Novika Rochmah, Wiwiek Liestyaningrum, M. Kep ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7

ANALISIS PENGETAHUAN DENGAN POLA ASUH PADA IBU BALITA UMUR 4-5 TAHUN DI TK DHARMA WANITA DESA SAMBIROBYONG KECAMATAN KAYEN KIDUL KABUPATEN KEDIRI

Hubungan Pendidikan di Playgroup dengan Perkembangan Emosional Anak di TK Hidayah Desa Kembangbilo Tuban

SKRIPSI. oleh Dita Dityas Hariyanto NIM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

Anita Apriany,Siti Romadoni Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Muhammadiyah Palembang

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah individu yang unik dan memerlukan perhatian khusus untuk

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN KEIKUTSERTAAN ORGANISASI DENGAN REGULASI DIRI PADA REMAJA : STUDI KASUS DI SMA N 2 NGAWI

MAKALAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN KONSEP DIRI

Program Studi Ilmu Keperawatan, STIKes Guna Bangsa Yogyakarta ABSTRACT

Volume 3 / Nomor 1 / April 2016 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

KOSALA JIK. Vol. 1 No. 2 September 2013 HUBUNGAN KELEBIHAN BERAT BADAN DENGAN PERUBAHAN KONSEP DIRI PADA MAHASISWA AKPER PANTI KOSALA SURAKARTA

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA (PEER GROUP) DENGAN MINAT MAHASISWA MENGIKUTI PROGRAM PROFESI NERS DI STIKES AISYIYAH SURAKARTA

TINGKAT PARTISIPASI MAHASISWA DALAM IMPLEMENTASI KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DI UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 24 tahun (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya. perubahan penampilan pada orang muda dan perkembangan

HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN PERKEMBANGAN EMOSI ANAK USIA PRA SEKOLAH DI TK ROHMATUL MAGFIROH DESA PAKISAJI KECAMATAN PAKISAJI KABUPATEN MALANG

Volume 4 No. 2, September 2013 ISSN : GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA

e-journal Keperawatan (e-kp) Volume 6 Nomor 1, Februari 2018

HUBUNGAN PERAN ORANGTUA DENGAN KEMANDIRIAN PERSONAL HYGIENE ANAK PRA SEKOLAH (USIA 4-6 TAHUN)

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

DUKUNGAN TEMAN SEBAYA DENGAN KONSEP DIRI REMAJA SMAN 5 BANDA ACEH PEER SUPPORT AND SELF-CONCEPT IN ADOLESCENTS AT SMAN 5 BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

GAMBARAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN DIRUANG RAWAT INAP RSUD SULTANSYARIF MOHAMAD ALKADRIE KOTA PONTIANAK

SKRIPSI PENGARUH FOCUS GROUP DISCUSSION TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PERSEPSI SEKS BEBAS REMAJA

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KONSEP DIRI PADA REMAJA USIA TAHUN DI SMA PGRI I TUBAN

KEMATANGAN EMOSI DAN PERSEPSI TERHADAP PERNIKAHAN PADA DEWASA AWAL: Studi Korelasi pada Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan citra individual mengenai gambaran tubuh mereka. Salah satu tugas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN KONSEP DIRI PADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH DI RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH PROV.

HUBUNGAN SIKAP DAN PERSEPSI GAMBAR DAMPAK KESEHATAN TERHADAP PERILAKU MEROKOK DI SMA NEGERI 1 BANTARBOLANG

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG METODE PENGAJARAN DOSEN DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA KEPERAWATAN STIKES AISYIYAH SURAKARTA

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA USIA TAHUN DI RW 08 KELURAHAN SUKUN KECAMATAN SUKUN KOTA MALANG

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

PERILAKU ANTISOSIAL REMAJA DI SMA SWASTA RAKSANA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta

Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Motivasi Memeriksakan Diri Di Posyandu Lansia Desa Sukodono Sidoarjo

GAMBARAN STRES MAHASISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA KEPERAWATAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

ABSTRACT HUBUNGAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG NILAI ANAK PROGRAM KELUARGA BERENCANA DENGAN JUMLAH ANAK

PERSEPSI PERAWAT TENTANG PENDELEGASIAN TUGAS KEPALA RUANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEPUASAN KERJA PERAWAT

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

KUALITAS DOKUMENTASI KEPERAWATAN DAN BEBAN KERJA OBJEKTIF PERAWAT BERDASARKAN TIME AND MOTION STUDY (TMS)

PERSEPSI ANAK SEKOLAH DASAR MENGENAI BAHAYA ROKOK (STUDI PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI PERKOTAAN DAN PEDESAAN DI KOTA DEMAK)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

HUBUNGAN ANTARA PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DENGAN MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

POLA ASUH ORANG TUA DAN PERKEMBANGAN SOSIALISASI REMAJA DI SMA NEGERI 15 MEDAN

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG REKAM MEDIS DENGAN KELENGKAPAN PENGISIAN CATATAN KEPERAWATAN JURNAL PENELITIAN MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. (usia 18 sampai 20 tahun) (WHO, 2013). Remaja merupakan salah satu

e-journal Keperawatan (e-kp) Volume 4 Nomor 1, Mei 2016 Reni Yatnasari Silaban Hendro Bidjuni Rivelino Hamel

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Remaja di SMPN 13 Yogyakarta. Factors That Affects Self-Concept in Adolescent at SMPN 13 Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. fisik seperti sakit perut, jantung berdebar, otot tegang dan muka merah. Lalu

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan perkembangannya (Hariweni, 2003). Anak usia di bawah lima tahun (Balita) merupakan masa terbentuknya

ISSN Vol 5, ed 2, Oktober 2014

Eka Fitriyanti Universitas Aisyiyah Yogyakarta Kata kunci: Persepsi profesi bidan, prestasi belajar Asuhan Kebidanan II

BAB I PENDAHULUAN. dikenali meliputi kausa pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan area sosiokultural.

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan.

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN PENERIMAAN DIRI PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDHI LUHUR KASONGAN BANTUL YOGYAKARTA

HUBUNGAN KINERJA PERAWAT DENGAN KEPUASAN PASIEN RUANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PANTI WALUYA MALANG ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES, TEMAN SEBAYA DAN KEPRIBADIAN DENGAN PENYALAHGUNAAN ALKOHOL PADA REMAJA KOMUNITAS MOTOR DI PURWOKERTO 2016

PENGARUH STRATEGI MIND MAP

Abstrak. Abstract. Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling, Universitas Negeri Padang 2

HUBUNGAN PERILAKU CARING PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RUANGAN PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2016

GANGGUAN BODY IMAGE DIHUBUNGKAN DENGAN AKTIVITAS OLAHRAGA PADA MAHASISWA OBESITAS BODY IMAGE DISORDER LINKED WITH SPORT ACTIVITIES TO OBESITY STUDENTS

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

HUBUNGAN SUMBER INFORMASI DAN SIKAP TENTANG SADARI PADA REMAJA PUTRI

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. digolongkan pada individu yang sedang tumbuh dan berkembang (Yusuf,

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SIBLING RIVALRY PADA BALITA DI KEMUKIMAN KANDANG KECAMATAN KLUET SELATAN ACEH SELATAN TAHUN 2014

HUBUNGAN RELIGIUSITAS, KONSEP DIRI DAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diterapkan oleh orang tua subjek, dan tingkat sbling rivalry subjek.

PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. anak mulai berpikir secara konkrit dan rasional. Pada usia sekolah dasar

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

HUBUNGAN LINGKUNGAN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA

Hubungan antara Komunikasi Verbal Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa di SMK Dwija Praja Pekalongan

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2)

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada remaja biasanya disebabkan dari beberapa faktor

HUBUNGAN JENIS KELAMIN DAN PEMINATAN DENGAN KELULUSAN UJI KOMPETENSI MAHASISWA NERS STIKES JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA

Khodijah, Erna Marni, Hubungan Motivasi Kerja Terhadap Perilaku Caring Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau Tahun 2013

PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA. Lia Nurjanah

ANALISIS DEMAND MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN RAWAT INAP DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN DELI, PUSKESMAS BROMO DAN PUSKESMAS KEDAI DURIAN TAHUN 2013

BAB III METODE PENELITIAN. eksprimental yaitu deskriptif korelasional yaitu hubungan antara dua variabel

HUBUNGAN FREKUENSI BERMAIN GAME DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA TINGKAT 4 DI STIKES HANG TUAH SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN KEMAMPUAN MEMAKNAI HIDUP PADA NARAPIDANA REMAJA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 SEMARANG

HUBUNGAN KONSEP DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU ASERTIF SISWA SMA NEGERI 1 SALEM KABUPATEN BREBES TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN KEMANDIRIAN TOILET TRAINING ANAK USIA TODDLER

Transkripsi:

Hubungan Persepsi Mahasiswa tentang Penerimaan Kelompok Teman Sebaya (Peer Group) dengan Konsep Diri pada Mahasiswa Tingkat 2 Prodi S-1 Keperawatan di Stikes Hang Tuah Surabaya Novika Rochmah, Wiwiek Liestyaningrum, M. Kep ABSTRAK Seorang remaja akan menggambarkan dirinya secara berbeda sesuai dengan persepsi diri mereka masing-masing di dalam hubungan sosial dengan teman sebayanya atau peer. Penerimaan dalam peer group bagi remaja, mempunyai pengaruh yang kuat pada konsep diri remaja. Untuk membentuk konsep diri yang baik dan sehat pada remaja, diperlukan penelitian persepsi yang melibatkan penerimaan terhadap peer groupnya. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan persepsi mahasiwa tentang penerimaan peer group dengan konsep diri pada mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan di Stikes Hang Tuah Surabaya. Desain penelitian ini menggunakan rancangan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Variabel independen yaitu persepsi mahasiwa tentang penerimaan peer group dan variabel dependen adalah konsep diri. Sampel diambil dengan teknik simple random sampling didapatkan 83 responden yaitu mahasiswa keperawatan Stikes Hang Tuah Surabaya tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan. Pengumpulan data menggunakan kuisioner. Analisis data menggunakan uji Chi Square dengan tingkat kemaknaan ρ 0,05. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara persepsi mahasiwa tentang penerimaan peer group dengan konsep diri pada mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan di Stikes Hang Tuah Surabaya (ρ=0,003). Implikasi penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi mahasiwa tentang penerimaan peer group sebagian besar cenderung memiliki persepsi yang positif dengan konsep diri yang positif. Kata Kunci : Remaja, Persepsi, Peer Group, Konsep Diri

ABSTRACT A teenager would describe herself differently according to their self perception of each in social relationships with their peers or peer. An acceptance in the peer group for adolescents, have a strong influence on the adolescent self concept. To form a good self-concept and healthy in adolescents, perception studies are needed involving the acceptance of their peer groups. This study aimed to analyze the relationship student perceptions about acceptance of peer group with self concept on the 2nd level student Prodi S-1 Nursing in Stikes Hang Tuah Surabaya. This study design using analytical observational study design with cross sectional approach. Independent variables are student perceptions about acceptance of a peer group and the dependent variable is the concept of self. Samples were taken by simple random sampling technique obtained 83 respondents on the 2nd level student Prodi S-1 Nursing in Stikes Hang Tuah Surabaya. Collecting data using questionnaires. Data analysis using Chi Square test with ρ 0.05 significance level. The results showed there is a relationship between student perceptions about acceptance by the peer group on student self concept study program level 2 S-1 Nursing in Stikes Hang Tuah Surabaya (ρ = 0.003). The implications of this study indicate that the perception of students on admission peer group largely tend to have a positive perception with positive self concept too. Keywords: Adolescents, Perception, Peer Group, Self Concept

PENDAHULUAN Persepsi adalah gambaran seseorang tentang objek, orang, dan kejadiankejadian (Nursalam, 2013). Seorang remaja akan menggambarkan dirinya secara berbeda sesuai dengan persepsi diri mereka masing-masing di dalam hubungan sosial dengan teman sebayanya atau peer. Peer atau sebaya adalah orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang sama (Santrock, 2007). Pentingnya penerimaan dalam peer group bagi remaja, mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pikiran, sikap, perasaan, perbuatan dan penyesuaian diri remaja yang mengarah pada konsep diri remaja. Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Sunaryo, 2014). (Kusmiran, 2011) mengemukakan bahwa sekitar 1 miliar manusia atau setiap 1 diantara 6 penduduk dunia adalah remaja. Sebanyak 85% di antaranya hidup di negara berkembang. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda umur 15-24 tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta dari total jumlah populasi penduduk Indonesia. Di Jawa Timur, remaja yang berusia 16-24 tahun sebesar 56.598 jiwa (BPS Jatim, 2010). Berdasarkan hasil Studi Pendahuluan pada tanggal 9 Februari 2015 yang dilakukan di Stikes Hang Tuah Surabaya pada mahasiswa tingkat 2 prodi S1 Keperawatan terdapat 105 remaja yang menyatakan bahwa menghabiskan waktu dengan peer group lebih menyenangkan tetapi mereka memilih peer group yang nyaman, sesuai dengan persepsi mereka tentang peernya masing-masing, dan diterima oleh peer groupnya. Peneliti mengambil sampel sebanyak 10 orang. Remaja yang berpikiran negatif terhadap dirinya sendiri dan teman sebayanya seperti merasa kurang percaya diri dan lebih senang membedakan teman sehingga mengalami penolakan terhadap peer groupnya terdapat sekitar 60 % (6). Remaja yang berpikiran positif terhadap dirinya sendiri dan teman sebayanya seperti dapat menerima individu lain untuk masuk ke bagian peer groupnya dan tidak minder dengan teman sebayanya terdapat sekitar 40% (4). Remaja yang terlihat selalu menyendiri, lebih banyak diam, dan tidak berkomunikasi dengan teman sebayanya atau peernya terdapat sekitar 20% dari 60% (2) dari (6). Mereka dapat menerima peer atau teman sebayanya dengan diri mereka jika menurut mereka, individu tersebut memiliki kesamaan penampilan, cara berfikir, sikap, dan dapat saling bekerja sama serta berkomunikasi yang baik. Mereka memandang penting penilaian diri mereka terhadap peer groupnya. Kondisi-kondisi remaja yang diterima secara sosial oleh teman-teman sebayanya yaitu : mudah mendapatkan teman adalah kemampuan bergaul dan banyak memiliki teman, memiliki rasa empati yaitu ikut merasakan penderitaan orang lain, partisipasi sosial adalah ikut aktif dalam kegiatan, baik kegiatan dikelas maupun sekolah, perlakuan baik dari orang lain adalah mendapat perhatian, kasih sayang, hubungan yang hangat dan dekat dari teman-teman sebayanya, ditempatkan pada posisi yang bagus dan terhormat adalah dipilih atau diminta saran oleh teman karena sikap yang simpati, dapat dipercaya, dan dapat bekerja sama dengan baik. Dalam penerimaan diri remaja terhadap peernya, terdapat persepsi diri yang bervariasi tentang pandangan remaja untuk diterima dalam peer groupnya karena di dalam peer group, remaja melakukan penilaian terhadap diri mereka dan orang lain yang dapat digunakan untuk membentuk diri

mereka sendiri. Pembentukan diri remaja ini menghasilkan suatu konsep diri pada remaja yang mempengaruhi remaja untuk berkembang menjadi lebih dewasa dalam menghadapi suatu masalah dalam peer maupun kehidupannya. Dari kondisi tersebut, jika remaja mengalami penolakan terhadap peer groupnya, dapat mempengaruhi konsep diri pada remaja tersebut. Jadi, apabila konsep diri seseorang positif, maka individu akan cenderung mengembangkan sikap-sikap positif dalam dirinya sendiri, seperti rasa percaya diri yang baik serta kemampuan untuk melihat dan menilai diri sendiri secara positif. Sebaliknya bila individu memiliki konsep diri yang negatif, maka individu tersebut cenderung akan mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah diri, merasa ragu, dan kurang percaya diri. Individu dengan konsep diri yang negatif akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sosial. Sehingga akan ada perbedaan karakteristik pada individu dengan konsep diri yang positif dan negatif dalam mengaktualisasikan dirinya terhadap lingkungan dan kehidupan sekitarnya. Untuk membentuk konsep diri yang baik dan sehat pada remaja, juga diperlukan penentuan persepsi yang melibatkan penerimaan terhadap sudut pandang orang lain atau peer groupnya dengan melakukan bimbingan konseling terkait penyesuaian sosial pada setiap remaja. Agar remaja memandang dirinya dapat diterima oleh peernya. Mereka juga perlu dilatih untuk kemampuan sosial seperti dilatih berinteraksi lebih efektif dengan peernya. Dengan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian guna mengetahui hubungan persepsi mahasiswa tentang penerimaan kelompok teman sebaya (peer group) dengan konsep diri pada mahasiswa tingkat 2 prodi S1 Keperawatan di Stikes Hang Tuah Surabaya. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan desain observasional analitik dengan pengambilan data secara cross sectional artinya mengkaji hubungan antara variabel yang menekankan waktu hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2013). Dengan populasi mahasiswa dan mahasiswi tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan di Stikes Hang Tuah Surabaya berjumlah 104 responden yang memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian sebanyak 83 responden. Dengan teknik sampling probability sampling dengan tipe simple random sampling dan proportionate stratified sampling Variabel independen dalam penelitian ini adalah persepsi penerimaan kelompok teman sebaya (peer group). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Konsep diri pada mahasiswa tingkat 2 Prodi S-1 Keperawatan di Stikes Hang Tuah Surabaya. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan uji Chi Square dengan derajat signifikansi p < 0,05. HASIL PENELITIAN Distribusi responden pada penelitian ini didapatkan karakteristik responden : 1. Karakteristik responden berdasarkan umur Tabel 5.1 Tabel karakteristik responden berdasarkan umur pada mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah Surabaya, 12 Juni 2015 (n=83).

Umur Frekuensi (f) Prosentase (%) <18 tahun 1 1,2 18-20 tahun 58 69,9 >20 tahun 24 28,9 Total 83 100 Tabel 5.1 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan umur didapatkan hasil bahwa dari 83 responden, 58 (69,9%) responden berumur 18-20 tahun, 24 (28,9%) responden berumur >20 tahun, dan 1 (1,2%) responden berumur <18 tahun. 2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Tabel 5.2 Tabel karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin pada mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah Surabaya, 12 Juni 2015 (n=83). Jenis Kelamin Frekuensi (f) Prosentase (%) Laki-laki 15 18,1 Perempuan 68 81,9 Total 83 100 Tabel 5.2 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin didapatkan hasil bahwa dari 83 responden, 68 (81,9%) responden berjenis kelamin perempuan dan 15 (18,1%) responden berjenis kelamin laki-laki. 3. Karakteristik responden berdasarkan tinggal serumah Tabel 5.3 Tabel karakteristik responden berdasarkan tinggal serumah pada mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah Surabaya, 12 Juni 2015 (n=83). Tinggal serumah Frekuensi (f) Prosentase (%) Ayah saja 2 2,4 Ibu saja 7 8,4 Ayah dan ibu 72 86,7 Saudara/Kakek dan Nenek 2 2,4 Total 83 100 Tabel 5.3 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan tinggal serumah didapatkan hasil bahwa dari 83 responden, 72 (86,7%) responden tinggal serumah dengan ayah dan ibu, 7 (8,4%) responden tinggal serumah dengan ibu saja, 2 (2,4%) responden tinggal serumah dengan ayah saja, dan 2 (2,4%) responden tinggal serumah dengan saudara/kakek dan nenek. 4. Karakteristik responden berdasarkan posisi dalam keluarga Tabel 5.4 Tabel karakteristik responden berdasarkan posisi dalam keluarga pada mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah Surabaya, 12 Juni 2015 (n=83).

Posisi dalam keluarga Frekuensi (f) Prosentase (%) Anak tunggal 10 12,0 Anak sulung 35 42,2 Anak tengah 19 22,9 Anak bungsu 19 22,9 Total 83 100 Tabel 5.4 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan posisi dalam keluarga didapatkan hasil bahwa dari 83 responden, 35 (42,2%) responden posisi dalam keluarga sebagai anak sulung, 19 (22,9%) responden posisi dalam keluarga sebagai anak bungsu, 19 (22,9%) responden posisi dalam keluarga sebagai anak tengah, dan 10 (12,0%) responden posisi dalam keluarga sebagai anak tunggal. Data Khusus 1. Variabel persepsi mahasiswa tentang penerimaan peer group Tabel 5.5 Tabel persepsi mahasiswa tentang penerimaan peer group di STIKES Hang Tuah Surabaya, 12 Juni 2015 (n=83). Persepsi Mahasiswa tentang Penerimaan Frekuensi (f) Prosentase (%) Peer Group Positif 42 50,6 Negatif 41 49,4 Total 83 100 Tabel 5.5 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan persepsi mahasiswa tentang penerimaan peer group didapatkan hasil dari 83 responden, 42 (50,6%) responden memiliki persepsi tentang penerimaan peer group positif dan 41 (49,4%) responden memiliki persepsi tentang penerimaan peer group negatif. 2. Variabel konsep diri Tabel 5.6 Tabel konsep diri pada mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah Surabaya, 12 Juni 2015 (n=83). Konsep Diri Frekuensi (f) Prosentase (%) Positif 45 54,2 Negatif 38 45,8 Total 83 100 Tabel 5.6 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan konsep diri pada mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah Surabaya didapatkan hasil dari 83 responden, 45 (54,2%) responden memiliki konsep diri positif dan 38 (45,8%) responden memiliki konsep diri negatif. 3. Hubungan persepsi mahasiswa tentang penerimaan peer group dengan konsep diri pada mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah Surabaya

Tabel 5.7 Tabel persepsi mahasiswa tentang penerimaan peer group dengan konsep diri pada mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah Surabaya, 12 Juni 2015 (n=83). Persepsi mahasiswa tentang penerimaan peer group Positif Negatif Total Positif Frekuensi Prosentase (f) (%) 30 69,8 15 45 ρ = 0,003 37,5 54,2 Konsep Diri Negatif Frekuensi Prosentase (f) (%) 13 30,2 25 38 62,5 45,8 Frekuensi (f) 43 40 83 Total Prosentase (%) 100 100 100 Tabel 5.7 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan hubungan persepsi mahasiswa tentang penerimaan peer group dengan konsep diri pada mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah Surabaya didapatkan hasil bahwa dari 30 (69,8%) responden memiliki persepsi penerimaan peer group positif dengan konsep diri positif, 25 (62,5%) responden memiliki persepsi penerimaan peer group negatif dengan konsep diri negatif, 15 (37,5%) responden persepsi penerimaan peer group negatif dengan konsep diri positif dan 13 (30,2%) responden memiliki persepsi penerimaan peer group positif dengan konsep diri negatif. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh hasil ρ = 0,003 (ρ value 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara persepsi mahasiswa tentang penerimaan peer group dengan konsep diri pada mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah Surabaya. PEMBAHASAN 1. Persepsi Mahasiswa tentang Penerimaan Peer Group Penelitian ini dirancang untuk mengidentifikasi persepsi tentang penerimaan peer group pada mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah Surabaya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dari 83 responden didapatkan 42 (50,6%) responden memiliki persepsi tentang penerimaan kelompok teman sebaya (peer group) yang positif dan 41 (49,4%) responden memiliki persepsi tentang penerimaan kelompok teman sebaya (peer group) yang negatif. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa 42 (50,6%) responden memiliki persepsi tentang penerimaan kelompok teman sebaya (peer group) yang positif. Menurut teori Sunaryo (2014), salah satu bentuk persepsi adalah self perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang berasal dari dalam diri individu. Dengan persepsi, individu dapat menyadari dan mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang keadaan diri individu. Selain itu ada faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dalam diri individu menurut teori Sunaryo (2014) yaitu : 1) Pengetahuan, ialah hasil dari proses menjadi tahu setelah melakukan penginderaan melalui panca

indra terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting bagi terbentuknya tindakan seseorang. 2) Motivasi, merupakan istilah yang menunjukkan kepada seluruh proses gerakan atau usaha menyediakan kondisi dan situasi sehingga individu itu melakukan suatu kegiatan yang dapat dilakukannya untuk mencapai suatu tujuan atau beberapa tujuan. 3) Sensasi, merupakan tahap awal dalam penerimaan informasi yang berhubungan dengan kegiatan alat penginderaan. 4) Atensi atau perhatian adalah proses mental ketika stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. Individu memerlukan sejumlah energi yang dikeluarkan untuk memerhatikan atau memfokuskan pada bentuk fisik dan fasilitas mental yang ada pada suatu objek. Energi tiap orang berbeda-beda sehingga perhatian seseorang terhadap objek juga berbeda dan hal ini akan mempengaruhi persepsi terhadap suatu objek. 5) Memori ialah suatu sistem berstruktur sehingga dapat merekam fakta atau informasi tentang suatu objek atau stimulus kemudian menyimpannya dan dapat memanggilnya bila informasi tersebut diperlukan. Menurut peneliti, mahasiswa yang memiliki persepsi tentang penerimaan peer group yang positif dikarenakan karakteristik mahasiswa yang masih tergolong remaja akhir menentukan dalam pembentukan stimulus. Fase remaja ditandai dengan kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan teman sejenis, kebutuhan akan sahabat yang dapat dipercaya, kebutuhan untuk bekerja sama dalam melaksanakan tugas, kebutuhan dalam memecahkan masalah kehidupan, serta kebutuhan dalam membangun hubungan dengan teman sebaya yang memiliki persamaan, kerja sama, dan tindakan timbal balik sehingga tidak kesepian. Fase ini merupakan fase yang sangat penting karena menandakan awal hubungan manusia sejati dengan orang lain. Saat remaja, pikiran, ide-ide, fisik, dan psikologis tentang dirinya akan berkembang sesuai berkembangnya usia. Remaja memulai berpikir kritis dan melakukan pemahaman atau persepsi tentang dirinya dan orang lain atau objek-objek yang dipikirkannya. Dalam berpersepsi atau memahami suatu objek, remaja memulainya dengan memiliki suatu atensi atau perhatian terhadap objek tersebut. Setelah itu remaja mulai bersensasi dengan cara melihat, mendengar, merasakan sesuatu objek yang ditentukannya. Kemudian mereka memulai untuk mencari tahu permasalahan pada objek yang ditentukannya, bagaimana menyesuaikan diri dengan objek tersebut. Setelah mengetahui jika dalam dirinya terdapat suatu harapan yang tidak terwujudkan, remaja tersebut mulai untuk memenuhi harapan tersebut agar terwujud dengan cara menimbulkan motivasi dalam dirinya melalui hubungan dengan teman atau orang terdekatnya. Untuk menjalin hubungan yang baik dengan teman sebayanya, remaja perlu mempunyai persepsi dan penerimaan yang baik terhadap temantemannya untuk membentuk jati diri dan konsep diri yang baik pula. Penerimaan sosial terhadap kelompok teman sebaya merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan remaja. Kuatnya peranan teman sebaya (peer group) dapat mempengaruhi perkembangan remaja yang berisi harapan lingkungan yang merupakan tuntutan bagi remaja dalam bertingkah laku. Jadi diterimanya oleh teman sebaya merupakan sesuatu yang sangat berarti bagi remaja, penyesuaian diri dengan kelompok, misalnya penyesuaian dengan selera, cara berpakaian, cara berbicara, dan berperilaku sosial lainnya. Sehingga remaja perlu memiliki persepsi positif terhadap penerimaan kelompok teman sebayanya. Apabila remaja

diterima dalam kelompok teman sebayanya, mereka dapat mengembangkan diri dan membuat konsep diri yang positif pula. Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam hubungan interpersonal, karena setiap individu akan bertingkah laku sesuai dengan konsep dirinya. Hal ini berarti bahwa, apabila konsep diri seseorang positif, maka individu akan cenderung mengembangkan sikap-sikap positif dalam dirinya sendiri, seperti rasa percaya diri yang baik serta kemampuan untuk melihat dan menilai diri sendiri secara positif seperti contohnya mudah bergaul, mudah berkomunikasi, dapat menyesuaikan diri dengan teman yang lain, lebih aktif, dan mudah menerima ide-ide dari teman sebayanya yang lain. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa 41 (49,4%) responden memiliki persepsi tentang penerimaan kelompok teman sebaya (peer group) yang negatif. Peer group merupakan kepentingan vital masa remaja, bagi remaja kelompok teman sebaya yang terdiri dari anggota-anggota tertentu dari teman-temannya yang dapat menerimanya dan kepada remaja sendiri bergantung (Hurlock, 1978 dalam Santoso, 2006). Selain itu terdapat juga faktor yang mempengaruhi persepsi menjadi negatif atau buruk yaitu ekspektasi atau pengharapan adalah sesuatu yang diinginkan seseorang. Bila suatu objek atau stimulus tidak sesuai dengan pengharapan seseorang, maka akan terjadi penyimpangan persepsi (Stuart dan Sundeen dalam Sunaryo, 2014). Menurut peneliti, remaja yang berpersepsi negatif terhadap penerimaan peer groupnya dikarenakan adanya suatu ekspektasi atau harapan yang tidak sesuai yang diinginkan dirinya. Seperti contohnya, bila remaja mengalami penolakan terhadap peer groupnya, mereka dapat berpersepsi negatif terhadap temantemannya dan dirinya sendiri. Mereka dapat berpikir jika dirinya adalah orang yang tidak menarik untuk dijadikan teman, tidak dapat dipercaya oleh teman atau atau teman-temannya dianggap jahat, tidak dapat menghargai dirinya. Akhirnya individu tersebut menjauhi teman-teman sebayanya dan selalu menyendiri. Hal ini berarti bahwa, bila individu memiliki sikap seperti itu, maka individu tersebut cenderung akan mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah diri, merasa ragu, dan kurang percaya diri. Individu dengan sikap atau perilaku yang negatif akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sosial. Sehingga akan ada perbedaan karakteristik pada individu dengan persepsi yang positif dan negatif dalam mengaktualisasikan dirinya terhadap lingkungan dan kehidupan sekitarnya. Data berdasarkan tabel silang data khusus dan data demografi, yaitu persepsi tentang penerimaan peer group dengan usia. Mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya yang memiliki persepsi penerimaan peer group positif dengan umur sebesar 30 (71,4%) responden berumur 18-20 tahun, 12 (28,6%) responden berumur >20 tahun dan 0 (0%) responden berumur <18 tahun. Mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya yang memiliki persepsi penerimaan peer group negatif dengan umur sebesar 28 (68,3%) responden berumur 18-20 tahun, 12 (29,3%) responden berumur >20 tahun dan 1(2,4%) responden berumur <18 tahun. Mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya yang memiliki persepsi penerimaan peer group positif paling dominan di umur 18-20 tahun sebesar 30 (71,4%) responden. Hal ini didukung oleh teori

Havighurst (1988) dalam Kusmiran (2012), ada tugas-tugas yang harus diselesaikan dengan baik pada setiap periode perkembangan. Tugas perkembangan adalah hal-hal yang harus dipenuhi atau dilakukan oleh remaja dan dipengaruhi oleh harapan sosial. Deskripsi tugas perkembangan berisi harapan lingkungan yang merupakan tuntutan bagi remaja dalam bertingkah laku. Salah satu tugas perkembangan remaja tersebut adalah menerima keadaan, penampilan diri dan kelompok teman sebayanya dalam lingkungan sosial. Mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya yang memiliki persepsi penerimaan peer group negatif paling dominan di umur 18-20 tahun sebesar 28 (68,3%) responden. Hal ini didukung oleh teori Santrock (2007), pada tahap ini, remaja individu lebih melampaui pengalaman konkrit dan berpikir dalam istilah yang abstrak, remaja menciptakan bayangan situasi ideal. Berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki (seperti menjadi egosentris, kebingungan peran, dan lain-lain), maka seorang remaja mulai mencari pengakuan dirinya diluar rumah dengan teman sebayanya. Bila individu tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan teman sebayanya, maka pikiran mereka akan menimbulkan kesan yang negatif tentang diri mereka dan teman sebayanya. Data berdasarkan tabel silang data khusus dan data demografi, yaitu persepsi penerimaan peer group dengan tinggal serumah dengan. Mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya yang memiliki persepsi penerimaan peer group positif sebesar 39 (92,9%) responden tinggal serumah dengan keluarga utuh, 2 (4,8%) responden tinggal serumah dengan orang tua tunggal (tinggal dengan ibu saja), dan 1 (2,4%) responden tinggal serumah dengan orang tua tunggal (tinggal dengan ayah saja). Mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya yang memiliki persepsi penerimaan peer group negatif sebesar 33 (80,5%) responden tinggal serumah dengan keluarga utuh, 5 (12,2%) responden tinggal serumah dengan orang tua tunggal (tinggal dengan ibu saja), dan 1 (2,4%) responden tinggal serumah dengan orang tua tunggal (tinggal dengan ayah saja). Mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya yang memiliki persepsi penerimaan peer group positif paling dominan tinggal serumah dengan keluarga utuh sebesar 39 (92,9%) responden. Hal ini dikarenakan oleh teori Gunarsa (1978) dalam Kusmiran (2012), lingkungan sosial anak semakin bergeser ke luar dari keluarga, dimana lingkungan teman sebaya mulai memegang peranan penting. Pergeseran ikatan pada teman sebaya merupakan upaya remaja untuk mandiri (melepaskan ikatan dengan keluarga). Peran orang tua sangat penting dalam membangun konsep diri anak agar dapat menyiapkan diri dengan lingkungan di luar keluarga dan teman sebayanya (Fudyartanta, 2011). Menurut peneliti, penerimaan teman sebaya juga dipengaruhi oleh keluarga atau kedua orang tua karena keluarga memegang peranan penting untuk memberi dukungan anaknya terutama saat anak mulai berkembang menjadi dewasa dan bagi pembentukan perilaku remaja. Jika perilaku remaja terbentuk dengan baik, mereka memiliki suatu pandangan untuk melihat suatu obyek dengan baik dan akhirnya menghasilkan konsep diri yang baik pula untuk berperilaku. Mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya yang memiliki persepsi penerimaan peer group negatif paling dominan tinggal serumah dengan keluarga utuh sebesar 33 (80,5%) responden. Hal ini

dikarenakan oleh teori Santrock (2007) mengemukakan sifat dan perilaku remaja sangat dipengaruhi pola asuh kedua orang tuanya. Terlalu memanjakan atau memandang sebelah mata keberadaan mereka, dapat berakibat buruk terhadap kepribadian mereka kelak. Kepribadian yang buruk dapat menghambat remaja tersebut menyesuaikan diri mereka dengan orang lain sehingga mereka kesulitan menerima orang lain untuk berinteraksi sosial dengan dirinya sendiri. Menurut peneliti, kedua orang tua juga berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian remaja karena dukungan, cara mengasuh, dan kepercayaan dari orang tua dapat membentuk perilaku remeja tersebut. Jika tidak ada kepercayaan, tidak ada dukungan, dan tidak ada penghargaan, pujian atau cara mengasuh orang tua yang terlalu otoriter kepada anak, akan membentuk ketidakpercayaan diri, keminderan pada anak, dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan teman yang lainnya karena sudah terdidik oleh cara asuh orang tua yang tidak baik. Hal ini dapat menghambat anak untuk berinteraksi sosial dengan orang lain, tidak dapat menerima orang lain, dan selalu mempunyai persepsi negatif kepada orang lain. Data berdasarkan tabel silang data khusus dan data demografi, yaitu persepsi penerimaan peer group dengan posisi dalam keluarga. Mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya yang memiliki persepsi penerimaan peer group positif sebesar 18 (42,9%) responden berposisi dalam keluarga sebagai anak sulung, 11 (26,2%) responden berposisi dalam keluarga sebagai anak bungsu, 10 (23,8%) responden berposisi dalam keluarga sebagai anak tengah, dan 3 (7,1%) responden berposisi dalam keluarga sebagai anak tunggal. Mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya yang memiliki persepsi penerimaan peer group positif dengan posisi dalam keluarga yang paling dominan sebesar 18 (42,9%) responden berposisi dalam keluarga sebagai anak sulung. Hal ini karena teori penelitian Moffit dan Brown (2006) yang dikutip dalam kompas (2015), anak sulung memiliki rasa tanggung jawab yang sangat kuat, dan biasanya paling dewasa dibanding saudara yang lain. Meski memiliki kasih sayang yang sama besar dengan adik-adiknya, tetapi biasanya anak pertama menjadi harapan dan tumpuan bagi orangtua mereka. Maka tak heran, anak pertama adalah tipe pekerja keras, dan pemimpin yang baik. Menurut peneliti, posisi remaja dalam keluarga mempengaruhi pemikiran untuk berperilaku dan berpersepsi, seperti contohnya anak sulung. Mayoritas anak sulung lebih mandiri dan berpikir dewasa sesuai dengan pengalaman mereka masing-masing sehingga dapat mempertimbangkan orang lain untuk bergabung dikehidupan mereka dengan persepsi atau pandangan yang positif. Mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya yang memiliki persepsi penerimaan peer group negatif dengan posisi dalam keluarga yang paling dominan sebesar 17 (41,5%) responden berposisi dalam keluarga sebagai anak sulung. Hal ini karena teori penelitian Moffit dan Brown (2006) yang dikutip dalam kompas (2015), si sulung cenderung ingin lebih unggul dibandingkan adikadiknya, lebih hati-hati, suka mengontrol dan memiliki sifat yang lebih ambisius. Menurut peneliti, mayoritas anak sulung lebih mandiri dan berpikir dewasa sesuai dengan pengalaman mereka masing-masing sehingga dapat mempertimbangkan orang lain untuk bergabung dikehidupan mereka dengan persepsi atau pandangan yang positif. Tetapi sifat keegosentrisan mereka sangat tinggi sehingga dapat membentuk pandangan yang negatif untuk menerima

mereka dalam kelompok teman sebaya seperti contohnya anak sulung identik dengan sifat pemarah atau egois. 2. Konsep Diri Penelitian ini dirancang untuk mengidentifikasi konsep diri mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah Surabaya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dari 83 responden didapatkan 45 (54,2%) responden memiliki konsep diri positif dan 38 (45,8%) responden memiliki memiliki konsep diri negatif. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa 38 (45,8%) responden memiliki konsep diri negatif. Menurut teori (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Sunaryo, 2014) menyebutkan bahwa konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep diri dipelajari melalui pengalaman dan interaksi individu dengan orang lain. Konsep diri juga merupakan aspek kritikal dan dasar dari pembentukan perilaku individu. Konsep diri yang negatif ditandai dengan hubungan individu dan hubungan sosial yang maladaptive. Selain itu terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri menurut Stuart dan Sundeen dalam Sarlito (2012) yaitu : Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) dan Self perception (persepsi diri sendiri). Menurut peneliti, beberapa hal yang penting dalam konsep diri adalah pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain terhadap dirinya. Bila persepsi pandangan individu terhadap individu lainnya negatif dan tidak dapat menerima individu tersebut untuk berinteraksi akan menimbulkan suatu masalah dalam diri individu dan menimbulkan konsep diri yang rendah. Konsep diri rendah akan disertai kurangnya kepercayaan diri sendiri dalam menghadapi lingkungannya. Individu yang memiliki konsep diri yang rendah atau buruk dapat mengungkapkan perasaan tidak berharga, tidak menyukai diri sendiri, atau bahkan membenci diri sendiri, yang dapat diproyeksikan kepada orang lain. Ciri-ciri individu yang mempunyai konsep diri yang negatif adalah sebagai berikut: cenderung merasa tidak disenangi orang lain, dan bersikap pesimis terhadap kompetisi. individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep diri merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari perilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa 45 (54,2%) responden memiliki konsep diri positif. Menurut teori (Kusmiran, 2012), konsep diri merupakan semua perasaan dan pemikiran seseorang mengenali dirinya sendiri. Penilaian sosial berisi evaluasi terhadap bagaimana remaja menerima penilaian lingkungan sosial pada dirinya. Menurut peneliti, bila remaja dapat diterima untuk bergabung dengan kelompok teman sebayanya atau lingkungan sosialnya, mereka merasa senang dan dapat menyesuaikan diri dengan teman yang lainnya. Mereka berpandangan

positif dan dapat memicu kreativitas sehingga dapat menghasilkan perasaan yang positif dan berarti bagi diri mereka sendiri. Hal ini dapat membentuk suatu konsep diri yang positif bagi remaja tersebut. Konsep diri yang positif penting untuk kesehatan mental dan fisik individu. Individu yang memiliki konsep diri yang positif lebih mampu mengembangkan dan mempertahankan hubungan interpersonal dan lebih tahan terhadap penyakit psikologis dan fisik. Individu yang memiliki konsep diri yang kuat seharusnya lebih mampu menerima atau beradaptasi dengan perubahan yang mungkin terjadi sepanjang hidupnya. Ciri-ciri individu yang mempunyai konsep diri yang positif adalah sebagai berikut: yakin akan kemampuannya mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, dan mampu mengungkapkan perasaan. Data berdasarkan tabel silang data khusus dan data demografi, yaitu konsep diri dengan umur. Mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya yang memiliki konsep diri positif sebesar 32 (71,1%) responden berumur 18-20 tahun, 12 (26,7%) berumur >20 tahun dan 1 (2,2%) berumur <18 tahun. Mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya yang memiliki konsep diri negatif sebesar 26 (68,4%) responden berumur 18-20 tahun, 12 (31,6%) responden berumur >20 tahun dan 0 (0%) responden berumur <18 tahun. Mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya yang memiliki konsep diri positif paling dominan diumur 18-20 tahun sebesar 32 (71,1%) responden. Hal ini karena remaja mulai berkembang untuk memandang dirinya secara utuh, menyangkut fisik, emosi, intelektual, sosial, dan spiritual (Sunaryo, 2014). Dalam perkembangan sosialnya, melalui pengalaman dan interaksi individu dengan orang lain, mereka dapat membentuk suatu konsep diri. Konsep diri yang positif ditandai dengan kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan yang baik. Mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya yang memiliki konsep diri negatif paling dominan diumur 18-20 tahun sebesar 26 (68,4%). Hal ini karena remaja mulai berkembang untuk memandang dirinya secara utuh, menyangkut fisik, emosi, intelektual, sosial, dan spiritual (Sunaryo, 2014). Dalam perkembangan sosialnya, melalui pengalaman dan interaksi individu dengan orang lain, mereka dapat membentuk suatu konsep diri. Konsep diri yang negative ditandai dengan hubungan individu dan hubungan sosial yang maladaptive. Data berdasarkan tabel silang data khusus dan data demografi, yaitu konsep diri dengan posisi dalam keluarga. Mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya yang memiliki konsep diri positif sebesar 24 (53,3%) responden berposisi sebagai anak sulung, 8 (17,8%) responden berposisi sebagai anak tengah dan anak bungsu, 5 (11,1%) responden berposisi sebagai anak tunggal. Mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya yang memiliki konsep diri negatif sebesar 11 (28,9%) responden berposisi sebagai anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu, 5 (13,2%) berposisi sebagai anak tunggal. Mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya yang memiliki konsep diri positif paling dominan berposisi sebagai anak sulung sebesar 24 (53,3%) responden. Menurut asumsi peneliti, hal ini

dikarenakan mayoritas anak sulung lebih mandiri dan berpikir dewasa sesuai dengan pengalaman mereka masing-masing. Konsep diri dipelajari melalui pengalaman dan interaksi individu dengan orang lain (Sunaryo, 2014). Individu yang memiliki konsep diri yang positif lebih mampu mengembangkan dan mempertahankan hubungan interpersonal dan lebih tahan terhadap penyakit psikologis dan fisik (Kozier dkk,2010). Mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya yang memiliki konsep diri negatif tidak ada yang paling dominan. Mahasiswa yang berposisi sebagai anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu sebesar 11 (28,9%) responden. Data berdasarkan tabel silang data khusus dan data demografi, yaitu konsep diri dengan tinggal serumah dengan. Mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya yang memiliki konsep diri positif sebesar 38 (84,4%) responden tinggal serumah dengan ayah dan ibu, 3 (6,7%) responden tinggal serumah dengan ibu saja, 2 (4,4%) responden tinggal dengan ayah saja, dan 2 (4,4%) responden tinggal dengan saudara/kakek dan nenek. Mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya yang memiliki konsep diri negatif sebesar 34 (89,5%) responden tinggal serumah dengan ayah dan ibu, 4 (10,5%) responden tinggal serumah dengan ibu saja, 0 (0%) responden tinggal dengan ayah saja, dan 0 (0%) responden tinggal dengan saudara/kakek dan nenek. Mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya yang memiliki konsep diri positif paling dominan tinggal serumah dengan ayah dan ibu sebesar 38 (84,4%) responden. Hal ini dikarenakan peranan kedua orang tua mempengaruhi perubahan nyata yang mengancam identitas, citra tubuh, atau penampilan peran (Potter & Perry, 2010) yang merupakan stressor konsep diri. Pada stressor konsep diri terdapat berbagai faktor tekanan. Salah satunya adalah tekanan yang dapat mengganggu kemampuan adaptasi seseorang yaitu kurangnya percaya diri mengakibatkan kegagalan beradaptasi dengan orang lain sering menyebabkan konsep diri negatif. Menurut peneliti, untuk mencegah pembentukan konsep diri yang negatif diperlukan dukungan dari keluarga yang dapat meningkatkan rasa percaya diri agar mudah beradaptasi dan membentuk konsep diri yang positif atau baik. Mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya yang memiliki konsep diri negatif yang paling dominan tinggal serumah dengan ayah dan ibu sebesar 34 (89,5%) responden. Hal ini dikarenakan peranan kedua orang tua mempengaruhi perubahan nyata yang mengancam identitas, citra tubuh, atau penampilan peran (Potter & Perry, 2010) yang merupakan stressor konsep diri. Menurut peneliti, jika terdapat salah peran atau tugas dalam keluarga akan mempengaruhi konsep diri individu tersebut. Konsep diri dapat berubah menjadi negatif apabila individu mengalami stres dalam peran karena dapat mengakibatkan peran yang terlalu banyak. Contohnya seperti : seorang anak harus berperan sebagai anak, mahasiswa, tulang punggung keluarga karena ayahnya sakit-sakitan. Hal ini dapat mengakibatkan tekanan bagi anak tersebut karena kelebihan peran, akhirnya anak tersebut bingung lalu gagal berusaha dalam memenuhi kebutuhan kerja dan keluarga walaupun telah memotong beberapa waktu pribadinya.

3. Hubungan Persepsi Mahasiswa tentang Penerimaan Kelompok Teman Sebaya (Peer Group) dengan Konsep Diri pada Mahasiswa Tingkat 2 Prodi S-1 Keperawatan di Stikes Hang Tuah Surabaya. Berdasarkan hubungan persepsi mahasiswa tentang penerimaan peer group dengan konsep diri pada mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah Surabaya didapatkan hasil bahwa dari 30 (69,8%) responden memiliki persepsi penerimaan peer group positif dengan konsep diri positif, 25 (62,5%) responden memiliki persepsi penerimaan peer group negatif dengan konsep diri negatif, 15 (37,5%) responden persepsi penerimaan peer group negatif dengan konsep diri positif dan 13 (30,2%) responden memiliki persepsi penerimaan peer group positif dengan konsep diri negatif. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh hasil ρ = 0,003 (ρ value 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara persepsi mahasiswa tentang penerimaan peer group dengan konsep diri pada mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah Surabaya. Peer group merupakan kepentingan vital masa remaja, bagi remaja kelompok teman sebaya yang terdiri dari anggota-anggota tertentu dari temantemannya yang dapat menerimanya dan kepada remaja sendiri bergantung (Hurlock, 1978 dalam Santoso, 2006). Penerimaan adalah faktor yang penting dalam kehidupan, baik penerimaan diri sendiri maupun penerimaan sosial. Bila remaja mengalami penolakan terhadap peer groupnya, bisa berakibat pada konsep diri. Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam hubungan interpersonal, karena setiap individu akan bertingkah laku sesuai dengan konsep dirinya. Hal ini berarti bahwa, apabila konsep diri seseorang positif, maka individu akan cenderung mengembangkan sikap-sikap positif dalam dirinya sendiri, seperti rasa percaya diri yang baik serta kemampuan untuk melihat dan menilai diri sendiri secara positif. Sebaliknya bila individu memiliki konsep diri yang negatif, maka individu tersebut cenderung akan mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah diri, merasa ragu, dan kurang percaya diri. Individu dengan konsep diri yang negatif akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sosial. Sehingga akan ada perbedaan karakteristik pada individu dengan konsep diri yang positif dan negatif dalam mengaktualisasikan dirinya terhadap lingkungan dan kehidupan sekitarnya. Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui oleh setiap individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Pada dasarnya komponen konsep diri terdiri atas komponen citra tubuh, ideal diri, harga diri, penampilan, peran dan identitas personal, respon individu terhadap konsep dirinya berfluktuasi sepanjang rentang respon konsep diri yaitu dari adaptif maladaptif (Riyadi, 2009). Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara persepsi mahasiwa tentang penerimaan peer group dengan konsep diri pada mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan di Stikes Hang Tuah Surabaya (ρ=0,003).

SIMPULAN & SARAN Pada bab ini akan disajikan kesimpulan dari hasil pembahasan penelitian yang telah dilakukan dan saran-saran yang sesuai dengan kesimpulan yang diambil. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti pada mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah Surabaya pada bulan Juni 2015 dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Persepsi tentang penerimaan kelompok teman sebaya (peer group) pada mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah sebagian besar memiliki persepsi tentang penerimaan peer group yang negatif. 2. Konsep diri pada mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah sebagian besar memiliki konsep diri yang negatif. 3. Ada hubungan antara persepsi tentang penerimaan kelompok teman sebaya (peer group) dengan konsep diri pada mahasiswa tingkat 2 prodi S-1 Keperawatan di STIKES Hang Tuah. Saran 1. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menghubungkan intervensiintervensi terkait dalam hal persepsi maupun konsep diri yaitu hubungan persepsi mahasiswa tentang penerimaan kelompok teman sebaya (peer group) dengan konsep dirinya dan dapat digunakan sebagai bahan acuan atau sumber data bagi peneliti selanjutnya. 2. Bagi Profesi Keperawatan Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan bagi profesi dalam mengembangkan asuhan keperawatan untuk membentuk konsep diri yang sehat melalui penerimaan peer group perawat dalam praktik keperawatan. 3. Bagi Institusi Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peer group yang terjadi di kampus khususnya yang terjadi pada mahasiswa/mahasiswi serta pentingnya membentuk peer group yang positif di kampus untuk membentuk kelompok belajar. 4. Bagi Responden Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau gambaran dalam penerimaan teman yang baik dalam peer group.