BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial. Sebagai makhluk individu ia memiliki sifat dan ciri-ciri yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Juanita Sari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa anak berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak adalah anugerah, anak adalah titipan dari Allah SWT. Setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan setiap ibu (UNICEF,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. melihat sisi positif sosok manusia. Pendiri psikologi positif, Seligman dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap keluarga memiliki cara tersendiri untuk menghadapi berbagai

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

2015 METODE SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN INTERKASI SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLBN-A CITEUREUP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1 Universitas Indonesia

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MK PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Anak yang dilahirkan secara sehat baik dalam hal fisik dan psikis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak-anak merupakan buah kasih sayang bagi orang tua, sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

DEWASA AKHIR (30 50 tahun)

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga.

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan anak untuk optimalisasi bagi perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara fisik maupun psikologis. Menurut BKKBN (2011 ), keluarga adalah unit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

LANGKH BERFIKIR ILIMIAH-PENELITIAN-LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera utara

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Bp. J DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

5. PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sebagai sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut yang diselenggarakan baik formal, informal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu. menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara

2015 POLA ASUH PANTI ASUHAN AL-FIEN DALAM PENANAMAN KEMANDIRIAN ANAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANAK DENGAN GANGGUAN PENGLIHATAN. Juang Sunanto (Dosen di Jurusan Pendidikan Luar Biasa, UPI)

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. orang tua sejak anak lahir hingga dewasa. Terutama pada masa

BAB I PENDAHULUAN. Menolong merupakan salah satu tindakan yang diharapkan muncul dalam

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang primer dan fundamental. Pengertian keluarga disini berarti nuclear family

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BUNUH DIRI PADA REMAJA YANG BERSTATUS SOSIAL EKONOMI LEMAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani (Penjas) merupakan salah satu mata pelajaran yang harus

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepribadian seorang anak merupakan gabungan dari fungsi secara nyata maupun fungsi potensial pola organisme yang ditentukan oleh faktor keturunan dan penguatan dari lingkungan. Salah satu lingkungan sosial yang ada di sekitar anak adalah keluarga. Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam mendidik, memelihara, memberikan kasih sayang dan rasa aman, membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga, memberikan identitas keluarga, membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, dan lain sebagainya sehingga anak memiliki ketahanan dalam menjalani hidup. Hal yang sama pun terjadi dalam proses pembentukan kepribadian anak tunanetra namun adanya hambatan penglihatan dapat memberikan dampak bagi perkembangan dirinya, seperti pada perkembangan kognitif, perkembangan bahasa, perkembangan orientasi dan mobilitas, serta perkembangan keterampilan sosial dan emosi (Sunanto, 2012: 7-11). Ketunanetraan dapat mengakibatkan dampak pada perkembangan kognitif anak, dimana mereka harus menggantikan fungsi indera penglihatan dengan indera-indera lainnya untuk mempersepsi lingkungannya. Banyak dari mereka yang tidak pernah mempunyai pengalaman visual, sehingga konsepsi mereka tentang dunia ini mungkin berbeda dari konsepsi orang awas pada umumnya. Sedangkan menurut para ahli, banyak studi menunjukkan bahwa siswa-siswa tunanetra tidak berbeda dari siswa-siswa yang awas dalam hasil tes intelegensi verbal. Mereka juga mengemukakan bahwa berbagai studi yang membandingkan anak tunanetra dan anak awas tidak menemukan perbedaan dalam aspek-aspek utama dalam perkembangan bahasa. Hal ini disebabkan 1

2 karena persepsi auditif lebih berperan daripada persepsi visual dalam media belajar bahasa, maka tidaklah mengherankan bila berbagai studi telah menemukan bahwa anak tunanetra relatif tidak terhambat dalam fungsi bahasanya. Bahkan banyak anak tunanetra lebih termotivasi daripada anak awas untuk menggunakan bahasa karena bahasa merupakan saluran utama komunikasinya dengan orang lain. Selain mengakibatkan dampak dalam perkembangan kognitif dan bahasa, ketunanetraan dapat mengakibatkan dampak pada perkembangan orientasi dan mobilitas anak. Kemampuan mobilitas yaitu keterampilan untuk bergerak secara leluasa di dalam lingkungannya. Keterampilan mobilitas ini sangat terkait dengan kemampuan orientasi, yaitu kemampuan untuk memahami hubungan lokasi antara satu obyek dengan obyek lainnya di dalam lingkungan. Agar anak tunanetra memiliki rasa percaya diri untuk bergerak secara leluasa di dalam lingkungannya dalam bersosialisasi, mereka harus memperoleh latihan orientasi dan mobilitas. Program latihan orientasi dan mobilitas tersebut harus mencakup sejumlah komponen, termasuk kebugaran fisik, koordinasi motor, postur, keleluasaan gerak, dan latihan untuk mengembangkan fungsi indera indera yang masih berfungsi. Ketunanetraan pun dapat berdampak pada perkembangan keterampilan sosial dan emosi dimana orangtua memainkan peranan yang penting dalam perkembangan sosial anak. Perlakuan orangtua terhadap anaknya yang tunanetra sangat ditentukan oleh sikapnya terhadap ketunanetraan itu. Sikap seseorang termasuk orangtua yang memiliki anak tunanetra ditentukan oleh tiga komponen yaitu emosi, kognisi dan kecenderungan bertindak, dan emosi memiliki peran yang sangat penting. Ketunanetraan yang terjadi pada seorang anak selalu menimbulkan masalah emosional pada orangtuanya. Ayah dan ibunya akan merasa kecewa, sedih, malu dan berbagai bentuk emosi lainnya. Mereka mungkin akan merasa bersalah atau saling menyalahkan, mungkin akan diliputi oleh rasa marah yang dapat meledak dalam berbagai cara, dan

3 dalam kasus yang ekstrim bahkan dapat mengakibatkan perceraian. Persoalan seperti ini terjadi pada banyak keluarga yang mempunyai anak berkebutuhan khusus termasuk pada keluarga yang memiliki anak tunantera. Pada umumnya orangtua akan mengalami masa duka akibat kehilangan anaknya yang normal itu dalam tiga tahap: tahap penolakan, tahap penyesalan, dan akhirnya tahap penerimaan, meskipun untuk orangtua tertentu penerimaan itu mungkin akan tercapai setelah bertahun-tahun. Proses dukacita ini merupakan proses yang umum terjadi pada orangtua anak berkebutuhan khusus. Sikap orangtua tersebut akan berpengaruh terhadap hubungan diantara mereka (ayah dan ibu) dan hubungan mereka dengan anak itu, dan hubungan tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi perkembangan emosi dan sosial anak. Oleh karenanya sikap atau pola asuh orangtua merupakan faktor penting yang melatarbelakangi adanya perbedaan kepribadian seorang anak dimana kepribadian yang telah terbentuk pada akhirnya menentukan bagaimana anak tunantera bersikap ketika menghadapi tekanan dalam kehidupannya. Sebagai contoh di kehidupan sehari-hari, dalam interaksi sosial yang memerlukan keterampilan sosial seperti menjaga kontak mata atau orientasi wajah, mempergunakan gerakan tubuh dan ekspresi wajah dengan benar dan lain sebagainya, anak tunantera mempunyai keterbatasan dalam belajar melalui pengamatan dan menirukan sehingga mengakibatkan mereka sering mempunyai kesulitan dalam melakukan perilaku sosial dengan tepat. Mereka seringkali mendapatkan respon yang tidak menyenangkan dari interaksi sosial tersebut. Hal ini membuat beberapa anak tunantera lebih memilih untuk menarik diri dari lingkungannya karena merasa rendah diri akibat mereka merasa berbeda dari anak awas pada umumnya. Dengan kata lain, seringkali anak tunantera melakukan suatu tindakan yang kurang tepat atau melakukan sesuatu pada waktu dan tempat yang tidak tepat, mereka memiliki berbagai

4 tekanan yang membuatnya digolongkan menjadi individu yang memiliki faktor resiko stres yang tinggi. Permasalahan yang ada pada anak tunanetra cenderung semakin kompleks ketika mereka beranjak masa remaja, menurut pandangan psikolog G. Stanley Hall (2006: 89), remaja adalah masa yang penuh dengan badai dan tekanan jiwa, dimana pada masa remaja ini terjadi perubahan besar secara fisik karena pubertas, perubahan kognitif, perubahan emosi dan kemampuan sosial yang memberikan tantangan lebih berat lagi terhadap remaja seiring dengan munculnya tugas-tugas perkembangan pada masa remaja. Remaja tunantera membutuhkan kemampuan untuk mengatasi situasi-situasi yang sulit itu, kemampuan itu dinamakan resiliensi. Kapasitas resiliensi ada pada setiap individu sehingga mereka memiliki kemampuan untuk dapat bertahan ketika mengalami tantangan dalam hidupnya namun untuk menjadi pribadi dengan resilien yang tinggi bagi seorang remaja tunanetra bukanlah suatu hal yang mudah karena dibutuhkan proses yang melibatkan berbagai faktor, antara lain kemampuan sosial yang dimilikinya dan kepribadian individu tersebut (Benard, 2004: 12). Setiap remaja tunanetra akan menunjukkan perbedaan dalam mempersepsi, menerima, dan menghayati berbagai situasi serta hambatan yang dialaminya. Bila remaja tunanetra memiliki kepribadian yang siap menerima diri sendiri dan siap secara mental dalam berinteraksi dengan lingkungannya, maka ia akan merespon situasi yang menekan itu dengan sangat baik bahkan situasi menekan tersebut dijadikan sebagai proses untuk pengembangan diri dan sosialnya. Sebaliknya, bila ia memiliki kepribadian yang tidak siap menerima situasi diri sendiri, sulit untuk berinteraksi dengan lingkungannya dan bahkan merasa bahwa situasi yang menekan tersebut merupakan musibah bagi dirinya, maka remaja tersebut akan sulit dalam pengembangan diri dan sosialnya sehingga dapat menimbulkan rasa putus asa, menarik diri dari lingkungan, menggunakan

5 obat-obatan terlarang dan pada titik yang ekstrim remaja tunanetra dapat mengambil keputusan untuk bunuh diri. Remaja tunantera dapat mengembangkan resiliensi dalam diri mereka sehingga membuat mereka lebih adaptif dalam menghadapi berbagai tantangan yang berhubungan dengan hambatan yang mereka miliki. Berdasarkan pernyataan Benard (2004: 12) bahwa tipe kepribadian dan kompetensi sosial berpotensi dalam mengembangkan resiliensi, maka peneliti ingin mengetahui pengaruh tipe kepribadian dan kompetensi sosial terhadap resiliensi remaja tunanetra di kota. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah a. Adanya dampak ketunanteraan terhadap perkembangan diri remaja tunantera di kota. b. Masa remaja tunanetra memiliki dampak tertentu bagi mereka. c. Adanya kaitan antara tipe kepribadian, kompetensi sosial, dukungan sosial, pola asuh orangtua dan lain sebagainya terhadap resiliensi remaja tunanetra di kota. 2. Perumusan Masalah a. Apakah terdapat pengaruh antara tipe kepribadian terhadap resiliensi remaja tunanetra di kota? b. Apakah terdapat pengaruh antara kompetensi sosial terhadap resiliensi remaja tunanetra di kota? c. Apakah terdapat pengaruh antara tipe kepribadian dan kompetensi sosial terhadap resiliensi remaja tunanetra di kota? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menelaah adakah pengaruh antara tipe kepribadian dan kompetensi sosial terhadap resiliensi remaja tunanetra di kota. Secara rinci penelitian ini bertujuan untuk:

6 1. Menganalisis pengaruh antara tipe kepribadian terhadap resiliensi remaja tunanetra di kota. 2. Menganalisis pengaruh antara kompetensi sosial terhadap resiliensi remaja tunanetra di kota. 3. Menganalisis pengaruh antara tipe kepribadian dan kompetensi sosial terhadap resiliensi remaja tunanetra di kota. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Menambah wawasan dan pengetahuan serta pengembangan keilmuan mengenai tipe kepribadian, kompetensi sosial dan resiliensi dalam bidang ilmu pendidikan, khususnya pendidikan kebutuhan khusus. b. Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan tipe kepribadian, kompetensi sosial dan resiliensi. 2. Manfaat Praktis a. Memberi informasi dan masukan yang berguna bagi pihak keluarga dalam meningkatkan resiliensi remaja tunanetra. b. Memberi masukan kepada Universitas Pendidikan Indonesia maupun lembaga-lembaga yang relevan dalam membantu pendidik untuk menangani remaja tunanetra sesuai dengan tipe kepribadian dan kompetensi sosial yang telah dimilikinya sehingga tipe kepribadian dan kompetensi sosial tersebut menjadi modal dalam mengembangkan resilensi yang dimiliki oleh remaja tunanetra.

7 E. Struktur Organisasi Penelitian Langkah Berpikir Ilmiah Langkah Penelitian Laporan Hasil Penelitian Merumuskan Masalah Mengajukan Hipotesis Pendahuluan sebagai konseptualisasi penelitian, kejelasan hal yang diteliti, ruang lingkup, batasan konsep dan operasionalnya Berfikir rasional dalam mengkaji teori, postulat yang berkenaan dengan masalah penelitian untuk mengajukan hipotesis BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang penelitian 2. Identifikasi & 3. Perumusan Masalah 4. Tujuan Penelitian 5. Manfaat Penelitian 6. Struktur Organisasi Tesis BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. Pembahasan Teori 2. Kerangka Pemikiran 3. Hipotesis Penelitian Verifikasi Data Pengumpulan data di lapangan untuk keperluan pemecahan masalah penelitian BAB III METODE PENELITIAN 1. Lokasi dan Subjek Penelitian 2. Desain Penelitian 3. Metode Penelitian 4. Definisi Operasional 5. Instrumen Penelitian 6. Proses Pengembangan instrumen 7. Teknik Pengumpulan Data 8. Analisis data

8 Menarik Kesimpulan Analisis data dan menguji hipotesis Kesimpulan penelitian, yakni menolak atau menerima hipotesis BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi Hasil Penelitian dan Pengujian Hipotesis 2. Pembahasan Hasil BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Peneliti Rangkuman Penelitian 2. Saran Implikasi