BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

dokumen-dokumen yang mirip
JURNAL SKRIPSI PENGGUNAAN HAK JAWAB DAN HAK KOREKSI DALAM PENYELESAIAN DELIK PERS BERDASARKAN UU NOMOR 40 TAHUN 1999

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

BAB I KETENTUAN UMUM

Etika Jurnalistik dan UU Pers

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi memberikan pengaruh yang cukup besar bagi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. PENCEMARAN NAMA BAIK YANG DILAKUKAN OLEH PERS 1 Oleh: Eunike Korua 2

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list

KETETAPAN BADAN LEGISLATIF MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik tingkat kemajuan dan taraf berpikirnya dapat dicermati.

BAB I PENDAHULUAN. fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers

PENTINGNYA DEKRIMINALISASI PERS DALAM RUU KUHP

PERKEMBANGAN RUMUSAN TINDAK PIDANA YANG TERKAIT DENGAN KARYA JURNALISTIK DALAM RUU KUHP. Dr. Mudzakkir, S.H., M.H

SURAT EDARAN Nomor: SE/ 06 / X /2015. tentang PENANGANAN UJARAN KEBENCIAN (HATE SPEECH)

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006

MEDIA WATCH DAN PELAKSANAAN KEBEBASAN PERS. Djoko Walujo 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. negatif maupun positif. Pers dan media massa juga sangat beperan sebagai

Media Siber. Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Kode Etik Jurnalistik

Lampiran 1. Daftar pertanyaan wawancara DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Melalui sarana pers semua informasi bisa disebarkan secara efektif dan

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

TINDAK PIDANA PENGHINAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di mana pers berada. 1. kemasyarakatan yang berfungsi sebagai media kontrol sosial, pembentukan

PUTUSAN MK DAN PELUANG PENGUJIAN KEMBALI TERHADAP PASAL PENCEMARAN NAMA BAIK. Oleh: Muchamad Ali Safa at

NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK

BAB II PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2

BAB II TINJAUAN UMUM PENGATURAN, PERTANGGUNG JAWABAN PERS, PENCEMARAN NAMA BAIK

7. Hak Cipta Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PERS MENURUT UNDANG-UNDANG NO 40 TAHUN 1999 DALAM TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. melalui media cetak tetapi juga media kominikasi elektronik. oleh masyarakat untuk mencari dan mengetahui informasi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA EsA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II. Pengaturan Hukum Terhadap Jurnalis Korban Tindak Penganiayaan. A. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tonggak penting sebuah sistem demokrasi di Indonesia. Dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masuknya informasi dari luar negeri melalui media massa dan

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

Ringkasan Putusan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. bidang teknologi informasi dan komunikasi, pers telah memberikan andil yang

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pengertian Hukum Dalam Arti Luas : Semua peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis Dalam arti Sempit : Peraturan perundang-undangan yang tertulis

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

Wacana Pasal Penghinaan Presiden atau Wakil Presiden Dalam RUU KUHP Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 28 Agustus 2015; disetujui: 31 Agustus 2015

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENCEMARAN NAMA BAIK AKIBAT TRIAL BY THE PRESS. 3.1 Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana

Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016. Pangemanan, SH, MH; M.G. Nainggolan, SH, MH, DEA. 2. Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XVI/2018 Langkah Hukum yang Diambil DPR terhadap Pihak yang Merendahkan Kehormatan DPR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 mengakui bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur penting demi terciptanya kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Jaminan terhadap Hak Asasi Manusia, pembagian kekuasaan dalam negara, serta pengawasan dari badan-badan peradilan oleh pemerintah, merupakan unsur yang harus dipenuhi oleh suatu negara hukum, khususnya terhadap kemerdekaan berserikat, menyatakan pikiran dengan lisan dan tulisan seperti yang tercantum dalam pasal 28 UUD 1945 yang menjadi dasar dari keberadaan pers nasional. Pers merupakan institusi yang sangat penting dan berpengaruh dalam menyebarkan informasi serta pembentukan opini publik. Jika dilihat dari perkembangannya ketika Indonesia masih dalam masa penjajahan, surat kabar juga memiliki andil penting dalam proses mencapai kemerdekaan, pada saat itu kaum muda menggunakan surat kabar sebagai media untuk menumbuhkan semangat pergerakan nasional. Pada masa orde lama, pers lebih condong dijadikan sebagai alat politik pemerintah dan kepentingan berbagai partai yang justru menimbulkan kekacauan 1

2 serta ketidakstabilan politik. Kehidupan pers seperti ini dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi Pancasila dan UUD 1945. Sementara pada masa orde baru dianggap sebagai masa terburuk bagi kehidupan pers nasional, karena pada masa itu pers tidak dapat dengan bebas menjalankan fungsinya, segala sesuatunya diatur oleh pemerintah mulai dari jumlah perusahaan pers hingga sajian pemberitaan yang harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Sejalan dengan runtuhnya orde baru, masa reformasi merupakan kebangkitan bagi kemerdekaan pers. Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers yang menggantikan Undang-Undang Pokok Pers Nomor 21 Tahun 1982 semakin menguatkan kedudukan pers dan menjadi payung hukum atas kemerdekaan pers yang didalamnya diatur mengenai asas, fungsi, hak, kewajiban dan peranan pers nasional. Didalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 ( selanjutnya disebut Undang-Undang Pers ) disebutkan pers merupakan sarana untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat, sumber informasi, pendidikan serta sebagai penyalur aspirasi, kritik dan kontrol sosial. Kebebasan yang kini dimiliki pers membuat para pekerja pers lebih mudah menjalankan fungsi dan perannya secara optimal. Kebebasan pers yang bertanggungjawab merupakan wujud dari demokrasi dan merupakan salah satu syarat bagi negara dalam memperjuangkan kemajuan bangsa dan negara. Berkaitan dengan kebebasan, dalam menjalankan fungsinya sebagai media

3 informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial, pers tetap harus menjunjung tinggi nilai keadilan dan Hak Asasi Manusia ( HAM ). Tidak dapat dipungkiri keberadaan pers ditengah-tengah masyarakat akan mudah menimbulkan permasalahan hukum ketika pemberitaan yang disajikan memuat informasi yang tidak benar dan merugikan nama baik seseorang atau kelompok tertentu. Kebebasan pers terkadang kebablasan karena berita atau tayangan yang dimuat sering kali keluar dari koridor hukum, budaya dan agama. Pemberitaan pers sering dijadikan alat untuk menghina dan menjatuhkan seseorang atau kelompok tertentu yang didalamnya memenuhi unsur suatu tindak pidana. Sebagian masyarakat menilai bahwa kemerdekaan atau kebebasan pers dalam karya jurnalistiknya sering melampaui batas, akibatnya sering muncul opini publik bahwa kebebasan pers justru memudahkan terjadinya kejahatan dan pers saat ini dinilai tidak mencerminkan sifat kebebasan yang sebenarnya, yaitu kebebasan pers yang bertanggungjawab. Menurut Ali Moertopo, kebebasan bukan berarti berbuat sekehendak hati melainkan untuk mengakui dan menghormati adanya hak serta kewajiban setiap manusia. 1 Saat terjadi pergesekan antara pers dengan masyarakat, apa pun yang menjadi penyebabnya yang jelas jika hal tersebut menimbulkan kerugian maka konsekuensinya pers harus melakukan pertanggungjawaban. Pihak yang merasa dirugikan dapat mengadu kepada Dewan Pers, berdasarkan pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Pers, salah 1 Ali Moertopo, 1982. Strategi Pembangunan Nasional, CSIS, Jakarta, hlm 236

4 satu fungsi Dewan Pers adalah sebagai lembaga pemantau yang mempertimbangkan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers. Penyelesaian yang ditempuh diharapkan bisa berlaku adil bagi kedua belah pihak. Menurut Undang-Undang Pers jika ada kerugian akibat pemberitaan pers dapat diselesaikan dengan Hak Jawab dan Hak Koreksi meskipun tidak menutup kemungkinan penyelesaian melalui jalur peradilan pidana dan perdata. Hak Jawab menurut Undang-Undang Pers adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Sedangkan Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. Namun, sering kali Hak Jawab dan Hak Koreksi yang telah melewati proses editing oleh redaksi dianggap belum memulihkan nama baik orang yang dirugikan dan dirasa tidak efektif menyelesaikan masalah bahkan dalam beberapa kasus yang melibatkan isu besar perusahaan pers menolak untuk memberikan Hak Jawab sehingga banyak pihak yang kemudian melanjutkan kasusnya ke jalur hukum melalui peradilan pidana atau pun perdata. Padahal dalam pasal 5 secara tegas disebutkan bahwa pers wajib melayani Hak Jawab dan dalam ketentuan pidana pasal 18 dapat dikenakan pidana denda sebesar

5 paling banyak Rp 500.000.000,- bagi perusahaan pers yang melanggar ketentuan pasal 5 tersebut Didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ada beberapa pasal yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pers atau biasa disebut dengan delik pers, yaitu kejahatan penghinaan umum (pasal 310, pasal 311 dan 315 KUHP), penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden (pasal 134 dan 137 KUHP), kejahatan ketertiban umum (pasal 154, 155, 156 dan pasal 157 KUHP), kejahatan penghasutan (pasal 160 dan 161 KUHP) dan kejahatan kesusilaan (pasal 282 dan 533 KUHP). Mengenai norma kesusilaan, didalam pasal 5 Undang-Undang Pers juga dijelaskan bahwa perusahaan pers dalam melakukan pemberitaan harus menghormati rasa kesusilaan disamping menghormati norma agama, dan asas praduga tak bersalah. Dari sekian banyak pasal diatas, pasal 310 dan 311 KUHP yang paling sering digunakan untuk menuntut perusahaan pers terkait pemberitaan yang merugikan nama baik seseorang, berikut penjelasan dari pasal tersebut: Pasal 310 KUHP : (1) Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri

6 Pasal 311 KUHP : (1) Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka ia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (2) Pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 nomor 1-3 dapat dijatuhkan. (Pencabutan hak-hak seperti yang dimaksud pasal 35 nomor 1-3 adalah hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu, hak memasuki Angkatan Bersenjata, hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum). Contoh kasus delik pers pencemaran nama baik yang dilakukan oleh media cetak adalah kasus Harian Rakyat Merdeka melawan Akbar Tandjung yang terjadi pada tahun 2002, Akbar Tandjung yang pada saat itu menjabat sebagai ketua DPR menggugat Harian Rakyat Merdeka karena ia merasa nama baiknya dirusak oleh ilustrasi karikatur yang dimuat di harian tersebut. Dalam kasus tersebut, Harian Rakyat Merdeka dinyatakan bersalah dan Karim Paputungan selaku Pemimpin Redaksi dijatuhi hukuman kurungan lima bulan penjara dengan masa percobaan sepuluh bulan. Mengenai siapa yang harus bertanggungjawab dari pihak pers, Undang-Undang Pers secara tegas belum mengatur mengenai hal tersebut, dalam pasal 12 perusahaan pers hanya diwajibkan untuk mengumumkan nama, alamat dan penanggungjawab secara terbuka, tetapi dalam prakteknya jika kasus tersebut berakhir di pengadilan biasanya pemimpin redaksi yang menjadi penaggungjawab. Mengingat banyaknya kasus terkait pemberitaan yang disajikan, sebagai media informasi yang paling kuat keberadaannya, pers yang merupakan pilar ke empat demokrasi diharapkan dapat bekerja dengan profesional dan bertanggungjawab agar

7 hubungan antara pers dengan masyarakat tetap terjalin dengan baik demi terciptanya keseimbangan dalam suatu negara. Undang-Undang Pers memang tidak melarang penyelesaian melalui jalur hukum dengan menggugat di pengadilan, tetapi segala permasalahan yang timbul akibat pemberitaan pers diharapkan dapat diselesaikan dengan menggunakan Undang-Undang ini yaitu dengan mekanisme Hak Jawab dan Hak Koreksi, sehingga tidak diperlukan lagi penyelesaian dengan mengancamkan pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP. Berdasarkan hal yang telah dipaparkan diatas, penulis terdorong untuk membahas permasalahan penyelesaian delik pers dalam skripsi yang berjudul : PENGGUNAAN HAK JAWAB DAN HAK KOREKSI DALAM PENYELESAIAN DELIK PERS BERDASARKAN UU NOMOR 40 TAHUN 1999. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemahaman yang telah disampaikan pada bagian latar belakang masalah, maka untuk mengarahkan penulisan hukum ini penulis mengajukan pokok permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah penyelesaian delik pers melalui fasilitas Hak Jawab dan Hak Koreksi berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 1999? 2. Apa kendala penyelesaian delik pers melalui fasilitas Hak Jawab dan Hak Koreksi?

8 C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui penggunaan Hak Jawab dan Hak Koreksi dalam penyelesaian delik pers. 2) Untuk mengetahui penerapan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers ketika terjadi delik pers. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1) Bagi penulis, penulisan hukum ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan penulis dan mendapat gambaran jelas mengenai penggunaan Hak Jawab dan Hak Koreksi dalam penyelesaian delik pers. 2) Bermanfaat bagi aparat penegak hukum sebagai bahan pertimbangan dalam penegakan hukum terhadap kasus-kasus terkait delik pers. 3) Bermanfaat bagi masyarakat sebagai sumber pengetahuan dan menjadi reverensi dalam memahami hukum pidana, khususnya mengenai penggunaan Hak Jawab dan Hak Koreksi dalam penyelesaian delik pers. E. Keaslian Penelitian

9 Dengan ini penulis menyatakan bahwa penulisan hukum ini merupakan karya penulis sendiri dan bukan merupakan duplikasi. Penulis menyadari banyak karya tulis lain yang terkait, beberapa diantaranya : 1. a. Judul : Realisasi Pelaksanaan Hak Jawab yang Dilakukan Pemimpin Redaksi Bagi Masyarakat yang Dirugikan. b. Identitas Penulis : Verawati Toha / 990506697, fakultas Hukum UAJY. c. Rumusan Masalah : 1) Apa criteria yang dipakai redaksi dalam mengupayakan hak jawab bagi para pihak yang dirugikan? 2) Bagaimana Realisasi pertanggungjawaban pers terhadap para pihak yang dirugikan melalui fasilitas hak jawab? d. Tujuan Penelitian : 1) Untuk mengetahui criteria yang dipakai redaksi dalam mengupayakan hak jawab bagi narasumber yang dirugikan. 2) Untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pers terhadap narasumber yang dirugikan melalui fasilitas hak jawab. e. Hasil Penelitian : 1) Setiap redaktur media memiliki criteria sendiri sebelum memberikan hak jawab yang diminta oleh pihak yang merasa dirugikan tersebut. Setiap redaktur memilikimekanisme dan prosedur masing-masing sebelum mengabulkan tuntutan hak jawab. Masing-masing badan penerbitan harus memiliki tim yang

10 bertugas melayani adanya tuntutan hak jawab yang disebut ombudsman. 2) Langkah-langkah realisasi pertanggungjawaban pers terhadap pihak yang dirugikan adalah : a. Tim ombudsman mencermati isi berita yang dipermasalahkan. b. Melakukan klarifikasi sekaligus pemberitahuan kepada penulis berita bahwa ada komplain terhadap pemberitaannya. c. Wartawan dan pihak yang dirugikan dipertemukan dan diharapkan menemukan solusi dan apakah hak jawab tersebut harus diberikan atau tidak. 2. a. Judul : Tinjauan Yuridis Terhadap Peraturan Perundang-undangan Tentang Delik Pers Di Indonesia. b. Identitas Penulis : Isra Yonza / 5350, fakultas hukum UAJY. c. Rumusan Masalah : 1) Faktor-faktor apa sajakah yang dapat dikategorikan sebagai delik pers menurut ketentuan yang berlaku di Indonesia? 2) Bagaimanakah pertanggungjawabannya? d. Tujuan Penelitian : 1) Memperoleh data yang lengkap tentang ketentuan delik pers di Indonesia. 2) Melihat relevansi dan sinkronisasi antara berbagai macam bentuk peraturan perundang-undangan mengenai pers dan delik pers di Indonesia.

11 3) Menganalisis kesesuaian konsepsi dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan tentang delik pers dan pertanggungjawabannya. e. Hasil Penelitian : 1) Suatu kejahatan atau pelanggaran dikatakan sebagai deli pers bilamana peraturan tersebut dilakukan melalui pers atau bidang pers yang mempergunakan bidang pers yang mempergunakan barang cetak dengan melipatgandakan tulisan, hasil seni lukis, teks musik, pernyataan pikiran atau pendapat orang lain dimana hasilnya telah dipublikasikan melalui pers. 2) Pertanggungjawaban yang dikenal dalam delik pers adalah pertanggungjawaban subyek hukum yang berupa orang atau manusia dengan 3 kemungkinan, yaitu redaktur, penerbit dan atau pencetak serta penggambar. 3. a. Judul : Pertanggungjawaban Tindak Pidana Pers Terhadap Kesalahan Berita. b. Identitas Penulis : Rudy Polycarpus, fakultas Hukum UAJY. c. Rumusan Masalah : 1) Bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban tindak pidana pers? 2) Bagaimanakah mekanisme penyelesaian tindak pidana pers? d. Tujuan Penelitian : 1) Untuk mengetahui pertanggungjawaban pers ketika terjadi sengketa akibat substansi permasalahannya.

12 2) Untuk mengetahui bentuk mekanisme penyelesaian tindak pidana pers. e. Hasil Penelitian : 1) Bentuk pertanggungjawaban tindak pidana pers menurut Undangundang pers adalah melakukan hak jawab, pidana denda maksimal Rp 500.000.000,- pertanggungjawabannya diwakili oleh pemimpin redaksi, pertanggungjawaban dengan pidana penjara sesuai dengan ketentuan delik pers yang ada dalam KUHP. 2) Mekanisme penyelesaian tindak pidana pers adalah dengan melakukan pengaduan ke dewan pers, setelah menerima pengaduan, dewan pers dapat memanggil dan memeriksa pengadu yang diadukan, perusahaan pers wajib melaksanakan keputusan dewan pers. Penulisan hukum ini berbeda dengan penulisan hukum diatas, letak perbedaannya adalah penulisan hukum yang penulis lakukan menekankan pada penggunaan Hak Jawab dan Hak Koreksi dalam penyelesaian delik pers F. Batasan Konsep 1) Hak Jawab : Hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan yang berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

13 2) Hak Koreksi : Hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. 3) Delik Pers : Tindak Pidana yang dilakukan oleh media massa. G. Metode Penelitian 1) Jenis Penelitian Berkaitan dengan judul yang diajukan, Penggunaan Hak Jawab dan Hak Koreksi dalam Penyelesaian Delik Pers Berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 1999, maka jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. 2) Sumber Data Berdasarkan penelitian yang akan dilakukan, maka penelitian ini menggunakan data sekunder yang dipakai untuk menjawab permasalahan yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah yang berkaitan dengan penyelesaian delik pers. Bahan hukum primer : UUD 1945 pasal 28 dan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Bahan hukum sekunder : Menggunakan kutipan dari buku-buku, fakta hukum, opini Sarjana Hukum, website. 3) Metode Pengumpulan Data Metode yang dipakai adalah studi kepustakaan, yaitu dengan mempelajari bahan hukum primer dan sekunder serta wawancara

14 dengan narasumber, Bapak Iwan Anggoro, S.H selaku hakim PN Sleman. 4) Metode Analisis Data Metode yang digunakan adalah mengolah dan menganalisis data yang telah diperoleh selama penelitian dengan analisis kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan cara merangkai data yang telah dikumpulkan dengan sistematis sehingga didapat suatu gambaran tentang masalah atau keadaan yang diteliti. Metode berpikir yang dipakai adalah metode berpikir deduktif dengan pengambilan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan atau fakta yang umum menuju kesimpulan yang lebih khusus.