BAB l PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini makanan organik mendapatkan perhatian dari seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Kenyataan ini semakin kuat dengan adanya pertumbuhan makanan organik di pasar global (Giffort & Bernard 2006; Padel & Foster, 2005; Lockie et al., 2004 dalam Michaelidou dan Hassan, 2007). Evaluasi studi memaparkan bahwa industri organik internasional membaik dari angka 10% menjadi 30% dari 3,3 miliar (Rural companies research and improvement firms, 2006 dalam Saleki, Seyedsaleki, dan Rahimi, 2012). Tidak hanya sebatas itu, menurut artikel yang didapat dari media internet luas lahan organik meningkat sebesar dua juta hektar atau enam persen di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri pertumbuhan produk organik dapat dilihat dari bertambah luasnya lahan pertanian organik 2010 seluas 239.872,24 hektar, jumlah ini diklaim mengalami kenaikan sebesar 10% dari tahun 2009 (data Statistik Pertanian Organik Indonesia 2010). Bertambah luasnya lahan tersebut tentunya menunjukkan adanya perkembangan yang pesat pada pertanian organik di Indonesia. Pada tahun 2001 departemen pertanian Indonesia telah menjalankan operasional pengembangan pertanian organik di Indonesia sejak dicanangkan visi Go organic 2010 (Departemen Pertanian, 2007). 1
Program ini tentunya salah satu dukungan yang diberikan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan produk organik yang ada di Indonesia, dengan harapan dapat meminimalisir isu-isu etikal penggunaan bahan kimia pada makanan yang membahayakan bagi kesehatan manusia. Dukungan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan produk organik di Indonesia ternyata direspon baik dengan terselenggaranya Organic, Green and Healthy EXPO 2011 dimana rangkaian acaranya adalah mengumpulkan petani dan UKM yang memproduksi makanan, jasa, media, dan pernak-pernik yang berasal dari produk organik, hijau (green), dan sehat (healthy). Usaha kecil dan menengah (UKM) yang berasal dari Jakarta, Bogor, Medan, Yogyakarta dan Malang merupakan beberapa contoh kota yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Terlibatnya Yogyakarta dalam acara ini, dapat dijadikan alasan bagi peneliti untuk melakukan penelitiannya di kota tersebut. Hal ini menunjukkan adanya ketertarikan konsumen Yogyakarta pada makanan berbahan dasar organik. Menurut Allen et al., (2007) pengertian makanan organik itu sendiri adalah makanan yang diproduksi menggunakan metode yang tidak melibatkan masukan sintesis modern seperti pestisida dan pupuk kimia synthentic, tidak menggunakan organism rekayasa genetika, dan tidak diproses menggunakan iradiasi, pelarutan industry, atau aditif makanan kimia. Karena menurut Hammit (1990) dalam Hughner et al., (2007) pengunaan pestisida pada jangka panjang akan mempengaruhi kesehatan. Manfaat makanan organik sejak dahulu sudah diteliti mampu 2
meningkatkan kemampuan tubuh dalam melawan proses degeneratif, mencegah terjadinya paparan radikal bebas, regenerasi sel, dan optimalisasi antibodi (Siregar, 2011). Selain itu, sebuah artikel menyebutkan dengan mengkonsumsi makanan organik berati kita dapat mengurangi emisi karbon melaui proses penanamannya. Saat ini pola konsumsi masyarakat bergeser dari yang peduli terhadap banyaknya jumlah makanan, menjadi kepedulian mereka terhadap kualitas makanan yang dikonsumsi dan pola makan sehat yang dijalankan (Suryana, Ariani, dan Aloko, 2008). Pernyataan ini sesuai dengan pendapat dari Magnusson et al., (2001), Wandel dan Bugge (1997) dalam Chen (2009) tingginya tingkat kesadaran konsumen akan nutrisi, kesehatan, dan makanan apa yang mereka makan menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli makanan saat ini. Hal tersebut tentunya berakibat pada kenaikan permintaan pada produk organik, dimana kesadaran akan kesehatan menjadi motif utama konsumen dalam membeli produk tersebut (Zanoli et al., 2004, Magnusson et al., 2003, Lea dan Worsley, 2005 dalam Biesman, 2011). Adanya perubahan pola konsumsi konsumen menjadi masyarakat yang peduli akan kesehatan tentunya berpengaruh pada sikap mereka terhadap produk makanan apa yang akan mereka konsumsi. Sikap adalah kecenderungan yang dipelajari dalam berperilaku dengan cara yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu objek (produk atau merek) tertentu. Produk yang dirasa mempunyai tingkat sifat-sifat 3
yang memadai dinilai sebagai produk yang menyenangkan dan membentuk suatu sikap positif pada benak konsumen, sedangkan sikap negatif tertanam dibenak konsumen jika merek atau produk dipercaya tidak mempunyai tingkat sifat-sifat yang memadai (Schiffman dan Kanuk, 2008). Manfaat yang didapat konsumen jika mereka mengkonsumsi makanan organik tentunya membentuk suatu sikap positif terhadap makanan tersebut. Pengalaman pribadi, pengaruh keluarga dan temanteman, pemasaran langsung, dan media massa menurut Schiffman dan Kanuk (2008) berpengaruh terhadap pembentukan sikap, hal ini berati norma subjektif turut andil dalam pembentukan sikap. Hal ini sesuai dengan pendapat Chang (1998) dalam Tarkianen dan Sundqvist (2005) dimana terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara sikap dan norma subjektif. Norma subjektif adalah persepsi seseorang mengenai penting baginya berpikir bahwa dia seharusnya atau tidak seharusnya melakukan perilaku bersangkutan atau pandangan seseorang terhadap kepercayaan-kepercayaan orang lain yang akan mempengaruhi niat untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang dipertimbangkan (Davis et al., 1989; Taylor dan Todd, 1995). Sedangkan menurut Bhattacherjee (2000) norma subjektif merupakan dua bentuk pengaruh yang berbeda yaitu pengaruh interpersonal dan pengaruh eksternal. Pengaruh interpersonal adalah pengaruh dari teman-teman, anggota keluarga, kolega, teman kerja, atasan dan individu - individu berpengalaman yang 4
dikenal sebagai pengguna potensial. Sementara pengaruh eksternal adalah pengaruh pihak luar organisasi seperti laporan-laporan eksternal di media massa, laporan-laporan dan opini-opini pakar, dan informasi non-personal lainnya yang dipertimbangkan oleh individual-individual melakukan perilakunya. Selanjutnya jika sikap sudah terbentuk, maka tahapan berikutnya adalah niatan untuk membeli produk tersebut. Niat beli adalah rencana secara sadar dari seseorang untuk berusaha membeli sebuah produk atau merek (Spears dan Sigh, 2004). Sikap positif yang terbentuk oleh konsumen pada makanan organik ternyata tidak selalu mengarah kearah pembelian, hal ini disebabkan karena tingginya harga produk tersebut (Tarkianen dan Sundqvist, 2005). Tingginya harga makanan organik dibandingkan dengan makanan konvesional masih menjadi alasan penting mengapa konsumen menghindari untuk membeli produk ini (Tregear et al., 1994; Magnusson et al., 2001). Harga yang tinggipun menjadi penghambat bagi konsumen berpendapat rendah untuk membeli makanan organik (Shepherd et al., 1996). Karena menurut beberapa peneliti konsumen hanya bersedia mengeluarkan uangnya lebih untuk makanan organik hanya sebesar 5-10%. Harga adalah salah satu elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan; elemen lain menghasilkan biaya (Kotler dan Keller, 2008). Konsumen mempunyai persepsi yang berbeda tentang harga. Persepsi konsumen terhadap harga didasarkan pada interpretasi 5
terhadap perbedaan harga yang ada dan dari interpretasi mereka terhadap penawaran. Selain itu, beberapa peneliti seperti Assael (1998) dan Zeithaml (1998) menyebutkan bahwa harga menjadi salah satu elemen penting yang digunakan konsumen dalam mengukur kualitas suatu produk. Harga yang tinggi berpengaruh pada niat konsumen untuk memproduksi makanan organik. Sehingga, persepsi konsumen terhadap tingkat harga memiliki pengaruh negatif secara langsung terhadap niat membeli dan pengaruh positif secara tidak langsung terhadap niat membeli melalui persepsi kualitas produk (Erickson dan Johansson, 1985 dalam Lichtenstein, Ridgway, dan Netemeyer, 1993). Dari permasalahan diatas, peneliti menginvestigasi pengaruh norma subjektif, kesadaran akan kesehatan, sikap dan pentingnya harga murah terhadap niatan konsumen dalam pembelian makanan organik di Yogyakarta. Model Penelitian mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Tarkianen dan Sundqvist (2005) dengan judul Subjective norms, attitudes and intentions of Finnish consumers in buying organic food. 1.2. Rumusan Masalah Munculnya makanan organik yang dapat memberikan manfaat bagi yang mengkonsumsinya ternyata menarik minat konsumen pada makanan tersebut. Hal ini tentunya didukung dengan perubahan pola konsumsi masyarakat menjadi masyarakat yang peduli akan kesehatannya, akan tetapi beberapa peneliti memaparkan ketertarikan konsumen pada 6
makanan organik ternyata tidak diikuti oleh niatan mereka untuk membelinya. Hal ini disebabkan tingginya harga makanan tersebut dibandingkan dengan makanan konvesional. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Tarkianen dan Sundqvist (2005) menyebutkan bahwa niat beli makanan organik selain dipengaruhi oleh harga dipengaruhi juga oleh norma subjektif, kesadaran akan kesehatan, dan sikap pembelian. Dalam hal ini, norma subjektif dan kesadaran akan kesehatan berperan membantu pembentukan sikap yang akan berpengaruh pada niat mereka untuk membeli produk tersebut. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kesadaran akan kesehatan dan pentingnya harga tidak berpengaruh pada niat konsumen untuk membeli makanan organik. Namun, penelitian ini bermaksud untuk mengidentifikasi apakah hal tersebut berlaku pada konsumen makanan organik di Yogyakarta. Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dapat dijabarkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah norma subjektif berpengaruh positif terhadap sikap pembelian pada makanan organik? 2. Apakah kesadaran akan kesehatan berpengaruh positif terhadap sikap pembelian pada makanan organik? 3. Apakah sikap pembelian berpengaruh positif terhadap niat beli pada makanan organik? 4. Apakah pentingnya harga murah berpengaruh terhadap niat beli pada makanan organik? 7
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji: 1. Pengaruh norma subjektif terhadap sikap pembelian pada makanan organik di Yogyakarta? 2. Pengaruh kesadaran akan kesehatan terhadap sikap pembelian pada makanan organik di Yogyakarta? 3. Pengaruh sikap pembelian terhadap niat beli pada makanan organik di Yogyakarta? 4. Pengaruh pentingnya harga murah terhadap niat beli pada makanan organik di Yogyakarta? 1.4. Lingkup Penelitian Penelitian ini mempunyai ruang lingkup sebagai berikut: a. Penelitian ini terbatas pada pengujian norma subjektif, kesadaran akan kesehatan terhadap sikap pembelian, dan pentingnya harga murah dan sikap pembelian terhadap niat beli pada makanan organik di Yogyakarta. b. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Yogyakarta yang belum pernah mengkonsumsi makanan organik, pemilihan mahasiswa sebagai subyek penelitan dilakukan karena mahasiswa mempunyai pendidikan yang tinggi, sehingga dianggap mengerti dan memahami mengenai makanan organik, yang nantinya mampu menjawab pertanyaan pada lembar kuesioner. 8
c. Obyek dalam penelitian ini adalah makanan organik d. Lokasi penelitian dilakukan di wilayah Yogyakarta karena peneliti berdomisili di wilayah ini, sehingga memudahkan dalam pengumpulan data dan penghematan dari sisi biaya. e. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2013. 1.5. Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata baik kontribusi teoritis maupun kontribusi praktis. 1.5.1. Kontribusi Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan baru dan bukti empiris mengenai pengaruh norma subjektif, kesadaran akan kesehatan, sikap pembelian, dan pentingnya harga murah terhadap niat beli konsumen Yogyakarta pada makanan organik. 1.5.2. Kontribusi Praktis Penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi para pemasar produk organik khususnya makanan untuk lebih mengetahui faktor yang mempengaruh niatan membeli makanan organik. Hal ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan keputusan pemasaran 9
yang terkait aspek produk dan promosi sehingga pemasar dapat menyusun strateginya. 1.6. Kerangka Penulisan Penelitian ini terdiri dari lima bab yang masing-masing babnya berisi: a. Bab I Pendahuluan Bab ini menguraikan mengenai latar belakang yang mendasari peneliti melakukan penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, lingkup penelitian, kontribusi penelitian dan kerangka penulisan. b. Bab II Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis Bab ini menguraikan beberapa konsep yang mendasari penelitian, dan konsep-konsep tersebut menjadi landasan teori bagi penelitian ini. Adapun konsep-konsep yang menjadi landasan teori antara lain norma subjektif, kesadaran akan kesehatan, sikap pembelian, pentingnya harga murah, dan niat beli konsumen. Hipotesis dibangun berdasarkan landasan teori yang ada. c. Bab III Metode Penelitian Bab ini dibahas mengenai desain penelitian, desain pengambilan sampel, obyek penelitian, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, pengujian instrumen, dan metode analisis data. 10
d. Bab IV Analisis Data dan Pembahasan Bab ini membahas pelaksanaan penelitian, pengujian instrumen penelitian yang digunakan untuk mencapai hipotesis yang telah dirumuskan, serta memberikan pembahasan dari hasil penelitian tersebut. e. Bab V Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan, keterbatasan penelitian, dan saran peneliti yang berguna bagi penelitian selanjutnya. 11