BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan fisik atau produktivitas kerja (Supariasa, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. pendek atau stunting. Stunting merupakan gangguan pertumbuhan fisik berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia diperkirakan sebesar 5.8 juta km 2 dengan garis pantai terpanjang

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui -2 SD di bawah median panjang berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi. protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

BAB 1 : PENDAHULUAN. keadaan gizi : contohnya gizi baik, gizi buruk, gizi kurang ataupun gizi lebih. Untuk dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

BAB 1 : PENDAHULUAN. terutama dalam masalah gizi. Gizi di Indonesia atau negara berkembang lain memiliki kasus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia adalah negara dengan konsumsi ikan sebesar 34 kilogram per

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. faltering yaitu membandingkan kurva pertumbuhan berat badan (kurva weight for

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja.

STUDI DETERMINAN KEJADIAN STUNTED PADA ANAK BALITA PENGUNJUNG POSYANDU WILAYAH KERJA DINKES KOTAPALEMBANG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan pertama bayi. Hal ini dikarenakan ASI

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kematian bayi dan anak merupakan ciri yang umum

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

Peran ASI Bagi Tumbuh Kembang Anak

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. prevalensi balita pendek kurus dan mengatasi kebutuhan gizi remaja perempuan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas anak sebagai penerus bangsa (1). Periode seribu hari,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB I PENDAHULUAN. tulang dan osteoporosis di kehidupan selanjutnya (Greer et al,2006)

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

BAB I PENDAHULUAN. zat seng / zinc. Padahal zinc merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang

BAB I PENDAHULUAN. besar. Masalah perbaikan gizi masuk dalam salah satu tujuan MDGs tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Usia sekolah anak antara 6-14 tahun, merupakan siklus hidup manusia

BAB I PENDAHULUAN. yakni gizi lebih dan gizi kurang. Masalah gizi lebih merupakan akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan prevalensi balita gizi pendek menjadi 32% (Kemenkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. anak yang rentang usianya 3 6 tahun (Suprapti, 2004). Anak usia

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. setiap proses kehidupan manusia agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan dalam pembangunan kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI. Hari Anak-Anak Balita 8 April SITUASI BALITA PENDEK

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ramadani (dalam Yolanda, 2014) Gizi merupakan bagian dari sektor. baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi diikuti dengan keseimbangan antara jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB I PENDAHULUAN. tingkat nasional cukup kuat. Hal ini dirumuskan dalam Undang-Undang No.17

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

Masalah Gizi di Indonesia dan Posisinya secara Global

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan

Veni Hadju Nurpudji Astuti

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child Growth Standart didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD. 1 Pertumbuhan masa kanak-kanak (growth spurt I, umur 1-9 tahun) berlangsung dengan kecepatan lebih lambat daripada pertumbuhan bayi, tetapi kegiatan fisiknya meningkat. Oleh karena itu, dengan perimbangan terhadap besarnya tubuh, kebutuhan zat gizi tetap tinggi. Menyediakan pangan yang mengandung protein, kalsium dan fosfor sangat penting. 2 Gizi buruk, terutama pertumbuhan yang terhambat, merupakan sebuah masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Untuk mengatasi tantangan itu, UNICEF mendukung sejumlah inisiatif untuk menciptakan lingkungan nasional yang kondusif untuk gizi. Ini meliputi peluncuran Gerakan Sadar Gizi Nasional (Scaling Up Nutrition SUN) dan mendukung pengembangan regulasi tentang pemberian ASI eksklusif, rencana nasional untuk mengendalikan gangguan kekurangan iodine, panduan tentang pencegahan dan pengendalian parasit intestinal dan panduan tentang suplementasi multi-nutrient perempuan dan anak di beberapa wilayah di Indonesia. Manajemen masyarakat 1

2 tentang gizi buruk akut dan pemberian makan bayi dan anak menjelma menjadi sebuah paket holistik untuk menangani gizi buruk, sementara pengendalian gizi anak dan malaria ditangani bersama untuk mencegah pertumbuhan yang terhambat (stunting). 3 Stunting pada balita perlu menjadi perhatian khusus karena dapat menghambat perkembangan fisik dan mental anak. Stunting berkaitan dengan peningkatan risiko kesakitan dan kematian serta terhambatnya pertumbuhan kemampuan motorik dan mental. 4 Balita yang mengalami stunting memiliki risiko terjadinya penurunan kemampuan intelektual, produktivitas, dan peningkatan risiko penyakit degeneratif di masa mendatang. 5 Stunting juga meningkatkan risiko obesitas, karena orang dengan tubuh pendek berat badan idealnya juga rendah. Kenaikan berat badan beberapa kilogram saja bisa menjadikan Indeks Massa Tubuh (IMT) orang tersebut naik melebihi batas normal. Keadaan overweight dan obesitas yang terus berlangsung lama akan meningkatan risiko kejadian penyakit degeneratif. 4 Riset Kesehatan Dasar 2013 mencatat prevalensi stunting nasional mencapai 37,2 persen, meningkat dari tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Artinya, pertumbuhan tak maksimal diderita oleh sekitar 8 juta anak Indonesia, atau satu dari tiga anak Indonesia. Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%). Indonesia menduduki peringkat ke lima dunia untuk jumlah anak dengan kondisi stunting. Lebih dari sepertiga anak berusia di bawah lima tahun di Indonesia tingginya berada di bawah rata-rata. 6

3 Pada tahun 2012, WHO dalam World Health Assembly mencanangkan Global Nutrition Targets yang salah satunya adalah penurunan angka stunting sebesar 40% pada tahun 2025. Kejadian stunting disebabkan oleh empat faktor utama, yaitu faktor maternal dan lingkungan, faktor tidak adekuatnya complementary feeding, faktor hambatan dalam pemberian ASI, dan faktor infeksi. Salah satu poin yang berkontribusi dalam faktor tidak adekuatnya complementary feeding adalah kurangnya keragaman makanan khususnya pangan yang bersumber dari pangan hewani. 24 Sebagai negara maritim dan kepulauan yang sebagain besar wilayahnya terdiri atas perairan, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya ikan yang sangat melimpah. Namun demikian, limpahan sumber daya ikan tersebut masih belum dimanfaatkan secara optimal. 7 Wilayah laut Indonesia mencakup tiga perempat luas Indonesia atau 5,8 juta km 2 dengan garis pantai terpanjang di dunia sebesar 81.000 km, sedangkan luas daratannya hanya 1,9 juta km 2. Perairan laut Indonesia memiliki sekitar 3.000 jenis ikan. 8 Dengan potensi wilayah laut yang sangat luas dan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, sesungguhnya kelautan merupakan sektor yang mempunyai keunggulan komparatif dalam kiprah pembangunan nasional. 9 Tabel 1. Konsumsi Ikan/Kapita/Tahun dari 2010-2014 Tahun Pertumbuhan (%) Indikator Kinerja Utama 2010 2011 2012 2013 2014 2010-2014 2013-2014 Konsumsi ikan per kapita (Kg/Kapita) 30,48 32,25 33,89 35,21 37,89 5,60 7,61 Sumber : Ditjen P2HP KKP 2014

4 Berdasarkan tabel 1 di atas, terlihat bahwa setiap tahun selama periode 2010-2014, tingkat konsumsi ikan per kapita nasional terus meningkat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa program-program peningkatan konsumsi ikan yang dilaksanakan berhasil meningkatkan konsumsi ikan masyarakat. Meskipun demikian upaya meningkatkan konsumsi ikan tetap harus dilaksanakan dan ditingkatkan, terutama di daerah-daerah yang konsumsi ikannya masih rendah mengingat tingkat konsumsi ikan masyarakat belum merata. 10 Pada tahun 2014, capaian sementara rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional adalah sebesar 37,89 kg/kapita, atau tercapai 100,24% dari target yang telah ditetapkan. Rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional pada tahun 2014 ini meningkat sebesar 7,61% apabila dibandingkan dengan rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional pada tahun 2013, yakni sebesar 35,21 kg/kapita. Sedangkan selama kurun periode Renstra (2010-2014), rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional meningkat rata-rata sebesar 5,6% per tahun, yakni dari 30,48 kg/kapita pada tahun 2010 menjadi 37,89 kg/kapita pada tahun 2014. 10 Ikan memiliki peran penting sebagai sumber energi, protein dan variasi nutrien essensial yang menyumbang sekitar 20% dari total protein hewani. Protein dari ikan merupakan komponen nutrisi yang penting bagi negara yang memiliki jumlah penduduk tinggi (pada penduduk) di mana kecukupan proteinnya berada pada level rendah/kurang. Mengkonsumsi ikan sangat penting selama masa kehamilan dan dua tahun pertama kehidupan serta dapat membantu menurunkan resiko kematian akibat serangan jantung. Sektor perikanan juga berperan penting

5 dalam menyediakan lapangan pekerjaan dan pendapatan, tercatat menyumbang 10-12 persen dari pendapatan penduduk dunia. 11 Satu porsi 150 gram ikan dapat menyediakan sekitar 50-60 persen dari kebutuhan protein harian orang dewasa. Pada tahun 2010, ikan menyumbang 16,7 persen dari asupan protein hewani populasi global dan 6,5 persen dari seluruh protein yang dikonsumsi. Selain itu, ikan menyediakan hampir 20 persen asupan protein hewani pada lebih dari 2,9 miliar orang, dan sekitar 15 persen dari protein tersebut pada 4,3 miliar orang. Protein ikan dapat mewakili komponen gizi penting dalam beberapa penduduk negara berkembang di mana terdapat kemungkinan memiliki tingkat asupan protein total yang rendah. 12 Perhatian yang lebih besar berfokus pada produk perikanan sebagai sumber mikronutrien seperti vitamin dan mineral. Hal ini terutama berlaku untuk spesies ikan berukuran kecil yang dikonsumsi seluruh mulai dari bagian kepala hingga tulang, yang dapat menjadi sumber mineral penting yang sangat baik seperti yodium, selenium, seng, besi, kalsium, fosfor dan kalium, dan juga vitamin seperti vitamin A dan vitamin D, dan beberapa vitamin dari kelompok B. Ada dapat variasi yang signifikan antara spesies dan antara bagian-bagian yang berbeda dari ikan. Komposisi gizi yang unik dari ikan tidak hanya meliputi asam lemak, amino asam dan mikronutrien (vitamin dan mineral) - studi lainnya mengatakan bahwa nutrisi seperti taurin dan kolin menunjukkan kemungkinan manfaat kesehatan tambahan. Ikan merupakan sumber protein yang sangat baik, tapi yang membuat ikan unik adalah semua nutrisi tambahan yang terkandung teradapat dalam jumlah yang banyak pada ikan. 12

6 Jika dikaji lebih lanjut, produk perikanan memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh produk hewani/ternak lainnya, seperti: (1) variasi produk perikanan sangat banyak sehingga konsumen tidak akan pernah bosan (sesungguhnya) dengan mengkonsumsi hasil perikanan, (2) harga produk perikanan relatif lebih murah dibandingkan dengan produk peternakan seperti daging ayam, daging kambing, atau daging sapi, (3) dapat memenuhi kebutuhan protein hewani. 8 Protein ikan menyediakan lebih kurang 2/3 dari kebutuhan protein hewani yang diperlukan oleh manusia dan kandungan protein ikan relatif besar yaitu antara 15 25 % per 100 gram daging ikan. Disamping menyediakan protein hewani yang relatif tinggi, ikan juga mengandung lemak (minyak ikan) antara 0,2 24 % terutama asam lemak esensial termasuk omega-3 (yang masuk dalam kelompok omega-3 adalah asam linolenat, Eicosa Pentaenoic Acid (EPA), dan Docosa Heksaenoic Acid (DHA). Ketiganya ini disebut asam lemak esensial karena sangat penting bagi pertumbuhan normal tubuh dan karena asam lemak esensial tidak dapat dibentuk di dalam tubuh maka harus dipenuhi dari diet. 9 Berdasarkan hal yang telah dipaparkan di atas, perlu adanya perhatian khusus pada asupan nutrisi anak usia dini untuk meminimalkan risiko stunting yang disebabkan oleh malnutrisi. Di Indonesia, belum ditemukan penelitian mengenai hubungan konsumsi ikan dengan kejadian stunting. Padahal terdapat kemungkinan bahwa kandungan protein ikan berperan pada pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui tentang hubungan konsumsi ikan dengan kejadian stunting pada anak usia 2-5 tahun di Indonesia, khususnya Semarang.

7 1.2 Rumusan Masalah Apakah terdapat hubungan antara konsumsi makan ikan dengan kejadian stunting pada anak usia 2-5 tahun? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan umum Menganalisis hubungan konsumsi ikan terhadap kejadian stunting pada anak usia 2-5 tahun 1.3.2 Tujuan khusus 1.3.2.1 Menganalisis hubungan frekuensi konsumsi ikan terhadap kejadian stunting pada anak usia 2-5 tahun 1.3.2.2 Menganalisis hubungan konsumsi jenis ikan terhadap kejadian stunting pada anak usia 2-5 tahun 1.3.2.3 Menganalisis hubungan status ekonomi terhadap kejadian stunting pada anak usia 2-5 tahun 1.3.2.4 Menganalisis hubungan tingkat pendidikan ibu terhadap kejadian stunting pada anak usia 2-5 tahun 1.3.2.5 Menganalisis hubungan riwayat pemberian ASI terhadap kejadian stunting pada anak usia 2-5 tahun 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat untuk ilmu pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan mengenai faktor nutrisi khususnya ikan terkait kejadian stunting 1.4.2 Manfaat untuk pelayanan kesehatan

8 Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi para tenaga medis dalam mengusahakan pencegahan atau penekanan angka stunting, dan dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik. 1.4.3 Manfaat untuk penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi untuk penelitian tentang kejadian stunting selanjutnya 1.4.4 Manfaat untuk masyarakat Penelitian ini diharapkam dapat menjadikan masyarakat menyadari dan memahami tentang pentingnya pemenuhan nutrisi demi menunjang pertumbuhan anak usia dini 1.5 Keaslian Penelitian Tabel 2. Penelitian penelitian yang hampir serupa No Penelitian Desain/subjek Hasil 1 Suryati; 2008; Desain : cross Ada hubungan antara Kebiasaan Makan sectional bebas : pemberian ASI Ikan Serta Hubungan Kebiasaan dengan status gizi Dengan Status Gizi Subjek : 42 anak makan ikan dengan indeks BB/U. Anak Usia 6-59 usia 6-59 bulan Bulan Pada Keluarga pada keluarga Nelayan Harian di nelayan harian di terikat : Pulau Tidung Pulau Tidung Status gizi Kecamatan Kepulauan Seribu anak usia 6- Kepulauan Seribu 59 bulan Selatan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu Tahun 2008

9 2 Putri A; 2012; Desain : cross Kesimpulan penelitian Hubungan Tingkat sectional bebas : ini adalah semakin Pendidikan Ibu, Tingkat sedikit tingkat Pendapatan Subjek : ibu Pendidikan kecukupan protein dan Keluarga, dengan balita Ibu, zinc, maka resiko Kecukupan Protein stunting usia 6-35 Pendapatan anak menjadi pendek & Zinc dengan bulan yang tinggal Keluarga, semakin besar. Stunting (Pendek) di Kelurahan Kecukupan pada Balita Usia 6 Tembalang, Protein & 35 Bulan di Bulusan dan Zinc Kecamatan Rowosari, Kota Tembalang Kota Semarang yang Semarang berjumlah 33 terikat : responden Stunting (Pendek) pada Balita Usia 6 35 Bulan 2 Mentari C, Etti S, Desain : cross- Terdapat hubungan Albiner S; 2014; sectional study bebas : bermakna (p=0,036) Hubungan Konsumsi Konsumsi antara jumlah Ikan dengan Prestasi Subjek : 68 murid Ikan konsumsi terhadap Belajar Anak di SD Swasta prestasi belajar. Sekolah Dasar Brigjend Katamso Terdapat pula Swasta Brigjend II Kec. Medan tergantung : hubungan bermakna Katamso II Marelan Kota prestasi (p=0.012) antara Kecamatan Medan Medan dengan belajar anak frekuensi konsumsi Marelan Kota proportional ikan dengan prestasi Medan stratified random belajar sampling

10 Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu dari segi karakteristik subjek penelitian. Di samping itu, variabel bebas pada penelitian ini adalah pola konsumsi ikan dan variabel terikatnya adalah kejadian stunting pada anak usia 2-5 tahun. Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah wilayah kerja Puskesmas Rowosari, Semarang.