BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. toksin ke dalam aliran darah dan menimbulkan berbagai respon sistemik seperti

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE,

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juta dolar Amerika setiap tahunnya (Angus et al., 2001). Di Indonesia masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sepsis didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme atau toksin /zat beracun

BAB I PENDAHULUAN. dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

B A B I PENDAHULUAN. Sampai saat ini sepsis masih merupakan masalah utama kesehatan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... i. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii. KATA PENGANTAR...iii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. juga dihadapi oleh berbagai negara berkembang di dunia. Stroke adalah penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan sindroma klinik akibat respon yang berlebihan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang penting di dunia. Angka kesakitan dan kematian akibat pneumonia, khususnya

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rumah sakit di Indonesia dengan angka kematian 5,7%-50% dalam tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. KHS terjadi di negara berkembang. Karsinoma hepatoseluler merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi virus dengue maupun demam berdarah dengue (DBD) merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan. penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat,

BAB 1 PENDAHULUAN. Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya komplikasi yang lebih berbahaya. diakibatkan oleh sepsis > jiwa pertahun. Hal ini tentu menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Efusi pleura merupakan manifestasi penyakit pada pleura yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. populasi dunia berumur dibawah 45 tahun (Werner & Engelhard, 2007). Penyebab

BAB I PENDAHULUAN. denyut/menit; 3. Respirasi >20/menit atau pa CO 2 <32 mmhg; 4. Hitung leukosit

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dengue merupakan penyakit mosquito-borne yang dapat. menyerang berbagai kelompok usia dan dapat berakibat fatal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. baru atau berulang. Kira-kira merupakan serangan pertama dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

SENSITIVITAS ANTIBIOTIK PADA PASIEN SEPSIS DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatnya angka harapan hidup pada negara negara berkembang, begitu pula

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. penelitian kohort selama 13 tahun di 3 wilayah di propinsi Jakarta ibukota

PROCALCITONIN DAN SEL DARAH PUTIH SEBAGAI PREDIKTOR UROSEPSIS PADA PASIEN OBSTRUKSI SALURAN KEMIH DI RSUP SANGLAH DENPASAR

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya malnutrisi pada pasien dan meningkatkan angka infeksi, atrofi otot,

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh

BAB I PENDAHULUAN UKDW. penyakit yang sering dijumpai dalam praktek kedokteran. Data epidemiologis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesembilan di Amerika Serikat, sedangkan di seluruh dunia sirosis menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun masyarakat. Identifikasi awal faktor risiko yang. meningkatkan angka kejadian stroke, akan memberikan kontribusi

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sepsis dan syok sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 75 ibu hamil dengan usia kehamilan antara 21

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada

BAB 1 PENDAHULUAN. bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi, (seperti : Bacteroides sp., Mobilluncus

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit membran hialin (PMH) atau dikenal juga dengan hyaline

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

Transkripsi:

1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sepsis adalah penyakit sistemik disebabkan penyebaran mikroba atau toksin ke dalam aliran darah dan menimbulkan berbagai respon sistemik seperti disfungsi organ bahkan kematian. Sepsis adalah respon inflamasi sistemik terhadap infeksi, yaitu Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS) ditambah infeksi. Sepsis terjadi pada pasien dengan kondisi kritis dengan angka kematian tinggi terutama di negara yang sedang berkembang (Runtunuwu, 2008). Sepsis merupakan penyebab utama kematian kedua di bagian noncoronary intensive care units dan termasuk dalam 10 besar penyebab kematian di Amerika Serikat. Sepsis dialami sekitar 750.000 orang pertahunnya dan lebih dari 210.000 orang diantaranya meninggal (Hotchkiss dan Karl, 2003; Martin, 2003). Hall, melaporkan di a Centers for Disease Control and Prevention (CDC) NCHS Data Brief bahwa di rumah sakit (RS) Amerika Serikat kejadian sepsis meningkat dari 621.000 di tahun 2000 menjadi 1.141.000 di tahun 2008. Hasil survei di India bagian timur mendapatkan kejadian sepsis berat terdiri 17% dari semua kunjungan di Intensive Care Unit (ICU), dengan angka kematian yang tinggi yaitu mencapai 45% (Todi, 2007). Sepsis merupakan suatu beban berat bagi seluruh pelayanan kesehatan di dunia, baik dari segi ekonomi maupun sosial. Sepsis merupakan kondisi dengan biaya terapi termahal di rumah sakit Amerika Serikat yaitu mendekati 15,4 milyar dolar. Sepsis selain merupakan penyebab utama kematian juga dapat menurunkan kualitas hidup pasien yang bertahan (Elixhauser, 2009). Data rekam medik

2 di RSUP Dr.sardjito menunjukkan pada tahun 2013 sepsis merupakan penyebab kematian pertama sebesar 84 kasus, dengan angka kejadian penyakit menempati urutan ketiga sebesar 1196 kasus. Sepsis biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, tetapi tidak harus terdapat bakteremia. Bakteremia adalah adanya bakteri di dalam darah berdasarkan hasil kultur darah positif. Penegakan diagnosis sepsis memerlukan 3 kriteria yaitu SIRS, sumber infeksi dan kultur. Definisi infeksi berdasar konsensusthe American College of Chest Physician (ACCP) and The Society for Critical Care Medicine (SCCM) adalah proses patologik disebabkan invasi mikroorganisme patologik ke dalam jaringan atau cairan atau rongga tubuhyang seharusnya steril.standar emas diagnosis infeksi adalah isolasi dan identifikasi organisme dengan kultur darah, namun kekurangan metode diagnosis kultur adalah sensitifitas kurang optimal serta lamanya diagnosis. Sensitivitas kultur darah kurang sehingga hasil kultur negatif belum menyingkirkan diagnosis sepsis karena dari semua penderita sepsis hanya 20% - 40% yang menunjukkan hasil kultur positif. Kultur darah negatif biasanya didapatkan pada lebih 70% pasien sepsis, meskipun terdapat gejala klinis yang jelas akan adanya infeksi. Spesifisitas kultur darah terganggu karena potensi terjadinya kontaminasi(bone, 1992; Guntur, 2006; Rowther, 2009; Riedel, 2011; Schuetz et al, 2011). Hal inilah yang menyulitkan penegakan diagnosis sepsis itu sendiri, meskipun SIRS, sepsis, sepsis berat dan syok sepsis biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri tetapi tidak harus terdapat bakteremia. Bakteremia bersifat sepintas, dijumpai setelah jejas pada permukaan mukosa sehingga kultur darah

3 tidak harus positif.hal ini terjadi karena didalam sirkulasi darah kemungkinan terdapat endotoksin dan eksotoksin sedangkan bakterinya berada di dalam jaringan (Guntur, 2006). Diagnosis kultur membutuhkan waktu beberapa hari, sementara pasien harus mendapat pengobatan cepat dan tepat untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas sepsis. Diagnosis dan penatalaksanaan sepsis yang cepat dan tepat adalah komponen terpenting berdasarkan the International Surviving Sepsis Campaign. Risiko kematian akibat sepsis akan meningkat sampai dimulainya terapi antibiotik yang sesuai. Hal tersebut menunjukkan diperlukannya tes yang cepat dan mampu membedakan antara Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS) karena infeksi atau non infeksi (Rowther, 2009; Riedel, 2011; Schuetz et al, 2011). Biomarker untuk infeksi bakteri yang ideal seharusnya dapat mendiagnosis sedini mungkin, memberikan informasi tentang keadaan penyakit tersebut pada pasien saat diperiksa dan prognosis penyakit tersebut sehingga dapat memfasilitasi keputusan terapi yang tepat untuk pasien. Diagnosis infeksi bakterial yang cepat dan tepat biasanya sulit, karena memperoleh biakan darah tradisional untuk diagnosis kultur adalah proses yang lama dan tidak memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang diinginkan. Tes laboratorium alternatif untuk menegakkan infeksi bakterial seperti laju endap darah (LED), C-reactive protein (CRP), jumlah lekosit atau persentase netrofil, dan the polymerase chain reaction (PCR) tidak memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang diinginkan (Kibe, 2011).

4 Saat ini telah dikembangkan beberapa marker sepsis antara lain Procalcitonin (PCT), tumor necrosis factor α (TNF α), Interleukin-1β (IL-1β), Interleukin-6 (IL-6), Interleukin-8 (IL-8), Interleukin-10 (IL-10), dan lainnya yang memiliki kemampuan untuk membedakan SIRS dan sepsis. Procalcitonin (PCT) telah diusulkan sebagai penanda dalam diagnosis cepat infeksi bakteri karena kemampuan khususnya dalam mendiagnosis infeksi bakteri, terutama digunakan dalam Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Intensive Care Unit (ICU). Procalcitonin (PCT) lebih sensitif dan kadarnya paling cepat naik setelah terjadi paparan infeksi bakterial dibanding biomarker sepsis lainnya. Sensitivitas PCT 85% dan spesifisitas 91% untuk membedakan pasien SIRS dan sepsis. Kadar PCT pada keadaan fisiologis rendah bahkan tidak ada (dalam ng/ml). Terapi antibiotik yang sesuai akan menurunkan kadar PCT pada sepsis dan menunjukkan prognosis baik, kadarnya yang tetap atau bahkan meningkat menunjukkan prognosis buruk. Molekul PCT sangat stabil baik dalam kondisi in vivo maupun in vitro, tidak membutuhkan perlakuan istimewa saat preanalitikal dan penyimpanan sampel (Balci, 2010; Deepashree., 2010). Procalcitonin merupakan peptida dengan 116 asam amino, sebuah rangkaian identik prohormon calcitonin tetapi PCT sendiri tidak memiliki aktivitas sebagai hormon PCT. Procalcitonin diproduksi sebagai respon pelepasan endotoksin bakterial, eksotoksin, dan beberapa jenis sitokin serta berkorelasi kuat dengan keparahan infeksi bakterial. Infeksi yang disebabkan protozoa, non bakteri (virus) dan penyakit autoimun tidak menginduksi PCT. Berdasarkan hal tersebut PCT lebih spesifik sebagai penanda infeksi bakterial sehingga dapat digunakan

5 untuk membedakan infeksi yang diakibatkan oleh bakteri dengan infeksi yang tidak diakibatkan oleh bakteri. Penelitian Wang et al tahun 2013 menunjukkan kadar PCT secara signifikan lebih tinggi pada bakteremia dengan cut-off terbaik 0,80 ng/ml (Schuetz, 2011; Buchori dan Prihatini, 2006; Wang, 2013). Penelitian awal dampak ekonomis penggunaan PCT secara sistematis untuk mendiagnosis dan monitoring proses peradangan dan infeksi menunjukkan hasil yang baik. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya pengurangan pemakaian antibiotik, waktu yang lebih pendek di ICU, dan menurunkan biaya per pasien (Iskandar, 2010). B. Permasalahan Berdasarkan fakta-fakta tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1) Insidensi sepsis meningkat dengan angka morbiditas dan mortalitas tinggi, termasuk dalam 10 besar penyebab kematian di banyak rumah sakit, merupakan beban berat bagi seluruh pelayanan kesehatan di dunia baik dari segi ekonomi maupun sosial 2) Sepsis sebagian besar berhubungan dengan infeksi bakterial, standar emas diagnosis adalah kultur darah dengan sensitivitas kurang optimal serta waktu diagnosis lama 3) Diagnosis dan penatalaksanaan sepsis yang cepat dan tepat masih menjadi kendala, risiko kematian tinggi dengan terapi antibiotik yang tidak optimal 4) Tes laboratorium alternatif penegakkan infeksi bakterial seperti LED, CRP, jumlah lekosit, dan lainnya tidak memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang

6 diinginkan, dibutuhkan biomarker sepsis seperti PCT yang lebih sensitif, spesifik, dan kadarnya paling cepat naik setelah infeksi bakterial. C. Pertanyaan Penelitian Adakah hubungan kadar PCT 0,80 ng/ml dengan hasil positif kultur bakteripada pasien sepsis dengan menentukan rasio prevalensi. D. Keaslian Penelitian Penelitian tentang PCT terhadap pasien sepsis sudah dilakukan beberapa peneliti sebelumnya namun penelitian tentang hubungan PCT dengan kepositifan hasil kultur pada pasien sepsis masih jarang. Tabel 1. Keaslian penelitian Nama peneliti Tahun Tempat penelitian Sampel Populasi Metode Hasil Anand 2015 New Delhi, 46 SIRS Kohort PCT secara signifikan (p<0,001) lebih India 162 Sepsis tinggi pada kultur (-) (cutoff 1,43ng/mL; sensitivitas 92,2%; spesifisitas 72%) dan kultur (+) (cutoff 2,49 ng.ml; sensitivitas 94,4%; spesifisitas 87%) kelompok sepsis Naffa Wanget al. Previs dominet al. Riedel Lopez et al. Hausfat er dibandingkan dengan kelompok SIRS. 2014 Haifa, Israel 40 Sepsis Kohort Analisis regresi logistik multivariat : hanya PCT berhubungan dengan kepositifan kultur darah OR=12,15 (95% CI 1,29-11,40). Cut-off PCT 1,35 dan 2,14 ng/ml identifikasi kultur darah positif 100% dan 90%. 2013 Beijing, China 586 Sepsis Studi retrospektif 2012 Bellin zona Switzerland 231 Sepsis Deskriptif retrospektif 2011 Amerika 295 Bakteremia dan sepsis Prospektif Kadar PCT secara signifikan lebih tinggi pada kultur darah positif, cut-off terbaik 0,80 ng/ml (sensitivitas 83%, spesifisitas 65%) Kadar PCT > 2 μg/l secara signifikan potensial sebagai prediktorkultur darah positif OR=9,68 (95% CI 1,81-51,93) Kadar PCT <0,1 ng/ml, sensitifitas 75%, spesifisitas 79%, PPV 17%, NPV 98% untuk menyingkirkan sepsis dan inflamasi sistemik 2011 Mexico 39 Sepsis Prospektif hubungan bermakna (p<0,05) antara kadar PCT > 2mg/dL dengan kultur positif (RR=4) 2002 Paris, Prancis 195 Infeksi sistemik Prospektif PCT >0,5 ng/ml diagnosis infeksi sistemik sensitivitas 0,35, spesifisitas 0,99. Analisis multivariat hanya PCT independen berhubungan dengan infeksi sistemik.

7 E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pasien Pemeriksaan kadar PCT pada awal kejadian sepsis diharapkan dapat memberi informasi terkait hubungan PCT dengan hasil positif kultur bakteri, demi meningkatkanketepatan tatalaksananya sehingga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas. 2. Bagi klinisi Klinisi dapat lebih mengefektifkan tata laksana 3. Bagi peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah dalam pengembangan dan optimalisasi pemanfaatan PCT sebagai prediktor kultur positifselama perawatan sepsis. F. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan kadar PCT 0,80 ng/ml dengan hasil positif kultur bakteri pada pasien sepsis dengan menentukan rasio prevalensi.