BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDETEKSI DAN PENETRALISIR POLUSI ASAP DENGAN KONTROL MELALUI APLIKASI ANDROID (RANCANG BANGUN PERANGKAT KERAS)

BAB I PENDAHULUAN. Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik juga dapat

Penilaian Kualitas Udara, dan Indeks Kualitas Udara Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

ANALISIS KUALITAS UDARA

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan jumlah penduduk, ekonomi, industri, serta transportasi,

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang semakin menurun untuk mendukung kehidupan mahluk hidup. Menurut

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Hasil Analisa Bulan November Lokasi/Tahun Penelitian SO2 (µg/m 3 ) Pintu KIM 1 (2014) 37,45. Pintu KIM 1 (2015) 105,85

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkembang pesat, khususnya dalam bidang teknologi,

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

I. PENDAHULUAN. dilepaskan bebas ke atmosfir akan bercampur dengan udara segar. Dalam gas

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara

kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya hujan asam adalah senyawa Sulfur dan Nitrogen Oksida yang

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. gas nitrogen dan oksigen serta gas lain dalam jumlah yang sangat sedikit. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Semarang, 13 Mei 2008

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 153 TAHUN 2002

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

PENDAHULUAN Latar Belakang

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986)

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan. Industri selalu diikuti masalah pencemaran

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lain.

Mukhammad Arief Setiawan 1), Muhammad Syahdan S. 2), Yoga Armando 3)

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan sumber daya alam milik bersama yang besar pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk bernafas umumnya tidak atau kurang bersih, karena mengandung partikel-partikel debu, bakteri-bakteri dan kadang-kadang gas berbahaya. Apabila udara yang kita hirup sehari-hari tercemar, maka hal ini mengakibatkan gangguan kesehatan seperti: penyakit pernafasan kronis, seperti bronchitis khronis, emfiesma paru, asma bronchial dan bahkan kanker paru. Kualitas udara harus dijaga agar tidak melebihi baku mutu udara sehingga tidak berdampak buruk pada kesehatan manusia. Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara: Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan manusia serta perlindungan bagi makhluk hidup lainnya. Meski pengendalian pencemaran udara telah diatur dalam Peraturan Pemerintah, namun perubahan kualitas udara telah terjadi terutama di kota -kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan kota-kota besar lainnya. Hal ini dipertegas dengan pernyataan yang dikemukakan Soedomo (2001:65) bahwa: Salah satu indikator adalah tingginya konsentrasi debu partikulat di atmosfer di Jakarta, yang rata-rata berkisar antara 154 dan 439 mikrogram per meter kubik. Selain itu, di Surabaya aktivitas industri telah menyebabkan

2 menurunnya kualitas udara yang ada. Konsentrasi NO 2, dan SO 2, di Wonokromo Surabaya masing-masing 0,038 dan 0,006 ppm (ambang batasnya adalah 0,05 dan 0,02 ppm). Kota Bandung merupakan kota dengan tingkat kepadatan dan pertumbuhan penduduk yang tinggi, sehingga kebutuhan akan lahan semakin meningkat. Hal ini dapat terlihat dari padatnya kegiatan di pusat perdagangan, industri dan permukiman yang semakin meningkat dan berimplikasi pada penambahan pergerakan manusia yang dapat mengemisikan bahan pencemar ke udara. Hal tersebut di atas menjelaskan bahwa pesatnya pembangunan fisik di kota seperti: didirikannya industri, menjadikan hutan sebagai lahan pertanian, atau alih fungsi lahan pertanian untuk pemukiman memberi andil dalam menurunkan kualitas udara. Seperti halnya dikemukakan oleh Soedomo (2001:21) perubahan tata guna tanah termasuk pembukaan hutan untuk kepentingan pertanian, diperkirakan telah mengemisikan CO 2 ke atmosfer. Inventarisasi bahan pencemar udara di Kota Bandung hasil penelitian terdahulu oleh Soedomo (1992:57) menunjukkan bahwa: Konsentrasi karbon monoksida tertinggi dihasilkan dari sektor transportasi 97% dan persampahan 2,4% dari total 96.300 ton/tahun. Oksida nitrogen paling banyak berasal dari sektor transportasi 56,3% dan industri 29,6% dari total 2.800 ton/tahun. Sedangkan permukiman merupakan sumber emisi tertinggi untuk parameter partikulat yaitu sebesar 33% dari total konsentrasi 1.121 ton/tahun. Perbedaan karakteristik lahan akan menghasilkan tingkatan dan jenis bahan pencemar yang berbeda pula. Perbedaan ini dapat berupa jenis bahan pencemar antara lain: SO 2, CO, NO 2, PM 10 dan lain sebagainya, ataupun perbedaan tingginya konsentrasi pencemar udara tersebut yang akhirnya menghasilkan kualitas udara berbeda. Kawasan industri akan memberikan emisi pencemar yang

3 berbeda dengan emisi yang bersumber dari permukiman, misalnya hasil pembakaran sampah atau pengolahan makanan. Disamping itu, dalam mengurangi polusi udara, pemerintah Kota Bandung telah melakukan beberapa upaya, yaitu dengan kegiatan penataan dan pemeliharaan taman kota juga kegiatan gerakan penghijauan kota. Jumlah taman kota secara keseluruhan dari tahun 1998 hingga tahun 2004 mengalami peningkatan sebesar 6% dari 478 taman kota menjadi 518 taman kota pada tahun 2004 (BPS dalam Atlas Kualitas Udara). Kondisi seperti ini diharapkan dapat berdampak positif dalam menurunkan pencemar udara di Kota Bandung karena salah satu fungsi ruang terbuka hijau adalah untuk menyerap bahan pencemar udara. Pentingnya penelitian ini karena masyarakat pada umumnya kurang menyadari akan pentingnya mengetahui kualitas udara di lingkungan sekitarnya. Sebagian orang hanya tahu bahwa daerah yang tercemar polusi adalah daerah industri dan padat lalulintas. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan daerah pemukiman justru memiliki kualitas udara yang buruk dibandingkan daerah Industri dan padat lalu lintas. Kota Bandung yang memiliki peruntukkan lahan yang lebih tercampur serta intensitas industri yang padat dan tersebar akan menggambarkan karakteristik tertentu dalam hal sebaran bahan pencemar udara. Keadaan topografis dan geografis kota yang terletak di Cekungan Bandung, akan memberikan karakteristik meteorologis tersendiri dalam hal dispersi bahan pencemar udara yang ada. Daerah dengan kondisi seperti ini, memerlukan studi

4 lebih mendalam mengenai zonasi penggunaan lahan, sebaran bahan pencemar udara dan kualitas udara serta hubungan antara ketiganya. Untuk mengetahui kualitas udara di Kota Bandung perlu digunakan suatu pemetaan kualitas udara yang merupakan dampak dari kegiatan atau pembangunan fisik yang berkaitan erat dengan penggunaan lahan di kota tersebut. Berbagai data, informasi dan pemetaan kualitas udara harus disediakan, oleh karena udara adalah sumber daya alam yang harus dikelola tanpa merusaknya dengan pencemaran udara. Pemetaan kualitas udara ini berperan penting dalam perencanaan tata ruang atau tata guna lahan di masa yang akan datang. Salah satu indeks dalam menentukan kualitas udara yaitu indeks kualitas udara oak ridge (Oak Ridge Air Quality Indeks). Indeks ini menggambarkan kualitas udara dengan mempertimbangkan kondisi latar belakang meteorologis dan karakteristik sumber emisi yang erat kaitannya dengan tata guna lahan. Berangkat dari pemikiran inilah, penulis merasa pentingnya kajian yang mengangkat masalah di atas, sehingga penulis melakukan penelitian yang berjudul Hubungan Antara Sebaran Bahan Pencemar Udara dan Penggunaan Lahan dengan Kualitas Udara (Indeks ORAQI) di Kota Bandung.

5 B. Rumusan Masalah Daerah perkotaan merupakan wilayah yang memiliki intensitas sumber emisi pencemaran udara, yang sangat besar pengaruhnya terhadap kualitas udara sebagai sumber daya alam milik bersama yang harus dijaga agar tidak mengakibatkan gangguan kesehatan pada manusia. Pencemaran udara sangat dipengaruhi oleh faktor meteorologis, jenis dan intensitas sumber emisi yang ada pada suatu penggunaan lahan. Kota Bandung yang ditandai dengan penggunaan lahan yang tercampur akan menggambarkan karakter sumber emisi yang tercampur pula. Kondisi topografis Kota Bandung yang terletak di Cekungan Bandung akan memberikan karakteristik meteorologis tersendiri yang akhirnya mempengaruhi sebaran bahan pencemar udara yang ada. Mengingat hal tersebut, menimbulkan beberapa masalah yang penting untuk diteliti bagaimana fakta dan keterkaitan masalah-masalah tersebut. Oleh karena itu, masalah dalam kajian ini dirumuskan dalam beberapa pertanyaan, yaitu: 1. Bagaimanakah zonasi bahan pencemar udara di Kota Bandung? 2. Bagaimanakah zonasi penggunaan lahan di kota Bandung? 3. Bagaimanakah tingkat kualitas udara berdasarkan Indeks ORAQI di Kota Bandung? 4. Apakah terdapat hubungan antara sebaran bahan pencemar udara dengan penggunaan lahan di Kota Bandung? 5. Apakah terdapat hubungan antara kualitas udara (Indeks ORAQI) dengan penggunaan lahan di Kota Bandung?

6 C. Tujuan Penelitian Pembahasan di atas secara garis besar bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang karakteristik penggunaan lahan, persebaran bahan pencemar udara dan kaitan antara keduanya yang kemudian menghasilkan kualitas udara di Kota Bandung. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini dijelaskan secara rinci sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui zonasi bahan pencemar udara di Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui zonasi penggunaan lahan di Kota Bandung. 3. Mengetahui tingkat kualitas udara berdasarkan Indeks ORAQI di Kota Bandung. 4. Dapat meramalkan pengaruh penggunaan lahan terhadap sebaran bahan pencemar udara di Kota Bandung dengan menentukan hubungan antara keduanya. 5. Dapat meramalkan pengaruh penggunaan lahan terhadap kualitas udara (indeks ORAQI) di Kota Bandung dengan menentukan hubungan antara keduanya. D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai persebaran konsentrasi bahan pencemar udara sehingga menjadi bahan referensi lokasi-lokasi yang memiliki konsentrasi bahan pencemar yang dapat mengganggu kesehatan penduduk sekitar.

7 2. Sebagai informasi kondisi latar belakang pencemaran udara yang dihasilkan oleh berbagai sumber emisi pada beberapa penggunaan lahan. 3. Sebagai bahan referensi mengenai pemetaan kualitas udara Indeks ORAQI yang memperhitungkan kondisi latar belakang sumber penemaran udara dan untuk acuan bagi pengembangan penelitian yang berkaitan dengan hubungan antara penggunaan lahan dengan pencemaran udara. 4. Dengan mengetahui hubungan antara kualitas udara dan penggunaan lahan, diharapkan berguna untuk menilai keefektifan kebijakan-kebijakan pengelolaan kualitas udara kaitannya dengan rencana tata guna lahan di masa yang akan datang. E. Definisi Operasional 1. Penggunaan lahan Penggunaan lahan (Landuse ) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual. Penggunaan lahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah beberapa penggunaan lahan di Kota Bandung yaitu: permukiman, industri, perdagangan (jasa), sawah, tegalan, kebun, ruang terbuka hijau dan rumput. Dalam hal ini,tegalan, kebun dan rumput dispesifikasikan menjadi penggunaan lahan ruang terbuka hijau. 2. Bahan Pencemar Udara Menurut Kertawidjaya (1993:107) pencemar udara adalah zat yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran (polutan). Pencemar udara yang dimaksud

8 dalam penelitian ini adalah: Partikulat (PM 10 ), Sulfur dioksida (SO 2 ), Nitrogen dioksida (NO 2 ), dan Karbon monoksida (CO). 3. Kualitas Udara Kualitas udara yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kualitas udara berdasarkan Indeks ORAQI (Oak Ridge Air Quality Index). Setiap sub-indeks dihitung sebagai rasio konsentrasi polutan yang diamati terhadap nilai standarnya. Menurut Soedomo (2001:62) dalam indeks ORAQI diberlakukan beberapa kategori kualitas udara yaitu: < 20 : sangat baik (excellent) 20 39 : baik (good) 40 59 : cukup baik, sedang, wajar (fair) 60 79 : kurang baik (poor) 80 99 : buruk (bed) >100 : berbahaya (dangerous)