BAB I PENDAHULUAN. dari penurunan sektor industri di Bursa Efek Indonesia yang mengalami

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bersaing dengan perusahaan lain. Ketidakmampuan perusahaan dalam. mengantisipasi perkembangan global dengan memperkuat fundamental

BAB I PENDAHULUAN. semakin kuat, cerdas dan semakin berisiko. Perluasan industri biasa dilakukan

PENGGUNAAN LABA, ARUS KAS, DAN PROFITABILITAS UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS SUATU PERUSAHAAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. tahun Menurut Platt dan Platt (2002) menyebutkan financial distress

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lembaga keuangan berskala besar pada September Dampak krisis pun

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. termasuk juga di Indonesia. Selama krisis finansial global tersebut, sektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagai pedoman bagi peneliti. Selain itu juga untuk menghindari adanya

BAB I PENDAHULUAN. (Corporate Governance) yang kurang baik atau dikarenakan oleh kondisi

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Financial distress merupakan kondisi saat keuangan perusahaan dalam keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi global pernah terjadi pada tahun 2008 bermula pada krisis

Jumlah Perusahaan Pertambangan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bisa membuat suatu perusahaan mengalami financial distress (Wahyu, 2009 dalam

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan peluang bisnis maupun pengaturan pola investasi. cakupan yang lebih luas dibandingkan tanpa peramalan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini perusahaan dihadapkan pada suatu kondisi persaingan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan, sedangkan perusahaan yang baru berdiri atau berkembang

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkannya maupun kinerja industri secara keseluruhan. Semua perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. berubah cepat, sistem dan subsistem organisasi menjadi semakin terbuka dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan, sedikit perusahaan yang mengalami hambatan untuk

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis sudah semakin maju. Ini

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 6,23% sedikit turun dibandingkan pada tahun 2011 yaitu 6,5%. Meskipun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kondisi ekonomi indonesia yang tidak stabil, menyebabkan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang tejadi di Amerika. Krisis tersebut diawali oleh kerugian yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. apalagi jika perusahaan tersebut sampai menutup usahanya.

BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan erat dengan pasar modal. Dengan adanya pasar modal,

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global yang terjadi di Eropa diperediksi mengalami puncaknya pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan yang merupakan organisasi bisnis umumnya memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah saat ini tidak lain

BAB I PENDAHULUAN. perubahan harga. (KDPPLK-PSAK paragraf 07 tahun 2009). Menurut PSAK No. 1 paragraf 07 Tahun 2009 Tujuan laporan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebanyak 25 perusahaan baru di tahun 2011, 23 perusahaan baru di

BAB I PENDAHULUAN. dari semakin banyaknya transaksi bisnis antara pihak-pihak yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sejumlah dana atau sumberdaya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan di Amerika pada tahun 2008 (Kementrian Luar Negeri, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. (1966). Beaver mendefinisikan financial distress sebagai kebangkrutan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kegagalan bisnis atau mengalami financial distress yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya, ada beberapa dampak buruk yang dirasakan akibat meluasnya

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang bangkrut, perbankan yang dilikuidasi dan meningkatnya jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. investor saham. Mengacu data statistik dari hingga 20 Desember 2013, year to

BAB I PENDAHULUAN. melonjak, dan krisis energi yang dibarengi dengan harga minyak dunia yang terus

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Munculnya globalisasi perekonomian yang merupakan suatu proses kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2015 sebesar 6,1%. Target ini lebih tinggi dari pertumbuhan industri tahun

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan setiap perusahaan akan berusaha menghasilkan nilai perusahaannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah keuangan perusahaan dapat terjadi dengan berbagai penyebab,

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari setiap perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaannya

BAB I PENDAHULUAN. data Organisasi Pembangunan Industri Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNIDO),

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat walaupun keadaan ekonomi memburuk. Pekembangan industri

BAB I PENDAHULUAN. untuk ekspor batubara, peringkat ke-2 untuk produksi timah, peringkat ke-2 untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. negatif dan menunjukkan adanya masalah likuiditas. Default berarti. menyebabkan tindakan hukum (Sari dan Wuryan, 2005:460).

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar perusahaan dalam melakukan kegiatan ekonomi menjadi sangat

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Krisis perekonomian global yang terjadi memberikan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. tambahan bagi perusahaan dalam mengimplementasikan rencana strategis

BAB I PENDAHULUAN. (subprime mortgage crisis) telah menimbulkan dampak yang signifikan secara

BAB I PENDAHULUAN. maksimal seperti yang telah ditargetkan, perusahaan dapat berbuat banyak bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Laba perusahaan dapat digunakan untuk dua hal, yaitu untuk diinvestasikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. industri ini akan memiliki prospek yang baik. Dengan pertimbangan ini, saham di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekitar tahun 2008 terjadi krisis keuangan global di Amerika

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh sumber dana dan bagaimana mengalokasikan dana tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perekonomian suatu negara tidak lepas dari peran para pemegang dana,

PENGARUH KONFLIK BONDHOLDERS SHAREHOLDERS TERHADAP PENERAPAN KONSERVATISME AKUNTANSI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTURYANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tujuan utama dari perusahaan selain meningkatkan nilai perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Pengklasifikasian Utang. Utang Menurut Djarwanto (2004) merupakan kewajiban perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat (investor) yang kemudian disalurkan kepada sektor-sektor yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di era globalisasi ini perkembangan perusahaan semakin lama semakin pesat.

BAB I PENDAHULUAN. faktor, di Indonesia sendiri banyak yang mengemukakan bahwa faktor-faktor

: AYU ASTREA NINGSIH B.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memiliki saham suatu perusahaan, jika harga saham suatu perusahaan selalu

BAB I PENDAHULUAN. cukup baik di tengah situasi perekonomian global yang masih dibayang-bayangi

BAB I PENDAHULUAN. atau sekelompok orang atau badan lain yang kegiatannya adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kondisi perekonomian Indonesia akhir-akhir ini mengalami

BAB I PENDAHULUAN UKDW. untuk menggambarkan situasi tersebut adalah kebangkrutan, kegagalan,

BAB I PENDAHULUAN. Dividen merupakan salah satu bentuk peningkatan wealth para

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

BAB I PENDAHULUAN. berhasil memenangkan persaingan apabila dapat menghasilkan laba yang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebijakan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan adalah UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN. pengambilan keputusan investasi di pasar modal juga semakin kuat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pada tahun 2013 tumbuh sebesar 5,78 persen

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan kegiatan sehari-hari perusahaan melakukan usahanya

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus mengikuti perkembangan usahanya. Begitu juga dengan setiap

BAB I PENDAHULUAN. para manager perusahaan Indonesia diharuskan untuk memberikan laporan. perusahaan-perusahaan Indonesia semakin terpuruk.

BAB I PENDAHULUAN. Dividen merupakan salah satu bentuk peningkatan wealth pemegang saham. Investor

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama perusahaan yang telah go public adalah meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1989 menjadi 288 emiten pada tahun 1999 (Susilo dalam. di Bursa Efek Indonesia mencapai 442 emiten (

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Dampak krisis keuangan global terhadap kondisi industri Indonesia dapat terlihat dari penurunan sektor industri di Bursa Efek Indonesia yang mengalami penurunan pertumbuhan menjadi 4.14% sampai dengan triwulan ke II tahun 2008 dibandingkan perioda yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5.17%. Adapun subsektor dari industri yang mengalami penurunan yang besar terutama subsektor yang rentan dengan pasokan atau permintaan pasar global, seperti industri tekstil, barang kulit dan alas kaki, industri kertas dan barang cetakan, industri logam dasar, besi dan baja, serta industri alat angkut, mesin dan peralatan. Berikut tabel cabang industri dan pertumbuhannya dari tahun 2004-2008: Tabel 1. Pertumbuhan Sektor Industri 2004-2008 No Cabang Industri 2004 2005 2006 2007 2008 1. Makanan, minuman, tembakau 1.39 2.75 7.21 5.05 2.34 2. Tekstil, barang kulit dan alas kaki 4.06 1.31 1.23-3.68-3.64 3. Barang kayu dan hasil hutan -2.07-0.92-0.66-1.74 3.45 4. Kertas dan barang cetakan 7.61 2.39 2.09 5.79-1.48 5. Pupuk, kimia dan barang karet 9.01 8.77 4.48 5.69 4.46 6. Semen, barang galian non logam 9.53 3.81 0.53 3.40-1.49 7. Logam dasar besi dan baja -2.61-3.70 4.73 1.69-2.05

8. Alat angkut, mesin, peralatan 17.67 12.38 7.55 9.73 9.79 9. Barang lainnya 12.77 2.61 3.62-2.82-0.96 10. Industri pengolahan non migas 7.51 5.86 5.27 5.15 4.05 Sumber : BPS, diolah Depperin Menurut ketua Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) dan mantan direktur BEI, Daniri (2008) krisis yang terjadi merupakan krisis ekonomi global yang terjadi paling buruk setelah sekitar 80 tahun terakhir juga di alami krisis yang sama secara global. Krisis ini terjadi karena krisis keuangan di Amerika Serikat, yang memberikan dampak yang sangat besar terhadap perekonomian dunia termasuk Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan banyak perusahaan mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Menurut Wruck (1990) dalam Parulian (2007) bahwa kesulitan keuangan (financial distress) terjadi akibat economic distress, penurunan dalam industri perusahaan, dan manajemen yang buruk. Penyebab financial distress/kesulitan keuangan cukup bervariasi (Hanafi, 2004). Tabel di bawah ini menunjukkan faktor-faktor penyebab kegagalan bisnis: No Penyebab Persentase % 1 Kekurangan pengalaman operasional 15,6 2 Kekurangan pengalaman manajerial 14,1 3 Pengalaman tidak seimbang antara keuangan, produksi, dan fungsi lainnya 22,3 4 Manajemen yang tidak kompeten 40,7 5 Penyelewengan 0,9 6 Bencana 0,9 2

7 Kealfaan 1,9 8 Alasan yang tidak diketahui 3,6 Total 100 Sumber: Hanafi, 2004 Kegagalan bisnis juga tergantung umur usaha atau lamanya perusahaan beroperasi (Hanafi, 2004). Selain faktor internal perusahaan, kondisi financial distress juga dialami karena terjadinya kelesuan operasi industri atau kondisi ekonomi suatu negara (Whitaker, 1999). Balwin dan Scott (1983) dalam Parulian (2007) menjelaskan bahwa suatu perusahaan dikatakan mengalami kondisi financial distress apabila perusahaan tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban finansialnya. Menurut mereka, sinyal pertama dari kesulitan ini adalah dilanggarnya persyaratan-persyaratan utang (debt covenants) yang disertai dengan penghapusan atau pengurangan pembayaran dividen. Wruck (1990) dalam Parulian (2007) mendefinisi financial distress sebagai suatu penurunan kinerja (laba), sedangkan Elloumi dan Gueyie (2001) dalam Parulian (2007) mengkategorikan perusahaan dengan financial distress apabila selama dua tahun berturut-turut mengalami laba bersih negatif. Dalam penelitian ini konsep financial distress yang dipakai adalah konsep financial distress berdasarkan Classens et al (1999) dan Asquith et al (1994) penentuan perusahaan yang mengalami financial distress adalah dari interest coverage ratio yakni rasio antara laba operasi dibandingkan dengan beban bunga, jika interest coverage ratio kurang dari satu perusahaan termasuk dalam kategori 3

perusahaan yang mengalami financial distress. Interest Coverage Ratio dirancang untuk menghubungkan biaya keuangan perusahaan dengan kemampuan perusahaan untuk membayar biaya tersebut. Rasio ini berfungsi sebagai ukuran kemampuan perusahaan membayar bunga dan menghindari kebangkrutan. Secara umum, semakin tinggi rasio, semakin besar kemungkinan perusahaan dapat membayar bunga tanpa kesulitan. Hal ini juga sesuai dengan Brigham dan Gapenski (1997) mengatakan bahwa semakin besar pembiayaan dari hutang, dan semakin besar beban bunga tetap, semakin besar probabilitas bahwa penurunan earning akan mengarah kepada kesulitan keuangan. Jadi hutang dapat pula menyebabkan kesulitan keuangan. Laba bersih suatu perusahaan digunakan sebagai dasar pembagian dividen kepada investornya. Jika laba bersih yang diperoleh perusahaan sedikit atau bahkan mengalami rugi maka pihak investor tidak akan mendapatkan dividen. Hal ini jika terjadi berturut-turut akan mengakibatkan para investor menarik investasinya karena mereka menganggap perusahaan tersebut mengalami kondisi permasalahan keuangan atau financial distress. Dengan kondisi demikian maka laba dapat dijadikan indikator oleh pihak investor untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan. Atas dasar ini peneliti ingin membuktikan secara empiris mengenai kemampuan informasi laba dalam memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan. Laba yang digunakan dalam penelitian ini adalah laba bersih setelah pajak (EAT) sebagai bagian dari informasi akuntansi yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan. 4

Arus kas juga merupakan perubahan yang terjadi dalam jumlah kas perusahaan selama satu perioda tertentu. Apabila arus kas suatu perusahaan jumlahnya besar (positive cash flows), maka pihak kreditor mendapatkan keyakinan pengembalian atas kredit yang diberikan. Jika arus kas suatu perusahaan bernilai kecil (negative cash flows), maka kreditor tidak mendapatkan keyakinan atas kemampuan perusahaan dalam membayar hutang. Jika hal ini berlangsung secara terus menerus, kreditor tidak akan mempercayakan kreditnya kembali kepada perusahaan karena perusahaan dianggap mengalami permasalahan keuangan atau financial distress. Dengan kondisi demikian maka arus kas dapat dijadikan indikator oleh pihak kreditor untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan. Atas dasar ini peneliti ingin membuktikan secara empiris mengenai kemampuan informasi arus kas dalam memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan. Penelitian tentang prediksi tentang financial distress sudah banyak dilakukan di Indonesia. Akan tetapi penelitian mengenai prediksi kondisi financial distress suatu perusahaan dengan membandingkan antara kondisi financial distress dari sudut pandang laba dan arus kas masih terbatas. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Almilia (2003) yang meneliti apakah pengaruh rasio keuangan dalam memprediksi kondisi financial distress, Penelitian ini berusaha menguji variabel-variabel rasio keuangan untuk memprediksi kondisi financial distress dengan dua kondisi yaitu laba bersih negatif dan nilai buku ekuitas. Selanjutnya, Atmini (2005) melakukan penelitian mengenai manfaat laba dan arus kas untuk memprediksi kondisi financial distress 5

pada perusahaan textile millproduct and apparel and other textile product yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dalam penelitian tersebut, ia menggunakan 21 variabel, hasil penelitiannya adalah bahwa model laba merupakan model yang lebih baik dari pada model arus kas dalam memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan.wahyuningtyas (2010) yang meneliti bahwa laba dan arus kas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prediksi financial distress. Apabila dibandingkan dengan penelitian terdahulu, penelitian ini memiliki perbedaan dalam penelitian ini laba yang digunakan adalah laba bersih setelah pajak (EAT), penggunaan laba bersih setelah pajak karena laba bersih setelah pajak telah memperhitungkan kewajiban tetap perusahaan yaitu beban bunga dan pajak (Helfert, 1997). Selain itu, arus kas yang digunakan dalam penelitian ini adalah arus kas dari kegiatan operasional karena berdasarkan penelitian Wahyuningtyas (2010) arus kas dari kegiatan pendanaan dan investasi tidak menggambarkan kondisi keuangan perusahaan. Di samping perbedaan tersebut, penelitian ini mempunyai tujuan yang sama dengan penelitian terdahulu yaitu untuk mengetahui pengaruh laba dan arus kas dalam memprediksi kondisi financial distress. Dengan dasar uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti dengan judul: Prediksi Financial Distress Menggunakan Laba dan Arus Kas pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 6

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Apakah laba bersih dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress? 2. Apakah arus kas dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress? 1.3 Batasan Masalah Agar penelitian ini lebih terarah dan memberikan hasil yang baik, maka dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut: a. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan merupakan variabel terikat yaitu financial distress, dan variabel bebas yaitu laba bersih setelah pajak dan arus kas. b. Kriteria pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan interest coverage ratio (ICR) yaitu rasio laba usaha terhadap biaya bunga jika lebih dari satu maka perusahaan dalam kondisi non financial distress, jika kurang dari satu maka perusahaan dalam kondisi financial distress. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain: 7

1. Untuk menguji secara empiris dan menganalisis pengaruh laba bersih setelah pajak terhadap prediksi kondisi financial distress pada seluruh perusahaan manufaktur. 2. Untuk menguji secara empiris dan menganalisis pengaruh arus kas terhadap prediksi kondisi financial distress pada seluruh perusahaan manufaktur. 1.4.2 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan/manfaat antara lain: 1. Bagi Perusahaan Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak manajemen perusahaan untuk mengetahui tentang pengaruh laba maupun arus kas dalam memprediksi kondisi financial distress sehingga perusahaan dapat mengambil kebijakan untuk melakukan tindakan perbaikan ataupun pencegahan. 2. Bagi Pihak Eksternal Pemahaman tentang kondisi financial distress suatu perusahaan untuk membantu pihak eksternal seperti investor dan kreditor dalam mendeteksi kondisi keuangan perusahaan dan pengambilan keputusan. 3. Bagi Akademisi Sebagai bahan masukan dan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan mengenai kondisi financial distress suatu perusahaan serta dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya. 8