BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) yang dimulai tahun 1970 telah

BAB I PENDAHULUAN. Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh negara-negara di dunia saat ini adalah pembangunan berkelanjutan 1

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk merupakan perubahan populasi sewaktu-waktu, dan

ANALISIS DATA KEPENDUDUKAN DAN KB HASIL SUSENAS

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada

BAB 1 PENDAHULUAN. berkesinambungan. Masalah reproduksi di Indonesia mempunyai dua dimensi,

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Hasil penelitian UN-

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang

BAB VI PENUTUP. Kebutuhan KB yang tidak terpenuhi atau bisa disebut dengan unmet need KB di salah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR

I. PENDAHULUAN. di Indonesia tersebut, pada hakekatnya digolongkan menjadi dua yaitu laju

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistika, 2012). Berdasarkan gambar 1.1 terjadi peningkatan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi kearah

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. 2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun sebesar 1,49% yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbandingan karakteristik...,cicik Zehan Farahwati, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu dari negara berkembang dengan jumlah

ANALISA DAMPAK PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP TOTAL ANGKA KELAHIRAN DI PROVINSI MALUKU

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam

BAB 1 : PENDAHULUAN. dengan angka fertilitas atau total fertility rate (TFR) 2,6. Indonesia masih berada

BAB I PENDAHULUAN. dapat diatasi. Permasalahan ini antara lain diwarnai jumlah yang besar

ANALISA PENURUNAN TFR DAN BONUS DEMOGRAFI DI PROPINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN berjumlah jiwa meningkat menjadi jiwa di tahun


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan keluarga berencana (KB) telah dipromosikan menjadi bagian dari kesehatan reproduksi sejak International

BAB I PENDAHULUAN. setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. masa mendatang), keterjangkauan pelayanan kontrasepsi (lokasi tempat tinggal,

SINOPSIS RENCANA TESIS ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PASANGAN USIA SUBUR TIDAK MENGGUNAKAN KONTRASEPSI DI DESA CERME KECAMATAN GROGOL KABUPATEN KEDIRI

BAB 5 PENUTUP. Determinan unmet..., Muhammad Isa, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang

I. PENDAHULUAN. seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diterjemahkan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium yang

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 mencapai 231,4 juta

BAB I PENDAHULUAN. Aspek kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam. pembangunan. Dalam nilai universal, penduduk merupakan pelaku dan sasaran

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih besar menempatkan ibu pada risiko kematian (akibat kehamilan dan persalinan)

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya pubertas, yaitu seseorang yang dulunya masih anak-anak menjadi mampu

BAB I PENDAHULUAN. menggalakkan program keluarga berencana dengan menggunakan metode

PARAMETER KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

1 BAB I PENDAHULUAN. pernyataan direktur eksekutif UNFPA Dr. Babatunde Osotimehin (Syarief, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. penduduk harus menjadi subjek sekaligus objek pembangunan. Kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), jumlah penduduk Indonesia akan

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia (Cina, India, dan Amerika Serikat) dengan. 35 tahun (Hartanto, 2004).

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM KKBPK SEMESTER I-TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. namun kemampuan mengembangkan sumber daya alam seperti deret hitung. Alam

ANALISIS DAN PENILAIAN MULTI INDIKATOR PROGRAM KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL SEMESTER II TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 menjelaskan bahwa sejak tahun laju

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam waktu 10 tahun. Jumlah penduduk dunia tumbuh begitu cepat, dahulu untuk

I. PENDAHULUAN. oleh masalah kependudukan dengan segala tata kaitan persoalan, karena

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi Indonesia. Dinamika laju pertumbuhan penduduk di

Laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 dan Laporan Performance Monitoring and Accountability 2020 (PMA2020) gelombang

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dalam hal ini adalah keluarga.

BAB 1 PENDAHULUAN. (bkkbn.go.id 20 Agustus 2016 di akses jam WIB). besar pada jumlah penduduk dunia secara keseluruhan. Padahal, jumlah penduduk

GAMBARAN KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI DI PROPINSI BENGKULU TAHUN 2007 (SURVEI DEMOGRAFI KESEHATAN INDONESIA 2007)

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per

1. Tren Nasional: Peningkatan Jumlah Penduduk Disertai LPP yang Menurun

BAB I PENDAHULUAN. berharga bagi setiap bangsa. Penduduk dengan demikian menjadi modal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. telah disepakati dalam Dokument Millennium Declaration yang dituangkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu negara berkembang yang memiliki beban jumlah penduduk yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kualitas penduduk dan pengarahan mobilitas penduduk kedepan. Berdasarkan hasil

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi. 1. Indonesia yang kini telah mencapai 237,6 juta hingga tahun 2010 menuntut

Kesesuaian Pilihan Metode KB dengan Motivasi Kontrasepsi, serta Upaya Peningkatan MKJP

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya menurunkan hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui Millenium

Policy Brief: Faktor-faktor yang Memengaruhi Hubungan Anomali TFR dan CPR

POINTERS KEYNOTE SPEECH MENTERI KESEHATAN RI PADA RAPAT KERJA NASIONAL PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DAN KB TAHUN 2013 Jakarta, 30 Januari 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

BAB V HASIL PENELITIAN. Pada analisis ini, variabel yang akan dieksplorasi adalah variabel kejadian

MENGGUGAH KEPEDULIAN REMAJA TERHADAP MASALAH KEPENDUDUKAN

PERCEPATAN PENCAPAIAN MDGs GOAL 5 DI PROVINSI BENGKULU

BAB 1 PENDAHULUAN. diatas 9 negara anggota lain. Dengan angka fertilitas atau Total Fertility Rate

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini diakui bahwa program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muda, dan arus urbanisasi ke kota-kota merupakan masalah-masalah pokok

BAB I PENDAHULUAN. individual maupun bagi negara. Manfaat-manfaat tersebut antara lain; dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kependudukan merupakan masalah yang cukup serius di Indonesia,

BAB 1 PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan, termasuk juga di Indonesia. Salah satu masalah yang di hadapi

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk ke empat terbesar di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia saat ini tidak hanya jumlah penduduk yang besar dengan laju pertumbuhan yang relatif tinggi, tetapi juga pesebaran penduduk yang tidak merata, struktur umur muda dan kualitas penduduk yang masih rendah. Bank Dunia tahun 2013 melaporkan bahwa jumlah penduduk Indonesia tahun 2012 mencapai 246,9 juta jiwa dengan pertumbuhan sebesar 1,49 persen. Dikhawatirkan jumlah penduduk ini akan semakin besar dan diperkirakan akan terjadi ledakan penduduk tahun 2030, sehingga akan menjadi sebuah masalah besar apabila tidak segera ditanggulangi. Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menghambat laju pembangunan di berbagai bidang. Tingginya pertumbuhan yang terjadi karena masih tingginya angka Total Fertility Rate (TFR). Saat ini TFR Indonesia berdasarkan hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 rata-rata 2,6 anak per wanita dan tidak mengalami penurunan, bahkan stagnan dalam 10 tahun terakhir. Hal ini mengindikasikan bahwa program keluarga berencana (KB) di era reformasi ini belum memperlihatkan kemajuan dan perolehan yang signifikan karena target untuk menurunkan angka TFR 2,1 tahun 2014 tidak tercapai. Apalagi saat ini sekitar 62 juta remaja di Indonesia sangat potensial melahirkan. Remaja usia 20-24 tahun khususnya di desa-desa saat ini sudah menjadi ibu, bahkan wanita yang tinggal di perdesaan mempunyai TFR 0,4 lebih tinggi dibanding wanita yang tinggal di perkotaan (BPS, BKKBN, Kemenkes, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia usia pernikahan sudah semakin dini. TFR yang terjadi di Indonesia merupakan kontribusi dari setiap daerah atau provinsi. Kontribusi dan variasi yang menonjol terutama berasal dari wilayah timur Indonesia dengan TFR di atas angka nasional, yaitu rata-rata lebih dari 3 anak per wanita. TFR tertinggi terjadi di Papua Barat, disusul Selawesi Barat,

2 Papua, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Maluku, Kalimantan Barat dan Maluku Utara. Sedangkan TFR terendah terjadi di DI Yogyakarta, Bengkulu, Bali, Jawa Timur, DKI Jakarta dan Jambi. Tingginya angka TFR ini selain disebabkan oleh kejadian kebutuhan KB yang tidak terpenuhi (unmet need for family planning), juga disebabkan oleh tidak berjalannya program dan strategi yang dilakukan pemerintah seperti kurangnya petugas pelayanan keluarga berencana (KB) dan menurunnya dukungan pemerintah daerah terhadap program KB sejak otonomi daerah (BKKBN, 2013). Disamping itu relatif tingginya angka putus pemakaian kontrasepsi juga memicu tingginya TFR. Program KB saat ini lebih bertujuan untuk mewujudkan hak-hak reproduksi serta memaksimalkan akses informasi dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi dengan memperhatikan kesetaraan gender. Sehingga dengan demikian yang perlu mendapat perhatian adalah peranan program KB dalam menigkatkan kesehatan reproduksi, meningkatkan kesehatan ibu, dan menurunkan tingkat kematian bayi dan anak yang secara umum merupakan indikator penting bagi kesejahteraan masyarakat. Unmet need merupakan salah satu persoalan yang dihadapi dalam program KB. Secara sederhana persoalan unmet need sendiri dapat didefinisikan sebagai adanya kebutuhan masyarakat yang ingin ber-kb tetapi keinginan mereka tidak bisa terpenuhi dengan berbagai alasan. Jadi dalam hal ini ada suatu kebutuhan yang tidak bisa terpenuhi, sehingga semakin tinggi angka unmet need maka semakin besar pula tantangan yang dihadapi dalam program KB. Tantangan yang dihadapi tersebut terus berupaya menurunkan unmet need dengan berusaha memenuhi setiap kebutuhan akan KB dan berusaha mengatasi faktor penghambat orang menggunakan alat/cara KB, sehingga hasil akhir yang dicapai oleh program KB secara keseluruhan menjadi lebih baik. Persoalan yang dapat muncul dalam unmet need adalah aborsi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, sehingga berisiko besar terhadap kematian ibu, apalagi kegiatan aborsi terpaksa dilakukan secara ilegal dan sering ditangani oleh tenaga medis yang belum mampu melakukan aborsi secara aman, sehingga berisiko besar terhadap kematian ibu. Studi yang dilakukan Murray dan Lopez (1998), mengemukakan dengan semakin meningkatnya unmet need di suatu

3 daerah, maka angka kelahiran dengan kehamilan pada waktu yang tidak diinginkan di daerah tersebut akan menjadi tinggi, sehingga menyebabkan angka aborsi dan kematian ibu juga tinggi. Menurut Bhushan (1997), lebih 100 juta wanita di negara berkembang saat ini berisiko hamil yang tidak dinginkan (unwanted pragnacy). Studi di Nigeria yang dilakukan Bongaarts (2009), menemukan bahwa dari 356 responden, terdapat 98 responden mengalami kehamilan yang tidak diinginkan dan 76% dari kehamilan yang tidak diinginkan tersebut disebabkan karena tidak menggunakan alat kontrasepsi. Apabila angka kehamilan yang tidak diinginkan dapat diturunkan, maka resiko kematian ibu yang diakibatkan oleh aborsi ilegal juga dapat diturunkan. Kehamilan yang tidak diharapkan tersebut berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang alat/cara kontrasepsi. Salah satu cara untuk menghindari kehamilan yang tidak diharapkan adalah dengan menurunkan angka unmet need KB. Dengan terpenuhinya kebutuhan KB, maka dapat dihindari terjadinya kehamilan yang tidak diharapkan, sekaligus menjamin kesehatan reproduksi wanita. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), selama dekade terakhir (2002-2012), secara total tingkat unmet need KB mengalami kenaikan. Hasil SDKI tahun 2002/2003 angka unmet need sebesar 8,6% dari seluruh wanita yang menikah usia 15-49 tahun, selanjutnya hasil SDKI 2007 angka unmet need meningkat menjadi 9,1 %. Hasil SDKI 2012 angka ini terus meningkat hingga mencapai 11,4%. Kenaikan angka unmet need merupakan kontribusi dari berbagai daerah di Indonesia, terutama berasal dari wilayah timur Indonesia karena angka unmet need di wilayah ini lebih tinggi dibandingkan wilayah barat Indonesia dan bahkan di atas angka unmet need nasional. Hal ini kemungkinan adanya hambatan laten yang masih harus dicarikan solusinya oleh pemerintah sebagai penyelenggara program KB untuk menurunkan angka unmet need KB di Indonesia. Besar kemungkinan terdapat beberapa kharakteristik khusus dari negara Indonesia yang berbeda dengan negara lain yang mempengaruhi besaran angka unmet need KB ini. Dengan demikian akan menjadi hal yang menarik untuk dikaji kharakteristik dan determinan penting yang berkontribusi terhadap tinggi-rendahnya unmet need KB di Indonesia, sehingga studi ini dapat menjadi pendukung dan referensi bagi pemerintah

4 sebagai pembuat kebijakan guna mendorong kegiatan program KB dalam kaitannya dengan peran program ini pada pembangunan kependudukan dan keluarga berencana. 1.2. Perumusan Masalah Jumlah dan pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menjadi sebuah masalah besar bila tidak segera diatasi. Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menghambat laju pembangunan di berbagai bidang. Pada tahun 2012 pertumbuhan penduduk Indonesia 1,49%. Pertumbuhan penduduk sebesar itu disebabkan oleh masih tingginya angka TFR Indonesia. Hasil SDKI 2012 angka TFR Indonesia rata-rata 2,6 anak per wanita selama hidupnya dan stagnan dalam 10 tahun terakhir. Bahkan wanita di pedesaan mempunyai TFR 0,4 lebih tinggi dibandingkan wanita di perkotaan. Keadaan ini mengindisikan di era reformasi program KB belum menunjukkan kemajuan yang signifikan. Tingginya angka TFR disebabkan oleh masih tingginya angka unmet need KB di Indonesia, bahkan cenderung naik dari 8,6% tahun 2002 menjadi 11,4% pada tahun 2012, dengan kenaikan 2,8% selama 10 tahun terakhir. Disamping itu tidak berjalannya program KB dan menurunnya dukungan Pemda terhadap progam KB sejak otonomi daerah juga penyebab tingginya angka TFR di Indonesia (BKKBN, 2013). Hasil SDKI 2012 angka ini terus meningkat hingga mencapai 11,4%. Kenaikan angka ini merupakan kontribusi dan variasi unmet need KB yang tejadi dari berbagai daerah di Indonesia, terutama berasal dari wilayah timur Indonesia dimana angka unmet need KB di wilayah ini lebih tinggi dibandingkan wilayah barat Indonesia dan bahkan di atas angka unmet need KB nasional. Masih tingginya angka penghentian pemakaian kontrasepsi oleh wanita karena ingin hamil dan efek samping/masalah kesehatan serta tidak adanya keinginan dari wanita untuk memakai alat/cara KB karena alasan fertilitas dan alasan alat/cara KB juga pemicu tingginya TFR di Indonesia. Unmet need merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi dalam program KB. Tantangan yang dihadapi adalah berupaya menurunkan unmet need dengan berusaha memenuhi kebutuhan KB dan mengatasi faktor penghambat orang menggunakan KB. Unmet need disamping dapat meningkatkan TFR, juga

5 dapat mengakibatkan menurunnya penggunaan pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalance Rate/CPR). CPR Indonesia naik hanya 0,5% dari tahun 2007-2012. Kemudian akibat lain dari unmet need adalah terjadinya kelahiran yang tidak diinginkan. Hasil SDKI 2012 ditemukan 9 dari 10 kelahiran memang diinginkan sesuai rencana, 7% diharapkan demudian (mistimed) dan 7% tidak diinginkan samasekali (unwanted). Salah satu cara menghindari kehamilan yang tidak diinginkan adalah dengan menurunkan angka unmet need KB di Indonesia. Namun faktor ketersediaan sumberdaya pendukung yaitu masih terbatasnya pendanaan untuk menunjang kegiatan operasional pembinaan KB dan terbatasnya akses informasi pelayanan KB serta rendahnya partisipasi masyarakat menerima informasi KB sehingga masalah unmet need KB mengindikasikan adanya kesenjangan antara tujuan reproduksi wanita dengan perilaku kontrasepsi mereka. Berdasarkan uraian tersebut di atas masalah utama yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana variasi unmet need KB antara provinsi di Indonesia dan bagaimana hubungan komponen kharakteristik latar belakang individu, pengetahuan dan akses informasi, komunikasi dan sumber informasi dengan unmet need KB. 2. Apa saja determinan penting yang mempengaruhi naik atau turunnya unmet need KB di Indonesia. 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini akan mampu mengurai permasalahan tersebut di atas dan menemukan solusi terbaik. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis mengapa persentase unmet need KB di Indonesia mengalami kenaikan. Secara khusus penelitian ini bertujuan : 1. Untuk memperoleh gambaran secara deskriptif variasi unmet need KB di Indonesia, serta faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi unmet need dengan melakukan crosstabulation antara unmet need dan komponen kharakteristik individu, pengetahuan dan akses informasi, komunikasi dan sumber informasi guna melihat hubungan diantara kedua komponen variabel tersebut.

6 2. Untuk menentukan determinan penting yang dianggap berkontribusi terhadap naik atau turunnya unmet need KB di Indonesia. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil identifikasi dari faktor penyebab terjadinya kenaikan unmet need KB serta determinan penting yang mempengaruhi unmet need KB di Indonesia, dapat bermanfaat untuk: 1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan (teori) dan studi literatur terutama yang berkaitan dengan kependudukan dan keluarga berencana. 2. Menghasilkan sebuah metode analisis baru dalam penelitian kependudukan dan keluarga berencana 3. Sebagai salah satu sumber informasi untuk merumuskan alternatif kebijakan dan strategi progam KB guna mereduksi tingkat unmet need KB di Indonesia. 4. Sebagai referensi penelitian lebih lanjut dengan tema yang sama. 1.5. Urgensi Studi Unmet Need Sejumlah pakar mengatakan bahwa kelebihan penduduk tidak lagi dianggap merupakan sebuah masalah, tetapi merupakan fenomena dari struktur penduduk, sosial, ekonomi dan karakteristik budaya dari sejumlah negara dan daerah yang terus mengalami pertumbuhan yang cepat selama beberapa dekade. Lebih 100 juta wanita di negara berkembang saat ini beresiko terjadinya unmet need (Bhushan, 1997). Selain itu menurut Malcolm (2000), lebih dari 400.000 kehamilan yang terjadi di dunia setiap hari, hampir setengahnya disengaja dan merupakan keputusan bahagia tetapi sisanya tidak menginginkan dan menyesalinya. Dengan demikian studi unmet need penting dilakukan karena : 1. Unmet need berdampak langsung terhadap tingkat fertilitas. Menurut Omrana (2001), jika unmet need dapat dieliminasi, maka secara substansial fertilitas akan menurun. Selanjutnya kajian unmet need memberikan alasan yang kuat untuk didanai dan penyelenggaraan KB yang lebih efektif. Studi unmet need ini memberikan tantangan bagi pembuat kebijakan kesehatan masyarakat dan perencana program kesehatan reproduktif. Sinding dkk. (1994) mengemukakan bahwa program KB harus berusaha menjangkau unmet need

7 daripada mengejar target pemerintah yang memikirkan pertimbangan demografis. 2. Dapat dipastikan mensejahterakan ibu dan wanita dengan mencegah kehamilan yang tidak diinginkan (Ahmad dan Iranmahboob, 2005). Menurut Davis (1987), cara mengurangi fertilitas tidak hanya mengadopsi metode KB modern, bisa juga pembunuhan bayi dan melakukan aborsi. Oleh karena itu unmet need mengarah kepada kehamilan yang tidak diinginkan, ketika itu banyak wanita tidak mempunyai cara untuk menangani kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi menjadi pilihan mengontrol fertilitas. Penurunan unmet need dapat membantu mengurangi ibu terkena penyakit dan kematian. 3. Unmet need dapat dianggap sebagai suatu cara untuk menjamin hak wanita. Wanita mempunyai hak untuk menentukan jumlah anak mereka, saat kehamilan, dan mengambil bagian dalam pengambilan keputusan di rumah tangga. Tetapi sebagian besar proporsi wanita dengan unmet need dipaksa oleh suami dan keluarganya untuk mengikuti perintah mereka dan membawa anak mereka sebanyak yang mereka inginkan. Kemudian dari sisi hak kesehatan reproduksi wanita, unmet need dianggap sebagai sebuah indikator pelanggaran hak tersebut dan salah satu dari beberapa alasan mendasar terhadap pemberdayaan perempuan (McCauley dkk., 1994) 4. Karena beberapa kejadian dari unmet need adalah kurangnya layanan, penelitian unmet need juga dapat dianggap sebagai sebuah evaluasi program KB. Identifikasi penyebab dan determinan penting yang berkontribusi terhadap unmet need KB dapat menjadi suatu tahap penting dalam meningkatkan layanan KB dan promosi dalam menerima kontrasepsi. 1.6. Sistematika Penulisan Pembahasan dalam penelitian ini terdiri atas delapan bab, masing-masing bab mengikuti pola dan sistematika sebagai berikut : Bagian pertama pendahuluan akan diuraikan mengenai latar belakang; perumusan masalah; tujuan penelitian; manfaat penelitian; urgensi studi unmet need; dan sistematika penulisan.

8 Bagian kedua merupakan studi literatur dan konseptual framework yang mencakup pendahuluan; konsep dan perhitungan unmet need; kebijakan program keluarga berencana; kerangka teori yang menguraikan sejarah unmet need, teori mikroekonomi fertilitas rumah tangga, permintaan kontrasepsi; studi empiris; konseptual framework dan hipotesis. Bagian ketiga merupakan data dan metodologi yang mencakup pendahuluan; data dan sumber data; jumlah sampel; definisi operasional variabel; dan metodologi penelitian, yang akan menjelaskan analisis deskriptif, analisis logistik regersi, pembentukan model dan pengujian signifikansi model dan parameter. Bagian keempat adalah kharakteristik latar belakang wanita unmet need keluarga berencana yang akan menguraikan; pendahuluan; tinjauan permasalahan dan variasi unmet need KB di Indonesia; distribusi frekuensi kharakteristik latar belakang wanita; kebutuhan pelayanan KB dan kharakteristik latar belakang wanita; kharakteristik latar belakang wanita yang berhubungan dengan unmet need KB; alasan berhenti menggunakan alat kontrasepsi; alasan tidak ingin menggunakan kontrasepsi di masa datang; keinginan menggunakan alat/cara KB di masa datang; multivariat analisis kharakteristik latar belakang wanita terhadap unmet need KB; dan terakhir ringkasan temuan empiris. Bagian kelima adalah pengetahuan dan akses informasi yang akan menguraikan pendahuluan; distribusi frekuensi pengetahuan dan akses informasi; pengetahuan dan akses informasi yang berhubungan dengan unmet need KB; multivariat analisis pengetahuan dan akses informasi terhadap unmet need KB; dan terakhir ringkasan temuan empiris. Bagian keenam adalah efek diskusi pasangan terhadap unmet need keluarga berencana mencakup pendahuluan; distribusi frekuensi diskusi pasangan tentang KB; diskusi pasangan yang hubungan dengan unmet need KB; multivariat analisis efek diskusi pasangan terhadap unmet need KB; dan ringkasan temuan empiris. Bagian ke tujuh adalah peran petugas kesehatan dan tokoh agama terhadap unmet need keluarga berencana yang akan menguraikan pendahuluan; distribusi frekuensi informasi KB dari petugas kesehatan dan tokoh agama; informasi KB

9 dari petugas kesehatan dan tokoh agama yang berhubungan dengan unmet need KB; multivariat analisis peran petugas kesehatan dan tokoh agama terhadap unmet need KB; dan terakhir membahas ringkasan temuan empiris. Bagian ke delapan merupakan bagian terakhir dari penelitian ini adalah kesimpulan dan implikasi kebijakan, yang berisi kesimpulan; kebaharuan penelitian, keterbatasan dan penelitian selanjutnya; serta implikasi kebijakan.