BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis (GGK) adalah suatu keadaan dimana terdapat penurunan

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoitein menimbulkan keadaan yang

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain: 1. Ng et al (2014) dengan judul Cost of illness

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

BAB 1 PENDAHULUAN. waktu lebih dari tiga bulan. Menurut Brunner dan Suddarth, gagal ginjal kronik. sampah nitrogen lain dalam darah) (Muhammad, 2012).

Kebijakan Umum Prioritas Manfaat JKN

BAB I PENDAHULUAN. bersifat progresif dan ireversibel. Gangguan fungsi ginjal ini terjadi ketika

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, UKDW

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM. Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati **

BAB I PENDAHULUAN. konsentrasi elektrolit pada cairan ekstra sel (Tawoto & Watonah, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan

Tabel 1.1 Keaslian penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air

BAB I PENDAHULUAN. dapat terjadi secara akut dan kronis. Dikatakan akut apabila penyakit berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

BAB 1 PENDAHULUAN. gagal untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap terjadinya transisi epidemiologi, dengan semakin meningkatnya. penyakit tidak menular. Menurut WHO ( World Health

BAB I PENDAHULUAN. bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit,

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. penduduk (Alashek et al, 2013). Data dari Indonesian Renal Registry (2014)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat dicapai melalui

BAB I PENDAHULUAN. khususnya mengenai jaminan social (Depkes RI, 2004). Penyempurna dari. bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan.

BAB I PENDAHULUAN. mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal

Afniwati, Amira Permata Sari Tarigan, Yunita Ayu Lestari Tarigan Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. jantung. Prevalensi juga akan meningkat karena pertambahan umur baik lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

NOVIANI SABTINING KUSUMA PUTRI J

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perubahan gaya hidup menyebabkan terjadi pergeseran penyakit di

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam jangka waktu yang lama (Noer, Soemyarso, 2006). Menurut (Brunner

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang


BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pada perkembangan zaman yang semakin berkembang khususnya

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. irreversible. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50

GAMBARAN MEKANISME KOPING PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI RUANG HEMODIALISA RSUD. PROF. DR. W. Z.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik seperti Glomerulonephritis Chronic, Diabetic

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. ginjal yang bersifat irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

I. PENDAHULUAN. dilakukan rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol (Chobanian,

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular. 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis

BAB I dalam Neliya, 2012). Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit saat ini telah mengalami perubahan yaitu adanya transisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I.PENDAHULUAN. dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. juta orang mengalami gagal ginjal. Data dari The United State Renal Data System

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Hemodialisa Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia masih menghadapi berbagai permasalahan kesehatan yang cukup sulit. Selain masih menghadapi berbagai permasalahan yang lazim terjadi di negaranegara berkembang seperti kurang gizi, penyakit menular/penyakit tropis dan infeksi, Indonesia juga mulai menghadapi berbagai permasalahan kesehatan yang lazim terjadi di negara-negara maju, yaitu penyakit-penyakit kronis akibat proses degeneratif dan perubahan gaya hidup seperti hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung koroner, stroke, dan lain-lain. Hal ini terjadi seiring dengan meningkatnya angka usia harapan hidup penduduk Indonesia karena pertumbuhan ekonomi yang cukup baik pada beberapa tahun terakhir. Berdasarkan perkiraan WHO pada tahun 2012, angka harapan hidup penduduk Indonesia mencapai 71 tahun, dan pada tahun yang sama WHO memperkirakan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit kronis di Indonesia mencapai 54% dari seluruh penyebab kematian, melebihi angka kematian yang disebabkan karena penyakit menular dan kecelakaan. Salah satu penyakit kronis yang angka kejadiannya diperkirakan meningkat setiap tahunnya adalah penyakit gagal ginjal kronis. Ginjal merupakan salah satu organ penting di dalam tubuh kita, dengan fungsi utama untuk menyaring (filtrasi) dan mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme (racun) dari darah menjadi urin dimana proses metabolisme tersebut yang harus dibuang segera agar tidak meracuni tubuh (Health, 2008). Selain hal tersebut, ginjal juga berperan dalam mengatur keasaman darah dan keseimbangan ion yang sangat penting agar berbagai fungsi penting dalam tubuh kita dapat berjalan secara normal. Gagal Ginjal Kronis (GGK) adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal secara irreversible (tidak dapat pulih kembali) berlangsung lama berharap dan bersifat progresif (Harnawati, 2008). Gangguan fungsi ginjal ini terjadi ketika tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme

2 dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. Kerusakan ginjal ini mengakibatkan masalah pada kemampuan dan kekuatan tubuh yang menyebabkan aktivitas kerja terganggu, tubuh jadi mudah lelah dan lemas sehingga kualitas hidup pasien menurun (Brunner dan Suddarth, 2001). Pada keadaan gagal ginjal kronik (chronic kidney disease) terjadi penurunan fungsi ginjal secara gradual dan permanen (biasanya dalam jangka waktu bulan sampai tahun) sehingga ginjal mengalami gangguan dalam mengeliminasi zat-zat sisa hasil metabolisme. Hal ini menyebabkan akumulasi zat-zat sisa metabolisme dan racun yang sangat berbahaya sehingga dapat mengancam jiwa. Pasien gagal ginjal dalam stadium ini membutuhkan hemodialisa (cuci darah) secara rutin atau transplantasi ginjal untuk menyelamatkan jiwanya. Hipertensi merupakan penyebab paling sering dari gagal ginjal kronik, kira kira 60% (Sukandar, 2006). Faktor faktor lain yang diduga berhubungan dengan meningkatnya kejadian gagal ginjal kronik antara lain diabetes melitus (Price dan Wilson, 2006), merokok (Ejerbald,et al.,2004), dan usia (Fored,et al.,2003). Hemodialisa atau cuci darah adalah suatu proses pencucian darah untuk membersihkan tubuh dari zat-zat limbah yang berbahaya yang terdapat dalam aliran darah. Proses pemisahan atau eliminasi sisa-sisa produk metabolisme (protein) dan koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit antara kompartemen darah dan dialisat melalui selaput membran semipermiabel (dialyzer) dengan mekanisme proses difusi, ultrafiltrasi dan konveksi. Hemodialisa (HD) merupakan jenis dialisis yang paling banyak digunakan saat ini. Dilakukan dengan cara memasukkan jarum ke pembuluh darah kemudian dihubungkan melalui selang ke tabung mesin atau alat cuci darah. Darah ditransfer dari tubuh ke mesin dialisis, yang akan menyaring produk limbah dan kelebihan cairan. Darah yang telah disaring kemudian dikembalikan lagi ke dalam tubuh. Kebanyakan orang membutuhkan tiga kali dalam seminggu (tergantung tingkat keparahan), masing-masing proses cuci darah berlangsung selama tiga sampai lima jam dan untuk sekali dialisa tarifnya 900 ribu sampai dengan 1,5 juta (Cohen, 2007).

3 Klinik hemodialisa adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan hemodialisa atau cuci darah di luar rumah sakit secara rawat jalan dan mempunyai kerjasama dengan rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan dialisis sebagai sarana pelayanan kesehatan rujukannya. Klinik Hemodialisa BPJS adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan hemodialisa atau cuci darah di luar rumah sakit secara rawat jalan dan mempunyai kerjasama dengan rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan dialisis sebagai sarana pelayanan kesehatan rujukannya, dimana klinik ini telah bekerjasama dengan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). 1.2 Peluang Pasar Bisnis Hemodialisa Pelaksanaan bisnis Kinik Hemodialisa BPJS ini akan diadakan di Kota Tangerang. Peluang bisnis pasar hemodialisa saat ini didapatkan dari data-data sebagai berikut : 1.2.1 Data Jumlah Pasien Terdiagnosis Gagal Ginjal Kronik Menurut data yang terkumpul melalui Indonesian Renal Registry (IRR) yang terakhir dilakukan tahun 2013, didapatkan data sebagai berikut: Tabel 1.1 Data pasien Gagal Ginjal Kronik menurut PERNEFRI Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Jumlah Pasien GGK 6.862 7.328 12.900 14.833 22.304 28.782 24.524 63.762 *) GGK = Gagal Ginjal Kronik Berdasarkan data diatas didapatkan bahwa jumlah perbandingan pasien di Indonesia yang mengalami gagal ginjal kronik dengan jumlah penduduk Indonesia 248.818.000 jiwa didapatkan perbandingannya adalah 1:3.902 (ada satu pasien terkena gagal ginjal kronik dari 3.902 penduduk indonesia). Jumlah penduduk di Kota Tangerang pada tahun 2014 berjumlah 1.999.894, perkiraan penduduk Kota Tangerang yang terkena penyakit Gagal Ginjal Kronik adalah sebesar 512 pasien.

4 Berdasarkan perkiraan perhitungan jumlah pasien yang terkena Gagal Ginjal Kronik yaitu sebanyak 512 pasien, apabila dalam satu hari terdapat tiga pasien yang melakukan tindakan hemodialisa untuk satu mesin hemodialisa, maka didapatkan jumlah maksimal sebanyak 270 pasien. Oleh karena itu didapatkan 242 pasien yang masih dapat melakukan tindakan hemodialisa di klinik ini. Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa masih besarnya peluang untuk dibukanya klinik hemodialisa di wilayah Kota Tangerang. 1.2.2 Persentase Predisposisi Menjadi Gagal Ginjal Kronik Menurut Sukandar, 2006, Hipertensi merupakan penyebab paling sering dari gagal ginjal kronik yaitu sekitar 60%. Indonesia termasuk ke dalam 10 besar negara di Asia dengan kasus penyakit gagal ginjal tertinggi. Pada pasien hipertensi dan diabetes mellitus yang menjadi penyebab terbesar gagal ginjal. Tingginya jumlah penderita diabetes di Asia membuat gagal ginjal yang disebabkan oleh faktor risiko lebih umum terjadi pada penduduk Asia. Selain diabetes, tekanan darah tinggi juga menjadi salah satu penyebab terkuat terjadinya penyakit ginjal kronis di Asia setelah diabetes. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, yang diolah oleh Pusat Data dan Informasi Kementrerian Kesehatan jumlah yang terkena penyakit diabetes yaitu sebanyak 76.859.861 jiwa. Komplikasi diabetes yang dapat menyebabkan pasien mengalami cuci darah adalah sebesar 0,5%. Sedangkan jumlah penduduk yang terkena hipertensi yaitu sebanyak 65.048.110 jiwa. Komplikasi hipertensi yang dapat menyebabkan pasien mengalami cuci darah adalah sebesar 0,2 % Di wilayah Kota Tangerang, faktor risiko terbesar untuk terdiagnosa penyakit gagal ginjal kronik adalah faktor diabetes mellitus yaitu kira kira sebesar 78%, diikuti oleh faktor risiko lain yaitu hipertensi sebesar 70%, gaya hidup seperti merokok kira kira sebesar 57%, usia tua lebih dari 60 tahun kira kira sebesar 41%.

5 Tabel 1.2 Predisposisi Gagal Ginjal Kronik di Tangerang FAKTOR RISIKO GGK NON GGK TOTAL % GGK Usia 144 <60 tahun 38 24 62 61% >60 tahun 34 48 82 41% Hipertensi - Ya 40 17 57 70% -Tidak 32 55 87 37% Diabetes Melitus - Ya 29 8 37 78% - Tidak 43 64 107 40% Merokok -Ya 47 35 82 57% -Tidak 25 37 62 40% Majalah farmaseutik volume 11 no 2 tahun 2015 1.2.3 Data Jumlah Tindakan Hemodialisa Jumlah tindakan hemodialisa adalah perhitungan yang dilakukan untuk melihat jumlah peluang yang ada di Indonesia, khususnya wilayah Kota Tangerang. Tabel 1.3 Jumlah Tindakan Hemodialisa Menurut PERNEFRI Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Total Tindakan HD 319.667 391.448 513.707 726.313 706.527 1.896.317 Berdasarkan data diatas didapatkan bahwa jumlah tindakan hemodialisa di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan mengalami peningkatan yang signifikan di tahun 2014 karena adanya jaminan kesehatan dari BPJS. Pada tahun 2014 jumlah tindakan sudah mencapai 1.896.317 tindakan (Menteri Kesehatan Nila F Moeloek 29 Desember 2015).

6 1.2.4 Jumlah Fasilitas Kesehatan (Rumah Sakit, Klinik, Puskesmas, Praktek Pribadi) Dalam hal pembuatan klinik terkhusus hanya sebagai praktek tindakan hemodialisa, tentunya menjadi salah satu perhatian kami juga dalam menentukan daerah mana yang menjadi target lokasi, agar tidak terjadi kelebihan kapasitas klinik atau rumah sakit yang memberikan perawatan. Hal itu dimaksudkan agar kapasitas pasien yang ada di daerah tersebut, dapat terbantu dengan adanya klinik khusus hemodialisa ini. Beberapa rumah sakit yang ada di wilayah Kota Tangerang, dimana akan menjadi perhatian khusus dalam menentukan lokasi pembuatan klinik ini, dimana ada 27 Rumah Sakit, 79 fasilitas kesehatan tingkat pertama terbagi dari 33 Puskesmas dan 46 klinik pratama yang ada di wilayah Tangerang (Lampiran 1 data nama fasilitas kesehatan di wilayah kota Tangerang). Daftar fasilitas kesehatan yang ada di wilayah Kota Tangerang merupakan referensi awal sebagai kerangka dalam melihat lokasi mana yang dapat dijadikan potensi pasar untuk membuka klinik hemodialisa, terutama yang memiliki kepesertaan BPJS. Dari 106 fasilitas kesehatan yang ada di wilayah Kota Tangerang, ada sembilan rumah sakit dan satu klinik khusus hemodialisa yang melayani hemodialisa dan memiliki kerjasama dengan BPJS. 1.2.5 Jumlah Mesin Hemodialisa Menurut data Indonesia Renal Registry tahun 2014, jumlah pasien dengan kasus gagal ginjal terminal mencapai 63.762 pasien dengan tindakan hemodialisa sebanyak 1.896.317 tindakan, tidak semua pasien terlayani kebutuhan cuci darahnya karena keterbatasan unit mesin dialisis. Berdasarkan data PERNEFRI tahun 2013 jumlah mesin yang ada di Indonesia sebanyak 2730 mesin. Setiap satu mesin hemodialisa dapat digunakan untuk tiga kali tindakan, dimana setiap satu tindakan dilakukan selama empat jam. Jumlah pasien gagal ginjal kronik di wilayah Kota Tangerang sebanyak 512 pasien dengan perkiraan jumlah mesin yang dibutuhkan sebanyak 171 mesin hemodialisa. Jumlah mesin hemodialisa pada tahun 2014 sebanyak 90 mesin hemodialisa.

7 Tabel 1.4 Jumlah Mesin Hemodialisa pada Fasilitas Kesehatan yang menerima Hemodialisa BPJS NO. NAMA FASKES Jumlah Mesin HD 1 RS AWAL BROS 10 2 RS ISLAM SARI ASIH AR-RAHMAH 8 3 KLINIK DIALISA PENTA 10 4 RS HERMINA TANGERANG 7 5 RSUD KOTA TANGERANG 20 6 RS SARI ASIH SANGIANG 8 7 RS SARI ASIH KARAWACI 8 8 RS USADA INSANI 11 9 RS SARI ASIH CILEDUG 4 10 RS BHAKTI ASIH 4 JUMLAH MESIN HEMODIALISA 90 1.2.6 Jenis Pendanaan Jaminan Kesehatan Di Indonesia fasilitas pendanaan jaminan kesehatan untuk renal unit terbagi menjadi beberapa kategori seperti pada diagram dibawah ini: Gambar 1.1 Jenis Pendanaan Jaminan Kesehatan Unit Renal Di Indonesia Lain-lain 12% Askes 19 % Umum 32% Pada tahun 2014 jumlah fasilitas pendanaan jaminan kesehatan untuk unit Asuransi 15% Gakin 22% renal di Indonesia berubah menyesuaikan kebijakan pemerintah tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dimana semua fasilitas seperti ASKES,GAKIN, dan

8 fasilitas lainnya yang dijamin oleh pemerintah Indonesia menjadi JKN. Jaminan Kesehatan Nasional tersebut dijalankan dengan sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. 1.2.7 Gambaran Umum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan JKN adalah singkatan dari Jaminan Kesehatan Nasional adalah sistem pelayanan kesehatan nasional Indonesia yang merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan UU No.40 thn 2004 tentang SJSN. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak. BPJS adalah singkatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah badan/lembaga yang dibentuk dan ditunjuk oleh pemerintah Indonesia untuk menangani atau menyelenggarakan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) di Indonesia.Jaminan kesehatan adalah berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran tersebut. Program JKN dilaksanakan lewat BPJS dengan landasan pelaksanaannya yakni UU Nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. JKN akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai 1 Januari 2014. Klinik hemodialisa termasuk dalam pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan dimana para penderita GGK harus melewati pelayanan kesehatan tingkat pertama dahulu untuk mendapatkan surat rujukan berupa SEP (Surat Egibilitas Peserta) untuk mendapatkan pelayanan lanjutan yaitu klinik hemodialisa yang sesuai dengan pasal 54 peraturan BPJS no.1 tahun 2014 tentang Penyelenggraan Jaminan Kesehatan Nasional. Kebijakan Pemerintah Negara Republik Indonesia yang mengatur tentang pelaksanaan pelayanan dialisis di Rumah Sakit atau Klinik adalah Permenkes RI No. 812 tahun 2010 tentang penyelenggaraan dialisis. Selain itu penyelenggaraan

9 hemodialisa saat ini benar-benar didukung dan dibantu oleh pemerintah dengan adanya Undang Undang No. 24 tahun 2011 yang mengatur tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) yang salah satunya berupa jaminan kesehatan, diperkuat dengan Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Klinik Hemodialisa BPJS menangani atau menerima pelayanan terhadap pasien gagal ginjal yang sudah terdaftar dalam kepesertaan BPJS. Pemerintah dalam hal mengatur penyelenggaraan pelayanan dialisis pada fasilitas pelayanan kesehatan yang ditetapkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 812/MENKES/PER/VII/2010, maka Klinik Hemodialisa BPJS akan menyesuaikan standar pelayanan dengan aturan yang ada. Dan tentu penyesuaian standar pelayanan yang ada pada Klinik Hemodialisa diharapkan mampu memberikan pendapatan yang baik bagi klinik. Penanganan kasus ginjal terutama hemodialisa yang selama ini dianggap sebagai pelayanan berbiaya mahal, sekarang sudah masuk dalam kerangka BPJS yang dijamin oleh pemerintah berdasarkan Indonesian Case Base Group (INA- CBGs). Paket INA-CBGs yang digunakan telah disahkan oleh pemerintah dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 69 Tahun 2013 dengan perubahan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.59 tahun 2014 tentang standar tarif pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan dalam program jaminan kesehatan. Namun dengan adanya Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial pada saat sekarang ini, pasien yang tentunya membutuhkan perawatan hemodialisa tidak perlu khawatir atas biaya yang mahal, karena dengan adanya BPJS, seluruh peserta yang telah terdaftar di BPJS Kesehatan, seluruh pasien hemodialisa dapat menggunakan kepesertaannya dan menjalani perawatan dengan mudah hanya dengan membayarkan sejumlah uang iuran sebagai premi bulanan kepada BPJS. Pendapatan yang diperoleh Klinik Hemodialisa BPJS didasari oleh besarnya jumlah tarif dalam tindakan pelayanan BPJS sebagaimana sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2014 tentang petunjuk teknis Sistem Indonesia Case Base Group ( INA CBGs ), dimana pola ini

10 mengacu pada skema metode pembayaran prospektif yang dilakukan atas layanan kesehatan yang besarannya sudah diketahui sebelum pelayanan kesehatan diberikan. Dalam proses pelaksanaannya pada setiap kejadian tentunya Klinik Hemodialisa BPJS memiliki biaya yang secara garis besar ditentukan pada Harga Pokok Penjualan atau Unit Cost. Unit Cost ini nantinya akan menjadi pengurang pendapatan yang diperoleh Klinik Hemodialisa BPJS dari pelayanan cuci darah. Sehingga margin yang diperoleh pada satu kali proses pelayanan dialisa yang diklaim dihitung dari selisih unit cost dengan besarnya tarif INA-CBGs atas tindakan unit dialisa.tarif Prosedur Dialisis pada peraturan menteri kesehatan No 59 tahun 2014 untuk Rumah Sakit tipe D yaitu sebesar Rp. 812.100,- dengan kode INA-CBGs N- 3-15-0. Kelemahan pelayanan pasien cuci darah yang dijamin BPJS adalah pasien BPJS harus antri di loket tertentu dan biasanya dibatasi waktu dan jumlahnya. Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan pemerintah, menyebabkan peserta BPJS makin meningkat, datang dari berbagai kalangan, baik pegawai negeri, swasta, bekerja maupun tidak, serta anggota keluarganya. Preminya yang murah juga menjadi daya tarik. Akibatnya, antrian di rumah sakit tidak terhindarkan. Keluhan utama adalah panjangnya antrian di rumah sakit ketika menggunakan fasilitas kesehatan BPJS. Antrian ini menjadi masalah ketika kita dalam kondisi emergency. Masih buruknya pelayanan rumah sakit dengan prosedur yang sangat menyita waktu, menyebabkan beberapa pasien harus dengan sabar menunggu antrian yang begitu panjang dengan kinerja yang begitu lambat. Pemerintah juga telah mencanangkan Visi Indonesia 2025 yaitu menjadi negara maju pada tahun 2025, namun tanpa Sumber Daya Manusia yang baik tentunya akan menjadi kendala. Sumber Daya Manusia Indonesia yang baik tentu sangat terkait dengan kesehatan. Pada tahun 2011 Pemerintah melalui Undang - Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang merupakan perubahan terhadap semua program jaminan kesehatan di Indonesia. Dalam hal ini Pemerintah merencanakan pada tahun 2019 target seluruh masyarakat di Indonesia sebanyak 257,5 juta jiwa akan dijamin oleh BPJS

11 Kesehatan. Regulasi kebijakan pemerintah Indonesia mengenai Jaminan Kesehatan Nasional mewajibkan seluruh masyarakat Indonesia untuk menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang di danai oleh pemerintah Indonesia. Atas dasar uraian tersebut diatas maka permintaan pelayanan melalui sarana BPJS Kesehatan menjadi prospek yang lebih selaras dengan peraturan yang diterbitkan Pemerintah. Dan secara umum BPJS Kesehatan mampu dalam mengendalikan permintaan dan penawaran dari layanan kesehatan dan akan mempengaruhi tingkat keberhasilan dari penerapan konsep INA-CBGs. Peluang BPJS lebih besar dari peluang pasien umum. Berdasarkan data yang didapatkan, jumlah pasien yang terkena gagal ginjal kronik adalah sebesar 512 pasien di Kota Tangerang, dan pertumbuhan setiap tahun sekitar 10 %. Pasien hipertensi dan diabetes mellitus di Kota Tangerang adalah sebesar 70% untuk hipertensi, dan 78% diabetes mellitus. Peluang terbesar terkena penyakit gagal ginjal kronik adalah dari penyakit diabetes mellitus. Setelah adanya BPJS jumlah tindakan hemodialisa pada pasien gagal ginjal kronik menjadi lebih banyak sebesar 1.896.317 tindakan pada tahun 2014. Dari 106 fasilitas kesehatan (27 rumah sakit,79 fasilitas kesehatan tingkat pertama) yang sudah bekerja sama dengan BPJS pada Kota Tangerang, hanya sembilan rumah sakit dan satu klinik yang melayani hemodialisa dan memiliki kerjasama dengan BPJS. Jumlah ketersediaan mesin hemodialisa yang ada pada Kota Tangerang sebanyak 90 mesin, sedangkan kebutuhan penyediaan mesin hemodialisa di Kota Tangerang sebanyak 171 mesin hemodialisa. Adanya selisih margin keuntungan dari unit cost untuk pelayanan hemodialisa di klinik hemodialisa dengan besarnya tarif INA-CBGs untuk prosedur hemodialisa pada pelayanan BPJS. Permasalahan antrian sistem administrasi dan pelayanan hemodialisa yang ada di rumah sakit merupakan kendala yang terjadi pada umumnya, sedangkan klinik hemodialisa ini dapat membantu mengurangi masalah antrian yang ada di rumah sakit. Pelayanan tindakan hemodialisa biasanya dilakukan di rumah sakit, dengan peralatan yang memadai dan tenaga keperawatan yang telah tersertifikasi

12 hemodialisa, namun hal tersebut terkadang tidak semudah seperti apa yang dipikirkan, dikarenakan beberapa kendala yang terjadi dirumah sakit, mengakibatkan terbengkalainya pasien yang telah mengantri dengan waktu yang lama karena penjadwalan yang tidak teratur. Oleh karena itu, dengan adanya Klinik Hemodialisa, kami berharap dapat dan mampu memberikan pelayanan yang maksimal kepada pasien, dengan memberikan sarana dan prasarana yang sama dengan yang diberikan rumah sakit pada umumnya, dan dapat dipercaya sebagai mitra masyarakat. Dilihat dari peluang pasar bisnis yang dijelaskan diatas, maka didapatkan peluang untuk membuka klinik Hemodialisa yang bekerjasama dengan BPJS. Klinik hemodialisa BPJS adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan hemodialisa atau cuci darah di luar rumah sakit secara rawat jalan dan mempunyai kerjasama dengan rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan dialisis sebagai sarana pelayanan kesehatan rujukannya, dimana klinik ini telah bekerjasama dengan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Lamanya waktu dan keterbatasan tempat merupakan permasalahan yang terjadi dan menjadi kekurangan dari fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS. Masa tunggu pasien, pelayanan cepat dan pemberian informasi kepada pasien gagal ginjal merupakan nilai produk yang dapat ditawarkan kepada pasien.