II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Gagne dalam (Slameto, 2003: 13) menyatakan belajar sebagai Suatu proses

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. perlu dilakukan usaha atau tindakan untuk mengukur hasil belajar siswa. Hamalik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Matematika

BAB II TINJAUAN TEORITIS

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. murid setelah ia menerima pengalaman belajarnya. 1. anak setelah melakukan suatu kegiatan belajar. 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektif juga dapat diartikan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. maupun kewajiban sebagai warga negara yang baik. Untuk mengetahui

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI MAHASISWA PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN MELALUI PEMBELAJARAN TWO STAY-TWO STRAY (TS-TS)

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Hamalik (2009: 155) hasil belajar tampak sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORITIS. mempunyai efek, dapat membawa hasil, berhasil guna. Efektivitas menunjukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN PARADIGMA. Dalam tinjauan pustaka ini akan memaparkan pengertian-pengertian konsep yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. belajar. Menurut Ahmadi (2002 : 45) Hasil belajar adalah hasil yang dicapai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan belajar tidak akan tercapai begitu saja jika pembelajaran tidak

Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada prinsipnya proses belajar yang dialami manusia berlangsung sepanjang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar meruapakan suatu perubahan di dalam diri seseorang dari tudak

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003:

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) Terpadu di SMP terdiri dari studi

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. dalam memecahkan masalah bersama. Pembelajaran kooperatif adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seseorang. Ada beberapa teori belajar salah satunya adalah teori belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Sutikno (2005: 29) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif

PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR AND SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI SAWAH 2 CIPUTAT

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan salah satu bidang IPA yang menyediakan berbagai

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Menurut UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar

Lukluk Ibana 1, Pujiastuti 2, Iis Nur Asyiah 3 PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hamalik (2001, 37) belajar adalah memperoleh. pengetahuan melalui alat indra yang disampaikan dalam bentuk perangsang

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Joice & Weil dalam Rusman (2012: 133), model pembelajaran adalah

BAB II KAJIAN TEORI. perubahan dan pengalaman dalam diri seseorang yang dinyatakan dengan cara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Jolanda Dessye Parinussa, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Rasa Tanggung Jawab

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Menurut Nurhadi (2004: 112), pembelajaran kooperatif adalah pendekatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007:17) menjelaskan bahwa belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. siswa yang melakukan kegitan belajar. Keberhasilan kegiatan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Dengan Metode Kerja Kelompok Siswa Kelas VI SDN Omu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam seluruh proses pendidikan, bahwa kegiatan belajar merupakan kegiatan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

PEMBELAJARAN KOOPERATIF STRUKTURAL TEKNIK TWO STAY TWO STRAY (TSTS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

Peningkatan Hasil Belajar PKn Materi Organisasi melalui Model Numbered Head Together di Kelas V. Endah Tri Wahyuni

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran matematika. Dengan pemahaman, siswa dapat lebih mengerti akan

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkan walaupun mengalami hambatan dan kesulitan dalam meraihnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Proses belajar tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil yaitu

yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE TWO STAY TWO STRAY

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia, dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan potensi yang

BAB II KAJIAN TEORI. aktivitas untuk mencapai kemanfaatan secara optimal. yang bervariasi yang lebih banyak melibatkan peserta didik.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Dalam kajian teori ini dipaparkan beberapa teori dari para ahli mengenai pengertian belajar dan hasil belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Pembelajaran kooperatif adalah bagian dari strategi pembelajaran yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. baik dari segi kognitif, psikomotorik maupun afektif.

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Sutikno (2005: 7) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif merupakan suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan. Pembelajaran dikatakan efektif apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam proses pembelajaran, sehingga siswa tidak hanya pasif menerima pengetahuan yang diberikan guru. Pembelajaran ini tidak hanya meningkatkan pemahaman siswa saja, tetapi juga meningkatkan keterampilan berfikir siswa. Senada dengan ini, Hamalik (2008: 171) menyatakan bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar. Keefektifan pembelajaran juga diungkapkan Sardiman (Trianto,2009:20) yaitu hasil guna yang diperoleh setelah proses pembelajaran.

9 Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan dari suatu proses interaksi antar siswa maupun antara siswa dengan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keefektifan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS. Dikatakan efektif jika hasil belajar matematika siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran konvensioanal. 2. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau prilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan setiap anggota kelompok itu sendiri. Solihatin (2007:5) mengatakan Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun kelompok. Sedangkan Ismail (2003:18) mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang mengutamakan adanya kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah 1. Belajar dengan teman, 2. Tatap muka antar teman,

10 3. Mendengarkan diantara anggota, 4. Belajar dari teman sendiri didalam kelompok, 5. Belajar dalam kelompok kecil, 6. Produktif berbicara atau mengeluarkan pendapat, 7. Siswa membuat keputusan, 8. Siswa aktif. Hal ini diperkuat oleh Lie ( 2008:31), ada lima unsur yang membedakan model pembelajaran kooperatif dengan model pembelajaran kelompok biasa, yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. 1. Saling ketergantungan positif Keberhasilan kelompok sangat bergantung pada setiap usaha anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri. Penilaian yang dilakukan adalah penilaian individu dan penilaian kelompok. Dengan demikian siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan nilai. Dengan kondisi yang demikian tidak ada siswa yang dirugikan. 2. Tanggung jawab perseorangan Unsur ini merupakan akibat langsung dari ketergantungan positif. Jika tugas dan penilaian dibuat menurut prosedur pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.

11 3. Tatap muka Setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran satu kepala saja. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masingmasing. 4. Komunikasi antar anggota Keberhasilan suatu kelompok dipengaruhi oleh keterampilan intelektual, keterampilan berkomunikasi setiap anggota dalam kelompoknya. 5. Evaluasi proses kelompok Evaluasi proses kelompok bertujuan untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kecil secara kolaboratif, saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi yang diberikan guru dalam rangka memperoleh hasil yang optimal dalam belajar. Keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok. 3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS Lie dalam bukunya Cooperatif Learning (2008: 54) mengemukakan beberapa teknik model pembelajaran kooperatif, antara lain: Mencari Pasangan, Bertukar Pasangan, Berpikir Berpasangan Berempat, Berkirim Salam dan Soal, Kepala

12 Bernomor, Kepala Bernomor Struktur, Dua Tinggal Dua Tamu, Keliling Kelompok, Kancing Gemerincing, Keliling Kelas, Lingkaran Kecil, Tari Bambu, Jigsaw, dan Cerita Berpasangan. Dewasa ini, banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatankegiatan individu, siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal, dalam kehidupan dan kerja sehari-hari manusia saling bergantung satu sama lain. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka diterapkan salah satu model pembelajaran kooperatif yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi kepada kelompok lain yaitu dengan diterapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Dua Tinggal Dua Tamu, yang dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Lie (2008: 61) menggungkapkan bahwa struktur TSTS memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain. Model pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertukar pikiran dan membangun keterampilan sosial seperti mengajukan pertanyaan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar melalui mengajar, sehingga siswa dilatih untuk berbagi dan tidak hanya mampu bekerja secara individu. Melalui model pembelajaran TSTS ini, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok heterogen, masing-masing kelompok terdiri dari empat siswa. Mereka berdiskusi atau bekerjasama membuat laporan suatu peristiwa dengan tema tertentu yang disampaikan guru. Setelah selesai, dua siswa dua siswa dari setiap kelompok bertamu kekelompok lainya untuk mendapatkan informasi hasil diskusi kelompok

13 yang dikunjunginya. Dua siswa yang bertamu nantinya bertugas menyampaikan hasil kunjungannya kedua temannya yang tinggal. Pada tahap ini kelima unsur proses belajar kooperatif yang terdiri atas: saling ketergantungan positif, interaksi langsung, pertanggungjawaban individu, keterampilan interaksi antar individu dan kelompok, sehingga keefektifan kelompok dapat terpenuhi. Menurut Lie (2008: 62), tahap-tahap dalam model TSTS adalah: 1. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa. 2. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok lain. 3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka. 4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan hasil temuan mereka dari kelompok lain. 5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. Berikut ini disajikan gambar skema penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS yang dilakukn dalam pembelajaran (Aji, 2011: 13). Mawar Tulip A C B D G H E G F H C O Melati Anggrek K I L J I J M O N P

14 Gambar 2. 1. Skema penerapan model pembelajaran TSTS Keterangan: : siswa yang bertamu ke kelompok lain : siswa yang tinggal / tuan rumah dalam kelompok Dari gambar diatas, dapat dijelaskan bahwa dalam satu kelompok masing-masing beranggotakan 4 orang siswa. Setelah menyelesaikan soal atau masalah yang diberikan oleh guru, maka masing-masing kelompok diberi waktu untuk mencari informasi atau membagi hasil dengan kelompok lain. Pada gambar, kelompok 1 adalah kelompok Mawar yang terdiri dari A, B, C dan D. Dari keempat anggota kelompok tersebut, A dan B berperan sebagai tuan rumah atau yang tinggal pada kelompok mereka yang bertanggung jawab untuk membagi hasil kepada tamu yang datang ke kelompok mereka, sedangkan C dan D berperan sebagai tamu pada kelompok 2 yaitu kelompok Melati yang bertugas untuk mencari informasi dari kelompok itu yang tidak mereka dapatkan pada kelompok mereka. Begitu pula dan seterusnya dilakukan dengan cara yang sama sampai pada kelompok 4 yaitu kelompok Tulip, setelah masing-masing kelompok selesai membagi atau mencari informasi sebanyak-banyaknya dengan kelompok lain, maka anggota kelompok kembali ke kelompok mereka masing-masing untuk menyampaikan temuan yang mereka dapat dari kelompok lain kepada anggota kelompok yang tinggal di kelompok mereka. Suatu model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah sebagai berikut Yatin (2010: 39).

15 1. Dapat diterapkan pada semua kelas 2. Kecenderungan belajar siswa menjadi bermakna 3. Lebih berorientasi pada keaktifan 4. Membantu meningkatkan minat dan hasil belajar Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah: 1. Membutuhkan waktu yang lama 2. Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan 3. Guru kesulitan dalam pengelolaan kelas Menurut Daryono (2011) manfaat model pembelajaran kooperatif tipe TSTS antara lain: 1. Siswa dalam setiap kelompok mendapatkan informasi sekaligus dari dua kelompok yang berbeda. 2. Siswa belajar untuk mengungkapkan pendapat kepada siswa lain. 3. Siswa dapat meningkatkan prestasi dan daya ingatnya. 4. Siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis. 5. Siswa dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan siswa lainnya. 6. Siswa dapat meningkatkan hubungan persahabatan. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, maka guru terlebih dahulu mempersiapkan dan membentuk kelompok-kelompok belajar yang heterogen ditinjau dari kemampuan akademiknya, dalam satu kelompok terdiri dari satu orang berkemampuan akademik tinggi, dua orang berkemampuan akademik sedang, dan

16 satu orang berkemampuan akademik kurang. Dengan pembentukan kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling bekerjasama dan saling mendukung dan dengan adanya satu orang berkemampuan akademik tinggi diharapkan memudahkan dalam pengelolaan kelas. 4. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru seperti metode ceramah, tanya jawab dan latihan soal (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002:592). Pembelajaran konvensional yang dimaksud secara umum adalah pembelajaran dengan menggunakan metode yang biasa dilakukan oleh guru yaitu memberi materi melalui ceramah, latihan soal kemudian pemberian tugas. Ceramah merupakan salah satu cara penyampaian informasi dengan lisan dari seseorang kepada sejumlah pendengar di suatu ruangan. Menurut Roestiyah N.K. (1998:136) pembelajaran konvensional adalah cara mengajar yang paling tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan ialah cara mengajar dengan ceramah. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Djamarah (2008:97) bahwa metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Sedangkan Burrowes (2003, Juliantara, 2009) berpendapat bahwa pembelajaran konvensional lebih menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, mengubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi

kehidupan nyata. Pembelajaran konvensional memiliki karakteristik sebagai berikut : 17 1. Pembelajaran berpusat pada guru, 2. Terjadi passive learning, 3. Interaksi di antara siswa kurang, 4. Tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, 5. Penilaian bersifat sporadic, 6. Lebih mengutamakan hafalan, 7. Sumber belajar banyak berupa informasi verbal yang diperoleh dari buku, 8. Mengutamakan hasil daripada proses. 5. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar merupakan hasil yang menggambarkan kemampuan yang diperoleh anak setelah melakukan kegiatan belajar. Hasil inilah yang akan menjadi ukuran keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Abdurrahman (2003: 37) yang mengatakan bahwa, hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Selanjutnya Hamalik (2008:155) mengatakan : Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Perubahan dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap tidak sopan menjadi sopan dan sebagainya.

18 Perubahan tersebut meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan Dimyati (2006:3) mengungkapkan pengertian hasil belajar sebagai berikut : Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Salah satu upaya mengukur hasil belajar siswa dilihat dari hasil belajar siswa itu sendiri. Bukti dari usaha yang dilakukan dalam kegiatan belajar dan proses belajar adalah hasil belajar yang biasa diukur melalui tes. Berdasarkan uraian di atas hasil belajar adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran sebagai akibat dari perubahan tingkah laku. b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar cenderung dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Djamarah (2008 : 176) mengungkapkan bahwa faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar terbagi menjadi 2 (dua) unsur yaitu unsur luar dan unsur dalam. Unsur luar meliputi faktor lingkungan (alami dan sosial budaya) dan faktor instrumental (kurikulum, program, sarana dan fasilitas, dan guru). Sedangkan unsur dalam meliputi faktor psikologis (kondisi fisiologis dan kondisis pancaindera) dan faktor psikologis (minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan kognitif). Slameto (2003 : 54) belajar dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern merupakan faktor yang ada dalam diri individu yang meliputi faktor jasmani (kesehatan, cacat tubuh), faktor psikologi (intelegensi, perhatian, minat,

19 bakat, motif, kesiapan, kematangan, dan kelelahan). Sedangkan faktor ekstern meliputi faktor keluarga ( cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian keluarga, latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (pendekatan mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran waktu sekolah, keadaan gedung, dan pendekatan belajar) dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman belajar, teman gaul, dan bentuk kehidupan masyarakat). c. Evaluasi Hasil Belajar Kegiatan belajar mengajar yang sudah dilaksanakan akan diakhiri dengan proses evaluasi belajar. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 200) mengemukakan bahwa Evaluasi Hasil Belajar merupakan suatu kegiatan yang berupaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan siswa dalam memahami suatu bahan yang telah dikerjakan dapat diketahui berdasarkan penilaian yang dilakukan guru. Salah satu upaya untuk mengukur hasil belajar siswa dilihat dari hasil belajar itu sendiri. Bukti dari usaha yang dilakukan dalam proses belajar adalah prestasi belajar yang diukur melalui tes. Evaluasi belajar difungsikan dan ditunjukan untuk keperluan sebagai berikut : a. Untuk diagnostik dan pengembangan b. Untuk seleksi c. Untuk Kenaikan kelas d. Untuk penempatan kelas

20 Sebagai kegiatan yang berupaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, maka evaluasi hasil belajar memiliki sasaran berupa ranah tujuan pendidikan yang diklasifikasikan menjadi tiga yaitu ranah kognitif, ranah efektif, dan ranah psikomotorik. Adapun pembagiannya menurut Dimyati dan Mudjiono adalah sebagai berikut : a. Ranah Kognitif Bloom mengemukakan adanya enam tingkatan/kelas penggolongan tujuan ranah kognitif yaitu mengingat, memahami, menerapkan, menganalisa, mengevaluasi, dan menciptakan. b. Ranah Afektif Kratwohl, Bloom, dan Masia mengemukakan taksonomi tujuan ranah afektif meliputi menerima, merespons, menilai, mengorganisasi, dan karakterisasai. c. Ranah Psikomotorik Kilber, Barket, dan Miles mengemukakan taksonomi ranah tujuan psikomotorik meliputi gerakan tubuh mencolok, ketepatan gerakan yang dikoordinasikan, perangkat komunikasi nonverbal, dan kemampuan berbicara. Hasil belajar merujuk pada prestasi belajar, biasanya penilaian ini dinyatakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau pemikiran, yang dapat digolongkan ke dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar biasanya diukur melalui tes.

21 B. Kerangka Pikir Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah penggunaan model pembelajaran. Model pembelajaran yang banyak digunakan guru adalah pembelajaran konvensional, yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru. Pada pembelajaran konvensional guru memberikan penjelasan materi langsung kepada siswa, memberikan beberapa pertanyaan dan latihan soal kemudian memberikan tugas. Selama proses pembelajaran guru lebih aktif bertindak sebagai pemberi informasi dan siswa hanya aktif menerima informasi dengan cara mendengarkan, mencatat atau menyalin, dan menghafal. Hal ini berarti siswa tidak mendapatkan pengalaman belajar secara langsung yang mengakibatkan siswa menjadi pasif dan sulit untuk mencapai hasil belajar yang optimal sehingga membuat pengetahuan yang diperoleh siswa cepat dilupakan dan tidak bermakna. Pembelajaran kooperatif tipe TSTS merupakan model pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada siswa dalam kelompok untuk membagi hasil kerja kelompoknya kepada kelompok lain. Dalam pembelajarannya siswa diberi kesempatan untuk mencari informasi sendiri melalui masalah-masalah yang disajikan dengan menggunakan lembar kerja kelompok (LKK) yang harus mereka kerjakan dengan bekerja sama dalam kelompok. Pada pembelajaran kooperatif TSTS ini siswa dibagi menjadi beberapa kelompok untuk mendiskusikan materi, masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 orang yang memiliki kemampuan yang berbeda, sehingga siswa yang berkemampuan rendah dapat leluasa bertanya pada siswa yang berkemampuan tinggi mengenai materi yang kurang di pahami dan dimengerti. Selanjutnya pada tahap TSTS, 2 siswa akan tinggal dalam kelompok

22 sebagai pemberi informasi kepada kelompok yang sedang bertamu dan 2-3 orang lagi akan berkunjung ke kelompok lain guna mencari informasi yang ada dikelompok lain. Dengan adanya tahap TSTS, siswa diberi kesempatan untuk berperan sebagai guru bagi siswa lain. Hal ini dapat membuat siswa lebih memahami dan mengerti materi yang sedang di pelajari. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS ini mengarahkan siswa untuk terlibat aktif, baik dalam menggali dan berbagi pengetahuan, tanya jawab, bertukar pikiran, mencari jawaban, menjelaskan dan menyimak informasi yang dijelaskan oleh teman, serta menyampaikan pendapat dan memberi tanggapan. Keterlibatan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dapat mengakibatkan pembelajaran lebih bermakna, karena pada saat pembelajaran siswa mendapatkan pengalaman belajar secara langsung. Siswa yang mendapatkan pengalaman belajar secara langsung akan mendapatkan hasil belajar yang lebih tinggi dari pada siswa yang tidak mendapatkan pengalaman belajar secara langsung. Dengan demikian, siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TSTS hasil belajarnya lebih tinggi daripada siswa yang belajar menggunakan pembelajaran konvensional. C. Hipotesis Penelitian 1. Hipotesis Umum Hipotesis dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray efektif ditinjau dari hasil belajar matematika siswa jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

23 2. Hipotesis Kerja Hipotesis kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray lebih tinggi daripada hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.