MELATIH MOTORIK ANAK DOWN SYNDROME DENGAN METODE PERSIAPAN MENULIS DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sensitif dan akan menentukan perkembangan otak untuk kehidupan dimasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar,

BAB I PENDAHULUAN. Tubuh manusia merupakan hal yang bisa dipelajari, baik bentuk maupun

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. semangat untuk menjadi lebih baik dari kegiatan belajar tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan harkat martabat manusia. Pendidikan akan menciptakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. anak usia dini merupakan pendidikan yang. diselenggarakan untuk mengembangkan pribadi, pengetahuan,

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI KEGIATAN MELIPAT KERTAS

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis

MENGATASI PERMASALAHAN PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTISME DENGAN METODE APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS (ABA) DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan

PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut akan dapat tercapai jika

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Taman Kanak-Kanak merupakan salah satu bentuk. pendidikan Sekolah (PP No. 27 Tahun 1990). Sebagai lembaga pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

BAB I PENDAHULUAN. yang di miliki. Di dalam diri mereka telah melekat harkat dan martabat sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan mempunyai makna upaya-upaya dan pemberian layanan agar

Implementasi Program Nawacita dalam Bidang Pendidikan untuk. Siswa Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa. Negeri 1 Bantul Tahun 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak sebanyak-banyaknya. Di masa peka ini, kecepatan. pertumbuhan otak anak sangat tinggi hingga mencapai 50 persen dari

BAB I PENDAHULUAN. manusia sepanjang hidupnya dan dapat terjadi kapan di mana saja, proses

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Bahasa digunakan manusia sebagai sarana komunikasi di dalam

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah pendidikan sebelum. jenjang pendidikan dasar, yang merupakan suatu upaya membina yang

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dimulai dari usia 0-

BAB I PENDAHULUAN. budi pekerti, sikap, serta kecerdasan saja, melainkan juga meliputi kualitas

BAB 1. Pendahuluan. alat yang dapat meningkatkan kapasitas kemampuan seseorang, tetapi juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak berkebutuhan khusus merupakan anak luar biasa yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan di Indonesia sangat berkembang pesat. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. memadukan secara sistematis dan berkesinambungan suatu kegiatan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Anak autis merupakan salah satu anak luar biasa atau anak berkebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

PENGUATAN EKOSISTEM PENDIDIKAN MELALUI BATOBO SEBAGAI OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI DI PAUD

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BERBAHASA MELALUI PERMAINAN TEBAK NAMA DI TK AISYIYAH CABANG BLIMBING POLOKARTO SUKOHARJO SKRIPSI

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BERHITUNG MELALUI PERMAINAN KERETA BERNOMOR DI TK AISYAH CABANG BLIMBING POLOKARTO SUKOHARJO. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Bagaimana? Apa? Mengapa?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam gangguan perkembangan yang diderita oleh anak-anak antara

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. investasi yang sangat penting bagi sumber daya manusia yang berkualitas. kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik,

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan otak diusia balita akan berdampak pada usia dewasanya nanti,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan pra sekolah yang terdapat di jalur pendidikan sekolah (PP. TK adalah mempersiapkan anak dengan memperkenalkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghadapi persaingan global yang semakin ketat di zaman modren saat. Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 dinyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bayi, balita hingga masa kanak-kanak. Kebutuhan atau dorongan internal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkembang secara normal. Orang tua pun akan merasa senang dan bahagia

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Sutjihati Somantri (2005: 107 ) anak tunagrahita sedang

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

I. PENDAHULUAN. Pendidkan anak usia dini mengalami perkembangan yang sangat pesat, hal

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi manusia di samping sebagai makhluk individu yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan sesuai kebutuhan masing-masing, dimana retardasi mental itu adalah

BAB I PENDAHULUAN. didasarkan pada materi yang terdapat dalam kurikulum tersebut. Strandar

BAB I PENDAHULUAN. yang bisa merangsang motorik halus anak. Kemampuan ibu-ibu dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS. DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsi motorik, afektif maupun kognitifnya. Orang-orang yang fungsi. kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan lainnya. Setiap manusia memiliki kekurangan. Semua anak manusia tidak

NIM. K BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan luar biasa

BAB I PENDAHULUAN. Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari learning disability. Learning

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dasar yang menjadi tujuan utama Pendidikan di Sekolah Dasar yaitu membaca,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. (Permendiknas No.58 Tahun 2009). Melalui pemberian rangsangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Nurhayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pikiran dan perasaan kepada orang lain. 1. lama semakin jelas hingga ia mampu menirukan bunyi-bunyi bahasa yang

Transkripsi:

MELATIH MOTORIK ANAK DOWN SYNDROME DENGAN METODE PERSIAPAN MENULIS DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 Disusun Oleh : AFRIYAN QAHARANI NIM. A 520 085 005 PENDIDIKAN ANAK USIA DINI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 1

2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Pendidikan manusia dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan secara optimal sehingga dapat digunakan sebagai bekal hidupnya di tengah lingkungan masyarakat. Pendidikan dilaksanakan seumur hidup, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Pendidikan merupakan tanggung jawab keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Pelayanan pendidikan yang diberikan oleh pemerintah bukan hanya diberikan anak normal saja, tetapi diberikan juga bagi anak tidak normal atau anak luar biasa. Layanan pendidikan yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan dan jenis ketidaknormalannya. Hal ini untuk mengembangkan potensi dan kemampuan yang ada pada anak tidak normal. Bagi anak tidak normal diberikan pendidikan khusus yaitu di sekolah luar biasa. Sesuai dengan PP No. 72 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa, bahwa Pendidikan luar biasa bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti

3 pendidikan lanjutan. http://www.theceli.com/dokumen/produk/pp/1991/72-1991.htm Bagi anak down syndrome, mereka juga mendapat pelayanan pendidikan seperti anak tidak normal lainnya. Down syndrome adalah kelainan yang terjadi pada anak yang mengalami keterbelakangan mental yang disebabkan oleh adanya kelainan pada kromosom nomor 21 yang tidak terdiri dari dua kromosom sebagaimana mestinya, melainkan tiga kromosom (trisomi 21), yang mengakibatkan anak mengalami penyimpangan fisik (http://www.digilib.ui.ac.id//opac/themes/libri2/detail.jsp?id=95588&l okasi=lokal). Kelainan khusus terhadap fisik atau mental pada anak dengan kebutuhan khusus yang mempunyai hendaya perkembangan menghendaki layanan pendidikan khusus sesuai Undang-Undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 1989 (dalam pasal 11 ayat 4 dan pasal 38) dan dipertegas kembali dalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 dalam pasal 32 ayat 1, bahwa Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti poses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimawa. Pendidikan yang dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional (1989/2 dan 2003/20) mempertimbangakan bahwa setiap siswa berbeda-beda dalam tingkat pencapaian kemampuan belajarnya. Tingkat kemampuan belajar menurut Cohen dan Manion dalam Bandhi Delphie (2006 : 55) terdiri atas :

4 1. High achievers, yaitu peserta didik dengan pencapaian prestasi belajar mereka di atas re-rata kelompok, 2. Average achievers, yaitu peserta didik dengan pencapaian prestasi belajar mereka berada pada tingkat kecenderungan umum dalam kelompok, 3. Low achievers, yaitu peserta didik dengan pencapaian prestasi belajar mereka di bawah re-rata kelompok. Anak dengan kondisi down syndrome mengalami keterbelakangan secara fisik dan mental, karena down syndrome merupakan salah satu dari penyebab retardasi mental, dimana anak-anak dengan retardasi mental mengalami keterlambatan dalam berbahasa-bicara. Keterbelakangan mental ini diakibatkan oleh adanya gangguan pada sistem saraf pusat dan dalam terapi wicara kondisi seperti ini disebut dengan dislogia. Menurut Maria J. Wantah (2007 : 3) salah satu cara untuk membedakan apakah bayi itu termasuk dalam katagori anak normal atau down syndrome adalah ketika beranjak besar perlu pemeriksaan Inteligensi (IQ). Inteligensi (IQ) adalah gambaran tentang kemampuan yang dimiliki seseorang. Pemeriksaan Inteligensi (IQ) diperlukan untuk menentukan jenis latihan sekolah yang dipilih. Kelainan bawaan sejak lahir yang terjadi pada 1 diantara 700 bayi. Mongolisma (Down s Syndrome) ditandai oleh kelainan jiwa atau cacat mental mulai dari yang sedang sampai berat. Karakteristik anak down syndrome adalah terbatasnya kemampuan kognitif mereka. Kemampuan kognitif yang terbatas, maka akan mempengaruhi akademik mereka. Anak dengan down

5 syndrome biasanya mengalami kesulitan dalam hal-hal yang berhubungan dengan belajar karena kemampuan atensi, metacognition, memory, dan generalisasi yang lambat dibandingkan dengan anak normal. Masalah ini dapat berasal dari lemahnya kemampuan persepsi dan menilai (judgement) suatu ingatan yang sudah disimpan dengan keadaan saat ini. Kemampuan dalam menggunakan ingatan jangka pendek yang lemah pada anak down syndrome. Namun demikian anak-anak dengan down syndrome memiliki visual processing skills yang lebih baik, tetapi hampir semua anak yang menderita kelainan ini dapat belajar membaca, menulis dan merawat dirinya sendiri. Anak yang memiliki keterbelakangan mental atau down syndrome seharusnya diperlakukan sama dengan anak normal lainnya. Jika diberi kesempatan, mereka bisa percaya diri dan berprestasi. Berbagai hambatan yang dialami oleh anak down syndrome, salah satu diantaranya adalah hambatan kemampuan motorik. Kemampuan motorik adalah kemampuan dalam gerakan-gerakan yang dilakukan oleh anggota tubuh untuk melakukan suatu aktivitas atau kegiatan. Menurut Tjutju Sutjihati Soemantri (1995 : 165) perkembangan motorik anak down syndrome tidak secepat anak normal. Ada keyakinan bahwa semakin rendah intelek seorang anak akan semakin rendah pula kemampuan motoriknya, demikian pula sebaliknya. Sedangkan menurut S. M. Lumbantobing (1997 : 39) meskipun anak dengan hendaya (impairment) motorik mengkin mempunyai inteligensi yang normal, namun keterlambatan dibidang motorik merupakan gejala yang umum dijumpai pada reteradasi mental dan sering pula merupakan gejala

6 pendahulu dari pada gangguan belajar (learning disability). Kemampuan motorik anak down syndrome rendah, sebab inteligensi yang dimiliki anak down syndrome juga rendah. Secara umum anak memiliki tiga katagori aktivitas yang biasa dikerjakan yaitu : aktifitas bantu diri, aktifitas bermain, dan aktifitas kerja anak. Bentuk aktifitas kerja anak di sekolah meliputi akademik seperti membaca, menulis, menghitung, serta pemecahan masalah (Amundson & Well dalam Santoso 2005 : 1). McHale dan Cermak dalam Santoso (2005 : 1) meneliti proporsi waktu yang digunakan anak SD pada murid SD kelas 2, 4, dan 6, diketahui bahwa 31% sampai 60 % menggunakan waktunya untuk aktivitas motorik halus, dan sebagian besar proporsi waktu tersebut digunakan anak untuk melakukan aktivitas yang menggunakan kertas dan pensil seperti menulis. Sisa waktu yang lain digunakan untuk melakukan keterampilan motorik halus yang lain seperti aktivitas yang melibatkan keterampilan manipulasi tangan. Umumnya anak yang berumur 6 atau 7 tahun telah mampu menulis dengan pemberian pembelajaran menulis tradisional (Bargman & MeLaughlin dalam Santoso, 2005 : 1). Penguasaan keterampilan menulis pada usia dini akan memberi kesempatan pada anak untuk meningkatkan kemampuan menulis pada level yang lebih tinggi seperti mengarang tanpa harus memberikan pembelajaran mekanika dan teknik menulis (Martlew dalam Santoso, 2005 : 1). Sebaliknya, bagi anak dengan kebutuhan khusus seperti ADHD, Autis, Asperger Syndrome dan sejenisnya memerlukan perhatian

7 khusus untuk membelajarkan keterampilan menulis pada mereka. Mereka harus berjuang untuk belajar menulis dengan mencurahkan perhatian dan energi dalam mempelajari keterampilan dasar menulis seperti integrasi visual motorik, persepsi bentuk huruf, dan memegang pensil yang benar. Problem yang sering dihadapi anak dengan kebutuhan khusus yang telah duduk dibangku sekolah adalah anak sering ketinggalan atau mengalami kesulitan untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh gurunya. Anak menolak untuk belajar menulis karena merasa sulit untuk membentuk huruf atau kesulitan menulis secara otomatis (Amundson & Weil dalam Santoso, 2005 : 1). Kesiapan (readiness) merupakan istilah yang menjelaskan keterampilan dasar yang harus dicapai sebelum anak belajar keterampilan yang baru (Slavin, Karweit, & Wasik dalam Santoso, 2005 : 2). Sovik dalam Santoso (2005 : 2) menyatakan bahwa kesiapan menulis (writing readiness) adalah kemampuan anak untuk mencapai keterampilan menulis dengan adekwat yang telah diberikan oleh seorang pengajar pada level yang sesuai dengan perkembangan anak. Fakta yang terjadi adalah banyak orang tua yang mengajarkan keterampilan menulis sebelum mereka menguasai persyaratan yang harus dikuasai anak untuk belajar menulis. Bila anak dipaksa untuk belajar menulis sebelum menguasai keterampilan menulis yang dipersyaratkan maka anak akan terbiasa menulis dengan cara yang tidak benar. Bila hal ini terjadi terus menerus maka kesalahan tersebut biasanya sulit dikoreksi (Weil & Cunningham-Amundson dalam Santoso, 2005 : 2). Lamme dalam Santoso

8 (2005 : 2) mengidentifikasi enam persyaratan yang harus dikuasai anak untuk mampu menulis, yaitu perkembangan otot-otot kecil tangan, koordinasi matatangan, kemampuan untuk menggunakan alat tulis, kemampuan untuk membuat coretan dasar seperti lingkaran dan garis-garis, memahami bentuk huruf, orientasi pada bahasa tulisan. Beery dalam Santoso (2005 : 2) menyebutkan sembilan bentuk geometri yang harus dikuasai anak untuk mampu menulis, yaitu garis vertikal, garis horizontal, lingkaran, garis saling horizontal dan vertikal, garis miring ke kanan, bujur sangkar, garis miring ke kiri, garis saling miring, dan segitiga. Menulis memerlukan keterampilan yang sangat kompleks seperti integrasi visual motorik, kognitif dan perceptual, serta sensitifitas kinesthetik dan taktil (Maeland dalam Santoso, 2005 : 1). Profesiensi menulis memerlukan maturasi dan integrasi keterampilan tersebut termasuk kemampuan merencanakan gerak (motoric planning), hubungan ruang dan jarak, serta elemen kekutan otot tangan untuk mengerjakan aktivitas menulis (Conhil & Case Smith, Maeland dalam Santoso, 2005 : 1). Identifikasi komponen yang mendasari ketampilan menulis sangat diperlukan untuk mengetahui defisit yang dialami anak sehingga terapis dapat menentukan teknik dan strategi pembelajaran menulis yang sesuai dengan problem yang dihadapi anak. Beberapa uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti anak penyandang down syndrome dengan judul MELATIH MOTORIK ANAK DOWN SYNDROME DENGAN METODE PERSIAPAN MENULIS DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA.

9 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh anak penderita down syndrome. 2. Masih terbatasnya layanan khusus pada penderita down syndrome. 3. Kurangnya metode yang digunakan untuk menangani anak down syndrome. C. Pembatasan Masalah Penelitian ini diharapkan lebih efektif, efisien, terarah dan dapat dikaji lebih mendalam maka diperlukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah masalah yang diteliti hanya terbatas pada fine motor (motorik halus) anak penyandang down syndrome di TK Permata Bunda tahun ajaran 2009/ 2010. D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut diatas, dapat dirumuskan permasalahan pokok, yaitu : apakah metode persiapan menulis dapat melatih fine motor (motorik halus) anak down syndrome? E. Tujuan Penelitian Sebagaimana pembatasan masalah dan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah : untuk mengetahui

10 kemungkinan berhasil atau tidaknya metode persiapan menulis dalam melatih fine motor (motorik halus) anak down syndrome di TK Permata Bunda Surakarta. F. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat atau kegunaan dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut: a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan kurikulum di Taman Kanak-Kanak yang terus berkembang sesuai dengan tuntutan masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dimasa yang akan datang. b. Memberikan sumbangan ilmiah dalam ilmu Pendidikan Anak Usia Dini, terutama tentang down syndrome. c. Sebagai pijakan dan referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) terutama anak yang mengalami down syndrome serta menjadi bahan kajian lebih lanjut. 2. Manfaat praktis Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut :

11 a. Bagi penulis Merupakan kesempatan untuk lebih menambah pengetahuan penulis tentang anak berkebutuhan khusus, sebagai pengembangan dari mata kuliah ABK. Pada kesempatan ini yang menjadi obyek penelitian adalah anak penyandang down syndrome, dengan penelitian ini penulis bertambah pengetahuannya tentang permasalahan anak penyandang down syndrome. b. Bagi pendidik dan calon pendidik. Dapat menambah pengetahuan dan sumbangan pemikiran tentang Anak Berkebutuhan Khusus terutama cara penanganan anak penyandang down syndrome. c. Bagi sekolah tempat anak belajar. Dapat digunakan sebagai bahan masukan khususnya bagi guru, yang anak didiknya menyandang kelainan down syndrome. Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program pembelajaran serta menentukan metode dan media pembelajaran yang tepat untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) terutama anak yang mengalami down syndrome.