BAB 2 TINJAUANTEORITIS DAN PERUMUMUSAN HIPOTESIS. atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. anggaran sektor publik dibagi menjadi dua, yaitu:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penelitian terlebih dahulu yang hasilnya seperti berikut : Peneliti Judul Variabel Hasil

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdahulu mengenai topik yang relevan dengan pendapatan asli daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk melaksanakan hak dan kewajibannya serta melaksanakan tugas yang dibebankan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN. Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang undangan. Tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

Keuangan Kabupaten Karanganyar

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. (PAD). Hampir semua dana dari APBD yang digunakan untuk membiayai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Tinjauan Teori

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUANTEORITIS DAN PERUMUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Anggaran Daerah Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Munandar (2001:1) pengertian anggaran adalah suatu rencana yang disusun secara sistematis yang meliputi seluruh kegiatan pemerintah yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang.menurut Hansen dan Mowen (2004) anggaran adalah rencana keuangan untuk masa depan yang mengidentifikasikan tujuan dan tindakan yang diperlukan untuk mencapainya. Menurut Mardiasmo (2004), anggaran sektor publik dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Anggaran operasional, merupakan anggaran yang digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam menjalankan pemerintahan. Pengeluaran yang termasuk anggaran operasional antara lain belanja umum, belanja operasi dan belanja pemeliharaan. 2. Anggaran modal, merupakan anggaran yang menunjukkan anggaran jangka panjang dan pembelajaran atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya. Belanja modal adalah pengeluaran yang 7

8 manfaatnya cenderung melebihi satu tahun dan akan menambah aset atau kekayaan pemerintah, selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan biaya pemeliharaan. Berbagai definisi atau pengertian anggaran menurut Djayasinga (2007) dalam Nurul (2008) antara lain: 1. APBD menggambarkan segala bentuk kegiatan Pemerintah daerah dalam mencari sumber-sumber penerimaan dan kemudian bagaimana dana-dana tersebut digunakan untuk mencapai tujuan pemerintah. 2. APBD menggambarkan perkiraan dan pengeluaran daerah yang diharapakan terjadi dalam satu tahun kedepan yang didasarkan atas realisasinya masa yang lalu. 3. APBD merupakan rencana kerja operasional Pemerintah Daerah yang akan dilaksanakan satu tahun kedepan dalam satuan angka rupiah. APBD ini merupakan terjemahan secara moneteris dari dokumen perencanaan daerah yang ada dan disepakati yang akan dilakasanakan selama setahun. Penyusunan APBD yang perlu menjadi acuan (BPKP, 2005 dalam Warsito, et al. 2008) sebagai berikut: 1. Transparansi dan akuntabilitas anggaran. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa, transparansi anggaran merupakan hal yang penting, APBD merupakan salah sarana evaluasi kinerja pemerintah yang memberikan informasi mengenai tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari kegiatan atau proyek.

9 2. Disiplin anggaran Anggaran yang disusun perlu diklarifikasikan dengan jelas agar tidak terjadi tumpang tindih yang dapat menimbulkan pemborosan dan kebocoran dana. Oleh karena itu penyusunan anggaran harus bersifat efisien, tepat guna, tepat waktu dan dapat dipertanggungjawabkan. 3. Keadilan anggaran. Pembiayaan pemerintah daerah dilakukan melalui mekanisme pajak dan retribusi yang dikenakan kepada masyarakat. Oleh karena itu, penggunaannya harus dialokasikan secara adil dan proposional agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat. 4. Efisiensi dan efektifitas anggaran. Dana yang dihimpun dan digunakan untuk pembangunan harus dapat dirasakan manfaatnya oleh sebagian besar masyarakat. Oleh karena itu, perencanaan perlu ditetapkan secara jelas tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dengan melakukan efisiensi dan efektifitas 5. Disusun dengan pendekatan kinerja. APBD disusun dengan pendekatan kinerja, yaitu mengutamakan upaya pencapaian hasil kinerja dari perencanaan alokasi biaya atau input yang telah ditetapkan. Hasil kerjanya harus sepadan atau lebih besar dari biaya atau input yang telah ditetapkan. Selain itu harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja setiap organisasi kerja yang terkait.

10 Anggaran adalah rencana kegiatan keuangan yang berisi perkiraan belanja yang diusulkan dalam satu periode dan sumber pendapatan yang diusulkan untuk membiayai belanja tersebut. Anggaran merupakan alat penting di dalam penyelenggaran pemerintahan (Arif, 2002). Adanya keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah menjadi alasan mengapa penganggaran menjadi mekanisme terpenting untuk pengalokasian sumber daya. Menurut Susanti (2008) dalam Nurul (2008) menjelaskan bahwa anggaran tidak hanya sebagai rencana keuangan yang menetapkan biaya dan pendapatan pusat pertanggungjawaban dalam suatu perusahaan tetapi juga merupakan alat bagi manajer tingkat atas untuk mengendalikan, mengkoordinasikan, mengkomunikasikan, mengevalusi kinerja dan memotivasi bawahannya. Anggaran daerah merupakan salah satu alat yang memegang peranan penting dalam rangka meningkatakan pelayanan publik dan didalamnya tercermin kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber kekayaan daerah. Sedangkan APBN merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat/DPR (UU Keuangan Negara, 2002). 2.1.2 Karakteristik Anggaran Daerah Dalam Anggaran ini mempunyai beberapa karakteristik yaitu: a. Anggaran dinyatakan dalam satuan keuangan dan satuan selain keuangan

11 b. Anggaran pada umumnya mencangkup jangka waktu tertentu, satu atau beberapa tahun c. Anggaran berisi komitmen atau kesanggupan manajemen untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan d. Suatu usulan anggaran harus ditelaah dan disetujui oleh pihak yang berwenang lebih tinggi dari penyusunan anggaran e. Anggaran yang telah disusun hanya dapat diubah dalam kondisi tertentu 2.1.3 Alokasi Anggaran Belanja Daerah Belanja daerah adalah semua pengeluaran Pemerintah Daerah pada suatu periode Anggaran. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri dari tiga komponen utama, yaitu unsur penerimaan, belanja rutin dan belanja pembangunan. Ketiga komponen itu meskipun disusun hampir secara bersamaan, akan tetapi proses penyusunannya berada di lembaga yang berbeda (Halim, 2002). Proses penyusunan APBD secara keseluruhan berada di tangan Sekretraris Daerah yang bertanggung jawab mengkoordinasikan seluruh kegiatan penyusunan APBD. Sedangkan proses penyusunan belanja rutin disusun oleh Bagian Keuangan Pemerintah Daerah, proses penyusunan penerimaan dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah dan proses penyusunan belanja pembangunan disusun oleh Bappeda (Haryadi, D. et al, 2001 dalam Pratiwi, 2007). Menurut penelitian Pambudi (2007) belanja juga dapat dikategorikan menurut karakteristiknya menjadi dua bagian, yaitu:

12 1. Belanja selain modal (Belanja administrasi umum; Belanja operasi, pemeliharaan sarana dan prasarana publik; Belanja transfer; Belanja tak terduga). 2. Belanja modal. Secara umum belanja dalam APBD dikelompokan menjadi lima kelompok (Pambudi,2007), yaitu: a. Belanja administrasi umum. Merupakan semua pengeluaran Pemerintah Daerah yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau pelayanan publik. Kelompok belanja administrasi umum terdiri atas empat jenis, yaitu: 1) Belanja pegawai merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk orang/personal yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau dengan kata lain merupakan biaya tetap pegawai. 2) Belanja barang merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk penyediaan barang dan jasa yang tidak berhubungan langsung dengan pelayanan publik. 3) Belanja perjalanan dinas merupakan pengeluaran pemerintah untuk biaya perjalanan pegawai dan dewan yang tidak berhubungan secara langsung dengan pelayanan publik. 4) Belanja pemeliharaan merupukan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk pemeliharaan barang daerah

13 yang tidak berhubugan secara langsung dengan pelayanan publik. b. Belanja operasi. Pemeliharaan sarana dan prasarana publik merupakan semua pengeluaran Pemerintah Daerah yang berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik.kelompok belanja ini meliputi: 1) Belanja pegawai (Kelompok Belanja Operasi dan Pemeliharaan sarana dan prasarana Publik) merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk orang/peronal yang berhubugan langsung dengan suatu aktivitas atau dengan kata lain merupakan belanja pegawai yang bersifat variabel. 2) Belanja barang (Kelompok Belanja Operasi dan Pemeliharaan sarana dan prasarana Publik) merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk penyediaan barang dan jasa yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik. 3) Belanja perjalanan (Kelompok Belanja Operasi dan Pemeliharaan sarana dan prasarana Publik) merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk biaya perjalanan pegawai yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik.

14 4) Belanja pemeliharaan (Kelompok Belanja Operasi dan Pemeliharaan sarana dan prasarana Publik) merupukan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk pemeliharaan barang daerah yang mempunyai hubugan langsung dengan pelayanan publik. c. Belanja modal. Merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya operasi dan pemeliharaan. d. Belanja transfer. Merupakan pengalihan uang dari pemerintah daerah kepada pihak ketiga tanpa adanya harapan untuk mendapatkan pengembalian imbalan maupun keuntungan dari pengalihan uang tersebut. Kelompok belanja ini terdiri atas pembayaran: 1) Angsuran pinjaman. 2) Dana bantuan. 3) Dana cadangan. e. Belanja tak tersangka Merupakan pengeluaran yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan tak terduga dan kejadiankejadian luar biasa. Menurut Nurlan (2008) menyatakan bahwa belanja tidak terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang

15 sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup. 2.1.4 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari daerah dan pemungutannya berdasarkan peraturan daerah yang sesuai dengan perundangundangan. (Siahaan 2005: 15).Pendapatan Asli Daerah terdiri dari Hasil Pajak Daerah (HPD), Retribusi Daerah (RD), Pendapatan dari Laba Perusahaan Daerah (PLPD) dan Lain-lain Pendapatan yang Sah (LPS). Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam (Bastian, 2002).Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Adapun kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu (Halim, 2002): 1. Pajak Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak. 2. Retribusi Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi daerah. Dalam struktur APBD baru dengan pendekatan kinerja, jenis pendapatan yang berasal dari pajak daerah dan restribusi daerah berdasarkan UU No.34 Tahun 2000 tentang

16 Perubahan Atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Rertibusi Daerah, dirinci menjadi: a. Pajak Provinsi Pajak ini terdiri atas: Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, Bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) dan kendaraan di atas air, Pajak bahan bakar kendaran bermotor, dan Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan. b. Jenis pajak Kabupaten/ Kota/kota Pajak ini terdiri atas: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak penerangan Jalan, Pajak pegambilan Bahan Galian Golongan C, dan Pajak Parkir. c. Retribusi Retribusi ini dirinci menjadi: Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi Perijinan Tertentu. 3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut: a. Bagian laba perusahaan milik daerah. b. Bagian laba lembaga keuangan bank. c. Bagian laba lembaga keuangan non bank.

17 d. Bagian laba atas pernyataan modal/investasi 2.1.5 Dana Alokasi Umum Menurut UU Nomor 55 Tahun 2005 bahwa Dana Alokasi Umum adalah danayang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikandengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangkapelaksanaan Desentralisasi Dana Alokasi Umum merupakan dana yang berasaldari Pemerintah Pusat yang diambil dariapbn yang dialokasikan dengan tujuan pemerataankeuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dengan danatersebut Pemerintah Daerah menggunakannyauntuk memberian pelayanan yang lebih baik kepadapublik. Menurut Pipin, S. dan D. Jubaedah (2005:108) Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemeritaan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan. Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan adalah sebagai berikut (Halim, 2009): 1. Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN. 2. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah propinsi dan untuk Kabupaten/ Kota/Kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari Dana Alokasi Umum sebagaimana ditetapkan diatas.

18 3. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk suatu Kabupaten/ Kota/Kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah Dana Alokasi Umum untuk Kabupaten/ Kota/Kota yang ditetapkan APBN dengan porsi Kabupaten/ Kota/Kota yang bersangkutan. 4. Porsi Kabupaten/ Kota/Kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan proporsi bobot Kabupaten/ Kota/Kota di seluruh Indonesia. (Prakosa, B. 2004). Dalam UU No.32/2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemda, Pempus akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) yang terdiri dari pajak dan Sumber Daya Alam. Disamping Dana Perimbangan tersebut, Pemerintah Daerah memiliki sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. 2.1.6 Dana Alokasi Khusus Menurut UU Nomor 55 Tahun 2005 bahwa Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dana Alokasi Khusus merupakan danayang bersumber dari APBN yang dialokasikankepada daerah tertentu dengan tujuan untukmembantu mendanai kegiatan khusus yang merupakanurusan daerah dan sesuai dengan prioritasnasional. Pemanfaatan DAK diarahkan padakegiatan investasi

19 pembangunan, pengadaan, peningkatan,dan perbaikan sarana dan prasaranafisik dengan umur ekonomis yang panjang, termasukpengadaan sarana fisik penunjang dan tidaktermasuk penyertaan modal. Dengan adanyapengalokasian DAK diharapkan dapat mempengaruhibelanja modal, karena DAK cenderungakan menambah aset tetap yang dimiliki pemerintahguna meningkatkan pelayanan publik. 2.1.7 Belanja Modal Menurut PP No. 71 Tahun 2010 Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, aset tak berwujud. Belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang masa manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada Kelompok Belanja Administrasi Umum.Belanja modal dibagi menjadi: 1) Belanja publik, yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat umum. 2) Belanja aparatur, yaitu belanja yang manfaatnya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi dirasakan langsung oleh aparatur. 2.1.8 Penelitian Terdahulu Menurut penelitian Sumarmi, S. (2008)pada pengujian asumsi klasik diketahui bahwa data telah terdistribusi normal bebas dari multikolinieritas,

20 heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Hasil pengujian terhadap hipotesis-hipotesis menunjukkan bahwa secara simultan variabel PAD, DAU, dan DAK berpengaruh secara signifikan terhadap variabel alokasi belanja modal. Hasil pengujian terhadap hipotesis menunjukkan hasil perhitungan statistik uji F dengan hasil nilai signifikansi 0,000 berada dibawah 0,005 yang berarti secara simultan variabel variabel independen tersebut berpengaruh secara simultan terhadap alokasi belanja modal. Pengujian secara parsial, variabel PAD dan DAK berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal daerah. Sedangkan variabel dependen DAU berpengaruh negatif terhadap alokasi belanja modal daerah dalamapbd, sehingga hipotesis kedua ditolak.penelitian yang dilakukan oleh Purnama, A. (2014) menyatakan bahwa DAU dan SILPA tidak mempunyai pengaruh secara parsial dan signifikan terhadap alokasi Belanja Modal, sedangkan untuk PAD dan Luas Wilayah mempunyai pengaruh secara parsial dan signifikan terhadap alokasi Belanja Modal. Penelitian yang dilakukan oleh Puspitarini, P. (2014) bahwa PAD, DAU, DAK dan DBH berpengaruh signifikan terhadap belanja modal di daerah pacitan. Jika semakin tinggi PAD, DAU, DAK dan DBH maka pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat.

21 2.2 Rerangka Pemikiran Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur Anggaran Daerah Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan Asli Daerah Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Umum Pajak Daerah Retribusi Daerah Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Belanja Modal Gambar 1 Model Rerangka Pemikiran Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal

22 2.2 Perumusan Hipotesis Berdasarkanuraian masalah dan tujuan penelitian diatas, dapat diambil dugaan sementara atas dasar rerangka pemikiran, bahwa: 2.2.1 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan penting bagi sebuah daerah dalam memenuhi belanjanya. Pendapatan Asli Daerah ini sekaligus dapat menujukan tingkat kemandirian suatu daerah. Semakin banyak Pendapatan Asli Daerah yang didapat semakin memungkinkan daerah tersebut untuk memenuhi kebutuhan belanjanya sendiri tanpa harus tergantung pada Pemerintah Pusat yang berarti ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah tersebut telah mampu untuk mandiri, dan begitu juga sebaliknya. Dengan dikeluarkannya Undang-undang nomor 32 tahun 2004 yang mengatur tentang desentralisasi di bidang administrasi dan di bidang politik kepada pemerintah daerah, maka tentunya ada dinamika tersendiri yang terjadi di daerah, khususnya tentang pola pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah. Studi tentang pengaruh pendapatan daerah terhadap pengeluaran daerah sudah banyak dilakukan, sebagai contoh penelitian yang pernah dilakukan oleh Sumarmi, S. (2008), H1 : Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap belanja modal 2.3.2 Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal Dana Alokasi Umum merupakan dana yang berasaldari Pemerintah Pusat yang diambil dariapbn yang dialokasikan dengan tujuan pemerataankeuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dengan danatersebut Pemerintah Daerah menggunakannyauntuk

23 memberian pelayanan yang lebih baik kepadapublik. Tujuan dari pemberian dana alokasi umum ini adalah pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan daerah. Rahmawati (2010) meneliti tentang Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap alokasi belanja daerah (Studi Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah) berkesimpulan bahwa Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap alokasi belanja daerah. Pemerintah Daerah yang memiliki DAU tinggi maka pengeluaran untuk alokasi belanja daerahnya juga semakin tinggi. Melihat beberapa hasil penelitian diatas telah menunjukan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan sumber pendapatan penting bagi sebuah daerah dalam memenuhi belanjanya. Dana Alokasi Umum ini sekaligus dapat menujukan tingkat kemandirian suatu daerah. Semakin banyak Dana Alokasi Umum yang diterima maka berarti daerah tersebut masih sangat tergantung terhadap Pemerintah Pusat dalam memenuhi belanjanya, ini menandakan bahwa daerah tersebut belumlah mandiri, dan begitu juga sebaliknya (Pambudi, 2007). Dengan demikian hipotesis kedua adalah : H2 : Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif terhadap belanja modal 2.3.3 Pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal Dana Alokasi Khusus merupakan danayang bersumber dari APBN yang dialokasikankepada daerah tertentu dengan tujuan untukmembantu mendanai kegiatan khusus yang merupakanurusan daerah dan sesuai dengan prioritasnasional. Pemanfaatan DAK diarahkan padakegiatan investasi

24 pembangunan, pengadaan, peningkatan,dan perbaikan sarana dan prasaranafisik dengan umur ekonomis yang panjang, termasukpengadaan sarana fisik penunjang dan tidaktermasuk penyertaan modal. Dengan adanyapengalokasian DAK diharapkan dapat mempengaruhibelanja modal, karena DAK cenderungakan menambah aset tetap yang dimiliki pemerintahguna meningkatkan pelayanan publik. Nuarisa (2012) meneliti tentang Pengaruh PAD, DAU dan DAK Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal berkesimpulan bahwa Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif terhadap belanja modal. Hubungan antara DAK dengan belanja modal dapat dijelaskan yaitu, tujuan DAK diperuntukkan untuk program-program nasional di daerah, baik program pendidikan, kesehatan, pelayananpublik dan lingkungan Program nasional pemerintah daerah tersebut termasuk dalam anggaran belanja modal. Sehingga ada keterkaitan DAK yang diperoleh tersebut ditujukkan untuk program nasional yang merupakan belanja pegawai jugasemakin tinggi DAK yang diperoleh maka alokasi belanja modal juga semakin meningkat. H3 : Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh positif terhadap belanja modal