Performans Produksi Telur Itik Talang Benih pada Fase Produksi Kedua Melalui Force Moulting

dokumen-dokumen yang mirip
Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Kususiyah, Urip Santoso, dan Rian Etrias

PRODUKTIVITAS ITIK ALABIO DAN MOJOSARI SELAMA 40 MINGGU DARI UMUR MINGGU

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

(PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) ABSTRACT ABSTAAK PENDAHULUAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di

Yosi Fenita, Irma Badarina, Basyarudin Zain, dan Teguh Rafian

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (MA): Masa Pertumbuhan sampai Bertelur Pertama

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik

PENGARUH PENAMBAHAN ECENG GONDOK (Eichornia crassipes) FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL

Sudjatinah, H.T. Astuti dan S. S. Maryuni Fakultas Peternakan Universitas Semarang, Semarang ABSTRAK

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

T. Widjastuti dan R. Kartasudjana Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung ABSTRAK. ); 85% ad libitum (R 4

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam Ransum pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

PEMBERIAN PAKAN TERBATAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERFORMA AYAM PETELUR TIPE MEDIUM PADA FASE PRODUKSI KEDUA

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN FINISHER PERIOD

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan

PERFORMA AYAM SKRIPSI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

MATERI DAN METODE. Materi

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari-Maret 2015 di Kandang

PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

PROGRAM VILLAGEBREEDING PADA ITIK TEGAL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI TELUR: SELEKSI ITIK TEGAL GENERASI PERTAMA DAN KEDUA ABTRACT ABTRAK

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

R. T. Hertamawati Jurusan Peternakan Politeknik Negeri Jember, Jember ABSTRAK. Kata kunci : pembatasan pakan, produksi telur, fase grower, puyuh

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

PEMANFAATAN BEKICOT SAWAH (TUTUT) SEBAGAI SUPLEMENTASI PAKAN ITIK UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS ITIK PETELUR DI DESA SIMOREJO-BOJONEGORO

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. minggu dengan bobot badan rata-rata gram dan koefisien variasi 9.05%

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING

SKRIPSI BERAT HIDUP, BERAT KARKAS DAN PERSENTASE KARKAS, GIBLET

INTERAKSI ANTARA BANGSA ITIK DAN KUALITAS RANSUM PADA PRODUKSI DAN KUALITAS TELUR ITIK LOKAL

PENGARUH PENGGUNAAN POLLARD DAN ASAM AMINO SINTETIS DALAM PAKAN AYAM PETELUR TERHADAP KONSUMSI PAKAN, KONVERSI PAKAN, DAN PRODUKSI TELUR

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas Terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari x Alabio (MA): 2. Masa Bertelur Fase Kedua Umur Minggu

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(4): , November 2016

KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER. Niken Astuti Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL PUYUH JANTAN

PERBEDAAN JUMLAH PEMBERIAN RANSUM HARIAN DAN LEVEL PROTEIN RANSUM TERHADAP PERFORMAN AYAM PETELUR UMUR MINGGU

PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) YANG DI PELIHARA PADA FLOCK SIZE YANG BERBEDA

RESPON PENGGANTIAN PAKAN STARTER KE FINISHER TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAN PERSENTASE KARKAS PADA TIKTOK. Muharlien

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 28 April 2016 di CV.

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

[Evaluasi Hasil Produksi Ternak Unggas]

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari April 2014, di peternakan

EFEK LAMA WAKTU PEMBATASAN PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PERFORMANS AYAM PEDAGING FINISHER

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27

Efektivitas Penambahan Zeolit dalam Ransum terhadap Performa Puyuh Petelur Umur 7-14 Minggu

Identifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Itik Bali...Herbert Jumli Tarigan

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

Ade Trisna*), Nuraini**)

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan

Roesdiyanto, Rosidi dan Imam Suswoyo Fakultas Peternakan, Unsoed

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari 02 April--23 April 2014, di

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian yang digunakan adalah Itik Peking Mojosari Putih (PMp)

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TERBATAS TERHADAP PENAMPILAN ITIK SILANG MOJOSARI X ALABIO (MA) UMUR 8 MINGGU

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG KETELA RAMBAT (Ipomea Batatas L) SEBAGAI SUMBER ENERGI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI AYAM PEDAGING FASE FINISHER

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN ITIK BALI SEBAGAI SUMBER PLASMA NUTFAH TERNAK (GROWTH CHARACTERISTICS OF BALI DUCK AS A SOURCE OF GERMPLASM) ABSTRACT

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. puyuh turunan hasil persilangan warna bulu coklat dengan hitam. Jumlah telur

Transkripsi:

Performans Produksi Telur Itik Talang Benih pada Fase Produksi Kedua Melalui Force Moulting Egg Production Performance of talang Benih Ducks on Second Production Period After Force Moulting. Kususiyah, Desia Kaharuddin, dan Nano Haryono Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Jalan Raya Kandang Limun, Bengkulu. Telp. (0736) 2170 pst.219. ABSTRACT An experiment was arranged to evaluate egg production performance of Talang Benih ducks in the second phase, after one year production period. A total of 192 female ducks with production level being less than 30% were distributed into 16 cages, 12 ducks each. Four force molting treatments (fasting 4, 8, or 12 days followed by limited feed for 20 days, and limited feed for 20 days control) were arranged in a Randomized Complete Design with four replications. During fasting water was provided at libitum. Performances observed were weight loss, time to start laying egg, egg production percentage, single egg weight, and feed consumption. The results showed that fastings before feed limitation did not improve egg production of ducks than those treated with limited feed only; even the longer the fasting period the worse egg production was. Key words: Talang Benih ducks, second peiod of egg production, force molting. ABSTRAK Penelitian dirancang untuk mengevaluasi performans produksi telur itik Talang Benih pada fase produksi ke dua setelah melalui masa produksi telur selama satu tahun produksi pertama. Sebanyak 192 ekor itik Talang Benih betina dengan persentase produksi yang telah menurun dibawah 30 % didistribusikan ke dalam 16 petak kandang perlakuan dengan 12 ekor per petak kandang. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap 4 perlakuan force molting dengan 4 ulangan. P0 sebagai kontrol, itik tidak dipuasakan dan hanya mendapat pembatasan ransum selama 20 hari, P4 dipuasakan selama 4 hari dilanjudkan pembatasan ransum selama 20 hari, P8 dipuasakan 8 hari dilanjutkan pembatasan ransum selama 20 hari, dan P12 dipuasakan selama 12 hari dilanjutkan pembatasan ransum selama 20 hari. Selama pemuasaan itik diberi air minum ad libitum. Peubah yang diukur meliputi : kehilangan berat badan, waktu mulai bertelur kembali, persentase produksi telur, berat telur per butir, dan konsumsi ransum. Dapat disimpulkan bahwa performans produksi telur itik Talang Benih pada fase produksi ke dua yang mendapat perlakuan force molting pemuasan 4, 8, dan 12 hari dilanjutkan pembatasan ransum selama 20 hari tidak lebih baik dibanding dengan kontrol yang hanya mendapat perlakuan pembatasan ransum selama 20 hari. Kata Kunci : Itik Talang Benih, Performans Produksi Telur Fase Kedua, force molting PENDAHULUAN Potensi Itik Talang Benih yang merupakan plasma nutfah daerah Bengkulu (Daryanto, 2000) perlu terus dicari informasinya. Kususiyah dan Kaharuddin, (2008) mendapatkan bahwa berat badan itik Talang Benih jantan pada umur 20 minggu adalah 1532,58 g, sedangkan pada betinanya 1377,64 g. Capaian berat badan Itik Talang Benih pada umur 20 minggu ini masih lebih rendah bila dibandingkan berat badan Itik Pegagan; sebagaimana dilaporkan Brahmantyo (2003) bahwa berat badan Itik Pegagan jantan (1784,06 g) lebih tinggi bila dibanding berat badan betinanya (1679,43 g) pada umur 20 minggu. Menurut Kususiyah dan Kaharuddin (2006), level protein ransum produksi telur itik Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 3, No 2. Juli Desember 2008 49

Talang Benih pada fase produksi pertama yang terbaik adalah level protein 15 % dengan EM 2600 kkal/kg. Lebih lanjut dinyatakan bahwa dengan level protein tersebut, Itik Talang Benih mulai bertelur pada umur 163-172 hari dengan capaian produksi diatas 50% selama 8,5 bulan; yaitu pada masa produksi 2,5 bulan sampai 11 bulan, sedangkan puncak produksi mencapai 80 % terjadi pada bulan ke-enam dan ke-tujuh masa produksi. Setelah 11 bulan berproduksi, produksi telur terus menurun hingga mencapai dibawah 40 % pada umur 12 bulan produksi. Penurunan produksi telur yang demikian sudah perlu dipertimbangkan apakah itik akan diafkir atau dilakukan force molting untuk mendapatkan produksi telur pada fase produksi berikutnya. Molting atau rontok bulu merupakan fenomena alami yang biasa terjadi pada unggas setelah melalui masa produksi telur yang panjang. Proses peluruhan atau rontok bulu ini secara alami memerlukan waktu yang cukup lama (Ralp, 1992), oleh karena itu perlu diupayakan agar molting tidak berlangsung lama, yaitu dengan melakukan force molting; suatu perlakuan khusus yang mengakibatkan unggas berhenti bertelur, dan bulunya rontok dalam waktu yang relatif cepat. Setelah peluruhan bulu selesai maka akan berganti dengan bulu yang baru dan biasanya unggas akan berproduksi kembali yang disebut fase produksi ke dua. Salah satu cara force molting yang cukup efektif adalah dengan pemuasaan, karena melalui pemuasaan akan menggannggu penyediaan kalsium. Brake (1993) menyatakan, kalsium memegang peranan yang sangat penting dalam proses ovulasi. Diketahui kalsium merupakan zat nutrisi pembatas pertama dalam proses ovulasi yang terlibat dalam pelepasan luteinizing hormon (LH) yang berperan dalam proses ovulasi. Masukan kalsium yang menurun menyebabkan penurunan LH yang diikuti penurunan hormon lainnya yaitu estrogen, progesteron dan lainlain (Sturkie, 1993). Peluruhan bulu pada proses molting disebabkan oleh berkurangnya hormon estrogen yang banyak berpengaruh pada papila bulu (Pecoly, 1992, dalam Brake, 1993). Force molting dengan metode pemuasaan selama 4 dan 8 hari pada ayam petelur menurut Tanwiriah (2003) memberikan hasil produksi telur yang lebih baik dibanding dengan yang tanpa pemuasaan maupun yang mendapat perlakuan pemuasaan 12 hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi performans produksi telur Itik Talang Benih pada fase produksi kedua melalui force molting. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di kandang Jurusan Peternakan Universitas Bengkulu. Sebanyak 192 ekor Itik Talang Benih dengan persentase produksi yang telah turun di bawah 30 % didistribusikan ke dalam empat kelompok perlakuan, P0 sebagai kontrol, itik tidak dipuasakan, hanya diberi ransum terbatas selama 20 hari; P4 itik dipuasakan selama 4 hari dilanjutkan ransum terbatas selama 20 hari; P8 itik dipuasakan 8 hari dilanjutkan ransum terbatas selama 20 hari; P12 itik dipuasakan 12 hari dilanjutkan ransum terbatas selama 20 hari. Selama penelitian air minum disediakan ad libitum, sedangkan pemberian ransum dilakukan dua kali sehari, pagi pukul 7. 00, sore pukul 16.00 WIB. Ransum yang digunakan ada dua macam yaitu ransum molting, yaitu ransum yang diberikan saat dilakukannya perlakuan force molting dan ransum produksi, yaitu ransum yang diberikan sejak berakhirnya perlakuan force molting sampai selesai penelitian. Semua perlakuan setelah masa pemuasaan berakhir, diteruskan dengan masa istirahat selama 20 hari dimana itik diberi ransum terbatas sebanyak 80 g/ekor/hari. Setelah masa istirahat, itik dipulihkan dengan diberi ransum produksi sebanyak 180 g/ekor/hari. Kandungan nutrisi bahan penyusun ransum dapat dilihat pada tabel 1. Komposisi ransum molting dan produksi) yang digunakan tertera pada tabel 2 dan 3. Performans Produksi Telur Itik Talang Benih 50

Tabel 1. Kandungan nutrisi bahan penyusun ransum BAHAN Protein Kasar Energi Metabolis (kkal/kg) Serat Kasar Lemak Kalsium Phospor Dedak a 10,45 1856,49 19,34 9,78 0,37 0,92 Jagung a 8,55 3105,66 2,42 2,97 0,29 0,44 KonsentratLayerKusus 31,67 2800 9,83 6,37 10,87 1,28 (KLK) a Mineral b - - - - 32,50 10,00 Keterangan : a : hasil analisis laboratorium nutrisi dan makanan ternak IPB 2006 b: label mineral mix Tabel 2. Komposisi bahan penyusun ransum molting Bahan Jumlah Dedak 80 Jagung 19 Mineral 1 Total 100 Protein 9,98 Energi Metabolis (kkal/kg) 2074,75 Kalsium 0,69 Phospor 0,92 Tabel 3. Komposisi bahan penyusun ransum produksi dan kandungan nutrisinya Bahan Jumlah Dedak 23 Jagung 42 Konsentrat layer khusus (KLK) 35 Total 100 Protein Kasar 17,07 Energi Metabolis (kkal/kg) 2710 Kalsium 4,01 Phospor 0,84 Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap empat perlakuan dengan empat ulangan, sehingga dibutuhkan 16 petak kandang. Masing-masing ulangan/petak kandang menggunakan itik sebanyak 12 ekor dengan ukuran kandang 0,9 m x 2 m ber halaman umbaran berukuran 0,9 m x 5 m yang dilengkapi tempat pakan dan tempat minum. Data yang diperoleh dianalisis keragamannya, apabila hasil analisis ragam berpengaruh nyata pada P<0,05 maka dilakukan uji lanjut DMRT. Peubah yang diukur adalah : 1. Kehilangan berat badan, diukur dengan mengurangi berat badan awal dengan berat badan setelah perlakuan dikali seratus persen 2. Waktu mulai bertelur pertama, adalah hari itik pertama bertelur setelah perlakuan force molting 3. Produksi Telur, diukur dengan menjumlah telur yang dihasilkan setelah perlakuan sampai akhir penelitian. Untuk mengetahui gambaran produksi telur selama penelitian dibuat grafik produksi telur berdasar persen produksi duck-day. 4. Berat telur, diukur dengan menimbang telur yang dihasilkan setiap hari dibagi jumlah telur 5. Konsumsi ransum, dihitung berdasarkan jumlah ransum yang diberikan dikurangi sisa ransum Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 3, No 2. Juli Desember 2008 51

HASIL DAN PEMBAHASAN Kehilangan Berat Badan Rataan berat badan awal, berat badan setelah perlakuan force molting, dan persentase kehilangan berat badan disajikan pada Tabel 4. berikut ini. Rataan berat badan itik Talang Benih yang digunakan sebelum perlakuan berkisar Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap waktu mulai bertelur kembali. Itik yang tidak mendapat perlakuan pemuasaan (P0) relatif lebih cepat bertelur kembali. Hal ini menunjukkan bahwa itik yang mendapat perlakuan pemuasaan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bertelur kembali. Hal ini sama dengan pada ayam petelur Tabel 4. Rataan berat badan awal, berat badan setelah perlakuan, dan persentase kehilangan berat badan Perlakuan (lama pemuasaan) Berat awal (g) Berat Badan Setelah Perlakuan (g) Kehilangan Berat Badan P0 ( 0 hari) 1521,87 1290,63a 16,52 P4 (4 hari) 1506,25 1178,13ab 21,77 P8 ( 8 hari) 1568,75 1157,81ab 25,91 P12 (12 hari) 1503,13 1068,75b 28,44 Keterangan: a, b pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) 1503 g sampai 1568 g. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemuasaan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap berat badan itik setelah perlakuan pemuasaan. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa berat badan itik yang tidak mendapat perlakuan pemuasaan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan yang mendapat perlakuan pemuasaan 4 dan 8 hari tetapi nyata lebih tinggi dibanding pemuasaan 12 hari, sedangkan berat badan yang dipuasakan selama 4,8, dan 12 hari tidak berbeda nyata. Namun demikian terlihat bahwa persentase kehilangan berat badan meningkat dengan bertambahnya lama pemuasaan. Kehilangan berat badan itik yang tidak mendapat perlakuan pemuasaan P0 hanya mendapat perlakuan pembatasan ransum selama 20 hari mengalami kehilangan berat badan 16,52 % sedangkan yang mendapat perlakuan pemuasaan 12 hari adalah yang paling besar mencapai 28,44 %. Menurut Lee (1982) lamanya force molting pada unggas dapat mempengaruhi tingkat penurunan berat badan, dan pemuasaan yang lebih lama akan menurunkan berat badan lebih besar dibanding pemuasaan yang lebih singkat. Mulai bertelur kembali Rataan waktu itik Talang Benih bertelur kembali sejak itik mendapat perlakuan sampai setelah perlakuan force molting ditampilkan pada Tabel 5. sebagaimana Tanwiriah (2003) melaporkan bahwa ayam yang mendapat force molting pemuasaan lebih lama akan berproduksi kembali dalam waktu yang lebih lama. Bila dibandingkan dengan molting secara alami, lama itik istirahat bertelur pada penelitian force molting ini relatif lebih pendek dengan kisaran 36,50-51,75 hari. Purba et al. (2005) melaporkan bahwa kisaran istirahat bertelur pada itik yang molting secara alami pada itik Alabio adalah 90,7 hari dan pada itik Mojosari 96,9 hari. Produksi Telur Rataan jumlah produksi telur setelah molting sampai minggu ke 24 sejak dimulainya perlakuan disajikan pada Tabel 5. Meskipun tidak berpengaruh nyata (P>0,05), produksi telur itik P0 yang tidak mendapat perlakuan pemuasaan (75,08 butir/ekor) relatif lebih tinggi dibanding dengan yang mendapat perlakuan pemuasaan 4 hari (70,56 butir/ekor ) 8 hari (66,20 butir/ekor) dan 12 hari (60,60 butir/ekor ), dan hal ini menunjukkan semakin lama pemuasaan produksi telur cenderung menurun. Penurunan produksi dengan semakin lamanya pemuasaan ini disebabkan oleh semakin lamanya waktu yang dibutuhkan untuk istirahat bertelur. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Tanwiriah (2003) pada ayam, bahwa produksi total telur ayam yang tanpa pemuasaan tidak berbeda secara nyata Performans Produksi Telur Itik Talang Benih 52

Tabel 5. Rataan waktu mulai bertelur kembali, produksi telur, berat telur dan konsumsi ransum Perlakuan (lama pemuasaan) Mulai bertelur kembali (hari ke-) Produksi telur (butir/ekor) Berat telur (g/butir) Konsumsi Ransum (g/ekor/hari) P0 (0 hari) 36,50 ± 5,92 a 75,08±7,76 65,21± 1,28 a 172,89± 2,55 a P4 (4 hari) 41,25 ± 3,86 ab 70,56±2,94 65,34± 2,57 a 170,76 ±0,85 a P8 (8 hari) 44,75 ± 3,69 ab 66,20±4,41 66,69 ±1,03 a 170,67± 0,84 a P12 (12 hari) 51,75 ± 4,35 b 60,60±1,71 66,73± 2,16 a 166,55 ±1,47 b Keterangan: a, b pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) dengan yang mendapat perlakuan pemuasaan selama 12 hari, akan tetapi nyata lebih rendah dibanding dengan yang mendapat perlakuan pemuasaan 4 dan 8 hari. Gambaran persentase produksi telur sejak dimulainya perlakuan selama penelitian ditunjukkan pada grafik berikut ini. Terlihat dari grafik bahwa, sejak dimulainya perlakuan bahwa produksi telur itik yang tidak mendapat perlakuan pemuasaan P0 yang hanya mendapat perlakuan pembatasan pakan lebih baik dibanding itik yang mendapat perlakuan pemuasaan. Kisaran produksi antara 60-70 %, berlangsung sekitar 3 bulan (minggu ke 8-20) adalah lebih lama dibanding perlakuan pemuasaan. Secara keseluruhan Grafik persentase produksi telur itik Talang Benih pada fase produksi kedua Persen 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 Minggu ke- p0 P4 p8 p12 pada minggu pertama itik masih berproduksi berkisar antara 10,5 29,6 %, selanjutnya itik istirahat bertelur mulai minggu kedua sampai minggu kelima pada itik kontrol, keenam pada itik yang dipuasakan selama empat dan delapan hari, dan minggu ketujuh pada itik yang mendapat pemuasaan 12 hari. Setelah istirahat bertelur, untuk semua perlakuan produksi telur meningkat terus. Produksi 50 % dicapai minggu ketujuh pada P0, kedelapan pada P4, kesembilan pada P8 dan minggu kesepuluh pada P12. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama pemuasaan semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai peningkatan produksi. Selanjutnya terlihat capaian produksi telur Itik Talang Benih pada fase kedua melalui force molting ini lebih rendah dibandingkan capaian produksi pada fase produksi pertama. Kususiyah dan Kaharuddin (2008) melaporkan bahwa persentase produksi telur Itik Talang Benih 70.3-77.2 % pada fase produksi pertama dicapai selama 6 bulan. Sementara itu produksi telur Itik Talang Benih pada fase kedua ini pada minggu ke-20 mulai mengalami penurunan hingga dibawah 40 % pada minggu ke-24. Berat Telur Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap ukuran telur. Namun demikian Tabel Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 3, No 2. Juli Desember 2008 53

5 menunjukkan bahwa ukuran telur cenderung meningkat dengan semakin lamanya pemuasaan. Berat telur per butir berkisar 65,21-66,73 g. Kisaran berat telur pada fase produksi kedua ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran telur pada fase produksi pertama sebagaimana Kususiyah dan Kaharuddin (2008) melaporkan bahwa rataan berat telur itik Talang Benih selama fase produksi pertama (48 minggu) adalah 61,68 g/butir. Meningkatnya ukuran telur pada fase produksi kedua ini disebabkan oleh bertambahnya umur itik. Berat telur meningkat sebagai akibat umur atau peluruhan bulu Hardjosworo (1989). Berat telur itik Mojosari dan Alabio setelah molting lebih tinggi dibanding sebelum molting Purba et al.( 2005). Konsumsi Ransum Perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi ransum. Konsumsi ransum itik yang tidak dipuasakan (172,89 g/ekor) tidak berbeda nyata dengan yang dipuasakan 4 hari (170,76 g/ekor) dan 8 hari (170,67 g/ekor), namun nyata lebih tinggi dibanding dengan yang dipuasakan 12 hari (166,55 g/ekor). Terdapat kecenderungan bahwa semakin lama dipuasakan konsumsi semakin rendah dan konsumsi ransum itik yang dipuasakan 12 hari nyata paling rendah dibanding perlakuan lain. SIMPULAN Performans produksi telur Itik Talang Benih pada fase produksi ke dua yang mendapat perlakuan force molting pemuasan 4, 8, dan 12 hari dilanjutkan pembatasan ransum selama 20 hari tidak lebih baik dibanding dengan kontrol yang hanya mendapat perlakuan pembatasan ransum selama 20 hari. DAFTAR PUSTAKA Brahmantyo, B. 2003. Karakteristik pertumbuhan Itik Pegagan umur 0-20 minggu sebagai plasma nutfah. Jurnal Veteriner. 5 (3): 45-47. Brake, J. 1993. Recent Advances in Induced Molting. Poultry Science. 72:919-931 Daryanto. 2000. Arah kebijakan pemerintah dalam pengembangan potensi itik lokal Talang Benih. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Propinsi Bengkulu. Lee, K. 1982. Effect of Forced Molt Period on Postmolt Laying Hen Performance. Poultry Science. 6 : 1594-1598. Kususiyah dan Kaharuddin, 2006. Respon produksi telur itik talang benih pada level protein ransum berbeda serta kajian kualitas telur dengan CPO sebagai sumber karoten. Laporan Penelitian. Jurusan Peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas Bengkulu. Kususiyah dan D. Kaharuddin. 2008. Performans pertumbuhan itik Talang Benih jantan dan betina yang dipelihara secara intensif. Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 3 (1): 5-9 Purba, M., P. S. Hardjosworo, L. H. Prasetyo, dan D. R. Ekastuti. 2005. Pola rontok bulu itik betina Alabio dan Mojosari serta hubungannya dengan kadar lemak darah trigliserida, produksi dan kualitas telur. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 10 (2) : 96-105. Ralph, R.S. 1992. Manual of Poultry Production in the Tropis. First Edition. Printed in Great Britain by Antony Rowe LTD. Sturkie, P.D. 1986. Avian Physioligy. Fourth Edition. Springer-Verlag New York. Inc. Tanwiriah. W. 2003. Pengaruh lama pemuasaan pada perlakuan force molting terhadap performans ayam petelur. 3 (2):71-76. Performans Produksi Telur Itik Talang Benih 54