BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Acinetobacter sp. P2(1) dan crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Oil sludge merupakan sedimen atau endapan pada dasar tangki

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. merupakan limbah yang berbahaya, salah satunya adalah limbah oil sludge yang

BAB I PENDAHULUAN. atas komponen hidrofilik dan hidrofobik serta memiliki kemampuan menurunkan

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi FST Universitas Airlangga pada bulan Maret sampai dengan bulan Juli

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut :

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

BAB I PENDAHULUAN. buangan sebagai limbah yang dapat mencemari lingkungan (Fahruddin, 2010). Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 85 tahun 1999

Pembuatan biosurfaktan secara biotransformasi menggunakan molasses sebagai media oleh Pseudomonas fluorescens Disusun Oleh : Astri Wulandari M.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin luas.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 2014). Badan Pusat Statistik (2013) menyebutkan, di provinsi Daerah Istimewa. satunya adalah limbah minyak pelumas bekas.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. uji, yaitu uji resistensi logam berat, uji TPC (Total Plate Count), dan uji AAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Minyak Bumi dan dampaknya bagi Lingkungan. Minyak bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Minyak Burnt dan Hidrokarbon. Putri (1994) mengatakan minyak mentah (Crude Oil) merupakan suatu

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. berupa karbohidrat, protein, lemak dan minyak (Sirait et al., 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

SINTESIS METIL ESTER DARI LIPID Bacillus stearothermophilus DENGAN METODE TRANSESTERIFIKASI MENGGUNAKAN BF 3. Dessy Dian Carolina NRP

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

BAB I PENGANTAR. Lipase merupakan enzim yang berperan sebagai katalis dalam proses

I. PENDAHULUAN. (2014) minyak bumi merupakan salah satu sumber energi utama dan salah satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan kebutuhan mutlak yang diperlukan dalam kehidupan UKDW

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.

BAB I PENDAHULUAN. Enzim adalah senyawa protein yang dihasilkan oleh berbagai jenis

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh tumpahan minyak bumi akibat. kecerobohan manusia telah mengalami peningkatan dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan senyawa kimia yang sangat kompleks, sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

A. Sifat Fisik Kimia Produk

SKRINING DAN UJI AKTIVITAS LIPOLITIK MIKROBA HIDROKARBONOKLASTIK

Bioremediasi Lahan Terkontaminasi Minyak Bumi Dengan Menggunakan Bakteri Bacillus cereus Pada Slurry Bioreaktor

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi perubahan integritas molekuler (Sheehan 1997 dalam Sumarsono, 2011).

pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

I. PENDAHULUAN. Industri pertanian seperti PT.GGP (Green Giant Pinaeple) Lampung. menggunakan nanas sebagai komoditas utama dalam produksi.

BAB I PENDAHULUAN. Ester gula asam lemak merupakan non-ionik emulsifier yang bersifat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

BAB I PENDAHULUAN. berasa dan tidak berwarna. Pengunaannya dalam dunia industri sangat luas. meliputi industri farmasi, kosmetik, dan bahan pangan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

2016 BIOREMEDIASI LOGAM KROMIUM (VI) PADA LIMBAH MODEL PENYAMAKAN KULIT MENGGUNAKAN BAKTERI PSEUDOMONAS AERUGINOSA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair tahu adalah air buangan dari proses produksi tahu. Menurut

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizki Indah Permata Sari,2014

I. PENDAHULUAN. Industri batik memiliki peran penting sebagai penggerak perekonomian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian ini berupa jumlah sel (CFU/ml) Bacillus megaterium dengan

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

4 Hasil dan Pembahasan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan industri (Singh, 2001). Hal ini juga menyebabkan limbah

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

I. PENDAHULUAN. yang kemudian memacu produksi zat warna yang lebih beragam, aplikatif dan

UJI PRODUKSI BIOSURFAKTAN OLEH Pseudomonas sp. PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Efektivitas Bonggol Nanas Sebagai Desinfektan Alami Terhadap Daya Hambat Milk can

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang kelarutan oil sludge (%) oleh produk biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) dan crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 ditentukan pada konsentrasi sama dengan CMC (Critical Micelle Concentration). Menurut David (1997) biosurfaktan akan membentuk misel-misel yang efektif dan nyata pada keadaan dimana konsentrasi sama dengan CMC. Data karakterisasi biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) pada substrat molase adalah : 1. Karakteristik supernatan kultur Acinetobacter sp. P2(1) dalam uji kelarutan oil sludge, yaitu: nilai tegangan permukaan (TP) (mn/m) dan aktivitas emulsifikasi (AE) (%) pada hidrokarbon uji solar setelah 1 jam dan 24 jam. 2. Karakteristik larutan surfaktan sintetis Tween-20 pada konsentrasi sama dengan CMC, yaitu nilai tegangan permukaan (TP) (mn/m) dan aktivitas emulsifikasi (AE) (%) terhadap minyak uji solar setelah 1 jam dan 24 jam. 3. Persentase kelarutan oil sludge oleh biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) pada konsentrasi sama dengan CMC dan (ekstrak kasar) crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61. Hasil masing-masing data penelitian tentang karakterisasi biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) pada substrat molase dibahas sebagai berikut. 50

51 4.1 Uji Produksi Biosurfaktan Kultur bakteri Acinetobacter sp. P2(1) pada hari ketiga disentrifugasi untuk memisahkan sel-sel bakteri dari media tumbuhnya sehingga didapatkan supernatan. Supernatan kultur Acinetobacter sp. P2(1) dikarakterisasi nilai tegangan permukaan serta aktivitas emulsifikasi terhadap substrat uji solar setelah 1 jam dan 24 jam. Hasil uji produksi biosurfaktan disajikan pada tabel 4.1 dan 4.2. Tabel 4.1 Nilai Hasil uji supernatan biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1). Karakteristik supernatan biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) TP (mn/m) AE 1 jam (%) AE 24 jam (%) Rerata ± SD 54,28 ± 0,82 21,20 ± 4,8 18,04 ± 4,41 Tabel 4.1 menggambarkan nilai rerata karakteristik supernatan biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) terhadap tegangan permukaan, aktivitas emulsifikasi 1 jam dan 24 jam. Biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) memiliki nilai rerata tegangan permukaan sebesar 54,28 ± 0,82 mn/m dengan penurunan tegangan permukaan sebesar 17,72 ± 0,82 mn/m terhadap akuades hal ini menunjukkan bahwa biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) bersifat aktif permukaan (surface active agent). Biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) memiliki nilai rerata aktivitas emulsifikasi sebesar 21,20 ± 4,8 % pada 1 jam dan 18,04 ± 4,41 % pada 24 jam hal ini menunjukkan bahwa biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) bersifat agen pengemulsi (bioemulsifier).

52 Produk biosurfaktan diisolasi dari supernatan kultur yang selanjutnya diekstraksi. Proses pengekstrasian produk biosurfaktan dioptimalisasi agar keadaan supernatan tetap bersifat aktif permukaan dan emulsifier. Produk biosurfaktan yang berhasil diekstraksi kemudian dikarakterisasi untuk mengetahui aktivitas produk biosurfaktan dan kemampuan dalam mengurangi tegangan permukaan. Tabel 4.2 Hasil uji produk kasar biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1). Karakteristik produk kasar biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) = CMC Nilai Berat kering (g/l) TP (mn/m) AE 1 jam (%) AE 24 jam (%) Rerata ± SD 6,78 ± 2,18 53,74 ± 0,17 41,18 ± 2,24 39,26 ± 2,24 Tabel 4.2 menggambarkan nilai rerata karakteristik produk kasar biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) terhadap berat kering, tegangan permukaan, aktivitas emulsifikasi 1 jam dan 24 jam. Acinetobacter sp. P2(1) memiliki rerata perolehan berat kering sebesar 6,78 ± 2,18 g/l. Biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) memiliki rerata tegangan permukaan sama dengan CMC sebesar 53,74 ± 0,17 mn/m dengan penurunan tegangan permukaan sebesar 18,26 ± 0,17 mn/m terhadap akuades hal ini menunjukkan bahwa biosurfaktan Acinetobacter sp. P 2(1) bersifat aktif permukaan (surface active agent). Biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) memiliki rerata aktivitas emulsifikasi sebesar 41,18 ± 2,68 % pada 1 jam dan 39,26 ± 2,24 % pada 24 jam sama dengan CMC hal ini menunjukkan bahwa biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) bersifat agen pengemulsi (bioemulsifier). Perolehan nilai rerata produk kasar biosurfaktan

53 Acinetobacter sp. P2(1) menggambarkan bahwa proses ekstraksi dengan menggunakan Ammonium sulfat jenuh 60% tidak mengurangi efektivitas produk. Mikroorganisme tertentu menunjukkan aktivitas pengemulsi dengan memproduksi biosurfaktan dan memanfaatkan hidrokarbon sebagai substrat dan mengubahnya menjadi produk tidak berbahaya untuk membersihkan lingkungan (Shantini et al., 2009). 4.1.1 Tegangan permukaan Nilai rerata tegangan permukaan dari produk biosurfaktan dalam supernatan kultur Acinetobacter sp. P2(1) adalah 54,28 ± 0,82 mn/m dengan rerata penurunan tegangan permukaan terhadap akuades adalah sebesar 17,72 ± 0,82 mn/m. Francy et al. (1996) menyatakan bahwa penurunan tegangan permukaan pada supernatan kultur sebesar 10 mn/m mengindikasikan adanya senyawa yang potensial menurunkan tegangan permukaan. Penurunan tegangan permukaan akuades yang didapatkan pada supernatan kultur Acinetobacter sp. P2(1) sebesar 17,72 ± 0,82 mn/m membuktikan bahwa dalam supernatan kultur terkandung senyawa yang bersifat aktif permukaan. 4.1.2 Aktivitas emulsifikasi Rerata nilai aktivitas emulsifikasi dari produk biosurfaktan dalam supernatan kultur Acinetobacter sp. P2(1) dengan minyak uji solar (1:1) (v/v) setelah 1 jam dan 24 jam masing-masing adalah 21,20 ± 4,8% dan 18,04 ± 4,41%. Hal ini menunjukkan adanya aktivitas emulsifikasi yang relatif stabil terhadap minyak uji solar dimana terdapat indikasi bahwa biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) tergolong bersifat aktif permukaan dan bioemulsifier (agen pengemulsi).

54 Data karakteristik biosurfaktan dalam supernatan Acinetobacter sp. P2(1) disajikan pada lampiran 2. Biosurfaktan dalam supernatan Acinetobacter sp. P2(1) ini selanjutnya diekstrak dengan pengendapan ammonium sulfat jenuh 60% untuk mendapatkan produk kasar biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1). 4.1.3 Karakterisasi produk kasar biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) pada konsentrasi sama dengan CMC Nilai tegangan permukaan dari supernatan kultur Acinetobacter sp. P2(1) yang diekstrak berkisar antara 48,36-60,49 mn/m, sedangkan nilai aktivitas emulsifikasi setelah 1 jam dan 24 jam pada minyak uji solar masing-masing berkisar antara 7,12-60,49% dan 4,92-54,52%. Grafik karakteristik biosurfaktan dalam supernatan kultur Acinetobacter sp. P2(1) disajikan pada lampiran 3. Perolehan residu hasil pengendapan ammonium sulfat 60% jenuh diliofilisasi dengan menggunakan freeze dryer sehingga menjadi serbuk biosurfaktan. Serbuk tersebut kemudian ditimbang dengan neraca analitik untuk memperoleh berat kering produk kasar biosurfaktan (Yuliani, 2004). Rerata perolehan berat kering produk kasar biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) dalam waktu inkubasi 3 hari adalah 6,78 ± 2,18 g/l. Data perolehan produk kasar biosurfaktan dari masing-masing supernatan kultur Acinetobacter sp. P2(1) yang diekstrak dapat dilihat pada lampiran 4. Produk kasar biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) yang didapat dilarutkan dalam buffer fosfat ph 7, dimana konsentrasi biosurfaktan ditentukan pada konsentrasi sama dengan CMC. Nilai CMC diketahui sebagai nilai konsentrasi biosurfaktan yang memiliki tegangan permukaan stabil untuk pertama kalinya (Desai and Banat, 1997). Nilai CMC dari produk kasar biosurfaktan

55 Acinetobacter sp. P2(1) hasil pengendapan dengan ammonium sulfat 60% jenuh adalah 6,67 g/l. Larutan biosurfaktan ini digunakan untuk menguji kelarutan oil sludge. Larutan produk kasar biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) pada konsentrasi sama dengan CMC memiliki nilai tegangan permukaan sebesar 54,74 ± 0,17 mn/m, dengan nilai penurunan tegangan permukaan terhadap akuades sebesar 18,26 ± 0,17 mn/m dan terhadap pelarut (buffer fosfat ph 7) sebesar 17,20 ± 0,17 mn/m. Sedangkan nilai aktivitas emulsifikasi pada minyak uji solar setelah 1 jam dan 24 jam masing-masing adalah 41,18 ± 2,68% serta 39,26 ± 2,24%. Aktivitas emulsifikasi biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) (hasil pengendapan ammonium sulfat 60% jenuh) pada konsentrasi sama dengan CMC menggunakan minyak uji solar setelah 1 jam dan 24 jam secara visual ditunjukkan oleh gambar 11 berikut. Data karakteristik larutan produk kasar biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) pada konsentrasi sama dengan CMC disajikan pada lampiran 5.

56 B1 B2 B3 B1 B2 B3 3 1 2 3 Gambar 11. Aktivitas emulsifikasi biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) (hasil pengendapan ammonium sulfat 60% jenuh) konsentrasi sama dengan CMC pada minyak uji solar: (1) setelah 1 jam; (2) setelah 24 jam. Keterangan : B1= ulangan 1 B2= ulangan 2 B3= ulangan 3 3 = aktivitas emulsifikasi 4.2 Karakteristik Larutan Surfaktan Sintetis Tween-20 pada Konsentrasi sama dengan CMC Tegangan permukaan dari larutan surfaktan sintetis Tween-20 pada konsentrasi sama dengan CMC adalah 56,76 ± 0,28 mn/m dengan nilai penurunan tegangan permukaan terhadap akuades sebesar 15,24 ± 0,28 mn/m dan terhadap pelarut (buffer fosfat ph 7) sebesar 14,18 ± 0,28 mn/m. Biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) pada konsentrasi sama dengan CMC memiliki nilai tegangan permukaan yang tidak jauh berbeda jika dibanding tegangan permukaan surfaktan sintetis Tween-20, yaitu 53,74 ± 0,17 mn/m dengan penurunan tegangan permukaan terhadap akuades sebesar 18,26 ± 0,17 mn/m dan terhadap pelarut (buffer fosfat ph 7) sebesar 17,20 ± 0,17 mn/m. Nilai aktivitas emulsifikasi dari surfaktan sintetis Tween-20 pada konsentrasi sama dengan CMC setelah 1 jam dan 24 jam pada minyak uji solar masing-masing adalah 35,5 ± 1,03% serta 32,25 ± 2,19%. Sedangkan, biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) pada konsentrasi sama dengan CMC

57 memiliki nilai aktivitas emulsifikasi yang lebih tinggi jika dibanding surfaktan sintetis Tween-20 pada minyak uji yang sama setelah 1 jam dan 24 jam masingmasing, yaitu 41,18 ± 2,68 % serta 39,26 ± 2,24 %. Aktivitas emulsifikasi Tween-20 pada konsentrasi sama dengan CMC pada minyak uji solar secara visual ditunjukkan oleh gambar 12. Data karakteristik larutan surfaktan sintesis Tween-20 pada konsentrasi sama dengan CMC disajikan pada lampiran 6. T1 T2 T3 T1 T2 T3 1 2 3 Gambar 12. Aktivitas emulsifikasi surfaktan sintetis Tween-20 konsentrasi sama dengan CMC pada minyak uji solar: (1) setelah 1 jam; (2) setelah 24 jam. Keterangan: T1 = ulangan 1 T2 = ulangan 2 T3 = ulangan 3 3 = aktivitas emulsifikasi 4.3 Aktivitas Lipolitik Crude Enzyme Lipase Micrococcus sp. L II 61 Aktivitas lipolitik crude enzyme lipase diukur secara kuantitatif dengan menggunakan p-nitrofenil palmitat (p-npp) sebagai substrat uji. Crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 memiliki nilai aktivitas lipolitik sebesar 33,53 ± 0,14 U/mL pada ph 7 dan suhu 37 C selama 16 jam. Oleh karena itu, crude enzyme lipase dari Micrococcus sp. L II 61 yang digunakan untuk uji kelarutan oil

58 sludge diproduksi pada media Nutrient Broth (NB) dengan penambahan minyak goreng konsentrasi 2% (v/v) serta lama waktu inkubasi 16 jam. 4.4 Hasil Pengukuran Tegangan Permukaan dan Aktivitas Emulsifikasi dari Crude Enzyme Lipase Micrococcus sp. L II 61 Nilai aktivitas emulsifikasi crude enzyme lipase pada minyak uji solar setelah 1 jam dan 24 jam masing-masing adalah 20,24 ± 0,68% dan 17,31 % ± 1,19%. Sedangkan nilai tegangan permukaan dari crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 adalah 41,73 ± 1,17 mn/m dan terjadi penurunan tegangan permukaan dalam supernatan kultur Micrococcus sp. L II 61 terhadap media produksi NB dan akuades sebesar 21,47 ± 1,02 dan 30,27 ± 1,17 mn/m (lampiran 7). Crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 memiliki kemampuan untuk mengemulsi hidrokarbon uji (solar) yang digunakan namun juga mampu menurunkan tegangan permukaan dari media pertumbuhan. Hal ini mengindikasikan bahwa crude enzyme lipase yang digunakan dalam uji kelarutan oil sludge juga mengandung senyawa yang bersifat aktif permukaan (surface active agent) dan bioemulsifier (agen pengemulsi). Pada penelitian Rahman (2003) menyatakan bahwa biosurfaktan Micrococcus sp. GS2-22 dapat mengurangi tegangan permukaan sebesar 32,9 ±0,7 mn/m setelah 72 jam inkubasi. Micrococcus sp. lain mampu memproduksi fosfolipid dan asam lemak netral. Micrococcus sp. L II 61 memungkinkan menghasilkan enzim lipase sekaligus biosurfaktan sehingga mampu menurunkan tegangan permukaan media pertumbuhan.

59 Aktivitas emulsifikasi crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 pada minyak uji solar secara visual ditunjukkan oleh gambar 13. E1 E2 E3 E1 E2 E3 3 1 2 3 Gambar 13. Aktivitas emulsifikasi crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 pada minyak uji solar: (1) setelah 1 jam; (2) setelah 24 jam. Keterangan : E1 = ulangan 1 E2 = ulangan 2 E3 = ulangan 3 3 = aktivitas emulsifikasi 4.5 Hasil Uji Kelarutan Oil Sludge pada masing-masing Perlakuan Perlakuan dengan penambahan biosurfaktan Acinetobacter sp. P(2)1 diberi kode B, crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 diberi kode Ea, Eb, Ec untuk konsentrasi berturut-turut 12,5%, 25%, 37,5%. Perlakuan kombinasi biosurfaktan dengan crude enzyme mengikuti kode tersebut. Hasil kelarutan oil sludge (%) pada masing-masing perlakuan yang diujikan ditampilkan pada gambar 14. Dari gambar 14 dapat diketahui bahwa hasil persentase kelarutan oil sludge oleh variasi perlakuan yang berbeda mengikuti urutan berikut: BEc > BEb > BEa > B > Ec > T > Eb > Ea.

60 80,00 Persentase Kelarutan Oil Sludge(%) 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 A B T Ea Eb Ec BEa BEb BEc Kode Perlakuan A B T Ea Eb Ec BEa BEb BEc Gambar 14. Persentase kelarutan oil sludge pada masing-masing perlakuan. Error bars menunjukkan ± SD dari tiga ulangan pada masingmasing perlakuan. Keterangan: A : akuades. B : penambahan biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) pada oil sludge. T : penambahan surfaktan sintetis Tween-20 pada oil sludge (kontrol). Ea : penambahan 12,5% crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 pada oil sludge. Eb : penambahan 25% crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 pada oil Ec sludge. : penambahan 37,5% crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 pada oil sludge. BEa : penambahan biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) dan 12,5% crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 pada oil sludge. BEb : penambahan biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) dan 25% crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 pada oil sludge. BEc : penambahan biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) dan 37,5% crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 pada oil sludge. Pada kelompok perlakuan dengan penambahan crude enzyme terhadap biosurfaktan, perlakuan BEc yang merupakan kombinasi dari 37,5% (v/v) crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 memiliki hasil persentase kelarutan oil sludge yang paling tinggi, yaitu 71,09 ± 1,88%. Hasil tersebut berbeda signifikan

61 terhadap hasil persentase kelarutan oil sludge oleh perlakuan BEb yang ditambahkan dengan 2,5% (v/v) crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 (62,08 ± 2,03%), dan BEa dengan 12,5% (v/v) crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 (53,08 ± 0,35%). Jadi, penambahan 37,5% (v/v) crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 pada perlakuan BEc, memberikan pengaruh terbaik terhadap peningakatan kelarutan oil sludge. Crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 diuji aktivitas emulsifikasinya pada minyak uji solar, ternyata terbentuk emulsi yang stabil. Nilai aktivitas emulsi yang terbentuk setelah 1 jam dan 24 jam masing-masing mencapai 20,24 % ± 0,68 % dan 17,31 % ± 1,19 %. Crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 memiliki kemampuan mengemulsi hidrokarbon uji (solar) yang rendah, namun memiliki kemampuan dalam melarutkan oil sludge tinggi. Crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 bekerja pada interfasial minyak (lipid)-air dan mendegradasi dengan baik komponen minyak (lipid) dalam oil sludge sehingga dapat larut dalam fase air dan menghasilkan persentase kelarutan oil sludge yang tinggi. Saat crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 dikombinasikan dengan biosurfaktan tersebut, diasumsikan terjadi interaksi positif antara biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) dengan crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 menghasilkan peningkatan persentase kelarutan oil sludge. Hal ini diduga karena biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) dan penambahan crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 sama-sama memiliki kemampuan untuk mengemulsi petroleum hydrocarbon sehingga kombinasi dari kedua bahan tersebut dapat menghasilkan kelarutan oil sludge lebih tinggi jika

62 dibandingkan hasil kelarutan oil sludge oleh biosurfaktan ataupun crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 saja. Peningkatan hasil kelarutan oil sludge oleh biosurfaktan ataupun crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 dapat disebabkan pula oleh sinergitas kerja sama antara crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 yang berfungsi mengkatalis hidrolisis ikatan ester dalam substrat lipid yang tidak larut air (Miller et al., 2010) sehingga mampu menjadikan partikel lebih kecil yang nantinya akan dibawa dan dipertahankan oleh biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) dalam fase cair. Penggunaan crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 pada penambahan biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) signifikan meningkatkan kelarutan oil sludge. Hal ini karena enzim lipase memiliki sifat spesifik memotong ikatan ester pada minyak sehingga dispersi minyak yang terbentuk mampu dibawa dan dipertahankan dalam fase air oleh biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1). Penambahan crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 pada biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) bersifat sinergis dalam meningkatkan kelarutan oil sludge terbukti dengan adanya perlakuan BEa, BEb, BEc kelarutan semakin meningkat. Proses hidrolisis hidrokarbon terjadi pada ikatan ester trigliserida yang diputus oleh enzim lipase sehingga menjadi asam lemak dan gliserol. Enzim lipase spesifik memutus ikatan triacylglycerol acylhydrolase pada nomor 3.1.1.3. Enzim lipase memiliki sifat spesifik serin hidrolase tanpa penambahan kofaktor apapun. Substrat alami lipase adalah triasilgliserol dengan tingkat kelarutan sangat rendah dalam air. Pada kondisi tertentu, lipase mampu mengkatalisis proses

63 hidrolase dari ikatan ester inter fase antara fase substrat tidak larut dan fase air (Ghosh et al., 1996). Crude enzyme (ekstrak kasar enzim) lipase Micrococcus sp. L II 61 terbukti memiliki pusat serin-imidazol aktif dan oleh karena itu, mirip dengan enzim esterolytic pada studi (Lawrence et al., 1967), mekanisme penggunaan sisi aktif serin seperti pada gambar 15. Micrococcus menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi dalam medium Bushnell-Haas dengan air limbah kilang sebagai sumber karbon tunggal (Hamza et al., 2012) Gambar 15. Proses hidrolase ikatan ester dari enzim lipase pada daerah inter fase substrat tidak larut air (minyak) dan air (Ghosh et al., 1996) Pada penelitian Eniola and Olayemi (2002) menyebutkan bahwa genus Micrococcus dan Pseudomonas yang terisolasi dari kolom air diidentifikasi mampu memanfaatkan deterjen atau surfaktan dalam sedimen. Interaksi positif ini diduga juga terjadi pada penelitian ini karena crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 mampu meningkatkan kerja biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) terbukti dengan peningkatan persentase kelarutan oil sludge yang semakin meningkat seiring penambahan crude enzyme lipase.

64 Enzim lipase spesifik pada ikatan ester. Industri biasanya menggunakan enzim lipase yang spesifik terhadap ikatan ester yang mampu merombak lemak dan minyak serta menghidrolisis keduanya menjadi gliserol dan asam lemak. Enzim lipase memiliki afinitas pada rantai pendek asam lemak (C 2, C 4, C 6, dan C 10 ) yang memiliki sifat asam lemak tak jenuh (Ghosh et al., 1996). Gambar 16. Reaksi pemecahan trigliserid menjadi asam lemak dan gliserol oleh enzim lipase (Ghosh et al., 1996) Enzim lipase tidak bergantung pada penggunaan kofaktor dalam proses ekspresi enzim lipase namun keberadaan kation seperti kalsium mampu menstimulus aktivitas enzim lipase. Aktivitas enzim lipase dapat terhambat akibat keberadaan Co 2+, Ni 2+, Hg 2+, Sn 2+, Zn 2+, Mg 2+, EDTA dan SDS (Ghosh et al., 1996). Enzim lipase berperan penting dalam menghidrolisis ikatan ester pada hidrokarbon menjadi molekul sederhana seperti asam lemak dan gliserol sehingga dispersi partikel ini nantinya mampu dibawa dan dipertahankan oleh biosurfaktan pada fase larut air.

65 Menurut Leahy and Colwell (1990) bakteri yang memiliki kemampuan adaptasi terhadap hidrokarbon minyak bumi menunjukkan laju biodegradasi yang lebih tinggi sehingga Micrococcus sp. L II 61 potensial digunakan sebagai kandidat bakteri pendegradasi hidrokarbon karena kemampuannya dalam menghasilkan biosurfaktan dan enzim lipase. Micrococcus luteus telah ditemukan memiliki pertumbuhan biomassa yang tinggi dan pengurangan substrat antara kelompok bakteri yang diisolasi dari limbah minyak bumi yang terkontaminasi (Hamza et. al., 2009). Micrococcus varians dapat menjadi sumber potensial untuk proses remediasi situs minyak yang terkontaminasi (Khan and Sigh, 2011). Micrococcus memiliki kemampuan untuk memanfaatkan berbagai substrat yang tidak biasa seperti piridin, herbisida, biphenyls diklorinasi dan minyak. Micrococcus memiliki kemampuan dalam detoksifikasi atau biodegradasi dari banyak polutan hidrokarbon lain di lingkungan. Hal ini dibuktikan oleh tingkat efisiensi biodegradasi yang tertinggi dalam empat minggu pertama oleh Micrococcus sp. dianalisis menggunakan karakteristik supernatan cair dan aktivitas emulsifikasi melaporkan peran Micrococcus varians dalam proses bioremediasi hidrokarbon (Khan and Sigh, 2011). Micrococcus luteus dan Pseudomonas putida telah ditemukan dapat memulai tahap awal proses degradasi LAS (Eniola and Olayemi, 2007). Kemampuan untuk mentolerir konsentrasi LAS yang tinggi membuat bakteri Micrococcus luteus dan Pseudomonas putida penting dalam penghapusan LAS. Kemampuan Micrococcus luteus dan Pseudomonas putida untuk menahan

66 konsentrasi surfaktan yang tinggi disebabkan oleh reorientasi bakteri tersebut dalam beradaptasi terhadap paparan surfaktan dalam limbah. Pada penelitian ini, sebelumnya dilakukan uji kelarutan oil sludge dengan hanya menggunakan akuades. Hasil uji kelarutan oil sludge oleh akuades adalah 0,47%. Hal ini menunjukkan bahwa akuades tidak memiliki kemampuan untuk melarutkan oil sludge, karena suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai nilai polaritas yang sama, yaitu zat polar larut dalam pelarut bersifat polar dan tidak larut dalam pelarut non polar. Minyak (lipid) merupakan senyawa yang bersifat non polar dan akuades bersifat polar sehingga minyak tidak dapat larut dalam akuades (Fessenden and Fessenden, 1982). Pada kontrol perlakuan (T) yang menggunakan surfaktan sintetis Tween- 20 pada konsentrasi sama dengan CMC memiliki persentase kelarutan oil sludge sebesar 32,19 ± 1,46%. Surfaktan merupakan senyawa amfifatik yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan interfasial dengan berakumulasi pada interfasial (antarmuka) dari cairan yang tidak dapat saling larut dan meningkatkan kelarutan dari senyawa hidrofobik atau senyawa anorganik yang tidak dapat larut dalam air (Singh et al., 2006). Minyak (lipid) bersifat hidrofobik ataupun non polar dan tidak dapat larut dalam air. Kehadiran surfaktan akan meningkatkan konsentrasi senyawa hidrofobik (non polar) dalam fase air (Christofi and Ivshina, 2002) sehingga minyak (lipid) dalam oil sludge dapat larut ke dalam fase air.

67 Pengaruh variasi perlakuan penambahan biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) dan crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 terhadap persentase kelarutan oil sludge dapat diketahui dengan analisis statistik. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov dan Levene Test menunjukkan bahwa data persentase kelarutan oil sludge berdistribusi normal dan homogen maka data tersebut dapat diuji menggunakan uji one-way ANOVA (derajat signifikasi 5%). Hasil uji statistik one-way ANOVA (Lampiran 9), diperoleh F hitung sebesar 418,616 dengan probabilitas < 0,05 (0,000) maka H o ditolak atau ada pengaruh variasi perlakuan penambahan biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) dan atau crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 terhadap kelarutan oil sludge (%). Maka analisis dapat dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui pasangan kelompok perlakuan mana yang berbeda signifikan. Hasil uji Duncan dapat diringkas menjadi tabel 4.3 berikut.

68 Tabel 4.3 Rata-rata persentase kelarutan oil sludge dengan penambahan biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) dan atau crude enzyme Micrococcus sp. L II 61 Kode Perlakuan Kelarutan Oil sludge (%) dengan notasi (α 0,05) Ea 27,28 ± 1,30 a Eb 31,94 ± 1,48 b T 32,19 ± 1,46 b Ec 37,58 ± 0,65 c B 40,93 ± 0,42 d Bea 53,08 ± 0,35 e BEb 62,08 ± 2,03 f BEc 71,09 ± 1,88 g Keterangan : Nilai rata rata persentase kelarutan oil sludge yang diikuti oleh notasi huruf berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (α 0,05). Notasi huruf berdasarkan hasil uji Duncan. Berdasarkan hasil uji Duncan dapat dilihat adanya pasangan kelompok perlakuan dengan penambahan 37,5% (v/v) crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 pada biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) memiliki kelarutan oil sludge (%) berbeda signifikan. Kelarutan oil sludge (%) oleh perlakuan BEc (perlakuan dengan penambahan 37,5% (v/v) crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 pada biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) dengan konsentrasi sama dengan CMC) terlihat berbeda signifikan jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan lain (A, B, T, Ea, Eb, Ec, BEa dan BEb). Penambahan 37,5% (v/v) crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 pada biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) mampu melarutkan kandungan petroleum hydrocarbon (minyak) dan lemak yang terkandung dalam oil sludge ke dalam fase cair tertinggi sebesar 71,09 ± 1,88%.. Mikroemulsi yang terbentuk pada masing-masing perlakuan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x. Hasil pengamatan mikroemulsi secara visual disajikan pada lampiran 20.

69 Persentase kelarutan oil sludge pada perlakuan B berbeda signifikan jika dibandingkan dengan perlakuan T yang menggunakan surfaktan sintetis Tween-20 pada konsentrasi sama dengan CMC. Biosurfaktan adalah hasil ekskresi mikroorganisme yang memiliki sifat mirip dengan surfaktan (Thavasi et al., 2009). Surfaktan kimia (sintetis) dan biosurfaktan dapat meningkatkan pseudo solubility dari petroleum dalam air (Singh et al., 2006). Karakteristik dari biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) hampir sama dengan surfaktan sintetis Tween-20 pada masing-masing konsentrasi sama dengan CMC. Hal ini mengindikasikan bahwa biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) dari molase berpotensi untuk menggantikan penggunaan surfaktan sintetis. Surfaktan sintetis telah digunakan dalam industri minyak untuk membantu membersihkan tumpahan minyak dan untuk meningkatkan recovery minyak dari sumur minyak (Qin et al., 2005). Pemakaian beberapa surfaktan kimia dapat menyebabkan masalah bagi lingkungan, karena sifatnya yang resisten untuk dapat dipecah secara biologi dan sangat toksik saat terakumulasi dalam suatu ekosistem alam (Fiechter, 1992). Sedangkan biosurfaktan memiliki toksisitas yang rendah, biodegradable, ramah lingkungan, berbusa, dan dapat aktif bekerja pada suhu, ph dan salinitas yang ekstrim (Tabatabaee et al., 2005). Pada perlakuan B biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) hasil persentase kelarutan oil sludge (40,93 ± 0,42%), Ec hanya dengan penambahan dengan 37,5% (v/v) crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 memiliki hasil persentase kelarutan oil sludge (37,58 ± 0,65%). Pada perlakuan Eb dan T dengan masing-masing penambahan dengan 2,5% (v/v) crude enzyme lipase Micrococcus

70 sp. L II 61 dan surfaktan sintetis Tween-20 memiliki hasil persentase kelarutan oil sludge yang tidak signifikan yakni (31,94 ± 1,48%) dan (32,19 ± 1,46%). Berlawanan dengan hasil dari perlakuan di atas, perlakuan Ea yang hanya ditambahkan dengan 12,5% (v/v) crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 memiliki hasil persentase kelarutan oil sludge terendah, yaitu 27,28 ± 1,30%. Kandungan terbesar dalam oil sludge adalah petroleum hydrocarbon (minyak atau lipid) (Budihardjo, 2007), enzim lipase akan mendegradasi minyak atau lipid yang tidak larut air menjadi produk yang larut air (Takeyama et al., 2002). Enzim lipase mengkatalisis reaksi hidrolisis lipid pada antar muka (interfasial) lipid-air (Gupta et al., 2004). Kelompok perlakuan kombinasi biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) dan crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 diharapkan memiliki persentase kelarutan oil sludge yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penggunaan tunggal dari biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) ataupun crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 saja. Pada penelitian yang dilakukan oleh Takeyama et al. (2002) penggabungan supernatan dari kultur cair Bacillus subtilis IAM1213 penghasil biosurfaktan dengan supernatan dari kultur cair Aeromonas sp. NKB26c penghasil enzim (seperti lipase dan protease) sebagai biocleaner, menghasilkan efisiensi cleaning yang lebih tinggi dalam membersihkan crude oil dari ubin keramik bangunan pabrik jika dibanding dengan penggunaan supernatan dari Bacillus subtilis IAM1213 saja.

71 Pada penelitian Muna (2011) menunjukkan bahwa variasi perlakuan penambahan biosurfaktan Bacillus subtilis 3KP dan atau crude enzyme berpengaruh terhadap kelarutan oil sludge (%). Perlakuan LP yang merupakan kombinasi crude enzyme lipase Actinobacillus sp. P3-7 dan protease dari isolat RPH 2.3 memberikan nilai persentase kelarutan oil sludge tertinggi, yaitu 89,30 ± 4,54%. Hasil kelarutan oil sludge (%) dari perlakuan BEa yang merupakan kombinasi biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) dan crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61 berbeda signifikan dengan perlakuan BEb. Perlakuan BEa menghasilkan persentase kelarutan oil sludge yang lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan BEb. Perlakuan BEa memiliki persentase kelarutan oil sludge sebesar 53,08 ± 0,35%, terjadi penurunan persentase kelarutan oil sludge sebesar 0,15% jika dibandingkan dengan perlakuan BEb. Respon penurunan juga terjadi dalam penelitian yang dilakukan oleh Takeyama et al., (2002), yaitu pada kombinasi supernatan B. cereus NKB46b (penghasil enzim) dan B. subtilis IAM1213 (penghasil biosurfaktan) dihasilkan efisiensi cleaning (%) yang lebih rendah dibandingkan penggunaan tunggal dari kedua supernatan tersebut. Hasil kelarutan oil sludge (%) pada perlakuan BEa yang merupakan penambahan 12,5% (v/v) crude enzyme Micrococcus sp. L II 61 pada biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) berbeda signifikan dengan perlakuan B (biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) saja). Perlakuan BEa menghasilkan persentase kelarutan oil sludge sebesar 53,08 ± 0,35%, terjadi peningkatan persentase kelarutan oil sludge sebesar 12,15% lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan B. Hasil

72 analisa di atas menunjukkan bahwa interaksi biosurfaktan Acinetobacter sp. P2(1) dengan crude enzyme Micrococcus sp. L II 61 dan biosurfaktan atau enzim saja memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kelarutan oil sludge (%).