berada pada sudut pengukuran 120. Pada posisi ini terjadi interferensi cahaya dari tabung lampu.

33 Pada Gambar 14, sebagian besar arah pancaran cahaya lampu tabung yang memiliki iluminasi tinggi berada pada posisi 90 180, atau cenderung ke arah horizontal. Pola sebaran demikian tidak dapat dimanfaatkan secara optimal pada perikanan bagan. Cahaya tidak dapat mengumpulkan ikan dibawah bagan, tetapi menyebar di sekitar bagan. Alat tangkap bagan memerlukan lampu beriluminasi tinggi dengan pancaran cahaya ke arah bawah bagan, atau pada sudut antara 135 225. Pola arah penyinaran lampu tabung beriluminasi tinggi yang cenderung mengarah ke samping dan ke bawah pada sudut 90 o -150 o dan mengharuskan penempatan lampu tidak jauh dari permukaan air. Ini dimaksudkan agar cahaya yang masuk ke dalam air lebih banyak dari pada yang tersebar di medium udara. 2) Lampu tabung dengan reflektor Pengukuran iluminasi cahaya lampu tabung dengan reflektor dapat dilihat hasilnya pada Tabel 2, dan diilustrasikan pada gambar 15 sebagai berikut: Tabel 2. cahaya lampu tabung dengan reflektor pada berbagai sudut pengukuran Sudut ( o ) (lux) Sudut ( o ) (lux) Sudut ( o ) (lux) 0 0 75 0 150 512 15 0 90 0 165 536 30 0 105 28 180 562 45 0 120 312 60 0 135 427

34 Gambar 15. cahaya lampu tabung dengan reflektor pada medium udara cahaya antara sudut 0-90 dan 255-360 tidak dapat diukur, karena terhalang oleh reflektor. Adapun pada sudut pengukuran 105 dan 255, iluminasi cahaya masih dapat diukur meskipun bernilai kecil yaitu 28 lux. ini dimungkinkan berasal dari pantulan cahaya di ujung sisi bagian dalam reflektor yang tidak sempurna. Dari seluruh sudut pengukuran, iluminasi tertinggi terdapat pada sudut 180, yaitu sebesar 562 lux. Pada posisi ini terjadi akumulasi cahaya yang berasal dari lampu dan pantulan reflektor berwarna perak. Persentase pantulan cahaya datang dari reflektor perak adalah sebesar 91-95 % dan putih 85-90 % (www.energyefficiencyasia.org). Penggunaan reflektor pada lampu tabung sangat baik jika dioperasikan di bagan. Pemusatan cahaya di bawah bagan dengan reflektor memberi peluang ikan banyak terkumpul di atas jaring. Reflektor membantu cahaya lampu agar lebih memusat ke arah bawah, sehingga tidak terbuang ke arah lainnya. 3) Lampu dalam air Hasil pengukuran terhadap iluminasi cahaya lampu dalam air memberikan hasil yang berbeda dengan lampu tabung tanpa perlakuan. cahayanya lebih rendah. Penyebabnya cahaya yang memancar ke luar setoples telah direduksi oleh lapisan kaca. cahaya terbesar pada posisi pengukuran 90 o. Semakin

35 jauh dari sudut pengukuran tersebut, nilai iluminasi akan semakin kecil, karena ketebalan kaca setoples yang dilewati oleh cahaya semakin tebal. Tabel 3 menjelaskan data iluminasi cahaya lampu dalam air dan grafiknya disajikan pada Gambar 16. Tabel 3. cahaya lampu dalam air pada berbagai sudut pengukuran Sudut ( o ) (lux) Sudut ( o ) (lux) Sudut ( o ) (lux) 0 0 75 104 150 119 15 0 90 137 165 97 30 0 105 134 180 93 45 46 120 132 60 83 135 127 Gambar 16. cahaya lampu dalam air pada medium udara Berdasarkan hasil pengukuran, nilai iluminasi bernilai 0 pada sudut 0-30. Cahaya lampu terhalang oleh penutup setoples sehingga nilai iluminasi tidak terukur pada sudut tersebut. bernilai 46 lux terukur pada sudut 45. Nilai ini berasal dari hasil pembiasan cahaya lampu pada bagian leher setoples yang berbentuk ulir. Penyinaran kearah samping pada sudut pengukuran 90 o -150 o dan 210 o 270 o memberikan nilai iluminasi yang tinggi. cahaya ke arah bawah antara 165 o - 195 o lebih rendah dari iluminasi cahaya ke arah samping, tetapi

36 lebih tinggi dibandingkan dengan kearah atas 0 o -90 o dan 270 o -360 o. Hal ini mengindikasikan bahwa lampu dalam air sangat sesuai digunakan untuk mengumpulkan ikan yang berada di sekitar sumber cahaya. Selain itu, iluminasi cahaya yang rendah ke arah atas mengharuskan penempatan lampu tidak terlalu dalam. Sebab, pancaran cahaya pada sudut 105 o -150 o dan 210 o -255 o tidak dapat secara maksimal digunakan untuk mengumpulkan ikan. 4) Perbandingan ketiga lampu Bagan memerlukan alat bantu cahaya yang berfungsi sebagai pengumpul ikan. Berdasarkan arah pancaran cahaya yang beriluminasi tinggi, lampu tabung kurang efektif untuk mengumpulkan ikan, karena hampir semua cahaya terpancar ke arah samping dan hanya sedikit cahaya yang masuk ke dalam air. Pada lampu tabung bereflektor, seluruh pancaran cahaya mengarah ke bawah. Cara ini juga kurang efektif untuk mengumpulkan ikan yang berada di sekitar bagan. Lampu hanya memiliki kemampuan mengumpulkan ikan yang berada tidak jauh dari bagan. Lampu dalam air lebih efektif karena cahayanya memancar ke arah samping dan sebagian kebawah. Hanya permasalahannya, keberadaan kaca setoples mengurangi iluminasi cahaya yang masuk ke dalam air. Nilai intensitas cahaya di dalam air tertinggi dengan lampu dalam air, karena dengan lampu tabung dan reflektor cahaya mengalami pemantulan saat di permukaan air. Oleh karena itu, lampu dalam air sangat baik dioperasikan untuk memanggil ikan yang berada jauh dari bagan. 5.1.2 Medium air Medium air memiliki indeks bias yang lebih tinggi dibandingkan dengan udara. Menurut Cayless dan Marsden (1983), indeks bias cahaya di medium air sebesar 1,3 dan udara 1. Inilah yang menyebabkan mengapa cahaya lebih mudah merambat melalui medium udara dibandingkan dengan air. Cahaya yang merambat dari medium udara ke air akan mengalami penurunan iluminasi. 1) Lampu tabung Ketinggian lampu tabung dari permukaan air ditetapkan sejauh 1 m. Ini sesuai dengan pengoperasian yang biasa dilakukan oleh nelayan. Hasil

37 pengukuran iluminasi cahaya pada sudut tersebut dituliskan pada Tabel 4. Gambar 17 menjelaskan grafik iluminasi cahaya berdasarkan sudut pengukuran. Tabel 4. cahaya lampu tabung pada medium air D Titik Pengukuran -3,9-2,6-1,3 0 1,3 2,6 3,9-1 7,8 33,3 54,5 51,7 54,5 33,3 7,8-2 9,2 23,7 33,7 27,7 33,7 23,7 9,2-3 6,4 12,3 17,8 12 17,8 12,3 6,4-4 3,3 9,9 6,8 5,9 6,8 9,9 3,3-5 1,1 6,6 3,3 2 3,3 6,6 1,1-6 0,1 2 1,8 1,3 1,8 2 0,1 Gambar 17. cahaya lampu tabung pada medium air Sesuai dengan Gambar 17, iluminasi cahaya lampu tabung di dalam air cenderung semakin berkurang dengan cepat seiring dengan bertambahnya kedalaman. Penetrasi cahaya secara umum hanya mencapai kedalaman 6 m. Pengurangan intensitas cahaya tidak hanya terjadi secara vertikal, tetapi juga

38 secara horizontal. Penurunan iluminasi cahaya secara horizontal lebih besar dibandingkan dengan vertikal. Hal ini disebabkan selain karena jaraknya yang semakin jauh dari lampu, cahaya juga mengalami pembelokan. Cahaya maksimal pada posisi pengukuran 1,3 m. Hal ini sesuai dengan arah pancaran maksimum pada medium udara yaitu di sudut pengukuran 120 o. Nilai iluminasi pada posisi ini adalah hasil interferensi cahaya dari tabung lampu. Artinya telah terjadi penumpukan berkas sinar yang jatuh pada luxmeter sehingga nilai iluminasinya meningkat. Pada kedalaman 4 m telihat nilai sebaran cahaya yang semakin tinggi secara horizontal di titik 1,3 dan 2,6 m. Perubahan ini terjadi sebagai bukti adanya hasil akumulasi cahaya sudut pengukuran 120 o. Hal ini membuat cahaya pada sudut pengukuran 120 memiliki nilai yang tinggi. 2) Lampu tabung dengan reflektor Reflektor dirancang agar cahaya menerangi permukaan air dengan radius 8 meter. Penggunaan pelapis perak pada reflektor dimaksudkan agar memberikan efek pantulan cahaya yang semakin tinggi. Hasil pengukuran iluminasi lampu dengan reflektor disajikan pada Tabel 5 dan grafik pada Gambar 18. Tabel 5. cahaya lampu tabung dengan reflektor pada medium air D Titik Pengukuran -3,9-2,6-1,3 0 1,3 2,6 3,9-1 5,5 19,3 63,0 162,5 63,0 19,3 5,5-2 4,8 16,5 41,3 78,3 41,3 16,5 4,8-3 3,5 13,3 33,3 29,0 33,3 13,3 3,5-4 3,3 11,3 22,0 19,7 22,0 11,3 3,3-5 1,8 9 12,8 10,3 12,8 9 1,8-6 0,8 6,3 7,3 2,3 7,3 6,3 0,8-7 3,5 3,8 1,8 3,8 3,5-8 1,8 2 1 2 1,8-9 0,5 0,3 0,8 0,3 0,5

39-1 (Meter) (Lux) -3,9-2,6-1,3-1 0 0 1,31 2,6 2 3,9 3-2 -3-4 (Meter) -5-6 -7-8 -9-10 Gambar 18. cahaya lampu tabung dengan reflektor pada medium air cahaya tertinggi sebesar 162,5 lux terdapat pada titik pengukuran 0. Pada titik ini terjadi interferensi cahaya yang berasal dari cahaya pantulan reflektor dan pancaran cahaya langsung dari lampu. Pada kedalaman 3 7 m, nilai iluminasi cahaya pada titik pengukuran 1,3 lebih tinggi dibandingkan dengan di titik 0. Nilai iluminasi pada titik tersebut merupakan akumulasi pantulan cahaya dari reflektor, sedangkan di titik 0 hanya berasal dari lampu. cahaya dengan menggunakan reflektor lebih terfokus ke arah bawah. Hal ini terlihat pada kemampuan daya tembus cahaya yang mencapai kedalaman 9 m. Pola sebaran tersebut lebih terfokus dan terang dibandingkan dengan lampu tabung tanpa reflektor. Hal ini terjadi karena reflektor memantulkan sebagian besar sinar cahaya ke perairan.

40 3) Lampu dalam air Lampu dalam air memiliki nilai pancaran yang besar baik secara vertikal maupun horizontal. Hal ini terlihat dari nilai iluminasi pada posisi pengukuran terjauh (3,9 m) dan kedalaman 10 m yang masih cukup besar. Secara horizontal terjauh nilai iluminasi tertinggi berada pada kedalaman 5 m sebesar 4,5 lux. Nilai sebaran iluminasi selengkapnya pada lampu dalam air terdapat di Tabel 6 dibawah ini : Tabel 6. cahaya lampu dalam air pada medium air D Titik Pengukuran -3,9-2,6-1,3 0 1,3 2,6 3,9-1 1,6 3,9 95,2 263 95,2 3,9 1,6-2 2,2 16,8 48,2 209,6 48,2 16,8 2,2-3 3,4 22,4 30,8 91,6 30,8 22,4 3,4-4 3,7 17,0 29 42,1 29 17 3,7-5 4,5 11,2 19,6 25,8 19,6 11,2 4,5-6 3,5 7,9 12,1 14,6 12,1 7,9 3,5-7 3,2 5,0 7,6 8,5 7,6 5,0 3,2-8 1,6 3,2 4,3 5,1 4,3 3,2 1,6-9 0,8 1,7 3,5 2,7 3,5 1,7 0,8-10 0 1 1,1 0,9 1,1 1 0 Gambar 19. cahaya lampu dalam air pada medium air

41 Nilai iluminasi cahaya maksimum pada lampu dalam air mencapai 263 lux. Hasil pengukuran ini relatif tinggi dibandingkan lampu lainnya karena letak lampu yang dekat dengan luxmeter (berada didalam air). Cahaya lampu dalam air terhindar dari reduksi akibat pemantulan di permukaan air. Sebaran cahaya pada lampu dalam air menyebar ke segala arah. Secara vertikal, cahaya lampu menembus kedalaman 10 m. Terjadi penurunan pada setiap kedalaman akibat pembiasan dan pengaruh kandungan partikel di air laut. Seperti terlihat pada data diatas, nilai iluminasi pada kedalaman 1 dan 2 m terjadi penurunan dari 263 menjadi 209,3 lux. Hasil pengukuran diatas membuktikan bahwa lampu dalam air tidak cocok untuk pengumpul tangkapan diatas jaring. Hal ini disebabkan sifat cahaya lampu yang menyebar kesegala arah. lampu pada titik pengukuran 3,9 (kedalaman 5 m) yang bernilai 4,5 lux masih cukup tinggi dan dapat mengakibatkan ikan berkumpul di sekitar jaring. Lampu dalam air baik untuk memanggil ikan agar mendekati bagan. Selain itu, cahaya dalam air relatif lebih tenang karena lampu tidak banyak bergoyang yang biasa disebabkan oleh angin di medium udara. 5.2 Komposisi Hasil Tangkapan 5.2.1 Berdasarkan jenis ikan a. Berat total tangkapan Bagan menghasilkan jenis ikan tangkapan yang berbeda. Jenis ikan yang dominan tertangkap adalah tembang (Sardinella fimbriata). Adapun jenis lainnya yang cukup banyak tertangkap adalah kembung (Rastrelliger spp), teri (Stelophorus spp), dan rebon. Jenis-jenis ikan lainnya yang tertangkap dalam jumlah relatif sedikit meliputi layur, bawal, cumi-cumi (Loligo spp), dan tongkol. Jenis-jenis ikan tembang, kembung, teri, cumi-cumi, menurut Subani (1972) sering tertangkap oleh bagan. Komposisi berat hasil tangkapan bagan berdasarkan jenis organisme disajikan pada Gambar 20.

42 Berat tangkapan (kg) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 95 57.8 44.4 34.5 29.5 20.5 17.0 14.5 Tembang Kembung Teri Rebon Layur Bawal Cumi Tongkol Jenis organisme Gambar 20. Komposisi berat hasil tangkapan bagan berdasarkan jenis organisme Jenis ikan yang terbanyak tertangkap adalah tembang, yakni seberat 95 kg atau 30% dari total berat tangkapan. Pengoperasian bagan di sekitar pantai dengan menggunakan bantuan cahaya sangat memungkinkan tembang tertangkap dalam jumlah banyak. Tembang memiliki habitat di daerah pantai, hidup di permukaan secara bergerombol dan mengejar plankton sebagai makanannya (Amiruddin, 2006). Selain itu, musim tembang di perairan Palabuhanratu, menurut Chaira (2010), berlangsung sepanjang tahun. Hal ini juga didukung oleh data perikanan PPN Palabuhanratu tahun 2007 yang menyatakan bahwa jenis tembang selalu didaratkan oleh nelayan setempat. Jenis ikan berikutnya yang banyak tertangkap adalah kembung. Ikan ini tertangkap seberat 57,8 kg (18%). Ikan ini termasuk famili scombridae, yaitu jenis ikan yang suka hidup bergerombol di permukaan air yang dekat dengan pantai dan membentuk gerombolan besar. Makanannya berupa plankton halus dan biasanya tertangkap pada malam hari (Basmi, 1995). Kembung cenderung berenang mendekati permukaan air pada malam hari dan pada siang hari turun ke lapisan yang lebih dalam. Gerakan vertikal ini dipengaruhi oleh gerakan harian plankton dan mengikuti perubahan suhu, faktor hidrografis dan salinitas (Pasaribu, 1967). Hal ini menguntungkan nelayan yang melakukan penangkapan pada malam hari dengan menggunakan bagan.

43 Ikan jenis lainnya yang tertangkap cukup banyak adalah teri seberat 44,4 kg (14%). Teri merupakan jenis ikan yang memakan plankton. Keberadaan plankton sebagai respon terhadap cahaya lampu membuat ikan ini tertarik untuk berada di areal kerangka jaring (Tobing, 2008). Jenis ikan teri memiliki variasi yang jelas tentang pergerakan renang ikan di kedalaman tertentu pada waktu siang hari. Jenis ikan ini akan berenang atau berada lebih dekat ke permukaan pada waktu pagi dan sore hari bila dibandingkan pada saat tengah hari (Gunarso, 1985). Amiruddin (2006) menambahkan teri biasanya muncul ke permukaan pada malam hari dan merupakan jenis ikan yang tertarik pada cahaya atau fototaksis positif. Rebon merupakan udang kecil yang tertangkap seberat 34,5 kg (11%). Jenis rebon tergolong organisme demersal yang berada di dasar perairan. Udang jenis ini akan mendekati sumber cahaya (Baeza, 2011). Tujuannya untuk memakan fitoplankton dan zooplankton yang berada di sekitar lampu (www.jstor,org). Menurut Subani (1978), teri dan rebon merupakan target tangkapan utama bagan. Layur tertangkap seberat 29,5 kg (9%). Ikan jenis layur hidup di perairan pantai yang dalam dengan dasar berlumpur. Meskipun digolongkan dalam jenis ikan demersal, layur biasanya muncul ke pemukaan pada waktu senja. Layur tergolong ikan buas. Makanannya berupa ikan, udang dan berbagai cumi-cumi (Matsuda, 1975). Ikan ini menyebar dan dapat dijumpai pada semua perairan pantai di Indonesia (Dirjen Perikanan, 1979). Beberapa jenis layur banyak terdapat di perairan pantai Pulau Jawa, misalnya Trichiurus savala, Trichiurus haumela, dan Trichiurus muticus (Nontji, 1987). Cumi merupakan organisme diurnal yang banyak ditemukan di perairan pantai. Pada penelitian ini, cumi-cumi tertangkap sebanyak 17 kg (5%). Cumicumi digolongkan sebagai hewan karnivora, karena memakan udang dan ikanikan pelagis. Selain ikan-ikan kecil, cumi-cumi juga memangsa organisme lainnya, seperti rebon, diatome, protozoa dan larva kepiting (Tasywiruddin, 1999). Jenis ikan berikutnya yang ikut tertangkap adalah bawal dengan berat 20,5 kg (7%). Bentuk gigi-giginya yang tajam cukup menyimpulkan bahwa jenis ikan ini merupakan jenis predator. Keberadaan bawal dimungkinkan karena mengejar mangsa berupa ikan teri dan rebon. Adanya rantai makanan menjadi salah satu alasan keberadaan ikan di bagan.

44 Jenis ikan yang paling sedikit tertangkap adalah tongkol, yaitu 14,5 kg (5%). Tongkol merupakan ikan perenang cepat dan beruaya sepanjang tahun. Ikan ini banyak tersebar di Atlantik, Indian dan Pasifik (Anonymous, 2011). Makanannya berupa ikan-ikan kecil, cumi-cumi, krustacea planktonik yang banyak terkumpul di bawah lampu bagan. Oleh karena itu, keberadaan tongkol di sekitar bagan pada sore hari sangat beralasan, karena banyak terdapat ikan-ikan kecil. b. Berat hasil tangkapan berdasarkan jenis lampu Penggunaan jenis lampu yang berbeda pada pengoperasian bagan apung menghasilkan jenis dan berat hasil tangkapan yang cukup berbeda. Bagan yang menggunakan lampu tabung menghasilkan ikan tangkapan seberat 65,6 kg. jenisjenis ikannya terdiri atas teri seberat 5 kg, layur (8 kg), kembung (14 kg), tembang (22 kg), tongkol (5 kg), rebon (3 kg) dan cumi-cumi (9 kg). Pemakaian lampu tabung bereflektor mendapatkan tangkapan seberat 95,9 kg. Ikan ikan tersebut adalah kembung (14,4 kg), tembang (44 kg), tongkol (9 kg), bawal (20,5 kg). Jenis cumi-cumi dapat tertangkap seberat 8 kg. Sementara pemakaian lampu tabung dalam air memberikan berat tangkapan 151,7 kg. Rinciannya adalah teri seberat 39,4 kg, layur (21,5 kg), kembung (29,55 kg), tembang (29,2 kg), dan tongkol (0,5 kg). Rebon yang tertangkap beratnya mencapai 31,5 kg. Pada Gambar 21 dijelaskan berat tangkapan per jenis ikan berdasarkan jenis lampu.

45 Gambar 21. Komposisi berat tangkapan berdasarkan jenis ikan per lampu Jenis teri dan rebon banyak dihasilkan oleh lampu tabung dan lampu dalam air. cahaya yang dihasilkan oleh kedua lampu ini sangat menyebar, sehingga keberadaan teri dan rebon juga menyebar. Sebagian teri dan rebon yang tidak dimangsa oleh ikan predator akan tertangkap. Dari hasil pengamatan lapang, keberadaan teri dan rebon sebenarnya lebih banyak terkumpul di bawah lampu bereflektor yang memiliki iluminasi yang tinggi. Menurut Gunarso (1988), kedua jenis organisme ini sangat menyukai intensitas cahaya yang tinggi. Kedatangan ikan predator menyebabkan teri dan rebon melarikan diri. Akibatnya, teri dan rebon sama sekali tidak tertangkap. Bagan justru menangkap jenis-jenis ikan predator, seperti tongkol, bawal dan cumi-cumi. Kembung dan tembang cukup banyak tertangkap oleh bagan yang menggunakan, baik lampu tabung, lampu dalam air, maupun lampu bereflektor. Kedua jenis ikan ini memiliki ukuran yang lebih besar dari teri dan rebon, sehingga ikan predator mengalami kesulitan ketika akan memangsa kedua ikan ini. Inilah yang menyebabkan kenapa kembung dan tembang juga cukup banyak tertangkap oleh bagan yang menggunakan lampu bereflektor. Menurut Hasan dan Widipangestu (2000), komposisi ikan hasil tangkapan secara langsung dipengaruhi oleh penggunaan lampu yang dipasang di dalam air. Pemasangan lampu pada kedalaman 0 1 m adalah posisi yang paling baik. Penggunaan lampu pada posisi ini menghasilkan tangkapan dalam jumlah banyak.

46 c. Berat hasil tangkapan per hauling Banyaknya ikan yang tertangkap pada setiap penarikan jaring, menunjukkan keterkaitan antara waktu pengoperasian bagan seperti terlihat pada Gambar 22 dibawah ini: Berat tangkapan (kg) 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 (19.00-22.00) (22.00-01.00) (01.00-04.00) 42.4 31.4 27.2 25.4 27.5 20.5 12 11.5 11.8 9.6 10 8 12.6 8.1 8.5 6.4 6.5 3.4 4 Teri Layur Kembung Tembang Tongkol Rebon Bawal Cumi Jenis organisme Gambar 22. Komposisi berat hasil tangkapan terhadap jenis ikan per hauling Berdasarkan waktu pengangkatan jaring, jumlah ikan teri yang tertangkap pada jam (01.00-04.00) adalah seberat 31,4 kg. Ini jauh berbeda dengan pengangkatan pada jam (22.00-01.00) yang hanya 3,4 kg, dan pada jam (19.00-22.00) 9,6 kg. Ikan layur terjaring seberat 12 kg pada jam (19.00-22.00). Jumlah ini lebih besar bila dibandingkan dengan pengangkatan pada jam (22.00-01.00) yaitu seberat 10 kg, dan pada jam (01.00-04.00) seberat 8 kg. Ikan kembung tertangkap seberat 27,2 kg pada jam (19.00-22.00). Adapun jaring yang diangkat pada jam (22.00-01.00) menangkap ikan seberat 12,6 kg dan pada jam (01.00-04.00) 11,5 kg. Ikan tembang yang tertangkap pada jam (19.00-22.00) adalah 42,4 kg, pada jam (22.00-01.00) 11,8 kg, sedangkan pada jam (01.00-04.00) 25,4 kg. Ikan tongkol tertangkap seberat 8,1 kg pada jam (19.00-22.00), dan 6,4 kg pada jam (01.00-04.00). Rebon tertangkap seberat 4 kg pada jam (22.00-01.00), dan seberat 27,5 kg pada jam (01.00-04.00). Ikan bawal tertangkap seberat 20,5 kg

47 pada jam (19.00-22.00), dan seberat 8,5 kg pada jam (01.00-04.00). Cumi-cumi yang tertangkap beratnya mencapai 6,5 kg pada jam (01.00-04.00). Ikan-ikan jenis teri, rebon dan cumi banyak tertangkap pada jam (01.00-04.00). Sedangkan ikan-ikan jenis layur, kembung, tembang, tongkol dan bawal banyak tertangkap pada jam (19.00-22.00). Menurut Gunarso (1988), ikan berfamili clupidae seperti ikan teri, aktif mencari makan pada malam hari. Tertangkapnya ikan pada waktu tertentu disebabkan karena waktu makan ikan (feeding habit) yang disesuaikan dengan kebiasaan hidupnya. Tembang banyak tertangkap pada jam (19.00-22.00). Ikan ini memiliki sifat fototaksis positif sehingga akan mudah berkumpul bila mendapatkan cahaya lampu. Tembang merupakan jenis ikan yang paling mendominasi, memiliki ciri pemakan plankton dan hidup bergerombol. Ben Yami (1987), mengatakan bahwa untuk membuat gerombolan besar, tembang membutuhkan cahaya. Plankton dan zooplankton dapat hidup dan berkembang biak dengan cahaya yang cukup (Basmi, 1995). Penangkapan bagan menggunakan cahaya, mengakibatkan tembang memasuki area jaring dengan cepat. Selain tertarik oleh cahaya, tembang memasuki area bagan untuk makan berupa plankton. 5.2.2 Berdasarkan waktu hauling Pengangkatan jaring dilakukan berdasarkan lamanya waktu setting yaitu 3 jam. Hal ini bersumber dari waktu makan ikan yang dibagi kedalam 3 kategori, yakni : (19.00-22.00), (22.00-01.00) dan (01.00-04.00). Saat-saat berkumpulnya ikan terkait dengan waktu makan serta aktifitas renang ikan. Setiap jenis ikan memiliki waktu makan (feeding habit) yang teratur. Menurut Gunarso (1988) menyatakan bahwa ikan dalam keadaan lapar akan lebih mudah terpikat oleh cahaya dari pada ikan dalam keadaan kenyang, sehingga ikan tersebut akan muncul mendekati cahaya. Oleh karena itu, perlu diketahui secara pasti saat-saat ikan dalam keadaan lapar. Hal ini sejalan dengan kutipan dalam salah satu situs komunitas pemancing (Anonymous, 2011) yang menyatakan bahwa faktor penentu keberhasilan menangkap ikan adalah dengan mengetahui kebiasaan makan ikan (food habits) dan cara makan ikan (feeding habits).

48 a. Total tangkapan per hauling Waktu pengangkatan jaring dilakukan pada jam 22.00, 01.00 dan 04.00. Dari ketiga penangkapan tersebut, pengangkatan pada jam 04.00 menunjukkan hasil tangkapan yang paling banyak yaitu seberat 125,2 kg. Jumlah tersebut berbeda saat jaring diangkat pada jam 22.00 yaitu seberat 119,8 kg. Sedangkan pada jam 01.00 ikan yang tertangkap seberat 41,3 kg. Hasil tangkapan berdasarkan ketiga waktu hauling tersebut dapat dilihat pada Gambar 23 dibawah ini : Gambar 23. Total tangkapan per hauling Berdasarkan Gambar 23 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan banyak terdapat pada waktu pengangkatan jam 22.00 dan 04.00. Hal ini terjadi karena pada waktu tersebut merupakan waktu makan ikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan - ikan tangkapan bagan cenderung memiliki waktu makan pada jam 19.00-22.00 dan 01.00-04.00 karena terlihat pada waktu-waktu tersebut ikan ini banyak tertangkap. Menurut Tupamahu (2001), komposisi makanan ikan tembang pada jam 19.00 memiliki nilai indeks kandungan isi lambung sebanyak 0,41, menurun ke 0,28 (20.00) dan 0,2 (21.00). Adapun menjelang periode tengah malam sampai menjelang pagi hari berfluktuasi pada nilai 0,16 dan 0,22. Periode waktu yang diamati (jam 20.00, 21.00, 22.00, 02.00 dan jam 05.00), indeks isi

49 lambung ikan tongkol berkisar antara 0,1 dan 0,2 dengan variasi yang menonjol pada jam 05.00. Selain itu Pagalay (1986) menambahkan bahwa hasil tangkapan bagan pada jam 18.00-21.00 lebih banyak dibandingkan dengan waktu-waktu lainnya. Hal itu merupakan relevansi dari keadaan biologis ikan dimana pada periode tangkapan 18.00-21.00 merupakan tahapan untuk melakukan adaptasi dari keadaan terang ke gelap. Pada waktu tersebut keadaan lingkungan berubah menjadi gelap sehingga ikan dapat tertarik oleh penyinaran buatan (lampu TL). b. Berdasarkan pangangkatan jaring tiap lampu Pengaruh penggunaan lampu terhadap berat hasil tangkapan dengan waktu pengangkatan jaring yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 24. Berdasarkan gambar tersebut, pengoperasian bagan antara jam 19.00-22.00 dengan lampu tabung menghasilkan tangkapan seberat 24,2 kg. Jumlah ini lebih sedikit bila dibandingkan dengan lampu bereflektor yang memperoleh tangkapan seberat 41,9 kg dan lampu dalam air seberat 53,65 kg. Waktu pengoperasian antara jam 22.00-01.00 dengan dengan lampu tabung mendapatkan tangkapan seberat 12,9 kg, lampu bereflektor 23,4 kg, dan lampu dalam air seberat 28,4 kg. Adapun pengoperasian jaring pada jam 01.00-04.00 dengan lampu tabung menghasilkan tangkapan seberat 28 kg, lampu bereflektor 30,6 kg, sedangkan dengan lampu dalam air 69,6 kg. Gambar 24. Perbandingan hasil tangkapan dengan lampu per hauling

50 Total tangkapan tiap jenis lampu memperlihatkan bahwa lampu dalam air memiliki berat tangkapan yang paling banyak. Hal ini disebabkan karena sinarnya yang memancar kesegala arah dalam radius yang lebih luas. Menurut Gunarso (1988), keberadaan cahaya merupakan indikator adanya makanan. Selain itu, kondisi ikan yang lapar membuatnya merespon cahaya dengan lebih cepat. Ini berbeda dengan lampu tabung yang hanya memancar dalam area yang sempit dan lampu reflektor yang terfokus khusus pada kerangka jaring bagan. Berdasarkan pengamatan saat jaring ditarik ke permukaan, ikan-ikan ada yang cenderung tenang atau agresif ketika ditangkap. Penggunaan lampu reflektor memberikan peluang pelolosan ikan yang lebih kecil karena cahayanya yang terfokus. 5.2.3 Berdasarkan jenis lampu Total hasil tangkapan bagan dengan lampu tabung adalah 65,6 kg dan lampu tabung bereflektor 95,9 kg. Bagan dengan lampu dalam air menghasilkan tangkapan seberat 151,7 kg. Perbandingan jumlah total hasil tangkapan dapat dilihat pada Gambar 25. Gambar 25. Perbandingan berat total tangkapan bagan per jenis lampu

51 Gambar 25 menunjukkan bahwa bagan yang dioperasikan dengan lampu dalam air memperoleh tangkapan yang paling banyak dibandingkan dengan lampu jenis lainnya. Ini berarti untuk meningkatkan hasil tangkapan bagan diperlukan lampu pemanggil yang dapat mencapai area yang jauh di dalam air. Lampu tabung memiliki cahaya yang menyebar ke segala arah tetapi tidak mencakup wilayah yang luas. Lampu ini hanya mampu menyinari perairan dengan jarak tertentu baik secara vertikal maupun horizontal. Hal ini menyebabkan ikan yang tertangkap dengan lampu ini berjumlah lebih sedikit. Menurut Ben Yami (1976), pola reaksi ikan terhadap cahaya disebut fototaksis yang terbagi atas 2 jenis yakni fototaksis positif dan negatif. Fototaksis merupakan gerak spontan ikan mendekati atau menjauhi cahaya. Selanjutnya dikatakan bahwa semakin tinggi intensitas cahaya, maka semakin tinggi pula aktivitas ikan tersebut.