PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA TERPADU SISWA KELAS VIII-8 SMP NEGERI 29 MEDAN RIDHA HARNI HASIBUAN Guru SMP Negeri 29 kota Medan Email : chairini.nurdin@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan model dapat meningkatkan penguasaan konsep IPA Terpadu siswa pada materi pokok tekanan di kelas VIII-8 SMP Negeri 29 Medan Tahun Pelajaran 2012/2013. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-8 SMP Negeri 29 Medan.Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari dua siklus dan di dalam setiap siklusnya terdapat kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Penelitian ini dapat dikatakan berhasil karena aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif. Hal ini terlihat dari semakin berkurangnya aktivitas yang tidak releven dari 5% menjadi hanya 4%. Ini berarti pembelajaran berlangsung lebih efektif pada siklus II. Aktivitas bekerja pada siklus I adalah 32% aktivitas aktif dan naik menjadi 37% aktivitas aktif pada siklus II. Aktivitas menulis/membaca turun dari 39% pada siklus I menjadi 33% pada siklus II. Aktivitas bertanya kepada teman tidak mengalami perubahan dari proporsi 19% pada siklus I tetap 19% pada siklus II. Aktivitas bertanya kepada guru mengalami peningkatan dari sebelumnya 5% aktivitas aktif pada siklus I menjadi 7% pada siklus II. Kata Kunci : Model Pembelajaran Problem Posing Hasil belajar, Aktivitas Belajar PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembelajaran didalam kelas merupakan salah satu tugas utama guru, dan pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa. Dalam proses pembelajaran masih sering ditemui adanya kecenderungan meminimalkan keterlibatan siswa. Dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan kecendurungan siswa lebih bersifat pasif sehingga mereka lebih banyak menunggu sajian guru daripada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, ketrampilan atau sikap yang mereka butuhkan. Selama ini proses pembelajaran IPA Terpadu di SMP negeri 29 Medan masih secara konvensional, seperti ekspositori, drill atau bahkan ceramah. Proses ini hanya menekankan pada pencapaian tuntutan kurikulum dan penyampaian tekstual semata dari pada mengembangkan kemampuan belajar dan membangun individu. Kondisi seperti ini tidak akan menumbuhkembangkan aspek kemampuan dan aktivitas siswa seperti yang diharapkan. Akibatnya nilai-nilai yang didapat tidak seperti yang diharapkan. Problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris sebagai padanan katanya digunakan istilah pembentukan soal (Suyanto : 1998). Pembentukan soal atau pembentukan masalah mencakup dua macam kegiatan, yaitu : (1)pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau 149
dari pengalaman siswa, dan (2)pembentukan soal lain yang sudah ada. Suyanto (1999) mengemukakan bahwa arti dari pembentukan soal ialah perumusan soal atau mengerjakan dari suatu situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah pemecahan masalah. Pembelajaran IPA Terpadu dengan model problem posing merupakan suatu model yang efektif karena kegiatan problem posing itu sesuai dengan pola pikir IPA dalam arti: (1) Pengembangan IPA Terpadu sering terjadi dari problem posing, (2) Problem posing merupakan salah satu tahap dalam berpikir IPA. Dalam problem posing, relasi yang dihidupkan bukanlah monolog, melainkan dialog. Dalam relasi dialogis ini, para murid tidak diperlakukan sebagai objek, dan guru tidak diakui sebagai satu-satunya subyek. Keduanya memiliki posisi yang sejajar. Guru hanya berperan sebagai pemandu atau fasilitator. (Paula Friere; 1975; dalam Kasdin Sihotang; 1997). Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini menerapkan model dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Problem Posing Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Tekanan Dalam Pembelajaran IPA Terpadu Siswa di Kelas VIII-8 SMP Negeri 29 Medan. Identifikasi Masalah 1. Pembelajaran hanya menekankan pada pencapaian tuntutan kurikulum dan penyampaian tekstual semata dari pada mengembangkan kemampuan belajar dan membangun individu. 2. Pembelajaran tidak menumbuhkembangkan aspek kemampuan dan aktivitas siswa seperti yang diharapkan. 3. Hasil ulangan harian yang menunjukkan lemahnya penguasaan konsep IPA dengan hanya mendapat daya serap kurang dari KKM. 4. Guru merasa prihatin dan ingin memperbaiki keadaan tersebut dengan mencobakan suatu pembelajaran yang belum pernah dilaksanakan. Batasan Masalah 1. Dalam penelitian diterapkan model pembelajaran problem posing selama kegiatan belajar mengajar. 2. Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII-8 SMP Negeri 29 Medan Tahun Pelajaran 2012/2013. 3. Materi yang dicobakan selama pengambilan data penelitian adalah materi pokok tekanan. 4. Penelitian dilaksanakan dengan dua kali pertemuan untuk setiap siklus. Rumusan Masalah 1. Apakah penguasaan konsep IPA Terpadu siswa pada materi pokok tekanan meningkat setelah diterapkan model pembelajaran problem posing di kelas VIII-8 SMP Negeri 29 Medan Tahun Pelajaran 2012/2013? 2. Apakah aktivitas belajar IPA terpadu siswa pada materi pokok tekanan meningkat setelah diterapkan model di kelas VIII-8 SMP Negeri 150
29 Medan Tahun Pelajaran 2012/2013? Cara Pemecahan Masalah Masalah rendahnya penguasaan konsep IPA terpadu siswa dan kualitas proses pembelajaran yang masih lemah akan dijawab dengan menerapkan model. Melalui model pembelajaran problem posing yakni kegiatan pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau dari pengalaman siswa, dan pembentukan soal lain yang sudah ada maka siswa terbiasa berfikir kritis dan kreatif dengan sendirinya penguasaan terhadap konsep IPA dapat terbentuk. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan model dapat meningkatkan penguasaan konsep IPA Terpadu siswa pada materi pokok tekanan di kelas VIII-8 SMP Negeri 29 Medan Tahun Pelajaran 2012/2013. 2. Untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan model dapat meningkatkan aktivitas belajar IPA terpadu siswa pada materi pokok tekanan di kelas VIII-8 SMP Negeri 29 Medan Tahun Pelajaran 2012/2013. Manfaat Penelitian 1. Bagi Siswa a. Melatih siswa agar mampu memahami soal-soal IPA Terpadu yang tersedia, kemudian mengembangkannya menjadi soal-soal lain sebagai dasar pemahaman konsep yang diberikan. b. Melatih siawa agar tanggap terhadap informasi dan situasi yang terjadi, kemudian mengkaitkannya dengan kondisi lain sehingga menjadi bermakna. c. Melatih siswa untuk berfikir kritis, kreatif dan inovatif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. 2. Bagi Guru a. Dapat memberi sumbangan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA Terpadu. b. Sebagai informasi bagi guru-guru IPA Terpadu, khususnya guru IPA Terpadu SLTP mengenai pembelajaran dengan menggunakan problem posing. 3. Untuk lembaga a. Diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan kualitas sekolah TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Belajar dan Teori Belajar Belajar pada hakikatnya adalah proses mental dan proses berpikir dengan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki setiap individu secara optimal. Belajar lebih dari sekedar proses menghapal dan menumpuk ilmu pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan yang diperolehnya bermakna untuk siswa melalui keterampilan berpikir. 151
Penguasaan Konsep IPA Terpadu Konsep Konsep sangat penting dalam proses belajar, karena seringkali kegiatan belajar dikaitkan dengan konsep. Konsep dapat dikatakan sebagai bahan pembangun proses berpikir. Sehubungan dengan berbagai pengertian berbagai konsep, sulit rasanya untuk sampai pada satu definisi konsep yang tepat. Hal ini karena setiap orang mengalami stimulus-stimulus yang berbedabeda, dan orang membentuk konsep sesuai dengan pengelompokan stimulus-stimulus dengan cara tertentu serta pengalamannya masing-masing. Konsep dapat didefinisikan dalam berbagai hal, seperti yang dikemukakan Rosser (Ratna W. 1989:80) yaitu konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas obyek-obyek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan atau hubunganhubungan, yang mempunyai atributatribut yang sama. Model Pembelajaran Problem Posing A. Pengertian Problem Posing Problem posing dalam bahasa inggris terdiri dari dua kata yaitu problem yang artinya masalah atau soal dan dari kata to pose yang berarti mengajukan atau membentuk, dengan pendekatan problem posing sejalan dengan prinsip pembelajaran berparadigma konstruktivisme. Melalui pembelajaran dengan pendekatan problem posing, siswa bias belajar aktif dan mandiri. Ia akan membangun pengetahuannya dari yang sederhana menuju pengetahuan yang kompleks, dan dengan bantuan guru, siswa bias diarahkan untuk mengaitkan suatu informasi dengan informasi yang lainnya sehingga terbentuk suatu pemahaman baru. Kolaborasi Dalam Penelitian Tindakan Kelas Kolaborasi atau kerja sama perlu dan penting dilakukan dalam PTK karena PTK yang dilakukan secara perorangan bertentangan dengan hakikat PTK itu sendiri (Burns, 1999). Beberapa butir penting tentang PTK kolaboratif Kemmis dan McTaggart (1988: 5; Hill & Kerber, 1967, disitir oleh Cohen & Manion, 1985, dalam Burns, 1999: 31): (1) penelitian tindakan yang sejati adalah penelitian tindakan kolaboratif, yaitu yang dilakukan oleh sekelompok peneliti melalui kerja sama dan kerja bersama, (2) penelitian kelompok tersebut dapat dilaksanakan melalui tindakan anggota kelompok perorangan yang diperiksa secara kritis melalui refleksi demokratik dan dialogis; (3) optimalisasi fungsi PTK kolaboratif dengan mencakup gagasan-gagasan dan harapanharapan semua orang yang terlibat dalam situasi terkait; (4) pengaruh langsung hasil PTK pada Anda sebagai guru dan murid-murid Anda serta sekaligus pada situasi dan kondisi yang ada. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 29 Medan yang bertempat di Jalan Letda. Sudjono Ujung, Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap Tahun Pelajaran 2012/2013 selama empat bulan mulai dari bulan Februari sampai dengan Mei 2013. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Maret selama 4 (empat) KBM yang dibagi dalam 2 (dua) siklus. 152
Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas VIII-8 SMP Negeri 29 Medan Tahun Pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 36 siswa. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Prosedur Penelitian Siklus I 1) Perencanaan Tindakan a) Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan lembar kegiatan siswa b) Penyusunan instrumen penelitian berupa tes pemahaman siswa 2) Pelaksanaan Tindakan dan Observasi (Action and Observation) 3) Refleksi (Reflective) Siklus II 1) Perencanaan Tindakan Berdasarkan hasil refleksi terhadap proses pembelajaran pada Siklus I a) Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan lembar kegiatan siswa 2) Penyusunan instrumen Pelaksanaan Tindakan dan Observasi (Action and Observation) 3) Refleksi (Reflective) Instrumen Penelitian 1. Silabus 2. Rencana Pelaksanaan Pelajaran (RPP) 3. Lembar Kegiatan Siswa 4. Tes formatif 5. Lembar Observasi a. Lembar observasi pengelolaan pembelajaran, untuk mengamati kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. b. Lembar observasi aktivitas siswa Teknik Analisis Data 1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif X X N Dengan : X = Nilai rata-rata Σ X = Jumlah semua nilai siswa Σ N = Jumlah siswa 2. Untuk ketuntasan belajar P Siswa. yang. tuntas. belajar x100% Siswa 3. Untuk lembar observasi aktivitas siswa X % x100% X dengan jumlah. hasil. pengama tan P 1 P2 X jumlah. pengamat 2 Dimana: % = Persentase pengamatan X = Rata-rata X = Jumlah rata-rata P 1 = Pengamat 1 P 2 = Pengamat 2 Indikator Keberhasilan Indikator keberhasilan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan KKM sebesar 70. Jadwal Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan dimulai dari bulan Februari s/d Mei 153
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Sebelum melaksanakan KBM Siklus I, peneliti memberikan tes hasil diagnostik dalam pretes dengan hasil nilai tertinggi 60 dan terendah 13 sehingga ketuntasan klasikal 0% atau pengetahuan awal siswa terhadap materi ini sangat rendah. Siklus I a. Tahap Perencanaan Tindakan Pada tahap ini telah dilaksanakan penyusunan rencana tindakan yang meliputi, 1) rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP 1 dan 2), 2) jadwal kegiatan Siklus I, 3) tes formatif Siklus I, 4) LKS 1 dan 2. b. Pelaksanaan Tindakan Tindakan kelas Siklus I untuk pertemuan I dilaksanakan pada hari Senin, 18 Maret 2013 pukul 10.25-11.45 WIB dengan diikuti 36 siswa. c. Tahap Observasi Tabel 4.1 Skor Aktivitas Belajar Siswa Siklus I No Aktivitas Skor Proporsi 1 Menulis dan membaca 23 39% 2 Mengerjakan LKS 19 32% 3 Bertanya pada teman 3 5% 4 Bertanya pada guru 11 19% 5 Yang tidak relevan 3 5% Jumlah 50 100% Data Hasil Belajar Siswa Tabel 4.2. Deskripsi Data Formatif I Nilai Frekuensi Ketuntasan 100 6 17% 86 4 11% 71 7 19% 57 13-43 6 - Jumlah 36 47% Ratarata 68 d. Tahap Refleksi dan Perbaikan Tindakan I Siklus I masih gagal memberikan ketuntasan hasil belajar hal ini terjadi karena disebabkan beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Guru kurang menguasai keterampilan menggunakan model pembelajaran problem posing dan mengelola pertanyaan siswa sehingga balikan negatif yang diberikan guru menurunkan motivasi siswa terlibat dalam pembelajaran. 2. Fungsi LKS belum maksimal dalam mengarahkan aktivitas belajar siswa karena diskusi kelompok belum berjalan baik. 3. Beberapa siswa belum memahami peran dan tugasnya dalam bekerja kelompok karena belum terbiasa dengan model pembelajaran yang diterapkan sehingga aktivitas individual menulis dan membaca menjadi sangat menonjol (39%). 4. Interaksi antar siswa belum berjalan dengan baik karena siswa belum terbiasa untuk menyampaikan pendapatnya kepada sesama teman lainnya dalam menyelesaikan masalah sehingga aktivitas bertanya sesama teman kurang menonjol (5%). 5. Banyak siswa yang pasif dalam kerja dan diskusi dan menggantungkan permasalahan yang dihadapi kepada kelompoknya sehingga aktivitas kinerja yang seharusnya dominan hanya 32%. 154
6. Kondisi kelas belum begitu kondusif tampak dari menonjolnya aktivitas tidak relevan dengan KBM mengingat aktivitas ini tidak perlu ada (5%). 7. Banyaknya siswa kesulitan dan aktivitas bertanya pada guru cukup besar (19%) sehingga menghabiskan waktu untuk pengarahan ke konsep yang benar maka muncul misskonsepsi yang menyebabkan hasil formatif rendah. Dari hasil refleksi Siklus I ini maka di rencanakan tindakan perbaikan yang dapat ditempuh untuk Siklus II diantaranya : 1. Guru memperbaiki pengelolaan pembelajaran generatif berbantuan LKS dan pengelolaan pertanyaan siswa sehingga siswa termotivasi dan tidak takut salah dalam berinteraksi dengan guru. 2. Untuk mengatasi masalah peran dan tugas dalam kerja kelompok maka dalam tugas pada Siklus II diadakan pembagian kerja tiap siswa dalam kelompok. 3. Media diperbaiki dari media gambar dalam charta menjadi media video dalam infokus agar siswa langsung dapat mengamati proses tanpa harus menerka atau mengkhayalkan keadaan benda di dalam air. 4. Siswa dilibatkan langsung dalam peristiwa seperti memasukkan benda ke dalam air dan membandingkannya dengan teori yang ada. 5. Untuk mengatasi interaksi yang kurang, maka dalam Siklus II dilakukan pemilihan siswa unggul sebagai tutor dalam kelompok sehingga menumbuhkan kemandirian kelompok. 6. Optimalisasi LKS sebagai pengarah aktivitas siswa dilakukan pada Siklus II. Siklus II a. Penyusunan Rencana Tindakan. b. Pelaksanaan Tindakan c. Tahap Observasi Tindakan. d. Refleksi Tindakan Tabel 4.3 Skor Aktivitas Belajar Siswa Siklus II No Aktivitas Skor Proporsi 1 Menulis dan membaca 20 33% 2 Mengerjakan LKS 22 37% 3 Bertanya pada teman 11 19% 4 Bertanya pada guru 4 7% 5 Yang tidak relevan 3 4% Jumlah 50 100% Data Hasil Belajar Siswa Tabel 4.4 Deskripsi Data Formatif II Nilai Frekuensi Ketuntasan 88 8 22% 75 23 64% 63 5 - Jumlah 36 86% Ratarata 76 Pembahasan Pada Formatif I nilai rata-rata kelas adalah 68 dalam kategori tidak tuntas. nilai terendah Formatif I adalah 43 dan tertinggi adalah 100 dengan kriteria ketuntasan minimal 70 maka 17 orang siswa dari 36 siswa mendapat mencapai kriteria ketuntasan atau ketuntasan klasikal 155
adalah sebesar 47%. Dengan mengacu pada ketuntasan klasikal minimum sebesar 85% maka nilai ini berada di bawah kriteria keberhasilan sehingga dapat dikatakan KBM siklus I gagal memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Siklus II dilaksanakan dalam dua kali pertemuan sesuai perencanaan. Diakhir siklus II dilaksanakan tes hasil belajar sebagai Formatif II. Nilai rata-rata kelas Formatif II adalah 76 yang dalam kategori tuntas. Nilai terendah untuk Formatif II adalah 63 dan tertinggi adalah 88 dengan kriteria ketuntasan minimal 70 maka 31 siswa dari 36 siswa telah tuntas atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 86%. Mengacu pada kriteria ketuntasan klasikal minimum sebesar 85% maka nilai ini berada di atas kriteria keberhasilan sehingga dapat dikatakan KBM siklus II telah berhasil memberi ketuntasan belajar IPA Terpadu dalam kelas secara menyeluruh. Data ini didukung oleh aktivitas menunjukkan bahwa aktivitas siswa pada Siklus II lebih baik dari pada Siklus I yakni: 1. Umumnya siswa tidak membuat kegaduhan didalam kelas sehingga aktivitas tidak relevan turun (4%). 2. Aktivitas kinerja sudah cukup baik dan dominan (37%). 3. Hanya siswa masih terlihat bingung dengan kondisi pembelajaran yang diberikan dan aktivitas individualnya menulis dan membaca masih cukup menonjol (33%). Dengan demikian hasil belajar siswa diakhir Siklus II telah mencapai ketuntasan klasikal. Dengan demikian tindakan yang diberikan pada Siklus II berhasil memberikan perbaikan hasil belajar secara klasikal pada siswa. Namun tercatat beberapa aktivitas yang buruk seperti tingginya aktivitas bertanya sesama teman (19%) ternyata belum mewakili aktivitas yang benar dalam pembelajaran terlihat dalam dokumentasi penelitian bahwa yang tercatat dalam aktivitas bertanya sesama teman adalah siswa yang mengobrol. PENUTUP Kesimpulan 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model dapat meningkatkan ketuntasan penguasaan konsep IPA siswa, terbukti dari hasil tes siswa ketuntasan pembelajaran naik sebesar 39%. Pada Siklus I rata-rata nilai tes 68 dengan ketuntasan pembelajaran sebesar 47% dan pada Siklus II rata-rata nilai tes 76 dengan ketuntasan pembelajaran naik menjadi 86%, sehingga berhasil memberikan ketuntasan hasil belajar secara klasikal. 2. (a) Data aktivitas siswa menurut pengamatan pengamat pada Siklus I antara lain menulis dan membaca (39%), bekerja (32%), bertanya sesama teman (19 %), bertanya kepada guru (5%), dan yang tidak relevan dengan KBM (5%). (b) Data aktivitas siswa menurut pengamatan pada Siklus II antara lain menulis dan membaca (33%), bekerja (37%), bertanya sesama teman (19%), bertanya kepada guru (7%), dan yang tidak relevan dengan KBM (4%). Sehingga Model berhasil memperbaiki aktivitas belajar siswa. 156
Saran 1. Untuk melaksanakan model memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau model pembelajaran problem posing dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal. 2. Dalam rangka memperbaiki aktivitas belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode pembelajaran, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalahmasalah yang dihadapinya. 3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakuakan di kelas VIII-8 SMP Negeri 29 Medan Tahun Pelajaran 2012/2013. Penguasaan Konsep IPA Terpadu Dan Sikap Ilmiah Siswa SMA Negeri 4 Singaraja. www.snapdrive.netfiles Kanginan, M., (2004), Evaluasi Mandiri IPA Terpadu SMP Untuk Kelas VIII, Erlangga, Jakarta. Mangunwiyoto, W., dan Harjono, (2007), Pokok-Pokok IPA Terpadu SMP Untuk Kelas VIII, Erlangga, Jakarta. Sanjaya, W., (2008), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Kencana, Jakarta. Slameto, (2003), Belajar dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta. Trianto, (2007), Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Prestasi Pustaka, Jakarta. Usman, U., (2006), Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosdakarya, Bandung. RUJUKAN Abdurrahman, M., (1999), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Rineka Cipta, Jakarta. Arikunto, S., (2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta. Djamarah, S.B., dan Zain, A., (2006), Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta, Jakarta. Gulo, W., (2002), Strategi Belajar Mengajar, Grasindo, Jakarta. I Made dan Rapi, (2008), Pengaruh Model Pembelajaran Dan Penalaran Formal Terhadap 157