BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. mampu memberikan informasi keuangan kepada publik, Dewan Perwakilan. rakyat Daerah (DPRD), dan pihak-pihak yang menjadi stakeholder

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian

reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam

BAB I PENDAHULUAN. dewan melainkan juga dipengaruhi latar belakang pendidikan dewan,

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Terdapat tiga

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan baik berupa Undang-Undang (UU) maupun

BAB I PENDAHULUAN. berpolitik di Indonesia baik secara nasional maupun regional. Salah satu agenda

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. keuangan daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan. akuntabel (Pramita dan Andriyani, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kepentingan Bangsa dan Negara. Lembaga pemerintah dibentuk

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah menuntut adanya partisipasi masyarakat dan. transparansi anggaran sehingga akan memperkuat pengawasan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. pembaruan dan perubahan untuk menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan.

PENGARUH PERSONAL BACKGROUND, POLITICAL BACKGROUND DAN PENGETAHUAN DEWAN TENTANG ANGGARAN TERHADAP PERAN DPRD DALAM PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 merupakan tonggak awal. pelaksanaan otonomi daerah dan proses awal terjadinya reformasi

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Salah satu agenda reformasi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan sistem pemerintahan, good governance telah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik merupakan tahapan yang cukup rumit. Hal tersebut berbeda

BAB I PENDAHULUAN. daya daerah, dan (3) Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi. keuangan daerah secara ekonomis, efesien, efektif, transparan, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance. Hal ini memang wajar, karena beberapa penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era reformasi dalam perkembangan akuntansi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

BAB II DASAR TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD)

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi diawal 1998 dapat dikatakan tonggak perubahan bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik (good government governance)

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah, yang disebut dengan Desentralisasi adalah penyerahan

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kepemerintahan yang baik (good governance). Good governance adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang telah di amandemen menjadi Undang-Undang No. 32 dan No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,

Faisal, Yusri Hazmi, Ali Imran, & Aryati. Politeknik Negeri Lhokseumawe Banda Aceh

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good public and corporate governance (Mardiasmo, 2009:27).

BAB I PENDAHULUAN. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB I PENDAHULUAN. yang dipayungi oleh Pasal 18 Undang-Undang Dasar Sedangkan inti

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era reformasi yang diikuti dengan diberlakukannya kebijakan

I. PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan digantikan dengan gerakan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. bidang ilmu akuntansi yang mengkhususkan dalam pencatatan dan pelaporan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara telah mendorong pemerintah. baik pusat maupun daerah untuk lebih bersungguh-sungguh

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. semua pihak. Keinginan untuk mewujudkan good government merupakan salah

INUNG ISMI SETYOWATI B

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. membawa harapan akan terciptanya good governance yang terbebas dari tindakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan harus diimbangi dengan kinerja yang baik, sehingga pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tidak dapat dibendung dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan suatu kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

DETERMINASI HUBUNGAN PENGETAHUAN DEWAN TENTANG ANGGARAN DENGAN PENGAWASAN DEWAN PADA KEUANGAN DAERAH (APBD)

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pemerintah pusat dan daerah (propinsi, kabupaten, kota). Hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintahan merupakan salah satu organisasi yang non profit

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance merupakan function of governing. Salah

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini mencerminkan adanya respon rakyat yang sangat tinggi akan permintaan

BAB I PENDAHULUAN. pengambil keputusan dalam pemerintahan di era reformasi ini. Pemerintah telah

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terjadinya krisis ekonomi diindonesia antara lain disebabkan oleh tatacara penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sulit diberantas, masalahpenegakan hukum yang sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta mengarah pada reformasi. Oleh karena itu, reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta ekonomi sehingga menimbulkan tuntutan yang beragam terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik (good government governance). Tuntuan ini perlu dipenuhi dan disadari langsung oleh para manajer pemerintahan daerah demi meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat. Dan salah satu agenda reformasi adalah adanya desentralisasi keuangan dan otonomi daerah. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi yaitu dengan dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah: Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah pusat juga telah menerbitkan berbagai peraturan 1

2 perundang-undangan baik berupa UndangUndang (UU) maupun Peraturan Pemerintah (PP). Pelaksanaan Otonomi Daerah tersebut diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sertaundang-undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan dengan pemerintah pusat dalam upaya meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat serta telah membuka jalan bagi pelaksanaan reformasi sektor publik di Indonesia. Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan daerah yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan daerah yaitu pemerintah daerah dan DPRD. Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Pemerintahan daerah dan DPRD sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing. Dalam pasal 14 ayat (1) dinyatakan bahwa di daerah dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) sebagai badan legislatif daerah dan pemerintah daerah sebagai badan eksekutif daerah. Yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah Kepala daerah beserta perangkat daerah lainnya(coryanata et al,.2007).hal tersebut sangat berimplikasi pada perubahan dalam sistem pembuatan keputusan terkait dengan pengalokasian sumber daya dalam anggaran pemerintah daerah seperti APBD serta hubungan legislatif dan eksekutif di daerah(ritonga, 2009).

3 Diharapkan DPRD melalui dewan akan lebih aktif dalam menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat kemudian mengadopsinya dalam berbagai bentuk kebijakan publik di daerah bersama-sama Kepala Daerah (Bupati atau Walikota). Dampak lain yang kemudian muncul dalam rangka otonomi daerah adalah tuntutan terhadap pemerintah untuk menciptakan good governance sebagai prasyarat penyelenggaraan pemerintah dengan mengedapankan perubahan pada pola dan sistem pengawasan dan pemeriksaan. Perubahan pada pola pengawasan terkait dengan diberinya keleluasaan kepada pemda untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, maka diperlukan manajemen keuangan daerah yang mampu mengontrol kebijakan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel. Sehubungan dengan hal itu maka peran dewan menjadi sangat meningkat dalam mengontrol kebijakan pemerintahan. Menurut PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 132 yang menyatakan bahwa DPRD melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah tentang APBD. Pengawasan tersebut bukan berarti pemeriksaan, tapi lebih mengarah pada pengawasan untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam APBD. Menurut PP Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Anggaran menjelaskan bahwa: 1) Pengawasan atas anggaran dilakukan oleh dewan, 2) Dewan berwenang memerintahkan pemeriksaan eksternal didaerah untuk melakukan pemeriksaan terhadap

4 pengelolaan anggaran.secara umum, lembaga legislatif mempunyai tiga fungsi yaitu: (1) fungsi legislatif (fungsi membuat peraturan perundang-undangan), (2) fungsi anggaran (fungsi untuk menyusun anggaran), dan (3) fungsi pengawasan (fungsi untuk mengawasi kinerja eksekutif). Penelitian ini akan membahas fungsi dewan dalam pengawasan anggaran mulai dari tahap penyusunan, pelaksanaan hingga pelaporan dan evaluasi anggaran yang dilakukan lembaga eksekutif. Permasalahannya adalah apakah dewan dalam melaksanakan fungsi pengawasan pada keuangan daerah (APBD) disebabkan pengetahuan dewan tentang anggaran mengingat anggota dewan umumnya berangkat dari politik (partai) ataukah lebih disebabkan karena faktor lain. Pengawasan anggaran yang dilakukan oleh dewan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal(pramono, 2002 dalam Rosseptalia, 2006). Faktor internal adalah faktor yang dimiliki oleh dewan yang berpengaruh secara langsung terhadap pengawasan yang dilakukan oleh dewan, salah satunya adalah pengetahuan tentang anggaran. Sedangkan faktor eksternal adalah pengaruh dari luar terhadap fungsi pengawasan oleh dewan yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap pengawasan yang dilakukan oleh dewan, diantaranya adalah adanya partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik. Dalam hal ini, kinerja dewan dalam menjalankan fungsi legislasinya selalu menjadi perhatian khusus masyarakat karena dipercayakannya amanah pada anggota dewan untuk dapat mensejahterakan masyarakat. Akan tetapi, kepercayaan tersebut sekarang ini cenderung berkurang bahkan banyak yang

5 tidak mempercayai kinerja dewan. Hal tersebut disebabkan karena kinerja dewan yang kurang optimal dan belum ada komitmen organisasi yang kuat dari para anggota dewan. Sikap ketidakpercayaan inilah yang memotivasi penelitian ini dilakukan. Penelitian juga diharapkan dapat mengetahui seberapa besar pengetahuan dewan tentang anggaran yang mempengaruhi pengawasan dewan pada keuangan daerah (APBD), serta apakah komitmen organisasi, akuntabilitas, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik mempengaruhi hubungan antara pengetahuan dewan tentang anggaran dengan pengawasan dewan pada keuangan daerah (APBD). Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang pernah ditulis oleh Devi et al,.2010.perbedaan pada penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada obyek penelitian. Penelitian Devi et al,.2010, obyek penelitiannya adalah anggota DPRD Se-Karesidenan Kedu pada komisi Perekonomian dan Keuangan Daerah serta Badan Anggaran. Sedangkan dalam penelitian ini, penulis ingin meneliti anggota DPRD pada provinsi Jawa Tengah dan dalam penulisan ini penulis tidak membatasi pada komisi Perekonomian dan Keuangan Daerah serta Badan Anggaran saja, namun semua komisi yang ada di libatkan dalam penelitian ini. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: PENGARUH PENGETAHUAN DEWAN TENTANG ANGGARAN TERHADAP PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH (APBD) DENGAN VARIABEL MODERATOR KOMITMEN ORGANISASI, AKUNTABILITAS, PARTISIPASI MASYARAKAT, DAN

6 TRANSPARASI KEBIJAKAN PUBLIK (Studi Empiris Pada DPRD Provinsi Jawa Tengah). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang disampaikan tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah pengetahuan dewan tentang anggaran berpengaruh terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD)? 2. Apakah komitmen organisasi berpengaruh pada hubungan pengetahuan dewan tentang anggaran terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD)? 3. Apakahakuntabilitas berpengaruh pada hubungan pengetahuan dewan tentang anggaran terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD)? 4. Apakah partisipasi masyarakat berpengaruh pada hubungan pengetahuan dewan tentang anggaran terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD)? 5. Apakah transparansi kebijakan publik berpengaruh pada hubungan pengetahuan dewan tentang anggaran terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD)? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk memberikan bukti empiris bahwa pengetahuan anggaran akan mempengaruhi dewan dalam pengawasan keuangan daerah (APBD).

7 2. Untuk memberikan bukti empiris bahwa komitmen organisasi akan mempengaruhi hubungan antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah (APBD). 3. Untuk memberikan bukti empiris bahwa akuntabilitas akan mempengaruhi hubungan antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah (APBD). 4. Untuk memberikan bukti empiris bahwa partisipasi masyarakat akan mempengaruhi hubungan antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah (APBD). 5. Untuk memberikan bukti empiris bahwa transparansi akan mempengaruhi hubungan pengetahuan dengan peranan DPRD dalam pengawasan keuangan daerah (APBD). D. Manfaat Penelitian Apabila tujuan penelitian ini dapat dipenuhi, maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi para akademisi Hasil penelitian ini diharapkandapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan literature akuntansisektor publik (ASP) terutama untuk pengembangan sistem pengandalianmanajemenpada sektor pubik. Selanjutnya dapat dijadikan sebagai acuan guna penelitian lain.

8 2. Bagi pemerintah daerah Diharapkan menjadi masukan dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah khususnya akan meningkatkan peran DPRD dalam pengawasan anggaran (APBD) dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good government). 3.Bagi partai politik Dapat dijadikan sebagai acuan pada saat merekrut anggota dewan dan pengembangan kader partai. 4. Bagi peneliti Dapat menambah wawasan dan pengetahuan baik secara teori maupun praktik dalam menganalisis serta menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pengawasan anggaran oleh dewan. E. Sistematika Pembahasan Secara garis besar, pembahasan penelitian ini akan dituangkan dalam lima bab, yaitu : BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan landasan teori meliputi: konsep anggaran sektor publik, fungsi anggaran sektor publik, norma umum

9 anggaran sektor publik, proses penyusunan anggaran sektor publik, pengertian keuangan daerah,pengertian dan fungsi dewan, pengetahuan dewan dan pengawasan keuangan daerah, komitmen organisasi, akuntabilitas, partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran dan transparansi kebijakan publik, kemudian menggambarkan hubungan antar variabel-variabel dalam model penelitian, kerangka teoritis, serta pengembangan hipotesis. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan ruang lingkup penelitian, populasi dan sampel penelitian, data, sumber data penelitian, metode pengumpulan data, definisi operasional dan pengukuran variabel, teknik pengujian data serta metode analisis data. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan tentanggambaran umum penelitian, hasil analisis data dan pembahasan atas hasil analisis data. BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian yang dilakukan oleh penulis, sehingga akan diperoleh kesimpulan akhir dari penelitian, keterbatasan penelitianserta saran-saran yang perlu dikemukakan untuk penelitian selanjutnya.