BAB I PENDAHULUAN. politik yang secara legal masuk dalam Undang-undang partai politik merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran

Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI. Murbanto Sinaga

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

PEREMPUAN &PEMBANGUNAN DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK. MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan

2015 MODEL REKRUTMEN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2014 (STUDI KASUS DEWAN PIMPINAN DAERAH PARTAI NASDEM KOTA BANDUNG)

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

KUASA HUKUM Veri Junaidi, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 18 Agustus 2014.

BAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan

KEYNOTE SPEECH PADA FORUM DISKUSI EVALUASI PILKADA SERENTAK 2015 Jakarta, 4 Mei 2016

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini membahas tentang bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1

I. PENDAHULUAN. pendidikan, pekerjaan, dan politik. Di bidang politik, kebijakan affirmative

KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERDASARKAN FUNGSI DPRD DI KOTA SEMARANG PERIODE Oleh: Hikmia Rahadini Pradipta

BAB I PENDAHULUAN. dalam keluarga, dan pola pemikiran yang berbeda. Hal inilah yang secara tidak langsung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PPdan PA. Perencanaan. Penganggaran. Responsif Gender.

A. Kesimpulan BAB V PENUTUP

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

KERANGKA ACUAN PELAKSANAAN PELATIHAN PENINGKATAN KAPASITAS PEREMPUAN KADER ORGANISASI PARTAI POLITIK PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2017

KERANGKA ACUAN MENAKAR KEPEMIMPINAN PEREMPUAN TAHUN 2017

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1)

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEREMPUAN DAN PEMBANGUNAN OLEH: KHOFIFAH INDAR PARAWANSA DISAMPAIKAN DI KONFERENSI DAN SIDANG UMUM INFID JAKARTA, 14 OKTOBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Budiardjo dalam Dewi (2014: 1) menyatakan bahwa :

PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. ranah pemerintah daerah seperti Desa Pakraman kebijakan tentang hak-hak

ABSTRAK (RINGKASAN PENELITIAN)

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. akses, bersifat privat dan tergantung kepada pihak lain (laki-laki). Perempuan

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN PDIP PPP PD

Lembaga Akademik dan Advokasi Kebijakan dalam Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender Margaretha Hanita

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

BAB IV PENUTUP. 1.1.Peran Anggota Legislatif Dalam Menjalankan Fungsi DPRD. Kabupaten Lombok Utara tahun

Press Release Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB l PENDAHULUAN. Bergulirnya era reformasi yang dipicu peristiwa Mei 1998 diantaranya telah

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin

Hambatan terhadap Partisipasi Politik Perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Disampaikan oleh: Drs. Ali Mochtar Ngabalin, Msi. - Anggota No.A- 12

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA, 11 Juli 2007

DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

BAB V PENUTUP. dipilih melalui pemilihan umum. DPR memegang kekuasaan membentuk. undang-undang. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan

Disampaikan Dalam Rapat Pansus Pemilu DPR-Rl, Kamis 12 Juli 2007 Oleh Juru Bicara F-PPP DPR-Rl: Dra. Hj. Lena Maryana Anggota DPR-Rl Nomor: A-26

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya

- 2 - Memperhatikan : Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum tanggal 25 Oktober MEMUTUSKAN :

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 89/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan Badan Kelengkapan Dewan dan Keterwakilan Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

kinerja DPR-GR mengalami perubahan, manakala ada keberanian dari lembaga legislatif untuk kritis terhadap kinerja eksekutif. Pada masa Orde Baru,

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK)

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 31 Tahun 2008 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum;

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki

BAB I PENDAHULUAN. perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem

Analisa Media Edisi Agustus 2013

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas

Asesmen Gender Indonesia

Kuesioner Kualitas calon legislatif perempuan Sumut. I. Identitas Diri 1. Nama : Usia :...Thn 3. Alamat :...

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

I. PENDAHULUAN. dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan

BAB II DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH SUMATERA UTARA (DPRD-SUMUT) DAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. dengan seluruh rakyatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Seluruh rakyat berperan

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

Peran Pemerintah Dalam Strategi Peningkatan Keterwakilan Perempuan

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

Jakarta, 12 Juli 2007

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PARTAI POLITIK DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN. PG Tetap PDIP PPP PD PAN PKB PKS BPD PBR PDS

BAB I PENDAHULUAN. tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Artinya. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seperti kesehatan, ekonomi, sosial, maupun politik. Pergeseran peran tersebut terjadi karena

BAB. I PENDAHULUAN. bidang akuntansi pemerintahan ini sangat penting karena melalui proses akuntansi

BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH DAN UU NO. 8 TAHUN 2012 MENGENAI IMPLEMENTASI KUOTA 30% KETERWAKILAN CALON LEGISLATIF PEREMPUAN DI DAPIL 4 GRESIK

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ditetapkannya kuota 30 persen untuk keterlibatan perempuan dalam proses politik yang secara legal masuk dalam Undang-undang partai politik merupakan terobosan besar dalam sejarah produk perundang-undangan di Indonesia (Mahmada, 2008). Hal ini dikatakan terobosan besar sebab selama ini dalam beberapa kali penyelenggaraan pemilu tidak pernah ada sebuah Undang-undang yang memuat secara khusus untuk mendukung secara hukum eksistensi perempuan dalam bidang politik di legislatif (Saraswati, 2004). Pasal 2 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 2008 tentang partai politik menyebutkan bahwa: Pendirian dan pembentukan Partai Politik menyertakan 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan. Hal ini jelas menegaskan bahwa partai politik berdasarkan Undang-undang partai politik tahun 2008 dituntut penuh komitmennya untuk ikut mendorong tercapainya keadilan dan kesetaraan gender di Indonesia melalui keterlibatan perempuan dalam bidang politik pada aspek pendirian, kepengurusan, hingga pendidikan politik untuk kaum perempuan (Mahmada, 2008). Hal ini ditegaskan pula dalam pasal 31 ayat 1 Undang-undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 2008 tentang partai politik:

Partai Politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai dengan ruang lingkup tanggung jawabnya dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender Berdasarkan data yang dikeluarkan CETRO tentang data dan fakta: Keterwakilan Perempuan Indonesia di Partai Politik dan Lembaga Legislatif, pada tahun 1999-2001 jumlah perempuan di parlemen tidak banyak meningkat (Mahmada, 2008). Begitupula pada masa Orde Baru maupun pasca Orde Baru (1999-2004). Ketika pemilu di era Reformasi penurunan keterwakilan perempuan terjadi, perempuan Indonesia yang menjadi anggota DPR tidak sampai 15 persen, begitupula di lembaga MPR jumlahnya masih minim yaitu dibawah 20 persen. Namun, pada pemilu tahun 2004, keterlibatan perempuan di lembaga legislatif mulai meningkat kembali. Hal ini terlihat dari tabel berikut: Prosentase Perempuan di DPR RI dari masa ke masa Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Periode Jumlah % Jumlah % 1950-1955 (DPR 9 3,8 236 96,2 Sementara) 1955 1960 17 6,3 272 93,7 Konstituante: 25 5,1 488 94,9 1956-1959 1971-1977 36 7,8 460 92,2

1977 1982 29 6,3 460 93,7 1982 1987 39 8,5 460 91,5 1987 1992 65 13,0 500 87,0 1992 1997 62 12,5 500 87,5 1997 1999 54 10,8 500 89,2 1999 2004 46 9,0 500 91,0 2004 2009 61 11,09 489 88,9 Sumber : Women Research Institute, 2009 Selain itu di lembaga eksekutif dalam Kabinet Indonesia Bersatu terdapat peningkatan jumlah menteri perempuan. Beberapa menteri perempuan telah diberi kepercayaan untuk memimpin Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Keuangan yang sebelumnya dipimpin oleh laki-laki. Hal ini terlihat dari tabel berikut: Komposisi Menteri Perempuan Kabinet Posisi Nama Menteri Menteri Pemukiman dan Erna Witoelar Persatuan Nasional (1999-2001) Gotong Royong (2001-2004) Pengembangan Wilayah RI Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Menteri Negara Pemberdayaan Wanita Khofifah Indar Parawansa Rini MS Suwandi Sri Redjeki Sumardjoto Indonesia Bersatu I Menteri Keuangan Sri Mulyani

(2004-2009) Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu Indonesia Bersatu II (2009-2014) Menteri Kesehatan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Menteri Keuangan Menteri Perdagangan Menteri Kesehatan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sumber: Diolah dari berbagai sumber Siti Fadilah Supari Meuthia Hatta Swasono Sri Mulyani Mari Elka Pangestu Endang Rahayu S Linda Amalia Sari Dari tabel diatas terlihat adanya kemajuan, karena sebelumnya perempuan hanya dipercaya membawahi bidang kesejahteraan dan pemberdayaan perempuan. Banyak manfaat yang didapat ketika perempuan masuk ke dalam bidang politik. Salah satunya adalah terwakilinya aspirasi perempuan yang berdampak pada kebijakan-kebijakan yang terkait dengan perempuan. Kebijakan-kebijakan itu diantaranya, terbitnya Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Peraturan Pemerintah (PP) No. 4 tahun 2006 tentang Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Undangundang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, Keppres No. 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, Undang-undang No. 2 Tahun 2008, tentang Keterlibatan Perempuan dalam Bidang Politik (Soeparman, 2006). Selain itu, di tingkat daerah, lahir pula berbagai kebijakan yang memberikan keuntungan pada perempuan. Sebut saja misalnya, Propinsi

Sulawesi Utara yang telah menerbitkan Perda No. 1 tahun 2004 tentang Pemberantasan Perdagangan Manusia terutama Perempuan dan Anak, Propinsi Banten telah menerbitkan Perda No. 10 tahun 2005 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah (Soeparman, 2006). Selain terbitnya kebijakan-kebijakan yang terkait dengan perempuan, anggaran untuk membiayai program pemberdayaan perempuan oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dari tahun ke tahun mulai meningkat. Pada tahun 2004 sebesar 37,4 milyar, pada tahun 2005 naik menjadi 41,9 milyar, pada tahun 2006 naik lagi menjadi 56,2 milyar, dan pada tahun 2007 naik menjadi 73,1 milyar (Soeparman, 2006). Departemen kesehatan pada tahun 2004 mengalokasikan anggaran sebesar 122,9 juta pada tahun 2005 meningkat menjadi 321,8 juta (Soeparman, 2006). Anggaran ini digunakan untuk pemberdayaan perempuan terkait dengan anggaran pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi dan sosial (Hanim, 2010). Dari sini terlihat, bahwa masuknya perempuan dalam bidang politik telah menciptakan keseimbangan dalam perumusan kebijakan-kebijakan publik khususnya yang terkait dengan perempuan yang berimplikasi pada terwakilinya aspirasi perempuan (Mahmada, 2008). Namun pada kenyataannya, walaupun negara mendukung penuh keterlibatan perempuan dalam bidang politik, masuknya perempuan dalam bidang politik masih menemui banyak hambatan. Hambatan ini berimplikasi pada rendahnya keterlibatan perempuan dalam bidang politik (Mahmada, 2008). Aturan kuota 30 persen untuk keterlibatan perempuan yang tertuang pada Undang-undang Republik Indonesia

nomor 2 tahun 2008 tentang partai politik ternyata hanya mengatur pencalonan perempuan dalam legislatif, bukan pada hasil akhir komposisi dalam keanggotaan legislatif (Mahmada, 2008). Menurut Mahmada, hambatan yang paling besar ketika perempuan akan masuk dalam bidang politik adalah dari partai politik itu sendiri. Partai politik beralasan hal itu dikarenakan kurang tersedianya perempuan yang bagus dan layak untuk bisa masuk ke partai politik (Mahmada, 2008). Inggard Yoshua, Ketua Fraksi Golkar di DPRD DKI Jakarta berpendapat bahwa rendahnya partisipasi perempuan dalam bidang politik khususnya di legislatif dikarenakan dunia politik merupakan bidang yang agak keras, menuntut para anggotanya untuk rapat hingga larut malam (Hanim, 2010). Selain itu minat yang rendah dari kaum perempuan, karena persepsi yang kurang baik mengenai politik, karena image dunia politik yang penuh dengan intrik, konflik, dan banyak persoalan lainnya, sehingga perempuan mengaku bahwa mereka tidak cukup waktu apalagi jika bekerja hingga larut malam (Hanim, 2010). Menurut Sardjono (2002), rendahnya partisipasi perempuan dalam bidang politik disebabkan karena masyarakat Indonesia masih memegang teguh nilai-nilai dan norma-norma sosial yang masih dipengaruhi oleh budaya patriarki. Budaya yang dipengaruhi oleh sistem patriarki ini, memegang teguh nilai-nilai budaya tradisional yang mengharuskan perempuan menjaga kesalehan serta kemurnian, bersikap pasip dan menyerah, rajin mengurus keluarga dan rumah tangga, serta harus rela berada dalam kekuasaan laki-laki, sehingga perempuan harus menerima perannya

berdasarkan keadaan biologisnya baik sebagai istri dan ibu rumah tangga yang bekerja dalam ruang domestik. Fenomena masuknya perempuan ke ruang publik khususnya dalam bidang politik, diakui oleh Lestari masih menyimpan dilema yang mendalam (Lestari, 2009). Disatu sisi perempuan dituntut bersikap elegan dan memiliki penguasaan diri yang tinggi saat berhadapan dengan publik, namun disisi lain dalam ruang domestik perempuan dituntut menjadi ibu rumah tangga yang penuh cinta kasih, pengabdian, dan setia, bahkan harus rela menjadi orang kedua setelah kepala rumah tangga (suami) yang sering kali merasa tidak nyaman dengan kiprah istri di ruang publik. (Lestari, 2009; 91) Hal ini menegaskan bahwa permasalahan yang terjadi antara ruang publik dan domestik merupakan salah satu faktor yang juga menghambat perempuan untuk berpartisipasi di ruang publik. Hal ini pada akhirnya sangat berpengaruh pada perempuan dalam menentukan posisinya di ruang publik. Perempuan yang terlibat dalam ruang publik seringkali harus berperan ganda karena masih harus bertanggung jawab terhadap pekerjaan-pekerjaan domestik. Pada awal tahun 2010, rumah tangga bintang film dan pesinetron, yang sekarang menjadi anggota DPR RI Rachel Maryam kandas ditengah jalan (Munady, 2010). Kesibukannya menjadi anggota DPR ditenggarai menjadi penyebab keretakan rumah tangga Rachel dengan suaminya yang berujung pada perceraian (cumicumi.com). Profesi Rachel sebagai anggota DPR RI dianggap menjadi masalah besar bagi suaminya Muhammad Akbar Perdana atau yang lebih dikenal dengan nama Ebes (cumi-cumi.com). Suaminya mengaku bahwa Rachel banyak mengalami perubahan

sejak menjadi anggota DPR (Munady, 2010). Suaminya mengaku, kesibukannya di bangku DPR sering membuat Rachel lupa akan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu dan istri bagi keluarganya (cumi-cumi.com). Waktu untuk keluargapun berkurang, tak jarang saat liburan akhir pekan Rachel masih melaksanakan tugasnya sebagai anggota DPR. Melihat aktivitas Rachel yang sangat padat, Ebes sebagai kepala rumah tangga menginginkan Rachel untuk berhenti menjadi anggota DPR RI dan keluar dari partai. Namun Rachel enggan untuk berhenti menjadi anggota DPR. Karena menurut Rachel profesinya saat ini adalah amanat dari rakyat yang harus dia jalani (Munady, 2010). Menghadapi permasalahan diatas diperlukan adanya strategi yang tepat dari kaum perempuan, agar perempuan dapat berperan aktif dalam bidang politik tanpa melupakan kodrat dan tugasnya sebagai seorang ibu dan istri bagi keluarganya. Strategi ini mungkin dimiliki oleh perempuan-perempuan yang berhasil berkiprah di ruang publik, khususnya di bidang politik, sekaligus di bidang domestik. Keberhasilan tersebut salah satunya berkaitan dengan negosiasi peran perempuan dalam kedua ranah tersebut. Penelitian serupa mengenai peran perempuan dalam ruang publik dan domestik sudah pernah diteliti sebelumnya, diantaranya skripsi Irna Diana Harahap, pada tahun 2008, di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang berjudul Perempuan dan Politik: Tinjauan Peluang Perempuan dalam Politik Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2008 dan UU No. 10 Tahun 2008 (Studi Kasus: Di Dewan Pimpinan Daerah Partai Golongan Karya Sumut 2004-2009). Dimana yang

menjadi fokus dalam penelitian ini adalah, seberapa besarkah peluang dan posisi yang diberikan oleh partai Golongan Karya Sumatera Utara bagi perempuan dalam kepengurusan partai dan keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif serta bagaimana implementasi Undang-undang No. 2 tahun 2008 tentang partai politik dan Undang-undang No. 10 tahun 2008 tentang pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat terhadap perempuan. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa tingkat keterwakilan perempuan dalam lembaga politik maupun pengambilan keputusan di Sumatera Utara masih rendah. Gambaran ini dapat dilihat dalam institusi yang jumlah keanggotaannya bersifat heterogen dalam parlemen, khususnya di DPRD Sumatera Utara, maupun pengurus atau struktur partai politik, khususnya Partai Golongan Karya Provinsi Sumatera Utara. Sementara itu, adanya isu keterwakilan perempuan dan isu kuota 30 persen tidak lantas membuat perempuan dapat tampil maksimal di area politik. Selain itu, tesis Ampe Sahrianita Boangmanalu, pada tahun 2009, di Program Studi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang berjudul Pandangan PKS Pakpak Bharat Terhadap Partisipasi Perempuan. Dimana yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah, mengetahui pandangan DPD PKS Pakpak Bharat terhadap partisipasi politik perempuan khususnya dalam jabatan politik di Kabupaten Pakpak Bharat pada tahun 2006-2009, serta mengetahui upaya apa yang dilakukan PKS Pakpak Bharat untuk meningkatkan partisipasi politik perempuan di Kabupaten Pakpak Bharat. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa DPD PKS Pakpak Bharat memberikan ruang kepada

perempuan untuk berkiprah dalam dunia politik dikarenakan laki-laki dan perempuan memiliki persamaan dan kesetaraan dalam mengemban amanah sebagai khalifah di muka bumi. Dukungan PKS untuk meningkatkan partisipasi politik perempuan tertuang pada misi utama bidang kewanitaan, yakni keadilan harus mampu menjadi pelopor, fasilitator, dan dinamisator bagi upaya perwujudan partisipasi politik perempuan yang dalam aktifitasnya harus disesuaikan dengan kaidah-kaidah syar i. Namun, penelitian yang khusus menyoroti bagaimana negosiasi peran perempuan dalam ruang publik dan domestik sampai saat ini masih belum ditemukan terutama di Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia. Untuk itu penelitian ini akan mengkaji negosiasi peran perempuan dalam ruang publik dan domestik.

B. Fokus Penelitian Fokus dalam penelitian ini adalah menggali informasi bagaimana perempuan yang berpartisipasi dalam bidang politik menjalankan dan menegosiasikan perannya dalam ruang publik dan domestik. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah perempuan yang berpartisipasi di bidang politik menjalankan perannya dalam ruang publik? 2. Bagaimanakah perempuan yang berpartisipasi di bidang politik menjalankan perannya dalam ruang domestik? 3. Bagaimanakah perempuan yang berpartisipasi di bidang politik menegosiasikan perannya dalam ruang publik dan domestik? D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui bagaimana perempuan yang berpartisipasi di bidang politik menjalankan perannya dalam ruang publik 2. Mengetahui bagaimana perempuan yang berpartisipasi di bidang politik menjalankan perannya dalam ruang domestik. 3. Mengetahui bagaimana perempuan yang berpartisipasi di bidang politik menegosiasikan perannya dalam ruang publik dan domestik.

E. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat yang bersifat praktis. 1. Manfaat Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmiah yang dapat menambah pengetahuan dalam bidang ilmu psikologi sosial khususnya yang berkaitan dengan aplikasi psikologi sosial di bidang gender dan politik. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat dan wawasan baru mengenai negosiasi peran perempuan dalam ruang publik dan domestik. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perempuan yang merambah ruang publik khususnya yang berpartisipasi di bidang politik, sehingga perempuan dapat berperan aktif dalam kegiatan politik tanpa melupakan kodrat dan tugasnya sebagai seorang ibu dan istri bagi keluarganya.