BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

dokumen-dokumen yang mirip
ARAHAN PEMANFAATAN KEMBALI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH (Studi Kasus: TPA Putri Cempo, Kota Surakarta) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk yang semakin cepat dan aktifitas penduduk di suatu daerah membawa perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain. masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir di seluruh negara dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang. bertingkat atau permukiman, pertanian ataupun industri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. baik. Terwujudnya sistem sanitasi yang baik tidaklah mudah, diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. mulai menggalakkan program re-use dan re-cycle atas sampah-sampah yang ada.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sampah yang dihasilkan. Demikian halnya dengan jenis sampah,

Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia melakukan berbagai aktivitas untuk memenuhi kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengabaikan masalah lingkungan (Djamal, 1997).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

ADITYA PERDANA Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang

A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN. secara tidak terencana. Pada observasi awal yang dilakukan secara singkat, Kampung

BAB I PENDAHULUAN. Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP),

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang semakin maju dan kemegahan zaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang tentu saja akan banyak dan bervariasi, sampah, limbah dan kotoran yang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah

BAB I PENDAHULUAN. Besarnya jumlah penduduk Indonesia diikuti oleh tingkat pertumbuhan

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai

BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB V Area Beresiko Sanitasi

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menuntut Pemerintah Daerah untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberadaan sampah tidak lepas dari adanya aktivitas manusia di

S K R I P S I. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pada FISIP UPN Veteran Jawa Timur. Oleh : RIZATUL FAZRIYAH NPM :

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah sampah di Indonesia merupakan masalah yang rumit karena

STUDI PENINGKATAN PELAYANAN OPERASIONAL PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KOTA BANDA ACEH TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengabaikan pentingnya menjaga lingkungan hidup. Untuk mencapai kondisi

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. terpadu dengan lingkungannya dan diantaranya terjalin suatu hubungan fungsional

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

PERATURAN DESA.. KECAMATAN. KABUPATEN... NOMOR :... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN SUMBER AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Tempat-tempat umum merupakan tempat kegiatan bagi umum yang. pemerintah, swasta, dan atau perorangan yang dipergunakan langsung oleh

Optimisasi pengalokasian sampah wilayah ke tempat pembuangan sementara (TPS) di Kota Surakarta dengan model integer linear programming

KINERJA KEGIATAN DAUR ULANG SAMPAH DI LOKASI DAUR ULANG SAMPAH TAMBAKBOYO (Studi Kasus: Kabupaten Sleman)

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menentukan corak kehidupan dan mempunyai peranan yang sangat dominan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR

Aspek ekonomi dan sosial

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas manusia tidak terlepas dari kegiatan yang menghasilkan limbah

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan,

ISSN DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN

Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Balangan BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Kapuas Hulu Tahun Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan kota yang semakin meningkat seharusnya diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana pendukung kota yang akan memberikan dampak positif terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi, namun tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Kota akan selalu berhubungan erat dengan perkembangan lahan baik dalam kota itu sendiri maupun pada daerah yang berbatasan atau daerah sekitarnya. Selain itu lahan juga berhubungan erat dengan manusia dan lingkungan. Menurut Kormondy (1969) menyatakan bahwa populasi seharusnya dalam titik keseimbangan dimana lingkungan dapat mendukung dan batas diantara titik keseimbangan tersebut merupakan daya dukung dari lingkungan. Oleh karena itu perkembangan dan pertumbuhan kota yang baik merupakan kota yang dapat menyeimbangkan antara lahan/ lingkungan dengan kepadatan penduduk yang akan ditampung dalam kota tersebut. Tumbuh dan berkembangnya suatu kota, sesuai dengan perkembangan kehidupansosial-budaya, ekonomi dan politik yang melatar belakanginya. Perencanaan dan perancangan kota sebagai pengendali perkembangan kota sebagai proses formal, membawa implikasi pola morfologi kota sebagai implementasi bentuk perubahan sosial budaya masyarakat, aspek tata bentuk kota/ townscape dan aspek peraturan. Ada 2 (dua) gaya pertumbuhan kota, yaitu gaya sentripetal yang mengarah ke pusat kota dan ada gaya sentrifugal yang mengarah ke luar. Pola pertumbuhan masing-masing kota berbeda-beda dan berdasarkan pada karakteristik kota tersebut. Kota besar umumnya tumbuh semakin cepat, sementara kota kecil stagnan tak beranjak. Semakin besar dan cepat pertumbuhan kota, semakin kuat dan luas fungsi maupun peranan kota tersebut. Perkembangan dan pertumbuhan kota secara tidak langsung 1

menuntut adanya kelengkapan bangunan prasarana yang harus disediakan oleh kota tersebut. Dalam penyediaan prasarana ada yang berlebih atau underutilized, ada yang penyediaannya sangat kurang atau deficiency, dan ada yang mencukupi. Banyaknya masalah sebagai akibat pertumbuhan kota yang cepat sebagai dampaklangsung dari lambatnya penyediaan prasarana, hal tersebut tidak terlepas dari kurang terlaksana dengan baik manajemen pembangunan kota terutama pada tahap perencanaan dan terbatasnya kemampuan fiskal untuk membiayai pembangunan prasarana. Namun demikian, dengan perubahan sistem pemerintahan yang semula dekonsentrasi yang terpusat menjadi desentralisasi (otonomi) memberikan harapan untuk membangun prasarana sesuai dengan pola pertumbuhan kota. Selain itu perkembangan suatu kota akan diiringi pula dengan pertumbuhanpenduduknya, baik dari sektor alami (kelahiran dan kematian) dan sektor non alami (migrasi). Meningkatnya laju pembangunan di semua sektor pada kondisi saat ini dan tahun- tahun yang akan datang di daerah perkotaan, memicu terjadinya peningkatan laju urbanisasi. Pertambahan penduduk perkotaan merupakan tantangan serius di seluruh dunia baik di negara maju dan lebih-lebih di negara berkembang khususnya dalam Era Globalisasi. Indonesia sebagai negara berkembang juga mengalami pertumbuhan di kota-kota dan 40% penduduk Indonesia akan memadati kota-kota dan menghasilkan distribusi penduduk yang tidak seimbang (sumber: www.kompas.com). Situasi perpindahan penduduk dari desa-desa ke kota-kota mengakibatkan kota sering mengalami gejolak, baik dalam bentuk lingkungan hidup yang kacau, kemacetan, bahkan polusi yang berlebihan. Konsekuensi logis dari semua itu adalah meningkatnya aktivitas perkotaan di berbagai sektor, baik sektor perumahan, industri, dan perdagangan. Dampak yang ditimbulkan terkait dengan hal tersebut, berupa peningkatan jumlah kepadatan sampah sebagai buangan yang 2

mayoritas oleh sampah dari aspek rumah tangga. Perkotaan sebagai pusat perekonomian menjadi salah satu daerah tujuan, sehingga tidak dapat disangkal kota memiliki potensi sampah yang cukup besar. Kotaakan selalu berhubungan dengan penduduk, dan penduduk selalu berhubungan dengan sampah. Oleh karena itu sampah merupakan masalah yang krusial bagi kota yang padat akan penduduk. Sampah merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia saat ini. Hampir setiap kegiatan yang dilakukan manusia selalu menghasilkan sampah, terutama pada kegiatan konsumsi. Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2007). Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi masyarakat, peningkatan konsumsi masyarakat dan aktivitas kehidupan masyarakat di perkotaan, menimbulkan bertambahnya volume dan jenis sampah, serta karakteristik sampah yang semakin beragam. Sampah yang ditimbulkan dari aktivitas dan konsumsi masyarakat perkotaan ini, telah menjadi permasalahan lingkungan yang harus ditangani oleh setiap pemerintah kota dengan dukungan partisipasi aktif dari masyarakat perkotaan itu sendiri. Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan padat yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber aktivitas kehidupan manusia, maupun hasil dari suatu proses alamiah dan tidak atau belum memiliki nilai ekonomi, bahkan dapat dikatakan mempunyai nilai ekonomi negatif karena penanganan untuk membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar, disamping itu juga mempunyai dampak mencemari lingkungan (Faisal, 1991 dalam Daruati, 2003). Sampah merupakan limbah dari kehidupan, kegiatan dan usaha manusia dipermukaan bumi, maka masalah sampah erat kaitannya dengan jumlah manusia yang bertempat tinggal atau berusaha di suatu tempat dan erat kaitannya dengan bentuk kegiatan dan usaha manusia tersebut. (Durin, dalam Armen, 1987) mengemukakan bahwa semakin banyak jumlah 3

manusia dan semakin kompleks kegiatan serta usahanya maka semakin besar pula masalah persampahan yang ditanggulangi. Adanya peningkatan produksi sampah tiap tahunnya membutuhkan lahan yang besar, penanganan yang cepat, sistematis, dan ekonomis. Mengingat sampah diproduksi tiap harinya oleh manusia, yang semakin lama akan menumpuk merupakan sumber dari dampak negatif bagi manusia jika tidak ditangani secara cepat dan tepat. Dampak-dampak yang ditimbulkan berupa sumber penyakit, pemandangan yang mengurangi estetika, pencemaran lingkungan dan adanya bau tidak sedap dari hasil pembusukan dari buangan sampah tersebut. Dalam perencanaan persampahan pada suatu kota, perlu diketahui produksi sampah untuk waktu mendatang sesuai dengan tingkatan aktifitas dan produktifitas serta income per kapita kota tersebut. Dengan diketahuinya jumlah penduduk maka dapat diketahui jumlah sampah yang dihasilkan oleh suatu kota dalam kurun waktu tertentu. Laju timbulan sampah kota diekivalensikan menjadi liter/ orang/ hari (perhitungan dilakukan pada sumber sampah). Kebutuhan kapasitas pelayanan sampah sejalan dengan timbulan sampah yang harus diangkut ke TPA. Laju pertumbuhan sampah berbeda pada setiap kota, hal tersebut di pengaruhi oleh tingkat sosial, ekonomi, tingkat konsumtifitas penduduk, adat istiadat dan kondisi geografi. Pada tahun tahun terakhir ini masalah sampah perkotaan di Indonesia sudah mendapatperhatian dari berbagai pihak dan upaya penanganannya semakin nyata. Penampungan akhir sampah kota dilakukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) mengalami berbagai macam kendala baik fisik maupun non fisik, seperti masalah sosial, ekonomi, pemeliharaan dan lain lain. Untuk itu kinerja suatu TPA perlu dikaji dalam rangka meningkatkan kemampuannya dalam mengatasi masalah sampah dalam korelasinya dengan perkembangan penduduk. Perlu diperhatikannya kinerja TPA ini karena sejalan dengan perkembangan suatu kota, maka kepadatan penduduk semakin bertambah 4

dan terkonsentrasi pada suatu wilayah tertentu, sehingga tidak memungkinkan penduduk untuk mengelola sampah secara mandiri. Dari berbagai kenyataan yang ada di lapangan, di berbagai daerah, khususnya di Jawa Tengah, TPA sampah perkotaan yang umum digunakan adalah sistem pembuangan terbuka (open dumping), dimana sistem ini kurang memperhatikan aspek perlindungan lingkungan. Permasalahan yang dihadapi setiap wilayah adalah tentang bagaimana cara mendapatkan lokasi pembuangan limbah tersebut secara tepat dan aman. Area pembuangan sampah yang baik memiliki beberapa karakteristik. Daerah ini harus berada jauh dari daerah di mana ada sejarah banjir. Jika tidak, sampah dapat menjadi sumber pencemaran air yang pada saatnya mengancam lingkungan dan kehidupan (Akbari et al., 2008). Untuk mendapatkan lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah yang sesuai dengan persyaratan teknis, ekonomis dan berwawasan lingkungan diperlukan metode yang tepat seperti menempatkan lokasi TPA pada daerah dengan formasi geologi yang sesuai sehingga pencemaran yang timbul dapat dicegah atau diperkecil. Secara tidak langsung fenomena ini berdampak pada perubahan pemanfaatan lahandari lahan pertanian berubah menjadi lahan perumahan dan pemanfaatan lainnya yang bukan untuk kepentingan pertanian. Hal tersebut memberikan dampak dengan adanya peningkatan akan kebutuhan lahan untuk menyediakan segala fasilitas perkotaan yang dibutuhkan oleh penduduk Kota Temanggung itu sendiri. Khususnya pada penyediaan sebuah fasilitas berupa Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah. Penetapan lokasi TPA sampah yang tepat serta penataan kawasan di sekitarnya perlu dilakukan secara seksama agar tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari, terutama yang terkait dengan masalah sosial dan lingkungan. Kegiatan pemilihan lokasi pembuangan sampah harus dipertimbangkan secara matang dengan memperhatikan faktor fisik lahan yang berkaitan dengan kondisi alam dan faktor non fisik yang berkaitan 5

dengan sarana dan prasarana yang tersedia, termasuk aspek sosial yang meliputi pengaruh lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah tersebut terhadap kehidupan sosial penduduk sekitarnya. Berdasarkan uraian diatas, jelas bahwa salah satu kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kualitas lingkungan adalah TPA Sampah yang memenuhi persyaratan lingkungan. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah sebagai bagian dari sistem persampahan perkotaan dipilih dan dipersiapkan dengan pertimbangan aspek sosial, budaya, teknik lingkungan, ekonomi keuangan, kelembagaan dan memperhatikan aspek tata ruang kota serta perkembangan sistem persampahan itu sendiri (YUDP, 1992 dalam Pramono, 2000). Untuk itu, diperlukan suatu perencanaan yang seimbang baik dari segi ketersediaan lahannya maupun faktor lain, yang pada akhirnya dapat menunjang upaya Pemerintah dalam menyediakan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah yang tidak mengganggu keseimbangan lingkungan. Menurut Setiawan (2010), apabila analisis tersebut dilakukan dengan metodekonvensional berupa survey dan pemetaan secara terestris, maka akan memerlukan waktu, tenaga dan biaya yang besar. Sistem Infromasi Geografis (SIG) dengan kemampuannya dalammemasukkan, menyimpan, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa dan menampilkan data bereferensi geografis dapat digunakan sebagai alat bantu dalam penentuan lokasi TPA(Lunkapis, 2004). Penggunaan SIG akan mempersingkat waktu analisis berbagai parameter penilaian kesesuaian lahan untuk lokasi TPA secara umum maupun secara detail dengan tingkat akurasi data yang tinggi (Rahman dkk., 2008). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kabupaten Temanggung menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG). 6

1.2 PERUMUSAN MASALAH Bertambahnya penduduk yang relatif cepat di Kabupaten Temanggung ini akan menghasilkan volume sampah yang besar dan harus ditanggulangi, baik untuk pembinaan kesehatan maupun untuk kebersihan dan pelestarian lingkungan hidup. Volume sampah ini akan terus meningkat sesuai lajupertumbuhan penduduk dan peningkatan tekhnologi serta aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Sampah merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup yang erat kaitannya dengan kebersihan, kesehatan, keindahan, dan keamanan. Semakin banyak jumlah penduduk akan mengakibatkan jumlah volume sampah terus bertambah dari waktu ke waktu. Bertambahnya sampah ini semakin beraneka ragam jenisnya secara terus menerus akan berakibat semakin sulitnya pengelolaan sampah. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah mengenai sampah. Berbagai Undang-Undang maupun peraturan-peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Pusat maupun yang dibuat oleh Pemerintah Daerah untuk menyempurnakan, memperbaiki, melengkapi dan mengatasi semua kekurangan serta permasalahan perkotaan terutama permasalahan tentang sampah. Semua upaya ini belum memuaskan berbagai pihak karena sampah seolah-olah tidak pernah habis diangkut sehingga dimanamana terlihat adanya tumpukan sampah. Kebutuhan yang sangat mendesak tentang permasalahan sampah adalah mendapatkan lokasi TPA Sampah. Sampah yang tidak dikelola dengan baik pada TPA Sampah dapat menimbulkan pencemaran. Tingkat pencemaran yang ditimbulkan tergantung pada tingkat pengelolaan dan posisi TPA Sampah terhadap penggunaan lahan seperti permukiman, sungai serta lingkungan sekitarnya. Melihat kemungkinan negatif yang ditimbulkan oleh keberadaan TPA Sampah tersebut, menuntut agar penempatan lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah benar-benar pada lokasi yang cocok, baik secara fisik maupun non fisik. Aspek fisik yang dipertimbangkan 7

dalam pemilihan lokasi TPA Sampah berkaitan dengan kondisi alam seperti drainase permukaan, penggunaan lahan, relief, sumber daya air, dan jarak terhadap sungai permanen. Aspek non fisik berkaitan dengan sarana dan prasarana yang tersedia, termasuk aspek sosial yang meliputi pengaruh lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah tersebut terhadap kehidupan sosial penduduk sekitarnya. Kegiatan pemilihan lokasi TPA Sampah pada saat ini masih menitikberatkan perencanaannya pada aspek ketersediaan lahannya saja dan belum memiliki suatu kesamaan pandangan atau kriteria dalam menentukan lokasi TPA Sampah yang berwawasan lingkungan secara utuh. Oleh karena itu diperlukan suatu perencanaan yang seimbang baik dari segi ketersediaan lahan maupun kualitas lingkungan yang pada akhirnya dapat menunjang upaya Pemerintah dalam menyediakan lokasi TPA Sampah yang tidak mengganggu keseimbangan lingkungan. Dari uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini : 1. Bagaimana teknik Sistem Informasi Geografi (SIG) dapat menentukan lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kabupaten Temanggung? 2. Bagaimana teknik Sistem Informasi Geografi dapat digunakan untuk membuat peta kesesuaian lokasi TPA sampah. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka penulis bermaksud mengadakan penelitian dengan judul : Aplikasi Sistem Informasi Geografi untuk Kesesuaian Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. 1.3 TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan kandidat lokasi yang sesuai untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Kabupaten Temanggung yang sesuai dengan memanfaatkan teknik Sistem Informasi Geografi. 8

1.4 MANFAAT 1.4.1 Manfaat Ilmiah Hasil penelitian ini sebagai bentuk penyajian data yang berupa grafis dan spasial atau informasi mengenai Kesesuaian Lokasi yang Sesuai untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah yang ada di Kabupaten Temanggung serta luas dan persebarannya dalam bentuk peta, sehingga dapat digunakan sebagai studi keruangan tentang pemetaan Kesesuaian Lokasi yang Sesuai untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Kabupaten Temanggung serta sebagai acuan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut. 1.4.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut: 1. Memberi masukan dalam tata ruang kota khususnya dalam menyajikan lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah yang lebih baik di Kabupaten Temanggung. 2. Mengembangkan aplikasi sistem informasi geografi dalam studi perkotaan, dalam hal ini adalah untuk pemetaan lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah. 3. Dalam bidang pembangunan, diharapkan dapat dimanfaatkan untuk rancangan pembangunan perkotaan yang selaras dan sesuai menurut Undang- Undang yang berkaitan dengan penentuan lokasi TPA/ pengelolaan Sampah yang harus mengikuti persyaratan dan ketentuan mengenai pengelolaan lingkungan hidup, ketertiban umum, kebersihan kota/ lingkungan, Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah dan Perencanaan Tata Ruang Kota serta peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. 9