BAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup:

dokumen-dokumen yang mirip
Konstitusionalisme SDA Migas. Zainal Arifin Mochtar Pengajar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 60/PUU-XI/2013 Badan Hukum Koperasi, Modal Penyertaan, Kewenangan Pengawas Koperasi dan Dewan Koperasi Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati

AGENDA DALAM SISTEM EKONOMI INDONESIA

KUASA HUKUM Tommy Albert M. Tobing, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 21 Maret 2013

RechtsVinding Online

SISTEM EKONOMI PANCASILA:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu pakar hukum, Roscoe Pound mengemukakan paradigma

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Mohammad Yusuf Hasibuan Reiza Aribowo

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1986

BAB I PENDAHULUAN. seperti Perseroan Terbatas. Hal tersebut menjadi alasan dibuatnya Undang-

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XI/2013 Tentang Bentuk Usaha, Kepengurusan serta Modal Penyertaan Koperasi

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945)

Yang menentukan bentuk sistem ekonomi kecuali dasar falsafah negara dijunjung tinggi maka yang dijadikan kriteria adalah lembaga-lembaga khususnya

WAWASAN NUSANTARA. Dewi Triwahyuni. Page 1

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kesehatan Tafsiran zat adiktif

BAB VIII TIGA BUTIR SIMPULAN. Pada bagian penutup, saya sampaikan tiga simpulan terkait kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah tipe negara yang berbentuk welfare state modern (negara

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan bernegara bagi bangsa Indonesia terdapat dalam Pembukaan Undang-

PUSANEV_BPHN KEBIJAKAN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM

I. PENDAHULUAN. bukanlah merupakan mereka yang tingkat kesejahteraannya tinggi. Mereka

2 global sebagai sarana peningkatan kemampuan ekonomi bangsa Indonesia. Untuk melindungi kepentingan negara dalam menghadapi era globalisasi tersebut

DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD) menempati tingkatan

PROSEDUR PENAGIHAN REKENING LISTRIK DI PT. PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA TIMUR CABANG JEMBER

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 134 TAHUN : 2011 SERI : E

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

ASPEK SOSIOLOGIS POLITIK KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD NRI TAHUN Oleh: Dr. Suciati, SH., M. Hum

proses perjalanan sejarah arah pembangunan demokrasi apakah penyelenggaranya berjalan sesuai dengan kehendak rakyat, atau tidak

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Geopolitik

II. POKOK PERKARA Pengujian Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terhadap UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XI/2013 Tentang Penetapan Batam, Bintan dan Karimun Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

Kompetensi Umum Mata Kuliah Kompetensi Khusus Mata Kuliah

BAB I PENDAHULUAN. (PT BHMN), dan kemudian disusul dengan 3 (tiga) Perguruan Tinggi Negeri

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) (Preambule) memuat tujuan

UNDANG-UNDANG DASAR 1945

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun

BAB I PENDAHULUAN. berperan untuk mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, guru

I.PENDAHULUAN. Perkembangan kehidupan bersama bangsa-bangsa dewasa ini semakin tidak mengenal batas

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. mengenai nasabah serta dana yang disimpannya dari pihak-pihak yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 2 Hadi Setia Tunggul, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta, Harvarindo, 2009, hal. 503

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004

BAB I PENDAHULUAN. boleh merampas hak hidup dan merdeka tersebut.

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN

PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan budaya manusia yang telah mencapai taraf yang luar biasa. Di

PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA

Arsitektur Sistem Keuangan Nasional Berdasarkan UUD Oleh Dr.Ir. Fadel Muhammad Ketua Komisi XI, DPR RI

5. Distribusi Distribusi adalah pembagian dan pengalokasian nilai-nilai dalam masyarakat.

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan proaktif melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

Diperkenankan untuk mengutip sebagian atau seluruh isi paparan ini dengan mencantumkan sumber kutipan atas nama Komite Ekonomi dan Industri Nasional

RINGKASAN PUTUSAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki eksistensi yang lebih bermartabat. Pendidikan formal pada hakikatnya

MENILIK KESIAPAN DUNIA KETENAGAKERJAAN INDONESIA MENGHADAPI MEA Oleh: Bagus Prasetyo *

PERPU ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM PERSPEKTIF ASAS DAN TEORI HUKUM PIDANA OLEH DR. MUDZAKKIR, S.H., M.H

Cita hukum Pancasila harus mencerminkan tujuan menegara dan seperangkat nilai dasar yang tercantum baik dalam Pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG ORGANISASI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kepastian hukum bagi jalannya kehidupan organisasi pemerintahan di Indonesia,

BAB III ABORSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

EKSISTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS MODERN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI

BAB IV PENUTUP. UU Migas adalah UU yang lahir disebabkan, karena desakan internasional dalam

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

KONSTITUSI EKONOMI (Ekonomi Pasar, Demokrasi, dan Konstitusi) Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 1

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut dengan UUD 1945) secara tegas menyebutkan negara Indonesia adalah negara hukum, oleh karenanya segala tata laku, dan tata kelola negara dan pemerintahan didasarkan atas prinsip-prinsip negara hukum. Namun jika ditelaah lebih jauh sesungguhnya Indonesia menganut konsep negara hukum materiil (welfarestate), yaitu mengombinasikan antara konsep negara hukum dan negara kesejahteraan. Konsep negara hukum kesejahteraan (welfarestate) menerapkan kewenangan dan tanggung jawab pemerintah atas rakyatnya semakin meluas, bukan lagi bersifat nachtwakerstaat atau sebatas penegak hukum demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan intervensi pemerintah atas kehidupan sosial ekonomi warga negaranya. Besarnya tanggung jawab pemerintah atas kesejahteraan rakyatnya didasarkan pada tujuan awal kemerdekaan negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup: 1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, 2. Memajukan kesejahteraan umum,

2 3. Mencerdaskan kehidupan bangsa, 4. Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Eksistensi negara Indonesia sebagai negara hukum kesejahteraan, tercermin pula dalam Bab XIV UUD 1945 yang berjudul Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, substansi Pasal 33 dan Pasal 34 dalam Bab XIV UUD 1945 tersebut ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. UUD 1945 diperlukan sebagai landasan dasar sistem perekonomian Indonesia secara normatif agar strategi, kebijakan, dan program perekonomian nasional terarah. Landasan normatif mengenai perekonomian Indonesia yang terdapat pada Pasal 33 UUD 1945 tersebut sudah diubah dan berkembang lebih rinci dengan ditambahkannya Ayat (4) Pasal 33 UUD 1945 yang isinya sebagai berikut : Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Penambahan Pasal 33 Ayat (4) UUD 1945 yang memuat prinsipprinsip baru dimaksudkan untuk menyempurnakan agar ketentuan UUD 1945 tidak disalahgunakan. Pancasila dan UUD 1945 menghendaki adanya keseimbangan dalam semua aspek kehidupan bernegara, termasuk keseimbangan antara kepentingan individual dan kolektivitas dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan individual dan kolektif tersebut kemudian diadopsi prinsip efisiensi berkeadilan sebagai salah satu prinsip demokrasi ekonomi. Dalam konteks

3 perekonomian nasional di era globalisasi ini, selain efisiensi hal lain yang harus diperhatikan yakni keadilan, Indonesia sebagai negara berkembang harus memegang prinsip efisiensi untuk keadilan. Dianutnya prinsip efisiensi berkeadilan sebagai salah satu prinsip pendukung demokrasi ekonomi, sesungguhnya mengandung banyak polemik baik dari segi proses politiknya maupun implementasinya dalam penyelenggaraan perekonomian nasional. Banyak pihak yang menyalahpahami dengan beranggapan seolah-olah dengan dimasukkannya prinsip efisiensi ke dalam rumusan UUD 1945, maka UUD 1945 yang menganut demokrasi ekonomi telah melenceng dari cita-cita proklamasi. 1 Sebagaimana Mubyarto mengemukakan bahwa alasan penambahan ayat 4 dalam Pasal 33 UUD 1945 merupakan kompromi atas perdebatan antara kelompok yang ingin mempertahankan dan menggusur asas kekeluargaan, hal tersebut dikarenakan asas kekeluargaan menolak sistem ekonomi pasar yang berprinsip efisiensi (ekonomi). 2 Karena itu, bagi kalangan ekonom idealis dengan masih langgengnya Pasal 33 Ayat (4) UUD 1945, maka konstitusi ekonomi Indonesia masih rentan karena selalu diintai oleh agenda-agenda neoliberal seperti liberalisasi, privatisasi, dan deregulasi. Nampaknya kekhawatiran atas Pasal 33 Ayat (4) UUD 1945 yang digunakan untuk memenuhi agenda-agenda neoliberal seperti liberalisasi, 1 Jimly Asshiddiqie, 2010, Konstitusi Ekonomi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, hlm 259-260. 2 Mubyarto, Paradigma Kesejahteraan Rakyat dalam Ekonomi Pancasila. Jurnal Ekonomi Rakyat, Artikel th II, No 4, Juli, 2003.

4 privatisasi, dan deregulasi mulai terbukti dengan perekonomian nasional yang diwarnai dengan kebijakan-kebijakan liberal, mengikuti mekanisme pasar yang fluktuatif dan cenderung di atas daya beli masyarakat. Hal itu tentu juga tidak terlepas dari banyaknya ekonom pragmatis yang mengisi pos-pos penting jabatan kenegaraan. Hadirnya ekonom pragmatis dalam kancah jabatan publik cenderung membuat kebijakan negara mengarah kepada pemenuhan agenda neoliberal yang dirumuskan dalam Washington Consensus. Para ekonom pragmatis tersebutlah yang dinilai oleh Mubyarto sebagai kelompok yang berjuang mati-matian untuk memasukan misi pasar bebas dengan ruh kapitalisme ke dalam Pasal 33 UUD 1945, yang akhirnya terwujud dengan diadopsinya prinsip efisiensi berkeadilan dalam Pasal 33 Ayat (4) UUD 1945. Diadopsinya prinsip efisiensi berkeadilan dalam landasan konstitusional Indonesia memang rentan penyimpangan dalam penerapannya. Penerapan prinsip efisiensi berkeadilan menunjukkan berlangsungnya proses penyesuaian cara kerja Indonesia yang ekonominnya belum dan sedang berkembang agar makin mendekati caracara yang diterapkan negara-negara yang sudah maju dan modern. Pada akhirnya penerapan prinsip yang bertujuan efisiensi untuk keadilan ini, tidak terlepas dari problema dalam mewujudkan perekonomian yang berdemokrasi ekonomi di Indonesia. Sebagai penerapan Pasal 33 Ayat (4) UUD 1945 di atas, pemerintah selaku regulator dan fasilitator dalam kegiatan perekonomian antara lain

5 menetapkan kebijakan untuk mendorong semua pelaku usaha agar dapat memberikan peranan-terbaiknya dalam mengembangkan perekonomian nasional efisien dan mampu bersaing baik secara nasional, regional maupun global. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka Pemerintah bersama-sama dengan DPR mengesahkan berbagai undang-undang, termasuk dan UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan. UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan sangat erat berkaitan dan merupakan tulang punggul kebijakan perekonomian nasional yang mengatur mengenai kompetisi pada penyelenggaraan usaha ketenagalistrikan. Kompetisi di sektor ketenagalistrikan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 dianggap suatu terobosan dalam memasuki era mekanisme pasar. Efisiensi merupakan kata kunci yang tidak bisa lagi ditawar dalam memenangkan persaingan. Apalagi persaingan sudah menjurus ke arah global. Untuk menghadapi hal tersebut kiranya perlu untuk mengembangkan peraturan perundang-undangan yang mendukung kegiatan perekonomian dalam menghadapi era perdagangan bebas tanpa merugikan kepentingan nasional. Namun lahirnya UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan jusrtu menjadi kontroversi di tengah masyarakat, lahirnya peraturan tersebut dianggap bukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara riil akan ketenagalistrikan, tetapi lebih atas dasar tekanan lembaga keuangan internasional sebagai bagian dari program penyesuaian struktural (structural adjustment program) yang merupakan standar

6 kebijakan yang direkomendasikan oleh IMF dan didukung oleh Bank Dunia (The World Bank) serta Asia Development Bank (AsDB). UU No.20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan merupakan undang-undang titipan" kepentingan pihak asing baik yang sudah maupun yang ingin menanamkan modalnya di sektor ini. Selain itu, undang-undang tersebut mempunyai kaitan erat dengan persoalan ekonomi dan/atau bisnis karena hampir tidak mungkin suatu kegiatan pengembangan perekonomian atau upaya peningkatan pertumbuhan bisnis tidak berkaitan dengan kebutuhan penyediaan tenaga listrik, sehingga sangat mungkin pengaturan dalam UU No. 20 Tahun 2002 lebih untuk memenuhi kepentingan para pebisnis (kaum kapitalis). Pemenuhan kepentingan kelompok tertentu melalui UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketengalistrikan tercermin dari pengaturannya terkait kompetisi dan konsep unbundling usaha ketenagalistrikan yang bertentangan dengan UUD 1945, sehingga merenggut hak konstitusional masyarakat. Pada akhirnya UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan terbukti bertentangan dengan UUD 1945 dengan keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa keseluruhan materi undang-undang itu dinyatakan tidak berlaku mengikat secara hukum. Putusan MK atas pembatalan UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan tersebut menjadi putusan MK yang paling menarik dan kontroversial.

7 Berdasarkan pemaparan di atas maka akan dilakukan penelitian lebih lanjut dalam penyusunan tesis yang berjudul : PRINSIP EFISIENSI BERKEADILAN DALAM MEWUJUDKAN PEREKONOMIAN NASIONAL BERDASARKAN DEMOKRASI EKONOMI MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945. B. Rumusan Masalah Bertolak dari paparan latar belakang masalah, dapat dirumuskan sebagai isu sentral dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimana makna prinsip efisiensi berkeadilan dalam mewujudkan perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945? 2. Bagaimana penerapan prinsip efisiensi berkeadilan dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan sebagai kebijakan perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini meliputi berbagai dimensi antara lain : 1. Tujuan deskriptif, untuk mengetahui dan menganalisis makna prinsip efisiensi berkeadilan dalam mewujudkan perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi menurut Undang-Undang Dasar 1945.

8 2. Tujuan kreatif, untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana penerapan prinsip efisiensi berkeadilan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan sebagai kebijkan perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi. D.Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik untuk kepentingan akademis maupun untuk kepentingan praktis, yaitu: 1. Manfaat akademis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan pengembangan ilmu hukum pada khususnya. 2. Manfaat praktis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi penafsiran prinsip efisiensi berkeadilan serta mengetahui penerapan prinsip efisiensi berkeadilan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan sebagai kebijkan perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi. E.Keaslian Penelitian Setelah dilakukan penelusuran pada berbagai referensi dan hasil penelitian dalam berbagai media, baik cetak maupun elektronik, belum ditemukan penulisan yang terkait judul Prinsip Efisiensi Berkeadilan

9 dalam Mewujudkan Perekonomian Nasional Berdasarkan Demokrasi Ekonomi Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga dalam kesempatan ini akan dilakukan penelitian terhadap permasalahan tersebut. Dengan demikian, penelitian ini adalah asli. Berdasarkan penelusuran pada perpustakaan Pasca Sarjana UGM dan Perpustakaan Fakultas Hukum UGM belum ada penelitian yang sama baik ditinjau dari segi fokus dan lokus penelitiannya. Namun jika kemudian ada kemungkinan ditemukan penelitian yang sama, maka penelitian ini dianggap sebagai salah satu bagian untuk melengkapi penelitian tersebut.