BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepuasan pasien merupakan fungsi dari penilaian pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pihak rumah sakit dengan harapan sebelum pasien menerima pelayanan kesehatan dari pihak rumah sakit sebagai provider, pasien akan merasa puas jika kualitas pelayanan rumah sakit lebih tinggi atau setidaknya sama dengan yang diharapkan pasien. Menelaah masalah kualitas pelayanan terutama pelayanan kesehatan di rumah sakit tidaklah mudah karena disatu sisi mempunyai tanggung jawab sosial dengan memberikan pelayanan kesehatan secara manusiawi, tetapi di sisi lain juga harus memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi menyangkut penyelenggaraan rumah sakit yang memerlukan biaya investasi, operasional dan pemeliharaan yang begitu besar. Menurut Azwar (1996) kualitas pelayanan rumah sakit dinilai baik apabila pelayanan kesehatan yang diberikan dapat memberikan kepuasan pada diri setiap pasien yang menjadi sasaran pelayanan kesehatan tersebut. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat menyebabkan perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal dan internal rumah sakit, sehingga para pengelola rumah sakit harus mengubah paradigma atau cara pandang bahwa rumah sakit sekarang ini bukanlah semata-mata organisasi yang bersifat sosial namun sudah berorientasi kepada organisasi profit. Meningkatnya teknologi kedokteran dengan komponen-komponen lainnya memaksa para pengelola rumah sakit harus
berpikir dan berusaha secara sosioekonomi dalam mengelola rumah sakitnya dalam menghadapi persaingan pasar (Trisnantoro, 2000). Pihak manajemen rumah sakit harus sadar akan tingginya persaingan dalam pasar globalisasi saat ini, agar dapat terus bersaing dan melanjutkan kelangsungan hidup organisasi. Pihak manajemen selalu siap mengantisipasi dengan berbagai cara agar dapat memperoleh pangsa pasar. Dengan semakin besarnya pangsa pasar yang diperoleh maka dimungkinkan suatu perusahaan jasa seperti rumah sakit memperoleh pasar yang tinggi. Salah satu kunci agar berhasil dan dapat mempertahankan pasar tersebut adalah memahami lebih baik kebutuhan dan proses pelayanan kepada pasien, termasuk didalamnya dengan memberikan kualitas pelayanan yang terbaik. Menurut Tjiptono (2002) seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana perubahan-perubahan berlangsung cepat, pendidikan masyarakat semakin tinggi, sehingga kebutuhan, keinginan serta tuntutan masyarakat sebagai pelanggan rumah sakit juga semakin kompleks. Untuk mewujudkan dan mempertahankan kepuasan pasien, organisasi rumah sakit harus melakukan empat hal sebagai berikut : Pertama, mengidentifikasi siapa pelanggannya. Kedua, memahami tingkat harapan pelanggan atas kualitas. Ketiga, memahami strategi kualitas layanan pelanggan. Dan keempat, memahami siklus pengukuran dan umpan balik dari kepuasan pelanggan. Tingkat kepuasan pelanggan sangat tergantung pada mutu atau kualitas suatu produk atau jasa yang ditawarkan (Supranto, 2001). Menurut Parasuraman et al.
dalam Shahin (1994), kualitas suatu jasa sangat ditentukan oleh 5 (lima) dimensi, yakni bukti langsung (tangible), kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (emphaty). Dimensi-dimensi inilah yang digunakan pelanggan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan jasa, sehinggga kepuasan dan ketidakpuasan akan tergantung pada 5 dimensi tersebut. Parasuraman et al. dalam Shahin (1994), antisipasi kualitas atau mutu harus dilakukan oleh rumah sakit untuk tetap bertahan dan berkembang adalah dengan cara meningkatkan pendapatan dari pasien, karena pasien merupakan sumber pendapatan dari rumah sakit baik secara langsung (out of pocket). Tanpa adanya pasien, rumah sakit tidak dapat bertahan dan berkembang mengingat biaya operasional rumah sakit yang sangat tinggi. Oleh sebab itu dalam rangka meningkatkan kunjungan pasien ke rumah sakit maka rumah sakit harus mampu menampilkan dan memberikan kepuasan kepada pasien. Salah satu cara utama mendiferensiasikan pelayanan jasa kesehatan termasuk pelayanan rawat inap adalah memberikan jasa pelayanan kesehatan yang berkualitas lebih tinggi dari pesaing secara konsisten. Kuncinya adalah memenuhi atau melebihi harapan pasien tentang kualitas pelayanan yang diterimanya. Setelah menerima jasa pelayanan kesehatan pasien akan membandingkan jasa yang dialaminya dengan jasa yang diharapkan. Jika jasa yang dialami berada dibawah jasa yang diharapkan, pasien tidak berminat lagi pada penyedia pelayanan kesehatan. Jika jasa yang dialami memenuhi atau melebihi harapan, pasien akan menggunakan penyedia pelayanan kesehatan itu lagi (Supranto, 2001).
Parasuraman et al. dalam Shahin (1994) mengidentifikasi adanya kesenjangan antara persepsi konsumen dan persepsi penyedia jasa pelayanan yang mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa yang berkualitas. Penyedia jasa pelayanan tidak selalu memahami secara tepat apa yang diinginkan konsumen. Lebih lanjut Parasuraman, dalam Shahin (1994) menyatakan bahwa penilaian pasien terhadap kualitas ditentukan oleh dua hal, yaitu: harapan pasien terhadap kualitas (expected quality) dan persepsi pasien atas kualitas (perceived quality). Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka pengukuran keberhasilan suatu perusahaan jasa dalam hal ini rumah sakit, lebih banyak ditentukan oleh penilaian dan persepsi pasien tentang kualitas pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit tersebut dengan segala unsur yang ada dalam lingkungan internal dan eksternalnya yang saling berinteraksi dan memengaruhi keberhasilan rumah sakit tersebut dalam mencapai kepuasan pasien. Menurut Kotler (2003) pengertian kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang dialami setelah membandingkan antara persepsi kinerja atau hasil suatu produk dengan harapannya. Meskipun demikian, Supranto (2006) menyatakan definisi kepuasan yang banyak diacu adalah berdasarkan konsep discomfirmation paradigm. Berdasarkan paradigma tersebut, kepuasan dibentuk dari sebuah referensi perbandingan yaitu membandingkan hasil yang diterima dengan suatu standar tertentu. Perbandingan tersebut membentuk tiga kemungkinan yaitu pertama adalah bila jasa yang dirasakan melebihi pengharapan dimana pelayanan yang diterima atau dirasakan melebihi pelayanan yang diharapkan, yang kedua bila
kualitas pelayanan memenuhi pengharapan apabila pelayanan dirasakan sesuai dengan yang diharapkan dan yang terakhir jika jasa yang diterima di bawah pengharapan bilamana pelayanan yang dirasakan lebih buruk dari pelayanan yang diharapkan. Di dalam mencapai tujuan yang berorientasi pada kepuasan pasien, disamping aspek fasilitas rumah sakit peranan sumber daya seperti dokter dan perawat baik medis maupun non medis menjadi sangat penting karena kinerja mereka akan menentukan persepsi pasien terhadap pelayanan yang diberikan. Persepsi pasien terhadap kualitas yang diberikan akan berlanjut pada proses terbentuknya persepsi secara umum terhadap rumah sakit. Menurut Wasisto (2000) kualitas pelayanan kesehatan dipengaruhi banyak faktor yang ada di rumah sakit sebagai suatu sistem. Faktor-faktor tersebut adalah manajemen rumah sakit, tenaga kesehatan, pembiayaan, sarana dan teknologi kesehatan yang digunakan, serta interaksi kegiatan yang digerakkan melalui proses dan prosedur tertentu dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk menghasilkan jasa atau pelayanan Menurut Puti (2007), kualitas atau mutu dan kepuasan tidak dapat dipisahkan seperti layaknya dua sisi mata uang yang saling berhubungan dan memengaruhi. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pasien untuk menjalin hubungan yang kuat dengan rumah sakit. Hubungan seperti ini dalam jangka panjang memungkinkan rumah sakit untuk memahami dengan seksama kebutuhan dan harapan pasien. Dengan demikian, rumah sakit dapat meningkatkan kepuasan pasien di rumah sakit
melalui pengalaman pasien yang menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman yang kurang menyenangkan. Kepuasan pasien pada akhirnya berpengaruh terhadap kesetiaan pasien kepada rumah sakit yang memberikan mutu yang memuaskan. Salah satu upaya agar kepuasan pasien dapat dipenuhi maka diperlukan informasi tentang apa yang dianggap penting menurut persepsi pasien dan bagaimana kinerja rumah sakit saat ini, apakah lebih memenuhi harapan pasien ataukah belum. Menurut Rangkuti (2002) tingkat harapan pelanggan (pasien) (customer expectation) merupakan salah satu cara mengukur kepuasan pasien dibandingkan dengan kepentingan rumah sakit, dengan cara ini diharapkan informasi yang diperlukan akan dapat diketahui serta faktor-faktor apa yang harus diperbaiki agar dapat memberikan kepuasan pasien yang lebih tinggi. Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan merupakan salah satu rumah sakit milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat di Kota Medan yang menerima pasien umum. Berdasarkan rencana strategis Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan tahun 2010-2014 pada Bab III tentang tugas dan fungsi rumah sakit disebutkan bahwa dalam meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara menyeluruh maka sasaran tidak terbatas pada anggota TNI- AD dan keluarganya, tetapi juga menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum. Permasalahan yang dihadapi adalah rendahnya tingkat kepuasan pasien yang menggunakan rumah sakit karena kualitas pelayanan yang diberikan belum sesuai
dengan harapan pasien. Hal tersebut berdampak kepada pencapaian BOR Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan yang rendah, yaitu pada tahun 2010 sebesar 50% dan 2011 sebesar 48 %. Berdasarkan survei pendahuluan pada bulan Januari 2012, kunjungan pasien umum yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan pada tahun 2010 dan tahun 2011 mengalami penurunan, yaitu dari 2.826 orang menjadi 1.865 orang dengan demikian terjadi penurunan sebesar 34,01%. Kritikan atau masukan dari pasien tentang pelayanan di Rumah Sakit Putri Hijau Kesdam I/BB Medan diperoleh dari hasil wawancara terhadap 10 orang pasien umum rawat inap ternyata ada 8 orang yang mengeluh tentang pelayanan kesehatan pasien umum rawat inap seperti, pelayanan obat yang kurang memuaskan, waktu konsultasi dengan dokter sangat terbatas, ruang rawat inap kurang nyaman, tidak tepatnya jam kunjungan (visite) dokter ke ruang rawat inap dan perawat yang bersikap kurang ramah kepada pasien. Hasil wawancara terhadap pasien menggambarkan fenomena ketidakpuasan pasien umum terkait dengan dimensi kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Berdasarkan uraian di atas dan fenomena rendahnya kepuasan pasien umum yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan maka peneliti ingin mengetahui Pengaruh Persepsi tentang Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien Umum Rawat Inap di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan
1.2 Permasalahan Apakah ada pengaruh persepsi tentang kualitas pelayanan dimensi : bukti langsung (tangibles), kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance) dan perhatian (empathy) terhadap kepuasan pasien umum rawat inap Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh persepsi tentang kualitas pelayanan dimensi : bukti langsung (tangibles), kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance) dan perhatian (empathy) terhadap kepuasan pasien umum Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan. 1.4 Hipotesis Ada pengaruh persepsi tentang kualitas pelayanan dimensi : bukti langsung (tangibles), kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance) dan perhatian (empathy) terhadap kepuasan pasien umum rawat inap Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Memberikan masukan bagi Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB dalam manajemen strategi pelayanan kesehatan rumah sakit.
2. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan administrasi rumah sakit terutama yang berkaitan dengan kepuasan pasien.