commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Merkantilisme Penganut merkantilisme memiliki pendapat bahwa satu-satunya cara

dokumen-dokumen yang mirip
MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT, DAN KEUNGGULAN KOMPARATIF. Wahono Diphayana

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III KERANGKA PEMIKIRAN

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran

Bisnis Internasional Pertemuan Ketiga Bab 5 Teori Perdagangan Internasional

ekonomi Sesi PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. KONSEP DASAR a. Faktor Pendorong Perdagangan Internasional

BAB II LANDASAN TEORI. ketentuan yang berlaku (Rinaldy, 2000: 77). Dalam aktivitas ekspor ada beberapa tahapan - tahapan yang

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL.

Materi Minggu 3. Teori Perdagangan Internasional (Merkantilisme Klasik)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

III. KERANGKA PEMIKIRAN

KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan. Karena adanya kebutuhan ini, maka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERDAHULU. Perdagangan luar negeri adalah perdagangan barang-barang suatu negara

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya, 2003)

EKONOMI INTERNASIONAL. Irwan Sukmawan, S.Pd,,MM.

Konsep Dasar Ekonomi Internasional. Abdillah Mundir, SE, MM

TEROI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Materi Minggu 4. Teori Perdagangan Internasional (Teori Modern)

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

Universitas Bina Darma

PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS Pengertian Perdagangan Internasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ekspor dan impor suatu negara terjadi karena adanya manfaat yang diperoleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

Organizational Theory & Design

BAB VII Perdagangan Internasional

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL (Merkantilisme Klasik)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Materi Minggu 5. Kebijakan Ekonomi & Perdagangan Internasional Pengertian, Instrumen dan Tujuan Kebijakan Ekonomi Internasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tinjauan pustaka ini akan disampaikan teori-teori yang digunakan untuk

Kebijakan Ekonomi & Perdagangan Internasional. By: Afrila Eki Pradita, S.E., MMSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. struktur perekonomian suatu negara (Nopirin, 2012: 2). Perdagangan internasional

MAKALAH DEVISA DAN DAMPAK PERDAGANGAN INTERNASIONAL LENGKAP

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Teori ini dikenal dengan sebutan teori Heksher-Ohlin (H-O). Nama teori ini

ERD GANGAN INTERNA INTERN SIONA SION L

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan melakukan pembangunan baik dalam jangka pendek dan jangka

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Perdagangan antarnegara atau dikenal dengan perdagangan internasional,

BAB II KAJIAN PUSTAA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. bagi Indonesia. Persaingan dalam perdagangan global merupakan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara atau lintas negara yang mencakup ekspor dan impor. Tambunan

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

III KERANGKA PEMIKIRAN

B. TEORI KEUNGGULAN KOMPARATIF (COMPARATIVE ADVANTAGE)

Akumulasi logam mulia adalah esensial bagi kekayaan suatu bangsa. Kebijakan ekonomi: mendorong ekspor dan membatasi impor

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. perdagangan antar negara. Nopirin (1996:26) mengatakan bahwa perdagangan internasional

b. Bahwa barang-barang yang diperdagangkan antar negara tidaklah didasarkan atas

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Aricha (2013), perdagangan internasional adalah perdagangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tugas Ekonomi Internasional Teori Perdagangan Internasional Klasik

PEMBANGUNAN PERTANIAN & KEBIJAKAN PEMERINTAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. negara yang berbeda serta mengakibatkan timbulnya pertukaran akan valuta asing

NERACA PERDAGANGAN DAN NERACA PEMBAYARAN

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN DAMPAKNYA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Arus Lingkar Pendapatan dalam Perekonomian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat diartikan sebagai proses tukar-menukar yang didasarkan atas kehendak dari

BAB I PENDAHULUAN. bakat, dan IPTEK beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masingmasing

BAB 2 KAJIAN LITERATUR

PERDAGANGAN INTERNASIONAL

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian dan Asal Usul Perdagangan Internasional

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS Konsep dan Teori Perdagangan Internasional

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. menukar yang didasarkan atas kehendak suka rela dari masing-masing pihak.

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI FURNITURE ROTAN INDONESIA OLEH ADRIAN RAMADHAN H

BAB 2 LANDASAN TEORI

Model Perdagangan Hecksher-Ohlin (Teori, Kritik dan Perbaikan) Darwanto, S.E., M.Si. FE UNDIP

Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

III. KERANGKA PEMIKIRAN

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

EKONOMI INTERNASIONAL

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Merkantilisme Penganut merkantilisme memiliki pendapat bahwa satu-satunya cara bagi sebuah negara untuk menjadi makmur dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan seminal mungkin impor. Surplus ekspor yang telah dihasilkan selanjutnya akan dibentuk menjadi logam mulia, khususnya emas dan perak (Yosep Fernando, 2009 : 32). Pemerintah harus mengeluarkan seluruh kekuatannya untuk memaksimalkan ekspor, serta mengurangi atau membatasi impor (khususnya produk barang mewah). Akan tetapi, dikarenakan setiap negara tidak secara bersamaan dapat memperoleh surplus ekspor dan jumlah logam mulia pada waktu tertentu tetap, maka setiap negara hanya dapat mendapatkan keuntungan dengan cara mengorbankan negara lain. Menurut kaum merkantilisme, dengan memiliki banyak logam mulia dan kekuasaan maka sebuah negara akan memiliki pertahanan dan keamanan yang kuat di negaranya. Pertahanan dan keamanan yang kuat akan membuat sebuah negara memiliki koloni yang semakin banyak. Kemudian, semakin banyak logam mulia berarti semakin banyak uang yang berputar dan semakin sering aktivitas bisnis suatu negara. Adanya ekspor yang semakin maju dan

mengurangi impor, pemerintah akan mampu menciptakan output dan kesempatan kerja. Pada masa sekarang merkantilisme dipraktekan dengan cara kebijakan proteksi yang melindungi ekonomi nasional, antara lain pemberlakuan kebijakan tarif maupun non-tarif. Kebiajakn tarif diberlakukan dengan adanya kebijakan pengenaan bea masuk impor. Kenyataannya, kebijakan proteksi yang ada sekarang lebih banyak dilakukan secara nontarif, seperti larangan, system kuota, ketentuan teknis, karantina dan yang lainnya (Adrian Ramadhan, 2009 : 9). 2. Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah transaksi jual beli antara suatu negara dengan negara yang lain, berupa barang maupun jasa. Menurut Jukriadi (2012 : 4) subjek ekonomi perdagangan internasional adalah penduduk yang meliputi warga negara biasa, perusahaan pengekspor, perusahaan pengimpor, perusahaan industri, perusahaan negara ataupun departemen pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan. Alasan suatu negara melakukan perdagangan internasional adalah negara tersebut memiliki keunggulan menghasilkan barang atau jasa yang berbeda dari negara lain, dengan begitu dapat lebih menguntungkan jika suatu negara mengkhususkan pada keunggulannya dengan negara lain. Kemudian alasan selanjutnya adalah untuk memperluas pasar, dengan terpenuhinya seluruh permintaan di dalam negeri terhadap suatu produk,

maka pemanfaatan pasar luar negeri adalah cara untuk mengatasi kelebihan produksi dan memperoleh keuntungan yang lebih. Beberapa perbedaan atau keunggulan suatu negara melakukan perdagangan internasional dengan negara lain diantaranya perbedaan sumber daya alam, spesifikasi tenaga kerja, teknologi, tingkat harga, sumber daya manusia, struktur ekonomi dan perbedaan lainnya. Perbedaan tersebut berkaitan dengan perbedaan dalam tingkat kapasitas produksi secara kuantitas, kualitas, dan jenis produksinya. (Hagi, 2012 : 5). Perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP di beberapa negara. Perdagangan internasional turut mendorong industrialisasi, globalisasi, kemajuan teknologi, perkembangan alat transportasi, dan adanya perusahaan-perusahaan multinasional. Perdagangan internasional juga tidak dapat lepas dari pengaruh hubungan politik,sosial, budaya dan keamanan antar negara. a. Teori Klasik 1) Teori Keunggulan Absolut Adam Smith pada tahun 1776 dalam bukunya The Wealth of Nation, menyatakan bahwa kebijakan negara-negara di dunia yang paling baik dilakukan adalah perdagangan bebas. Suatu negara dikatakan dapat menghasilkan dan mengekspor barang, apabila suatu negara memiliki keunggulan absolut atas produknya dengan negara lain. Ketika suatu negara mengimpor barang dari luar negeri, berarti

negara tersebut memiliki kerugian absolut dalam memproduksi barang-barangnya. Menurut Prabowo Siswanto (2011 : 35), asumsi yang dikemukakan oleh Adam Smith dalam analisanya adalah : a) Terdapat teori nilai tenaga kerja (labor theory of value) dalam menentukan nilai suatu barang. b) Tenaga kerja memiliki kulitas yang sama untuk setiap bidang produksi. Bahwa hanya tenaga kerja yang merupakan faktor produksi yang bersifat homogen. c) Terdapat immobilitas faktor produksi antar negara. Bahwa biaya transport diabaikan. Dengan asumsi-asumsi tersebut negara-negara akan terdorong untuk melakukan spesialisasi produk, sehingga terdapat pertambahan produksi dunia yang digunakan bersama-sama di dalam perdagangan internasional. Sehingga suatu negara tidak memperoleh kebutuhannya dari pengorbanan negara lain, akan tetapi semua negara dapat memperolehnya secara bersamaan (Salvatore, 1990 dalam Prabowo Siswanto, 2011). 2) Teori Keunggulan Komparatif Teori keunggulan komparatif dikemukakan pertama kali oleh David Ricardo (1917), yang menyatakan bahwa jika terdapat dua negara saling melakukan perdagangan dan masing-masing negara

memfokuskan negaranya untuk mengekspor barang yang jadi bagi negara tersebut memiliki keunggulan komparatif, maka kedua negara tersebut akan beruntung. Teori keunggulan komperatif ini menjawab permasalahan dari teori keunggulan absolut, yaitu jika terdapat negara yang tidak memiliki keunggulan absolut yang bisa melakukan perdagangan. Sehingga Ricardo menambahkan, bahwa keunggulan dari tiap-tiap negara yang melakukan perdagangan memiliki sifat yang relatif, sehingga negara tidak memiliki keunggulan absolut seperti dalam teori keunggulan absolut yang dikemukakan oleh Adam Smith. Dalam perdagangan bebas antar daerah, mekanisme pasar mendorong masing-masing daerah bergerak ke arah sektor yang memiliki keunggulan komparatif. Namun mekanisme pasar seringkali bergerak lambat dalam mengubah struktur ekonomi suatu daerah. Untuk itu informasi tentang keunggulan komparatif suatu daerah apabila sudah diketahui lebih dahulu, pembangunan dapat dilakukan tanpa menunggu mekanisme pasar (Achmad Soleh, 2012 : 23). 3) Teori Biaya Relatif Titik pangkal teori Ricardo tentang perdagangan internasional adalah teorinya tentang nilai. Menurut Ricardo, nilai suatu barang tergantung dari banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut (labor cost value theory). Perdagangan

antar negara akan timbul apabila masing-masing negara memiliki comparative cost yang terkecil (Nopirin, 1995). Pada dasarnya teori comparative cost dan comparative advantage memiliki pengertian yang sama, hanya saja comparative advantage memiliki output yang berbeda dalam beberapa tenaga kerja di masing-masing negara. Sedangkan comparative cost, memiliki beberapa output yang membutuhkan waktu yang berbedabeda antara negara satu dengan negara lain. Perdagangan internasional tidak hanya mendatangkan keuntungan yang statik, tetapi juga dapat bersifat dinamik. Artinya perdagangan internasional dapat menambah jumlah faktor produksi yang tersedia, seperti adanya transfer teknologi serta keahlian. Di samping itu perdagangan internasional dapat memperluas pasar sehingga suatu negara dapat menikmati adanya skala produksi yang ekonomis. Keuntungan perdagangan yang ditimbulkan karena adanya transfer teknologi, keahlian dan skala produksi yang dinamis ini disebut keuntungan yang dinamis (Nopirin, 1995). b. Teori Modern 1) Teori Faktor Pendukung (Hecksher-Ohlin) Ekonom yang berasal dari Swedia yaitu Eli Hecksher (1919) dan Bertil Ohlin (1933) menyampaikan penjelasan mengenai perdagangan internasional yang belum dapat dijelaskan dalam teori

keunggulan komparatif. Di dalam teori klasik keunggulan komparatif, bahwa perdagangan internasional didasari oleh adanya perbedaan dalam faktor-faktor produksi antar negara (Salvatore, 2004 dalam Prabowo Siswanto, 2011). Akan tetapi teori ini tidak dapat menjelaskan tentang penyebab adanya perbedaan produktivitas tersebut. Teori perdagangan internasional yang dijelaskan oleh Hecksher dan Ohlin ini adalah merupakan pengembangan dari teori keunggulan mutlak dan teori keunggulan komparatif. Di dalam teori Hecksher-Ohlin ditekankan bahwa faktor utama terjadinya perdagangan internasional ditentukan adanya perbedaan relatif dari karunia alam (factor endowment) dan adanya harga-harga faktor produksi antar negara. Skema perdagangan diawali dengan penjelasan secara khusus mengenai perbedaan harga antar negara. Perbedaan harga antar negara terjadi karena adanya perbedaan proporsi penggunaan faktor-faktor produksi. Menurut Soelistyo (1986) dalam Prabowo Siswanto (2011), bahwa perbedaan faktor produksi disebabkan oleh beberapa faktor spesifik di masingmasing industri atau perusahaan, seperti kemampuan manajerial yang tinggi, teknologi, ilmu pengetahuan, hak paten, dan faktor-faktor lainnya. Konsep utama yang dapat disimpulkan dari penjelasan teori perdagangan internasional oleh Hecksher-Ohlin adalah :

a) Tidak banyak perbedaan di dalam perdagangan internasional, hanya berupa kelanjutan dari perdagangan antar daerah. Inti perbedaan yang ada hanya terletak pada jarak antar wilayah. Sehingga Hecksher dan Ohlin menepis anggapan teori klasik bahwa perdagangan internasional dapat mengabaikan ongkos transport. b) Produk-produk yang diperdagangkan antar negara tidak berdasarkan atas keuntungan alamiah atau keuntungan yang dikembangkan, akan tetapi berdasarkan proposi serta intensitas faktor-faktor produksi yang digunakan dalam menghasilkan produk-produk tersebut. Salah satu studi empirik tentang model Hecksher-Ohlin yang cukup populer adalah yang dilakukan oleh Leontief tahun 1947 yang kemudian dikenal dengan sebutan Leontief paradox. Dikatakan paradox karena hasilnya tidak sesuai dengan model Hecksher-Ohlin, yakni Amerika justru mengekspor barang padat tenaga dan mengimpor barang padat modal. Menurut Leontief, tenaga kerja Amerika itu lebih produktif dibandingkan tenaga kerja negara lainnya. Sehingga barang impor Amerika yang dalam catatan statistik sebagai barang padat modal, jika diproduksi di negara lain menjadi barang padat tenaga kerja. Tingginya produktivitas kerja dikarenakan manajemen dan training yang lebih baik serta tingginya motivasi kerja (Nopirin, 1995).

2) Kesamaan Harga Faktor Produksi Inti dari teori ini adalah bahwa perdagangan bebas cenderung mengakibatkan harga faktor-faktor produksi sama di beberapa negara. Dari teori faktor proporsi Hecksher-Ohlin, selama beberapa negara A memperbanyak produksi barang X akan mengakibatkan bertambahnya permintaan tenaga kerja, sebaliknya makin berkurangnya produksi barang Y berarti makin sedikitnya permintaan akan kapital. Hal ini akan cenderung menurunkan upah (harga dari tenaga kerja) dan menaikkan harga dari kapital (rate of return) (Nopirin, 1995) 3) Teori Permintaan dan Penawaran Menurut Nopirin (1995), pada prinsipnya perdagangan antara 2 negara itu timbul karena adanya perbedaan di dalam permintaan maupun penawaran. Permintaan yang berbeda ini misalnya karena perbedaan pendapatan dan selera, sedangkan perbedaan penawaran misalnya dikarenakan perbedaan di dalam jumlah dan kualitas faktorfaktor produksi, tingkat teknologi dan eksternalitas. Anggapan yang digunakan dalam analisa ini adalah : a) persaingan sempurna, b) faktor produksi tetap, c) tidak ada ongkos angkut, d) kesempatan kerja penuh,

e) tidak ada perubahan teknologi, f) produksi dengan ongkos yang menaik (increasing cost of production), g) tidak ada pemindahan kapital. 4) Teori Keunggulan Kompetitif Menurut Hady (2001) dalam Adrian Ramadhan (2009), teori keunggulan kompetitif pertama kali dikemukakan oleh Porter, suatu negara dikatakan memiliki keunggulan kompetitif di pasar global jika memiliki faktor-faktor utama, yaitu kondisi permintaan (demand condition), kondisi faktor (factor condition), industri terkait dan industri pendukung yang kompetitif (releated and supporting industri) dan kondisi strategi, struktur serta persaingan industri (strategy, structure dan rivalry). Selain empat faktor utama tersebut, terdapat dua faktor yang mempengaruhi interaksi antara faktor-faktor utama tersebut, yaitu faktor kesempatan (chance factor) dan faktor pemerintah (government). Secara bersamaan faktor-faktor tersebut akan membentuk sistem dalam meningkatkan keunggulan daya saing yang disebut porter s diamond (Porter, 1998 dalam Adrian Ramadhan, 2009). a) Kondisi Permintaan Besarnya daya saing suatu komoditi sangat dipengaruhi oleh kondisi permintaan. Kondisi permintaan dapat berasal dari pasar

domestik dan pasar internasional. Ketika permintaan akan suatu komoditi semakin besar, maka akan semakin besar juga usaha produsen mencoba untuk memenuhi kebutuhan konsumen tersebut. Kondisi permintaan masyarakat yang semakin maju juga akan membuat industri-industri untuk terus meningkatkan mutu produk-produknya. Produsen juga terus berupaya melakukan inovasi-inovasi untuk memenuhi permintaan konsumen. b) Kondisi Faktor Sumber daya adalah faktor produksi yang penting bagi suatu negara untuk bersaing dengan negara lain. Menurut Adrian Ramadhan (2009), beberapa faktor sumber daya tersebut, antara lain : 1) Sumber daya manusia, meliputi tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan keterampilan tenaga kerja. 2) Sumber daya alam, meliputi ketersediaan air, mineral, energi, pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan dan bahan baku lainnya yang dibutuhkan dalam industri. 3) Sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), meliputi pengetahuan pasar, pengetahuan teknis, pengetahuan ilmiah yang menujang dalam kegiatan produksi. 4) Sumber daya modal, meliputi jenis pembiayaan atau sumber modal, jumlah dan biaya yang tersedia, aksesbilitas

terhadap pembiayaan serta kondisi lembaga keuangan dan perbankan. 5) Sumber daya infrastruktur, meliputi transportasi, komunikasi, pos dan giro, sistem pembayaran, air bersih, listrik dan lainnya. c) Industri Terkait dan Industri Pendukung yang Kompetitif Industri pendukung terkait berperan menciptakan efisiensi dan sinergi dalam perkembangan industri lebih baik lagi. Industri pendukung terkait ada dua jenis, yaitu industri pendukung dalam penyediaan pasar faktor produksi dan industri pendukung pasca produksi. Industri pendukung dan industri terkait memiliki pengaruh terhadap daya saing secara global, antara lain dengan pengadaan industri bahan baku atau industri hulu yang menjamin input industri utama menjadi lebih murah, kualitas atau mutu komoditi yang lebih baik, pelayanan yang baik dan cepat, pengiriman yang cepat dan jumlah yang sesuai kebutuhan industri. Sedangkan industri hilir berperan sebagai pendistribusi produk dari industri utama ke konsumen. Dengan adanya industri hulu, industri utama dan industri hilir yang terintegrasi, maka efisiensi dapat tercapai dengan adanya biaya transaksi dan transportasi yang dapat ditekan.

d) Kondisi Strategi, Struktur dan Persaingan Industri Persaingan membuat produsen termotivasi untuk meningkatkan mutu dari produk yang dihasilkan dan membuat inovasi-inovasi terhadap produknya. Persaingan juga senantiasa membuat produsen untuk memperbaiki produk, mengembangkan produk, mengembangkan teknologi, memperbaiki mutu pelayanan serta menurunkan harga dan biaya. Selanjutnya produsen akan dapat menentukan strategi baru untuk selalu meningkatkan efisiensi dengan adanya persaingan sehat itu sendiri. e) Faktor Kesempatan Terciptanya lingkungan yang bersaing adalah yang menjadi faktor kesempatan. Beberapa faktor kesempatan dalam persaingan, yaitu adanya perubahan harga minyak yang mempengaruhi biaya perusahaan, pergeseran biaya faktor produksi dan kondisi politik yang mempengaruhi daya saing. f) Faktor Pemerintah Pemerintah berperan terhadap faktor-faktor penentu daya saing. Kebijakan yang dibuat pemerintah baik moneter maupun fiskal berpengaruh terhadap faktor-faktor penentu daya saing. Pemerintah melakukan kebijakan untuk mengatur sumber daya yang tersedia dengan kebijakan ketenagakerjaan, pendidikan, pembentukan modal, penyediaan sumber daya alam, pembatasan standar mutu produk atau di Indonesia disebut SNI. Pemerintah

juga berperan penting dalam kemudahan akses birokrasi dan perbaikan kualitas infrastruktur yang ada. c. Alternatif Teori Perdagangan Internasional Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan struktur barang yang diperdagangkan, diantaranya (Nopirin, 1995) : 1) Keterampilan (Human Skills) Salah satu indikator untuk membedakan negara maju dengan negara berkembang adalah dalam hal keterampilan dan keahlian tenaga kerja. Secara umum keterampilan tenaga kerja di negara maju lebih tinggi baik dalam jumlah, jenis dan kualitasnya. Oleh karena itu negara maju cenderung mengekspor barang yang padat tenaga ahli. Sebaliknya, negara berkembang akan mengekspor barang yang padat tenaga tidak ahli. Untuk menguji hipotesis tersebut diperlukan data tentang kandungan tenaga ahli atau tidak terdidik untuk setiap barang yang diperdagangkan, dihubungkan dengan rasio tenaga ahli atau dengan menggunakan data upah. Korelasi antara dua variabel tersebut menggambarkan apakah keahlian dapat dipakai untuk menjelaskan arah perdagangan internasional suatu negara. 2) Skala Ekonomis (Economics of Scale) Suatu negara yang memiliki pasar luas di dalam negerinya cenderung mengekspor barang yang dapat dihasilkan dengan biaya

rata-rata menurun dengan makin besarnya skala perusahaan. Sebaliknya suatu negara kecil dimana pasar dalam negerinya sempit dan cenderung mengekspor barang yang tidak memenuhi syarat skala perusahaan yang ekonomis. Untuk membuktikan hipotesis ini perlu dicari hubungan antara luas pasar dengan jenis barang yang diperdagangkan yang diklasifikasikan menurut tingkatan proses produksi, yakni apakah sedang dalam kondisi skala ekonomis atau tidak. 3) Kemajuan Teknologi Suatu negara yang industrinya telah maju biasanya dapat menciptakan barang baru, sehingga dapat menikmati pasar luar negeri untuk produk barunya. Namun lama-kelamaan negara lain meniru dan kemudian mengekspornya. Biasanya negara yang meniru ini mendasarkan pada adanya biaya tenaga kerja yang murah. 4) Product Cycle Teori ini menekankan pada standardisasi produk. Untuk produk baru biasanya masih belum distandarisasi. Dengan makin luasnya pasar serta makin berkembangnya teknologi proses produksi maka produk maupun proses produksi semakin distandarisasi, bahkan mungkin nantinya secara internasional ditentukan standarnya. Hipotesis teori ini mengatakan bahwa negara maju cenderung mengekspor barang yang belum distandarisasi, sedangkan negara berkembang spesialisasi pada barang yang sudah distandarisasi. Uji

hipotesis ini dapat dilakukan dengan menghubungkan antara tingkat spesialisasi produk ekspor dengan tingkat industrialisasi. d. Keuntungan Perdagangan Internasional Menurut Deliarnov (1995) dalam Adityama Nugroho (2011), Banyak keuntungan yang dapat di peroleh dari aktivitas perdaganagan luar negeri diantaranya : 1) Apa saja yang tidak dapat dihasilkan di dalam negeri, dengan adanya perdagangan luar negeri dapat dinikmati dengan jalan mengimpornya dari negara lain. Termasuk didalamnya barang konsumsi, barangbarang modal, bahan mentah dan sebagainya. 2) Perdagangan luar negeri memungkinkan dilakukannya spesialisasi sehingga barang-barang bisa dihasilkan secara lebih murah karena lebih cocok dengan kondisi negara tersebut, baik dari segi bahan mentah maupun cara berproduksi. Hal hal seperti ini jelas sangat mendukung efisiensi pemanfaatan sumber daya ke arah yang lebih tinggi. 3) Negara yang melukukan perdagangan luar negeri dapat memproduksi yang lebih besar dari pada yang dibutuhkan pasar dalam negeri. Dengan demikian kapasitas produksi lebih optimal hal ini juga menyebabkan perluasan pasar produksi dan tenaga kerja sekaligus pendapatan nasional bisa di tingkatkan dan angka pengangguran bisa ditekan.

Menurut Nopirin (1999) dalam Adityama Nugroho (2011), para ahli ekonomi klasik memandang perdagangan internasional dapat memberikan kontribusi di dalam mempercepat proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, antara lain : 1) Mempertinggi efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Negaranegara yang melakukan spesialisasi dan pedagangan luar negeri akan dapat mempertinggi kegiatan produksinya dan dapat juga menikmati lebih banyak barang daripada sebelum adanya perdaganagn internasional. 2) Memperluas pasar produksi dalam negeri. Dalam suatu perekonomian terjadi keadaan beberapa industri kapasitas produksi sebagian menganggur atau tidak terpakai, sehingga dengan adanya perdagangan luar negeri memungkinkan perluasan pasar untuk hasil-hasil kegiatan produksinya. 3) Mempertinggi produktivitas kegiatan ekonomi. Dengan adanya perdagangan luar negeri suatu negara dapat: mempelajari teknik produksi yang lebih baik, mengimpor barang-barang modal yang baru dan lebih tinggi produktivitasnya dan mempelajari pandanganpandangan baru yang akan memperbaiki cara kerja dan cara memimpin perusahaan yang sedang dijalankan negara lain.

e. Kebijakan Perdagangan Internasional Kebijakan ekonomi internasional adalah tindakan atau kebijaksanaan ekonomi pemerintah yang secara langsung mempengaruhi komposisi, arah serta bentuk daripada perdagangan internasional. Instrument kebijaksanaan ekonomi internasional, antara lain (Nopirin, 1995) : 1) Kebijakan perdagangan internasional Mencakup tindakan pemerintah terhadap rekening yang sedang berjalan (current account) dari neraca pembayaran internasional, khususnya tentang ekspor dan barang atau jasa. Misalnya adalah tarif terhadap impor, bilateral trade agreement dan lainnya. 2) Kebijakan Pembayaran Internasional Mencakup tindakan pemerintah terhadap rekening modal (capital account) dalam neraca pembayaran internasional. Kebijakan tersebut adalah dengan pengawasan terhadap lalu lintas devisa (exchange control) atau pengaturan lalu intas jangka panjang. 3) Kebijakan bantuan luar negeri Tindakan atau kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan bantuan (grants), pinjaman (loans), bantuan yang bertujuan untuk membantu rehabilitasi serta pembangunan dan bantuan militer negara lain. Menurut Nopirin (1999) dalam Adityama Nugroho (2011), kebijaksanaan ekonomi internasional dalam arti luas adalah tindakan atau

kebijaksanaan ekonomi pemerintah yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi, arah serta bentuk daripada perdagangan dan pembayaran internasional. Kebijaksanaan ini tidak hanya berupa tarif, quota dan sebagaimnya, tetapi juga meliputi kebijaksanaan pemerintah di dalam negeri yang secara tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap perdagangan serta pembayaran internasional seperti misalnya kebijaksanaan moneter dan fiskal. Sedangkan definisi yang lebih sempit kebijaksanaan ekonomi internasional adalah tindakan atau kebijaksanaan ekonomi pemerintah yang secara langsung mempengaruhi perdaganan dan pembayaran internasional. 1) Kebijakan Peningkatan Ekspor Kebijakan ini antara lain dilakukan dengan menjaga kestabilan harga atau dengan kata lain menjaga kestabilan inflasi pada tingkat yang rendah. Hal ini dilakukan agar komoditi ekspor tidak kehilangan daya saing dengan produk dari negara lain. selain itu yang perlu dilakukan adalah menjaga stabilisasi mata uang pada kondisi mata uang yang realistis, yaitu sesuai dengan perbandingan daya beli mata uang luar negeri. Kebijakan ini juga perlu dibarengi dengan system lalu lintas devisa yang bebas. Kemudian juga diperlukan beberapa kebijakan khusus dengan memberikan insentif khusus pada produsesn dan eksportir seperti system perkreditan dan pajak yang mendorong ekspor. Serta adanya sistem informasi mengenai potensi pasar luar

negeri, pelatihan para ekportir di bidang penguasaan teknologi, administrasi keuangan, pemasaran dan lain-lain. 2) Kebijakan Menstabilkan Perkembangan Ekspor a) Perluasan dan penganekaragaman komoditi ekspor atau lebih dikenal dengan deversivikasi ekspor. Kebijakan ini dilakukan agar kita tidak tergantung pada satu atau beberapa komoditi saja, sebagai upaya untuk mencegah kemacetan apabila komoditas tersebut menurun permintaannya. b) Pemrosesan lebih lanjut untuk barang-barang komoditi ekspor yang berupa barang mentah atau barang primer. Dengan adanya pemrosesan ini diharapkan nilai tambahnya meningkat disamping dapat membuka lapangan pekerjaan. c) Perluasan pasar tidak tergantung pada satu atau beberapa negara saja. Hal ini bisa dilakukan dengan lebih mengintensifikasikan hubungan dengan negara lain serta kerja sama dalam organisasi regional dan organisasi internasional seperti NAFTA, Uni Eropa dan lain-lain. 3) Kebijakan Memaksimalkan Pertumbuhan Ekonomi Kebijakan ini dilakukan agar sektor perdagangan luar negeri dapat dirasakan manfaatnya di dalam negeri yaitu dengan mendorong tumbuh dan berkembangnya sektor-sektor lain. Untuk mencapai hal ini antara lain dilakukan dengan meningkatkan partisipasi masyarakat khususnya pengusaha kecil dan menengah.

f. Hambatan Perdagangan Internasional (Hambatan Impor) Hambatan impor atau import barriers adalah peraturan-peraturan impor yang mengurangi kebebasan perdagangan luar negeri, antara lain : 1) Tarif Menurut Salvatore (1997), tarif adalah pembebanan pajak atau custom duties terhadap barang-barang yang melewati batas suatu negara. Beberapa tarif tersebut, antara lain : a) Tarif impor, yakni pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang di impor dari negara lain. b) Tarif ekspor, yakni pajak untuk komoditi yang di ekspor. c) Tarif Ad Valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka presentase tertentu dari nilai barang-barang yang di impor. d) Tarif spesifik dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang di impor. e) Tarif campuran adalah gabungan antara tarif ad valorem dengan tarif spesifik. 2) Hambantan non-tarif Dalam Adityama Nugroho (2011) dijelaskan, salah satu bentuk hambatan impor bukan tarif adalah kuota. Kuota adalah pembatasan secara langsung jumlah fisik terhadap barang yang masuk (kuota impor) dan keluar (kuota ekspor). Pemberlakuan kuota impor memberikan beberapa dampak terhadap konsumsi dan produksi

seperti yang di timbulkan oleh penerapan tarif impor yang setara. Penyesuaian terhadap setiap pergesaran dalam kurva permintaan atau kurva penawaran sehubungan dengan adanya kuota impor akan terjadi pada harga-harga domestik. Sedangkan jika diberlakukan adalah tarif impor, maka penyesuaian tersebut akan terjadi pada kuantitas impor. Secara umum, kuota impor itu lebih menghambat dari tarif impor yang setara. Kuota impor biasanya dikenakan terhadap bahan mentah sebagai barang perdagangan penting serta di bawah suatu pengawasan badan internasional. Berbagai macam restreksi atau bahan hambatan nontarif itu telah menggantikan peranan tarif di masa sebelumnya, ini merupakan ancaman bagi keberlangsungan dan perkembangan perdagangan internasional yang bebas. 3. Teori Ekspor Pengertian Ekspor barang pada umumnya adalah kegiatan mengeluarkan atau mengirim barang ke luar negeri, biasanya dalam jumlah besar untuk tujuan perdagangan, dan melibatkan Custom (Bea Cukai) baik di negara asal maupun negara tujuan. Bea Cukai bertugas sebagai pengawas keluar masuknya atau sebagai lalu lintas barang dalam suatu negara. Orang atau badan hukum yang melakukan kegiatan ekspor dinamakan eksportir. Tujuan dilakukan ekspor bagi perseorangan adalah untuk memperoleh

keuntungan. Tujuan dilakukan ekspor bagi negara adalah untuk memperoleh devisa negara dalam bentuk mata uang asing. Menurut Soekartini dalam Ati Suprati (2004), ekspor adalah salah satu aspek dari perdagangan internasional yang disebabkan oleh beberapa kondisi, antara lain : a. Adanya produksi di dalam negeri yang berlebih, sehingga produksi yang berlebih tersebut dijual ke luar negeri. b. Adanya permintaan produk dalam negeri oleh konsumen luar negeri, walaupun produksi di dalam negeri tidak berlebih. c. Mendapatkan keuntungan yang lebih besar dengan adanya penjualan ke luar negeri, di mana harga untuk di luar negeri lebih tinggi daripada harga di nasional. d. Adanya barter antara produk dalam negeri dan luar negeri terhadap produk-produk tertentu. e. Adanya kebijakan ekspor yang bersifat politik. Bagi sebuah negara, ekspor menjadi penopang perekonomian dan sumber devisa. Sedangkan bagi sebuah perusahaan, ekspor adalah cara mengembangkan usahanya lebih pesat lagi, dengan menjual produknya di luar negeri. Jadi perdagangan luar negeri melalui ekspor memiliki peranan yang sama-sama penting bagi negara dan perusahaan-perusahaan. Menurut Putong (2003) dalam Adiyatma Nugroho (2011), ada beberapa faktor yang menyebabkan adanya perdagangan luar negeri, antara lain :

a. Untuk mendapatkan barang atau sumber daya yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri. b. Untuk mendapatkan barang yang kualitasnya lebih baik dari barang yang diproduksi di dalam negeri. c. Untuk mendapatkan teknologi yang lebih maju, agar dapat memberdayakan sumber daya alam yang ada di dalam negeri. d. Untuk mendapatkan keuntungan yang lebih dari spesialisai produk. e. Untuk memperluas produk yang dihasilkan dalam negeri ke pasar luar negeri. Berdasarkan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan terakhir tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor No. jo SK Memperindag No. 519/MPP/Kep/8/2003, pemerintah membagi komoditi ekspor Indonesia menjadi 3 kelompok sebagai berikut (Depperindag, 2003) : a. Barang yang Diatur Ekspornya Karena pembatasan jumlah yang diekspor. Ekspor barang ini hanya dapat dilakukan oleh eksportir terdaftar yaitu eksportir yang sudah mendapat pengakuan dari Depperindag untuk mengekspor barang tertentu. b. Barang yang Diawasi Ekspornya Berdasarkan SK Menperindag No. 519/MPP/Kep/8/2003, tanggal 28 Agustus 2003, ada 11 jenis barang yang diawasi ekspornya.

c. Barang yang Dilarang Ekspornya Barang ini tidak boleh diekspor dengan pertimbangan agar komoditas tersebut diproses menjadi barang setengah jadi atau barang jadi untuk meningkatkan nilai tambah, menjaga pengadaan bahan baku, melindungi kelestarian alam/hutan, jenis tanaman dan binatang langka. 4. Definisi Daya Saing Suatu produk dikatakan memiliki daya saing, jika suatu produk memiliki kemampuan untuk memasarkan produknya ke luar negeri dan mampu untuk bertahan di dalam pasar tersebut. Komoditi yang memiliki daya saing berarti memiliki banyak konsumen di luar negeri yang minat akan produknya. Daya saing ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu : a. Faktor Langsung 1) Mutu komoditi yang diekspor, bahwa komposisi antara nilai artistik, nilai teknis, serta selera konsumen menentukan dasar mutu komoditi tersebut. 2) Biaya produksi dan penentuan harga jual. 3) Ketepatan waktu penyerahan barang. 4) Tingkat intensitas dalam melakukan promosi. 5) Penentuan saluran pemasaran. 6) Layanan purna jual, seperti pemberian garansi pada suatu produk menentukan kualitas produk yang dijual.

b. Faktor Tidak Langsung 1) Kondisi alat dan sarana pendukung ekspor, seperti bea cukai, fasilitas perbankan, alat transportasi, fasilitas birokrasi pemerintah, dan lainlain. 2) Kendala tarif dan non-tarif. 3) Tingkat efisiensi dan disiplin nasional. 4) Subsidi dan promosi produk dari pemerintah. 5) Kondisi perekonomian dunia, seperti resesi global, kerja sama global, dan kebijakan proteksi suatu negara. Menurut Astuty (2000) dalam Adrian Ramadhan (2009), kemampuan sebuah negara untuk memasarkan produknya yang dihasilkan dalam negeri tersebut relatif terhadap kemampuan negara lain. Cara yang sering digunakan dalam pengukuran daya saing komoditi dapat diketahui melalui keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif komoditi tersebut. 5. Definisi Komoditi Mebel Dalam terjemahan bahasa inggris, mebel diterjemahkan menjadi furniture. Kata mebel digunakan karena sifatnya yang bergerak atau mobilitasnya sebagai barang lepas di dalam ruang arsitektur. Di dalam Bahasa Perancis kata mebel disebut meubel, dan di dalam Bahasa Jerman disebut mobel. Secara umum mebel diartikan sebagai benda pakai yang dapat dipindahkan, bermanfaat bagi kegiatan hidup sehari-hari manusia, ketika duduk, tidur, bekerja, makan, bermain, dan melakukan aktifitas lainnya, agar

membuat nyaman dan keindahan bagi penggunanya. (Taufiq Primananda, 2010 : 14). Mebel adalah salah satu produk kayu olahan yang pertumbuhannya sangat pesat dalam beberapa dekade terakhir ini. Diawali dari pekerjaan rumah tangga, produk mebel sekarang menjadi industri besar yang mampu menyerap tenaga kerja terdidik yang tidak sedikit. Produk mebel secara prinsip dibagi menjadi dua jenis, yaitu mebel untuk taman dan mebel untuk interior di dalam rumah (Manullang, 1991 dalam Taufiq Primananda, 2010). Produk furnitur tediri atas berbagai bahan baku, yaitu furnitur dari kayu olahan yang disebut mebel dan furnitur dari bahan lainnya (plastik maupun besi). Komoditi mebel di dalam kode HS 2012 seperti yang terdapat di UN Comtrade dan BPS adalah 9403.30; 9403.40; 9403.50; 9403.60. Komoditi tersebut adalah semua barang ekspor furnitur yang bahan bakunya berasal dari kayu olahan. B. Hasil Penelitian Terdahulu Pada penelitian Rohayati Suprihatini (2005) mengenai daya saing ekspor teh Indonesia di pasar dunia, menggunakan pendekatan Constant Market Share (CMS). Penelitian ini menggunakan data statistik ekspor teh Indonesia dan ekspor teh dunia tahun 1997-2001. Hasil analisis menunjukkan bahwa pertumbuhan ekspor teh Indonesia jauh di bawah pertumbuhan ekspor teh dunia, bahkan mengalami pertumbuhan negatif. Kondisi tersebut disebabkan karena komposisi produk teh yang diekspor Indonesia kurang mengikuti kebutuhan pasar, negara

tujuan ekpor teh Indonesia kurang ditujukan ke negara-negara yang memiliki pertumbuhan impor teh yang tinggi, daya saing teh Indonesia di pasar teh dunia masih lemah. Pada aspek daya saing, ekspor teh Indonesia lebih lemah dari negara-negara produsen teh kecuali Bangladesh. Pada penelitian Achmad Soleh (2012) mengenai kontribusi dan daya saing ekspor sektor unggulan dalam perekonomian Jawa tengah, menggunakan pendekatan analisis RCA (revealed komparatif advantage) digunakan untuk melihat daya saing ekspor sektor unggulan. Berdasarkan analisis daya saing ekspor (Revealed Comparative Advantage) menunjukan sektor unggulan di Jawa Tengah yang memiliki daya saing ekspor adalah industri kayu dan bahan bangunan dari kayu, industri barang mineral bukan logam, industri permintalan, industri semen, dan industri kapur. Nilai RCA tersebut menunjukan bahwa sektorsektor unggulan tersebut memiliki daya saing ekspor. Pada penelitian Adrian Ramadhan (2009) mengenai analisis daya saing industri rotan Indonesia, menggunakan pendekatan analisis RCA (Revealed Comparative Advantage) untuk melihat tingkat daya saing produk, OLS (Ordinary Least Squared) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing secara kuantitatif dan Porter s Diamond secara deskritif. Hasil penelitian meninjukkan daya saing furniture rotan Indonesia cukup tinggi di pasar dunia. Pada masa krisis ekonomi mengalami penurunan nilai RCA, namun pada tahun 1999 kembali bangkit. Adanya kebijakan pemerintah tahun 2005, justru membuat komoditi furniture rotan kembali melemah. Hasil penelitian menggunakan metode OLS menunjukkan bahwa tingkat daya saing furniture

rotan dipengaruhi oleh nilai produksi, nilai ekspor dan kebijakan pemerintah. Seangkan yang tidak berpengaruh adalah tingkat produktivitas dan volume ekspor bahan baku. Hasil penelitian menggunakan Porter s Diamond menunjukkan bahwa industri furniture rotan nasional kurang kompetitif. Kendala yang dihadapi adalah infrastruktur, penyedia layanan transportasi, akses pasar yang minim dan kebijakan pemerintah memperbolehkan ekspor rotan mentah. C. Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilatarbelakangi bahwa industri mebel Indonesia memiliki potensi untuk terus tumbuh nilai ekspornya dari tahun ke tahun. Industri mebel menjadi sangat potensial bagi ekspor kita. Komoditi mebel Indonesia sangat diminati oleh konsumen luar negeri. Komoditi mebel sendiri dapat menjadi penyokong perekonomian Indonesia, dengan menempati ekspor komoditi yang nilainya tertinggi ke dua di bawah tekstil dan produk tekstil. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskritif kuantitatif, untuk melihat keunggulan komparatif industri mebel Jawa Tengah di Indonesia. Metode Revealed Comparative Advantage (RCA) digunakan untuk menganalisis kinerja ekspor komoditi mebel di Jawa Tengah terhadap daya saingnya di Indonesia. Variabel yang diukur adalah nilai ekspor komoditi mebel Jawa Tengah yang dibandingkan nilainya dalam perdagangan di Indonesia.

Tingkat daya saing Revealed Comparative Advantage (RCA) upaya-upaya strategis peningkatan daya saing Ekspor mebel Jawa Tengah (2007-2011) Ekspor mebel Indonesia (2007-2011) Sumber : Data penelitian yang diolah, 2013. Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis D. Hipotesis Berdasarkan pada permasalahan yang tercantum dalam latar belakang masalah dan sebagai kerangka pokok penelitian yaitu untuk mengetahui daya saing ekspor mebel Jawa Tengah di Indonesia tahun 2007-2011, maka dikemukakan hipotesis : 1. Kekuatan daya saing ekspor mebel Jawa Tengah terhadap ekspor mebel Indonesia memiliki nilai yang tinggi.

2. Terdapat upaya-upaya strategis yang dilakukan pemerintah dan eksportir untuk peningkatan daya saing ekspor mebel Provinsi Jawa Tengah terhadap ekspor mebel Indonesia.