BUPATI KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU IZIN USAHA PERKEBUNAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BUPATI KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

WALIKOTA BANJARMASIN

BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 8 TAHUN

BUPATI KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

Dengan Persetujuan bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR dan BUPATI LUWU TIMUR MEMUTUSKAN :

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SABU RAIJUA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENERTIBAN TERNAK DALAM WILAYAH KABUPATEN SABU RAIJUA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG LARANGAN DAN PENGAWASAN HUTAN MANGROVE DI KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 06 TAHUN 2004

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENERTIBAN PENEBANGAN POHON DAN BAMBU DI LUAR KAWASAN HUTAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN KUTAI BARAT MEMUTUSKAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG IJIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU DI WILAYAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 11 TAHUN

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKANBARU PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013

- 1 - BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 5 TAHUN 2015 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 4 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN PENEBANGAN POHON DAN BAMBU DI LUAR KAWASAN HUTAN

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

PERATURAN DAERAH PROPINSI BANTEN NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG PENGEMBANGAN PEMANFAATAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 44 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

P E R A T U R A N D A E R A H

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN ATAU PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 5 TAHUN 2007 T E N T A N G LARANGAN PELACURAN DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KABUPATEN NUNUKAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2008 NOMOR 10

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 7 TAHUN 2015 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP

...PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 14 TAHUN : 2003 SERI :E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DESA.. KECAMATAN. KABUPATEN... NOMOR :... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN SUMBER AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 14 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN PARIWISATA PANTAI WIDURI

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

P E R A T U R A N D A E R A H

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK KAMPUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 16 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN PASIR, KERIKIL, DAN BATU DI LINGKUNGAN SUNGAI DAN PESISIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

Transkripsi:

BUPATI KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP HUTAN ADAT, SITUS-SITUS BERSEJARAH, FLORA DAN FAUNA SERTA PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM WILAYAH KABUPATEN KUTAI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT, Menimbang : a. bahwa untuk mengantisipasi dampak perkembangan teknologi, pertumbuhan investasi serta peningkatan jumlah penduduk yang sangat pesat di Kabupaten Kutai Barat perlu dilakukan upaya pencegahan dampak negatif yang akan timbul sebagai dampak ikutan dari perkembangan Daerah; b. bahwa hutan adat, situs-situs bersejarah, flora dan fauna serta lingkungan hidup yang ada di dalam wilayah Kabupaten Kutai Baratsangat perlu dilindungi dan dilestarikan keberadaannya; c. bahwa untuk menjamin perlindungan hutan adat, situs-situs bersejarah, flora dan fauna serta pelestarian lingkungan hidupsebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b diatas maka, Pemerintah Kabupaten Kutai Barat merasa perlu menetapkan suatu kebijakan yang dituangkan dalam suatu Peraturan Daerah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b diatas, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Terhada Hutan Adat, Situs-Situs Bersejarah, Flora dan Fauna Serta Pelestarian Lingkungan Hidup Dalam Wilayah Kabupaten Kutai Barat. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2013); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 4. Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang PembentukanKabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Kutai dan Kota Bontang (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 38) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas undang-undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Kutai dan Kota Bontang (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2000, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3962); 5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 7. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 5059); 10. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168); 11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5243); 12. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan (Lembaran Negara 2

Republik lndonesia Tahun 2013 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 5432); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 18. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2006 tentang Pengukuhan dan Pembinaan Masyarakat Hukum Adat dalam Wilayah Kabupaten Kutai Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Kutai Barat Tahun 2006 Nomor 12).; 19. Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Kabupaten Kutai Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Kutai Barat Tahun 2008 Nomor 03). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT Dan BUPATI KUTAI BARAT MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP HUTAN ADAT, SITUS-SITUS BERSEJARAH, FLORA DAN FAUNA SERTA PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM WILAYAH KABUPATEN KUTAI BARAT. 3

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Otonom Kabupaten Kutai Barat; 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggara urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah; 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah Kabupaten Kutai Barat; 5. Kepala Daerah adalah Bupati Kutai Barat; 6. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Kutai Barat; 7. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Kecamatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Barat; 8. Hutan Adat adalah Hutan yang berada dalam wilayah masyarakat Hukum Adat; 9. Masyarakat adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim diwilayah geografis tertentu di Kabupaten Kutai Barat yang memiliki ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah dan sumber daya alam diwilayah adatnya, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial dan hukum yang berbeda, baik sebagian maupun seluruhnya dari masyarakat pada umumnya; 10. Identifikasi Masyarakat Adat adalah Proses Penentuan keberadaan masyarakat adat yang dilakukan sendiri oleh masyarakat adat yang bersangkutan dengan mengacu pada unsur-unsur keberadaan masyarakat adat; 11. Pengakuan adalah Pernyataan tertulis maupun tidak tertulis atas keberadaan masyarakat adat beserta hak-haknya yang diberikan oleh PemerintahDaerah dan pihak-pihak lain diluar Pemerintah Daerah; 12. Perlindungan adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib diberikan oleh PemerintahDaerah kepada masyarakat adat dalam rangka menjamin terpenuhi hak-haknya, agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang sebagai satu kelompok masyarakat, berpartisipasi sesuai harkat dan martabat kemanusiaannya serta terlindungi dari tindakan diskriminasi; 13. Hukum Adat adalah seperangkat Norma dan Aturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang hidup dan berlaku untuk mengatur kehidupan bersama masyarakat adat; 14. Hak-Hak masyarakat adat adalah hak komunal atau perseorangan yang yang bersifat asal usul yang melekat pada masyarakat adat, yang yang bersumber sistem sosial dan budaya mereka, khususnya hak-hak atas tanah, wilayah dan sumber daya alam; 15. Wilayah Adat adalah satu kesatuan geografis dan sosial tertentu yang secara turun temurun didiami dan dikelola oleh masyarakat adat sebagai penyangga kehidupan mereka yang diwarisi dari leluhurnya atau diperoleh melalui kesepakatan dengan masyarakat adat lainnya; 4

16. Situs Bersejarah adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Bersejarah, Bangunan Bersejarah dan/atau Struktur Bersejarah sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu; 17. Benda Bersejarah adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, bergerak maupun tidak bergerak, berupa satuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia; 18. Bagunan Bersejarah adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding dan beratap; 19. Struktur bersejarah adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia; 20. Kawasan bersejarah adalah satuan ruang geografis yang memiliki 2 (dua) situs bersejarah atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas; 21. Flora adalah jenis tumbuhan jenis asli dan khas daerah yang hidup di darat dan atau di air, hidup di alam bebas atau dipelihara oleh manusia; 22. Flora langka adalah jenis tumbuhan yang ditetapkan untuk dilindungi di daerah karena keberadaannya terancam punah atau terjadi penurunan populasi yang cepat tetapi tidak atau belum termasuk jenis tumbuhan/tanaman yang dilindungi berdasarkan peraturan perundang-undangan; 23. Fauna adalah jenis binatang/hewan asli dan khas daerah yang hidup di darat dan atau di air, hidup di alam bebas atau dipelihara oleh manusia; 24. Fauna langka adalah jenis binatang/hewan yang ditetapkan untuk dilindungi di daerah karena keberadaannya terancam punah atau terjadi penurunan populasi yang cepat tetapi tidak atau belum termasuk jenis binatang/hewan yang dilindungi berdasarkan peraturan perundang-undangan; 25. Perlindungan Flora dan Fauna adalah segala upaya untuk mencegah dan membatasi ancaman terhadap keberadaan flora dan fauna di habitat aslinya; 26. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunyam yang mempengaruhi alam iu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain; 27. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilkukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum; 28. Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara) dan biasanya dibuat oleh alam 29. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuhmenyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup; 30. Lembo adalah lahan atau lokasi milik bersama yang berisi tanaman buah-buahan, tanaman obat-obatan dan tumbuhan lain yang bermanfaat untuk kepentingan upacara adat. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 5

Maksud dan Tujuan Perlindungan terhadap Hutan Adat, Situs-Situs Bersejarah, Flora dan Fauna serta Pelestarian Lingkungan Hidup adalah untuk menjamin kelestarian dan keberadaan Hutan Adat, Situs-Situs Bersejarah, Flora dan Fauna serta menjaga nilainilai sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya, khususnya didalam wilayah Kabupaten Kutai Barat. BAB III PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP HUTAN ADAT Pasal 3 Pengelolaan Perlindungan Hutan Adat meliputi kegiatan : a. Mengantisipasi, mencegah dan menanggulangi gangguan keamanan dan menindak secara hukum atas pelaku penguasaan, penggunaan, pengrusakan, penghilangan dan atau memperjual-belikan secara tidak sah atas hutan adat, kawasan hutan adat dan atau hasil hutan adat; b. Mengantisipasi, mencegah dan menanggulangi kerusakan hutan adat dari hama, penyakit, api dan atau hewan ternak serta penindakan secara hukum adat dan atau hukum negara atas pelaku penyebaran/penyebab hama, penyakit, hewan ternak serta kebakaran yang disebabkan oleh orang atau badan hukum baik secara langsung ataupun tidak langsung; c. Mengantisipasi, mencegah dan menanggulangi kerusakan hutan yang disebabkan oleh bencana alam. Pasal 4 (1) Pengelolaan dan perlindungan Hutan Adat dilaksanakan oleh Kepala Adat beserta Masyarakat Hukum adat setempat sesuai dengan Ketentuan yang berlaku; (2) Masyarakat Hukum Adat setempat wajib menjaga, memelihara, melindungi serta melestarikan Hutan Adat termasuk Flora dan Fauna yang ada didalamnya. Pasal 5 (1) Pemanfaatan Hutan Adat serta flora dan fauna yang ada didalamnya dilaksanakan oleh Lembaga Adat Kampung setempat untuk kepentingan Masyarakat Adat setempat serta mendukung Pembangunan Daerah; (2) Pemanfaatan Hutan Adat hanya dapat dilakukan untuk kepentingan Masyarakat Adat setempat dan atau kepentingan pihak lain setelah mendapat ijin atau persetujuan dari Lembaga Adat setempat dan Bupati; (3) Dalam Hal tertentu, Bupati berwenang memanfaatkan Hutan Adat untuk kepentingan Pembangunan dan Masyarakat. Perlindungan Hutan Adat Pasal 6 (1) Perlindungan hutan adat merupakan bagian dari kegiatan pelestarian hutan adat; (2) Perlindungan terhadap hutan adat diserahkan kepada masyarakat hukum adat, dilaksanakan dan menjadi tanggungjawab masyarakat hukum adat; (3) Perlindungan hutan adat dilaksanakan berdasarkan kearifan lokal yang berlaku dalam masyarakat hukum adat. 6

Pasal 7 Bupati melalui Kepala Dinas Kehutanan melakukan Pembinaan dan Pengawasan atas perlindungan hutan adat yang menjadi tanggungjawab masyarakat hukum adat. Larangan Pasal 8 (1) Setiap orang atau badan hukum dilarang melakukan tindakan/kegiatan baik langsung maupun tidak langsung mengakibatkan kerusakan hutan adat beserta flora dan fauna yang ada didalamnya; (2) Setiap Orang atau Badan Hukum dilarang memanfaatkan Flora dan Fauna yang ada didalam kawasan Hutan Adat Tanpa ijin; (3) Setiap orang dilarang Menebang Pohon, membakar dan berburu didalam kawasan Hutan Adat tanpa ijin dari Lembaga Adat Kampung setempat dan persetujuan Bupati. Pasal 9 Untuk kepentingan Pembangunan dan Masyarakat, Bupati dapat memanfaatkan Hutan Adat. Pengawasan Pasal 10 Pengawasan terhadap pelestarian dan pemanfaatan Hutan Adat dilaksanakan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk sesuai dengan Kewenangannya. BAB IV PERLINDUNGAN TERHADAP SITUS-SITUS BERSEJARAH Bagian Pertama Pengelolaan dan Perlindungan Pasal 11 (1) Perlindungan Terhadap Situs-Situs Bersejarah mencakup : a. Benda Bersejarah; b. Bangunan Bersejarah; c. Struktur Bersejarah; d. Kawasan Bersejarah. (2) Bupati melakukan Pengawasan dan Pembinaan terhadap Pengelolaan dan Perlindungan Situs-Situs Bersejarah yang dilaksanakan pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya. Pasal 12 Pengelolaan dan Perlindungan Terhadap Situs-Situs Bersejarah merupakan upaya untuk : a. Mengantisipasi, mencegah dan menanggulangi gangguan keamanan dan menindak secara hukum atas pelaku penguasaan, penggunaan, pengrusakan, penghilangan dan atau memperjual-belikan secara tidak sah atas benda bersejarah, bangunan bersejarah, struktur bersejarah dan kawasan bersejarah; b. Mengantisipasi, mencegah dan menanggulangi kerusakan benda bersejarah, bangunan bersejarah, struktur bersejarah dan kawasan bersejarah yang 7

disebabkan oleh orang atau badan hukum baik secara langsung ataupun tidak langsung; c. Mengantisipasi, mencegah dan menanggulangi kerusakan Situs-Situs Bersejarah yang disebabkan oleh bencana alam; d. Menjaga warisan budaya bangsa. Bagian kedua Larangan Pasal 13 Setiap Orang dilarang Mengganggu, Merusak, memusnahkan, mengubah bentuk Situssitus bersejarah yang ada dalam wilayah Kabupaten Kutai Barat (Daftar Situs Terlampir) dan tidak dapat dipisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Ketiga Kewajiban Pasal 14 (1) Apabila lokasi situs masuk didalam wilayah kerja Pertambangan, Perkebunan, atau Pertanian, yang menjadi milik perorangan, perusahaan atau bentuk badan hukum apapun juga, maka lokasi situs sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 wajib di enclave; (2) Luas kawasan situs yang wajib di enclave sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan/ditunjuk melalui Keputusan Bupati berdasarkan kajian Tim Teknis Kabupaten. BAB V PERLINDUNGAN TERHADAP FLORA DAN FAUNA Bagian Pertama Tujuan Pasal 15 Penyelenggaraan Perlindungan Terhadap Flora dan Fauna bertujuan untuk menjaga kelestarian dan populasi atas Flora dan Fauna yang ada di dalam wilayah Kabupaten Kutai Barat. Bagian Kedua Ruang Lingkup Pasal 16 (1) Ruang Lingkup pelaksanaan perlindungan terhadap flora dan fauna yaitu flora dan fauna yang berada di dalam wilayah Kabupaten Kutai Barat yang termasuk dalam kategori Flora dan Fauna yang dilindungi dalam wilayah Kabupaten Kutai Barat; (2) Jenis Pohon dan Hewan yang dilindungi dalam wilayah Kabupaten Kutai Barat adalah sebagai Berikut: 1. Jenis Pohon dan atau tumbuhan yang dilindungi : a. Pohon Banggeris; b. Pohon Tengkawang; c. Pohon Ipir; d. Pohon Jelemuq; e. Pohon Terakiiq; 8

f. Pohon Nyatoq; g. Pohon Gambir; h. Pohon Agatis (Agathis spp); i. Pinang Sendawar; j. Anggrek Hitam; k. Buah-buahan Lokal. 2. Jenis Hewan yang dilindungi : a. Orang Utan; b. Pesut Mahakam; c. Badak; d. Macan Dahan; e. Beruang Madu; f. Banteng; g. Rusa/Payau; h. Trenggiling; i. Ayam Hutan; j. Bekantan; k. Burung Enggang; l. Merak Kalimantan; m. Burung Trakuuq; n. Burung Beo; o. Bangau Putih; p. Burung Kalibarau. Bagian kedua Larangan Pasal 17 (1) Setiap orang atau Badan Hukum dilarang merusak, menebang, memusnahkan jenis pohon yang dilindungi dalam wilayah Kabupaten Kutai Barat sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (2) poin 1 tanpa ijin dari Bupati; (2) Setiap orang atau Badan Hukum dilarang menangkap, mengganggu, membunuh serta memburu hewan yang dilindungi dalam wilayah Kabupaten Kutai Barat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) poin 2 tanpa ijin dari Bupati; (3) Setiap orang atau badan hukum dilarang melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan limbo. BAB VI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Bagian Pertama Tujuan Pasal 18 Penyelenggaraan Pelestarian Lingkungan Hidup bertujuan untuk menjaga, melindungi serta menjamin kelestarian lingkungan hidup di wilayah Kabupaten Kutai Barat dalam upaya mewujudkan Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. 9

Bagian kedua Penyelenggaraan Pelestarian Lingkungan Hidup Pasal 19 (1) Pelestarian lingkungan hidup merupakan bagian dari kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; (2) Dalam pelaksanaan Pelestarian lingkungan hidup dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Bupati sesuai dengan kewenangannya; (3) Pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggungjawab kepada Bupati atas terlaksananya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang ada di dalam wilayah Kabupaten Kutai Barat. Pasal 20 Penyelenggaraan Pelestarian Lingkungan Hidup dilakukan sebagai upaya untuk : a. Mengantisipasi, mencegah, menanggulangi dan menindak secara hukum perbuatan setiap orang atau badan hokum baik secara langsung maupun tidak langsung melakukan kegiatan/tindakan yang menyebabkan tercemar dan/atau rusaknya lingkungan hidup; b. Mengantisipasi, mencegah dan menanggulangi terjadinya bencana alam, hama dan /atau penyakit yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan hidup. Bagian ketiga Kewajiban Pasal 21 (1) Setiap orang atau badan hukum wajib berpartisipasi dalam melakukan pelestarian lingkungan hidup; (2) Setiap orang atau badan hukum wajib memelihara kebersihan dilingkungannya masing-masing; (3) Setiap Kelurahan dan kampung wajib memiliki lembo atau kebun buah minimal 2 (dua) hektar; (4) Setiap orang atau badan hukum wajib melindungi, memelihara dan melestarikan lembo yang ada disekitarnya. Bagian keempat Larangan Pasal 22 (1) Setiap orang atau badan hukum dilarang mendirikan atau membuat bangunan dalam bentuk apapun disepanjang daerah aliran sungai tanpa ijin minimal 150 m dan sub daerah aliran sungai minimal 150 m dari sungai; (2) Setiap orang atau badan hukum dilarang melakukan kegiatan Pembangunan, perkebunan, dan kegiatan lain disepanajang Sungai Bengkalang tanpa ijin minimal 200 m kiri dan 200 m kanan dari bibir sungai serta 4 hektar dari sumber mata air di Sungai Bengkalang; (3) Setiap orang atau badan hukum dilarang melakukan kegiatan usaha perkebunan, Pertambangan dan kegiatan lain didaerah aliran sungai tanpa ijin minimal 100 m dan sub daerah aliran sungai minimal 150 m dari bibir sungai; (4) Setiap orang atau badan hukum dilarang melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan lembo; 10

(5) Setiap orang atau badan hukum dilarang melakukan kegiatan usaha perkebunan, Pertambangan dan kegiatan lain didaerah sumber mata air tanpa ijin minimal 300 m dan sub daerah sumber mata air minimal 300 m dari sumber mata air; (6) Setiap orang dilarang melakukan tindakan/kegiatan yang mengakibatkan terjadinya kebakaran dan pencemaran lingkungan. BAB VII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 23 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana; (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah; a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah; b. Melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan ditempat kejadian; c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. Melakukan penyitaan benda dan atau surat; e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara tersangka; h. Menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya; i. Mengadakan tindakan lainnya menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 24 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan atau denda setinggitingginya Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah); (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. 11

BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 25 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 26 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daeran ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kutai Barat. No Nama Jabatan Paraf 1. Pidesia, SE Plt. Kasubbag Kumdang 2. Jannes Hutajulu, SH Kabag Hukum 3. H. Edyanto Arkan, SE Ass. I 4. Drs.Aminuddin, M.Si Sekda 5. H.Didik Effendi, S.Sos, M.Si Wakil Bupati ditetapkan di Sendawar. pada tanggal, 15 September 2014. BUPATI KUTAI BARAT diundangkan di Sendawar. pada tanggal, 15 September 2014. ISMAIL THOMAS SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT AMINUDDIN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT TAHUN 2014 NOMOR 6. NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR : 7/2014. 12

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP HUTAN ADAT, SITUS-SITUS BERSEJARAH, FLORA DAN FAUNA SERTA PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM WILAYAH KABUPATEN KUTAI BARAT 13