penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga terwujud pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme;

dokumen-dokumen yang mirip
Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR : 29/M-IND/PER/6/2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lemb

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150);

2 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Ind

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 t

Nomor 4150); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan

2015, No Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

: a. bahwa untuk dapat mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, diperlukan peran serta masyarakat dalam pengawasan penyelenggaraan

BUPATI POLEWALI MANDAR

PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG

PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN No. 3, 2016 TENTANG

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Sistem Penanganan Pengaduan. Tindak Pidana Korupsi.

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 34/Menhut-II/2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 11 TAHUN 2014 TENTANG

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

2016, No Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 16 TAHUN 2013

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA KOTA MATARAM NOMOR : 8 TAHUN 2017 TENTANG

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 126 TAHUN 2014 TENTANG

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : PER

BERITA NEGARA. No.1386, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Pengaduan. Laporan. Penanganan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 77/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PADANG LAWAS UTARA,

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

Arsip Nasional Republik Indonesia

2015, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 t

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2013 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI. Whistleblower System. Pelaksanaan. Pedoman.

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT WALIKOTA YOGYAKARTA,

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG PELAYANAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR BAB I

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG WAJIB LAPOR HARTA KEKAYAAN

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

2 Korupsi di Badan Koordinasi Penanaman Modal sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Negara Repu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL,

PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR : KEP. 13 TAHUN 2012

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2015

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PENANGANAN PENGADUAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MALANG

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Re

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotis

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotism

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

2 Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembar

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG. RINCIAN TUGAS UNIT KERJA Dl LINGKUNGAN INSPEKTORAT JENDERAL

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 86 TAHUN 2014 TENTANG

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN NOMOR 351 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG KEPUTUSAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ANGAN Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2014, No639 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme

Transkripsi:

- v a Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 29/M-IND/PER/6/2013 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengaduan masyarakat merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam pengawasan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan; b. bahwa pengaduan masyarakat ditangani secara baik dan benar mencegah terjadinya penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga terwujud pemerintah bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme; c. bahwa berdasarkan dimaksud dalam pertimbangan huruf a dan sebagaimana huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Di Lingkungan Kementerian Perindustrian; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);

- 2-4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Dalam Penyelenggaraan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3866); 6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011; 7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011; 8. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II Periode Tahun 2009-2014 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011; 9. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/05/M.PAN/4/2009 tentang Pedoman Umum Penanganan Pengaduan Bagi Instansi Pemerintah; 10. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 105/M-IND/ PER/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini dimaksud dengan: 1. Pengaduan adalah bentuk penerapan dari pengawasan masyarakat disampaikan oleh masyarakat kepada Aparatur Pemerintah berupa sumbangan pikiran, saran, gagasan, keluhan dan/atau kritik bersifat membangun. 2. Aparatur Pemerintah adalah perangkat pemerintah untuk menjalankan tugas-tugas umum pemerintahan dan pelayanan masyarakat di lingkungan Kementerian Perindustrian.

- 3 - Nomor ; 29/M~INE>/PER/6/2013 3. Pelapor adalah individu atau kelompok masyarakat menyampaikan pengaduan kepada Kementerian Perindustrian. 4. Terlapor adalah aparatur negara atau lembaga tertentu di luar pemerintah diduga melakukan penyimpangan atau pelanggaran. Pasal 2 Pedoman penanganan Pengaduan lingkungan Kementerian Perindustrian bertujuan: di a. agar Pengaduan ditangani dengan baik dan benar serta efektif dan efisien; b. agar penanganan Pengaduan lebih terkoordinasi dan mempunyai mekanisme penanganan sama; c. d. memberdayakan Pengaduan sebagai kontrol sosial terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat; dan mendorong terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan baik (good governance) dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pasal 3 Prinsip penanganan Pengaduan : a. Kepastian Hukum, yaitu mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dalam menangani pengaduan masyarakat. b. Transparansi, yaitu dilakukan berdasarkan mekanisme dan prosedur jelas dan terbuka; c. Koordinasi, yaitu melaksanakan kerja sama baik antar pejabat berwenang dan aparatur pemerintah terkait; d. Efektivitas dan Efisiensi, yaitu dilaksanakan secara tepat sasaran, hemat tenaga, waktu dan biaya; e. Akuntabilitas, yaitu harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat, baik proses maupun tindak lanjutnya; f. Obyektivitas, yaitu berdasarkan fakta atau bukti tanpa dipengaruhi prasangka, interpretasi, kepentingan pribadi, golongan ataupun kepentingan pihak tertentu; g. Proporsionalitas, yaitu mengutamakan kepentingan pelaksanaan tugas dan kewenangan dengan tetap memperhatikan adanya kepentingan sah lainnya secara seimbang; dan

- 4 - h. Kerahasiaan, yaitu menjaga kerahasiaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ada hak atau kewajiban hukum untuk mengungkapkan. BAB II RUANG LINGKUP DAN PENGELOMPOKKAN PENGADUAN MASYARAKAT Pasal 4 Ruang lingkup Pengaduan : a. penyalahgunaan wewenang; b. pelayanan masyarakat; c. korupsi, kolusi, dan nepotisme serta pungutan liar; d. kepegawaian; e. tatalaksana/regulasi; f. perumahan/pertanahan; dan g. pengaduan masyarakat lainnya. Pasal 5 Pengaduan dikelompokkan dalam: a. Pengaduan berkadar pengawasan; dan b. Pengaduan tidak berkadar pengawasan. Pengaduan berkadar pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat huruf a merupakan Pengaduan isinya mengandung informasi atau adanya indikasi terjadinya penyimpangan dan/atau penyalahgunaan wewenang dilakukan oleh Aparatur Kementerian Perindustrian dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sehingga mengakibatkan kerugian masyarakat atau negara. (3) Pengaduan tidak berkadar pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat huruf b merupakan Pengaduan isinya mengandung informasi berupa sumbang saran, kritik konstruktif dan lain sebagainya bermanfaat bagi perbaikan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. BAB III TATA CARA PENYAMPAIAN PENGADUAN MASYARAKAT Pasal 6 Pengaduan masyarakat disampaikan:

a. secara tertulis/surat; b. secara online; c. melalui media elektronik; dan d. melalui media cetak. - 5 - Pasal 7 Pengaduan disampaikan secara tertulis/surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a disampaikan kepada Inspektur Jenderal Kementerian Perindustrian dengan alamat Gedung Kementerian Perindustrian Lt. 4 Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta Selatan. Pasal 8 Pengaduan disampaikan secara online sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dilakukan melalui www.kemenperin.go.id/pengaduan. BAB IV PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT Pasal 9 Pengelolaan Pengaduan dilakukan secara terpadu oleh Inspektorat Jenderal. Pasal 10 Pengelolaan Pengaduan meliputi: a. pencatatan; b. penelaahan; c. penyaluran; d. tindak lanjut; e. pelaporan; dan f. pengarsipan. Pasal 11 Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 huruf a dilakukan secara manual atau menggunakan sistem aplikasi komputer. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat meliputi: a. data pengaduan: 1. nomor dan tanggal agenda; 2. tanggal pengaduan; 3. ruang lingkup pengaduan.

- 6 - b. identitas pelapor: 1. nama; 2. alamat; 3. pekerjaan; dan 4. melampirkan lainnya fotocopy KTP atau identitas c. identitas terlapor: 1. nama; 2. NIP; 3. alamat; 4. jabatan; dan/atau 5. asal unit kerja. d. lokasi kasus. Pasal 12 Penelaahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b meliputi: a. merumuskan inti masalah diadukan; b. menghubungkan materi peraturan relevan; pengaduan dengan c. meneliti dokumen dan/atau informasi terkait dengan pengaduan; d. menentukan apakah pengaduan diterima berkadar pengawasan atau tidak berkadar pengawasan; dan e. menetapkan hasil penelaahan pengaduan untuk proses penanganan selanjutnya. Hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat huruf e meliputi: a. Pengaduan berkadar pengawasan : 1. berindikasi penyimpangan merugikan masyarakat atau negara dengan substansi pengaduan logis dan memadai, identitas pelapornya jelas atau tidak jelas, serta didukung dengan bukti-bukti direkomendasikan untuk dilakukan audit dengan tujuan tertentu/audit investigasi; dan 2. substansi pengaduannya tidak memadai dengan identitas pelapor jelas, direkomendasikan untuk dilakukan klarifikasi. b. Pengaduan tidak berkadar pengawasan memerlukan tindak lanjut direkomendasikan untuk ditindaklanjuti sesuai dengan prosedur oleh satuan unit kerja bersangkutan;

- 7 - c. Pengaduan substansinya tidak logis berupa keinginan Pelapor secara normatif tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak mungkin dipenuhi, tidak perlu diproses lebih lanjut; dan d. Pengaduan secara substansial bukan kewenangan Kementerian Perindustrian. (3) Dalam melakukan penelahaan sebagaimana dimaksud pada ayat, melibatkan unit kerja eselon 2 terkait. Pasal 13 Penyaluran sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 huruf c merupakan penyampaian pengaduan masyarakat kepada Aparat Pemeriksa Intern Pemerintah, satuan unit kerja bersangkutan atau instansi lain. Pengaduan berkadar pengawasan direkomendasikan untuk dilakukan audit dan klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat huruf a disampaikan kepada Inspektur berwenang. (3) Pengaduan tidak berkadar pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat huruf b disampaikan kepada pimpinan satuan unit kerja bersangkutan. (4) Pengaduan substansinya tidak logis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat huruf c diberitahukan kepada unit kerja bersangkutan. (5) Pengaduan secara substansial bukan kewenangan Kementerian Perindustrian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat huruf d disampaikan kepada instansi lain berwenang untuk menangani. Pasal 14 Tindak lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d merupakan kegiatan dilakukan dalam rangka penyelesaian pengaduan masyarakat meliputi proses klarifikasi, konfirmasi, penelitian, dan pemeriksaan. Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat untuk Pengaduan berkadar pengawasan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak pengaduan diterima, kecuali ada alasan dipertanggung]' awabkan.

- 8 - (3) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat untuk Pengaduan tidak berkadar pengawasan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak pengaduan diterima, kecuali ada alasan dipertanggungjawabkan. Pasal 15 Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf e merupakan hasil dari tindak lanjut Pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, disusun dalam bentuk laporan. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat disusun secara sistematik, singkat, jelas, dan dipertanggungjawabkan serta memuat kesimpulan dan/atau saran tindak lanjut. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat disampaikan kepada Menteri Perindustrian secara periodik setiap 4 (empat) bulan atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. (4) Dalam penyusunan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat, berkoordinasi dengan unit eselon 2 terkait. Pasal 16 Pengarsipan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf f merupakan penataan dokumen laporan tindak lanjut pengaduan masyarakat. Penataan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat didasarkan pada jenis masalah, unit kerja terlapor, dan waktu pengaduan. BAB VI PEMANTAUAN DAN STATUS PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT Pasal 17 Pemantauan penanganan pengaduan masyarakat dilakukan oleh Inspektur Jenderal berkoordinasi dengan Sekretaris Jenderal. Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat dilakukan secara:

\< - 9 - a. langsung; atau b. tidak langsung. Pasal 18 Pemantauan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat huruf a dilakukan melalui: a. pemutakhiran data; b. rapat koordinasi; dan/atau c. monitoring ke satuan unit kerja menangani. Pemantauan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat huruf b dilakukan melalui: a. komunikasi elekronik; dan/atau b. surat menyurat. Pasal 19 Status penanganan Pengaduan terdiri atas: a. status dalam proses, apabila permasalahan diadukan sedang dalam proses penanganan; dan b. status selesai, apabila permasalahan diadukan telah selesai ditangani dibuktikan dengan laporan hasil penanganan Pengaduan. Status penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat, untuk pengaduan masyarakat berkadar pengawasan disampaikan kepada Pelapor. BAB VII PERLINDUNGAN TERHADAP PELAPOR DAN TERLAPOR Pasal 20 Selama proses penyelesaian penanganan Pengaduan, Pelapor maupun Terlapor wajib diberikan perlindungan hukum dan perlakukan wajar. BAB VIII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 21 Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan Pengaduan diatur dengan Peraturan Inspektur Jenderal.

- 10 - BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Pera'turan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 2013 MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MOHAMAD S. HIDAYAT Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 Juni 2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 844 Salinan sesuai dengan aslinya ^.o^ekc^iriat Jenderal KementeriartPerindustrian Hukum dan Organisasi ^$ #ONO