RELATIVE PLUGGING INDEX LARUTAN SURFAKTAN BERBASIS METIL ESTER SULFONAT MENGGUNAKAN MEDIA PEMBAWA AIR INJEKSI LAPANGAN MINYAK T MISSHELLY FRESTICA

dokumen-dokumen yang mirip
METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS TINGKAT KECENDERUNGAN PEMBENTUKAN SCALE PADA FORMULA SURFAKTAN BERBASIS METIL ESTER SULFONAT UNTUK APLIKASI ENHANCED OIL RECOVERY

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baku baru yang potensial. Salah satu bahan yang potensial untuk pembuatan surfaktan adalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI KESTABILAN BUSA MENGENAI PENGARUH SUHU DAN ELEKTROLITSERTA KONSENTRASI SURFAKTAN DENGAN DAN TANPA MINYAK

KAJIAN LABORATORIUM MENGENAI PENGARUH SALINITAS, PERMEABILITAS DAN KONSENTRASI SURFAKTAN TERHADAP PEROLEHAN MINYAK PADA PROSES INJEKSI SURFAKTAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

KELAKUAN FASA CAMPURAN ANTARA RESERVOAR-INJEKSI-SURFAKTAN UNTUK IMPLEMENTASI ENHANCED WATER FLOODING

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar.

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

STUDI LABORATORIUM PENGARUH KONSENTRASI SURFAKTAN POLIMER TERHADAP RECOVERY FACTOR DENGAN BERBAGAI SALINITAS

PENGARUH RASIO MOL REAKTAN DAN LAMA SULFONASI TERHADAP KARAKTERISTIK METHYL ESTER SULFONIC (MES) DARI METIL ESTER MINYAK SAWIT

SIFAT KOROSIF SURFAKTAN MES (METIL ESTER SULFONAT) TERHADAP APLIKASI EOR (ENHANCED OIL RECOVERY) WAHYUDIN DARMANTO

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

KARAKTERISASI SURFAKTAN POLIMER PADA SALINITAS PPM DAN SUHU 85 C

3 METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 2. Prosedur Uji Kinerja Formula Surfaktan APG untuk Enhanced Water Flooding

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PERSIAPAN CORE SINTETIK

KAJIAN AWAL LABORATORIUM MENGENAI VISKOSITAS POLIMER TERHADAP PENGARUH SALINITAS, TEMPERATUR DAN KONSENTRASI POLIMER (Laboratorium Study)

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui

FORMULASI SURFAKTAN SMES SEBAGAI ACID STIMULATION AGENT UNTUK APLIKASI DI LAPANGAN KARBONAT OK VERRY PURNAMA

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION

A. Sifat Fisik Kimia Produk

BAB I PENDAHULUAN I.1.

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

III. METODE PENELITIAN

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

Analisa Klorida Analisa Kesadahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

BAB III METODE PENELITIAN

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

SCALE TREATMENT PADA PIPA DISTRIBUSI CRUDE OIL SECARA KIMIAWI

TUGAS FISIKA FARMASI TEGANGAN PERMUKAAN

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April

PERBAIKAN PROSES PRODUKSI SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT DAN FORMULASINYA UNTUK APLIKASI ENHANCED OIL RECOVERY (EOR)

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangangan Pabrik HPAM dari Monomer Acrylamide Kapasitas ton/tahun

12/3/2015 PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR 2.1 PENDAHULUAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari - Mei 2015 di Laboratorium Kimia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

STUDI AWAL REVERSE OSMOSIS TEKANAN RENDAH UNTUK AIR PAYAU DENGAN KADAR SALINITAS DAN SUSPENDED SOLID RENDAH

LAPORAN AKHIR PENGARUH WAKTU SULFONASI DALAM PEMBUATAN SURFAKTAN MES (METHYL ESTER SULFONATE) BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (CPO)

3 METODOLOGI PENELITIAN

APLIKASI SURFAKTAN DARI MINYAK SAWIT UNTUK PEMBUANGAN DEPOSIT WAX PADA PERFORASI DAN SISTEM PIPA SUMUR PRODUKSI (STUDI KASUS SUMUR MINYAK XP)

ANALISA AIR FORMASI DALAM MENENTUKAN KECENDERUNGAN PEMBENTUKAN SCALE PADA SUMUR X,Y DAN Z

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

KAJIAN PENGGUNAAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) DAN BEE POLLEN PADA PEMBUATAN SABUN OPAQUE ABSTRACT

PEMBUATAN SABUN PADAT DAN SABUN CAIR DARI MINYAK JARAK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, metode pengurasan minyak tahap lanjut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan

ANALISISN AIR METODE TITRIMETRI TENTANG KESADAHAN AIR. Oleh : MARTINA : AK

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

PENGARUH PENAMBAHAN GARAM ANORGANIK, PELARUT ALKOHOL DAN ALKALI TERHADAP FORMULA SURFAKTAN MES AIR FORMASI MINYAK (STUDI KASUS LAPANGAN SANDSTONE)

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak nabati dan minyak mineral secara gravimetri

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

PROSES PENGEMBANGAN TEKNOLOGI SURFAKTAN MES DARI METIL ESTER MINYAK SAWIT UNTUK APLIKASI EOR/IOR : DARI SKALA LAB KE SKALA PILOT

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berputar, sehingga merupakan suatu siklus (daur ulang) yang lebih dikenal

PENGAMBILAN SAMPEL AIR

SKRIPSI KIKI ANDRIANI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

KESADAHAN DAN WATER SOFTENER

LAPORAN AKHIR PENGARUH RASIO REAKTAN DAN WAKTU SULFONASI TERHADAP KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT

Laporan Praktikum KI3141 Kimia Fisik Percobaan G-3 Tegangan Permukaan Cairan Cara Cincin Du Nouy. : Gayatri Ayu Andari NIM :

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 6: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metode indofenol menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

LAPORAN AKHIR. Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendididikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya.

PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATU APUNG TERHADAP KEMAMPUAN SERAPAN CAIRAN LIMBAH LOGAM BERAT

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar

Pengaruh Konsentrasi Surfaktan Anionik Terhadap Salinitas Optimum dalam Mikroemulsi Spontan dengan Sample Minyak Lapangan M. Ratna Widyaningsih

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

KAJIAN PENGARUH SUHU DAN LAMA REAKSI SULFONASI PADA PEMBUATAN METHYL ESTER SULFONIC ACID

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Transkripsi:

RELATIVE PLUGGING INDEX LARUTAN SURFAKTAN BERBASIS METIL ESTER SULFONAT MENGGUNAKAN MEDIA PEMBAWA AIR INJEKSI LAPANGAN MINYAK T MISSHELLY FRESTICA DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Relative Plugging Index Larutan Surfaktan Berbasis Metil Ester Sulfonat Menggunakan Media Pembawa Air Injeksi Lapangan Minyak T adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing I (Ir. Faqih Udin, MSc) dan Pembimbing II (Prof. Erliza Hambali), belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Misshelly frestica NIM F34090097

ABSTRACT MISSHELLY FRESTICA. Relative plugging index of methyl ester sulfonat surfactant solution using T oil field fluid. Supervised by FAQIH UDIN and ERLIZA HAMBALI. The high demand of oil has become the main reason of oil exploration optimization. There were 60-70% oil stock that still unexplored and below the primary recovery stage. Enhanced oil recovery (EOR) as an advanced draining method is fluid injection method to drain the remained oil in reservoir rocks. One of EOR mechanism is surfactant injection to decrease interface tense between oil and water. Surfactant injection could optimize the oil act of ousting. This research studied about the effect of surfactant formula to the relative plugging index (RPI). RPI is a value that show the plugging rate of surfactant flow. RPI obtained by lessen total suspended (TSS) value with milipore test slope number (MTSN). This research used some materials, such as T oil field ijection water, NaCl 0.5%, MES 0.3%, and Na 2 CO 3. Each formulation used different Na 2 CO 3 concentration, which was 0, 1, 2, and 3%. Na 2 CO 3 addition increased surfactant solution s ph, density and viscosity. Na 2 CO 3 contents in the solution also increased the TSS value therefore the flowrate became slower. The solution of surfactant with the minimal TSS value about 0.03 mg/l was the solution A (water injection A + NaCl 0,5% + MES 0,3% ) with the minimal 5 µ filtration. The solution of surfactant with the maximum MTSN value about -0,79 was the solution A (water injection A + NaCl 0,5% + MES 0,3% ) with the minimal 5 µ filtration. The filtration of 37,25 and 5 µ had the was excellent RPI value. But the filtration just of the step 37 and 25 µ and it s in the good ranges for application. Keywords : surfactant, enhanced oil recovery, methyl ester sulfonat, relative plugging index

RELATIVE PLUGGING INDEX LARUTAN SURFAKTAN BERBASIS METIL ESTER SULFONAT MENGGUNAKAN MEDIA PEMBAWA AIR INJEKSI LAPANGAN MINYAK T MISSHELLY FRESTICA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Judul Skripsi : Relative Plugging Index Larutan Surfaktan Berbasis Metil Ester Sulfonat Menggunakan Media Pembawa Air Injeksi Lapangan Minyak T Nama : Misshelly Frestica NIM :F34090097 Disetujui oleh Ir. Faqih Udin, M.Sc Pembimbing I Prof.Dr. Erliza Hambali, MSi Pembimbing II ~ l) Tanggal Lulus:

Judul Skripsi : Relative Plugging Index Larutan Surfaktan Berbasis Metil Ester Sulfonat Menggunakan Media Pembawa Air Injeksi Lapangan Minyak T Nama : Misshelly Frestica NIM : F34090097 Disetujui oleh Ir. Faqih Udin, M.Sc Pembimbing I Prof.Dr. Erliza Hambali,MSi Pembimbing II Diketahui oleh Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen Tanggal Lulus:

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga penyusunan skripsi berjudul Relative Plugging Index Larutan Surfaktan Berbasis Metil Ester Sulfonat Menggunakan Media Pembawa Air Injeksi Lapangan Minyak T berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan selama Februari 2013 sampai Juli 2013. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan teristimewa kepada: 1. Keluarga tercinta yang selalu menjadi sandaran baik suka maupun duka, yang telah memberikan segenap kasih sayang, doa, motivasi dan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di IPB. 2. Ir. Faqih Udin, M.Sc sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama kuliah di IPB dan memberikan arahan dalam penelitian dan penyusunan skripsi. 3. Prof. Dr. Erliza Hambali yang telah memberikan topik penelitian, membiayai, menyediakan fasilitas dan akses untuk pelaksanaan penelitian serta ikut dalam membimbing penulis selama penelitian dan penyusunan skirpsi. 4. Ir. Ahmad Syaifuddin, MT yang telah memberi bimbingan kepada penulis dalam penyelesaian penelitian dan penyusunan skirpsi. 5. Dr. Endang Warsiki, S.TP, MSi sebagai dosen penguji skripsi yang telah menguji dan memberikan masukan pada penulis. 6. Naufal Iza Aberdeen, S.TP yang telah memberi motivasi dan bimbingan dalam penelitian serta penyusunan skripsi. 7. Ir. Imam S, MSi dan Dr. Mira Rivai yang telah ikut membantu mengarahkan dari awal hingga selesainya penelitian penulis. 8. Seluruh staff dan teknisi di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi- LPPM IPB khususnya MasAbi Rafdi dan Mas Panji yang telah banyak membantu kelancaran jalannya penelitian. Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang agroindustri dan teknologi perminyakan. Bogor, Oktober 2013 Misshelly Frestica

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 2 Ruang Lingkup 2 METODE 3 Alat dan Bahan 3 Metode 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Hasil Analisis Metil Ester Sulfonat dari Olein Sawit 6 Hasil Analisis NaCl dan Na 2 CO 3 dalam Akuades 8 Hasil Analisis Air Injeksi dan Air Formasi Lapangan Minyak T 11 Hasil Analisis TSS dan MTSN Larutan Surfaktan Berbasis MES 15 Hasil Analisis RPI Larutan Surfaktan Berbasis MES 16 SIMPULAN DAN SARAN 20 Simpulan 20 Saran 20 DAFTAR PUSTAKA 21 LAMPIRAN 23 RIWAYAT HIDUP 38

DAFTAR TABEL 1. Hasil analisis metil ester sulfonat 6 2. Syarat surfaktan untuk aplikasi EOR 7 3. Hasil analisis larutan NaCl dan Na 2 CO 3 dalam akuades 9 4. Kandungan ion dalam air injeksi dan formasi dari lapangan minyak T 12 5. Klasifikasi TDS 12 6. Kategori mutu air injeksi 18 DAFTAR GAMBAR 1. Diagram alir penelitian 3 2. Skematik enhanced water flooding 8 3. Nilai ph larutan surfaktan 9 4. Nilai densitas larutan surfaktan 10 5. Nilai viskositas larutan surfaktan 11 6. Nilai TSS larutan surfaktan dengan berbagai konsentrasi Na 2 CO 3 15 7. Nilai MTSN larutan surfaktan dengan berbagai konsentrasi Na 2 CO 3 16 8. Nilai RPI larutan surfaktan dengan berbagai konsentrasi Na 2 CO 3 17 9. Nilai RPI larutan surfaktan melalui penyaringan dua tahap (37 dan 25µ) 18 10. Nilai RPI larutan surfaktan melalui penyaringan satu tahap (37 µ) 19 11. Nilai RPI larutan surfaktan dengan berbagai penyaringan 19 DAFTAR LAMPIRAN 1. Alat dan bahan penelitian 23 2. Prosedur analisis tahap penelitian 25 3. Perhitungan analisis metil ester sulfonat 30 4. Hasil perhitungan koefisien korelasi konsentrasi Na 2 CO 3 terhadap TSS 33 5. Hasil perhitungan koefisien korelasi konsentrasi Na 2 CO 3 terhadapmtsn 33 6. Analisis varian pengaruh konsentrasi Na 2 CO 3 terhadap RPI 34 7. Perhitungan TSS dan MTSN larutan surfaktan berbasis MES dengan media pembawa air injeksi lapangan minyak T (Penyaringan 37, 25 µ) 35 8. Perhitungan TSS dan MTSN larutan surfaktan berbasis MES dengan media pembawa air injeksi lapangan minyak T (Penyaringan 37 µ) 36 9. Perhitungan analisis varian hubungan antara tahap penyaringan dengan nilai RPI 37

DAFTAR SINGKATAN EOR : Enhanced oil recovery WEM : World energi model MES : Metil ester sulfonat MTSN : Milipore test slope number TSS : Total suspended solid Blanko 1 : Air injeksi Blanko 2 : Air injeksi + NaCl 0,5 % Larutan surfaktan A : Air injeksi + NaCl 0,5 % + MES 0,3 % Larutan surfaktan B : Air injeksi + NaCl 0,5 % + MES 0,3 % + Na 2 CO 3 0,1 % Larutan surfaktan C : Air injeksi + NaCl 0,5 % + MES 0,3 % + Na 2 CO 3 0,2 % Larutan surfaktan D : Air injeksi + NaCl 0,5 % + MES 0,3 % + Na 2 CO 3 0,3 % SMEWW : Standart Methods for the Water and Wastewater

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Mekanisme perolehan minyak dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap primer, sekunder dan tersier. Pada tahap primer dan sekunder, terdapat 60-70% minyak yang masih terperangkap di dalam reservoir. Oleh karena itu perlu dilakukan tahap tersier yang merupakan proses EOR (Enhanched Oil Recovery). Salah satu metode perolehan minyak pada tahap tersier yaitu dengan penginjeksian bahan kimia dengan surfaktan. Surfaktan merupakan bahan aktif permukaan yang mampu menurunkan antarmuka antara minyak dan air. Hal ini dikarenakan surfaktan memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik dalam satu molekul. Gugus hidrofilik akan mengikat fase polar (air) sedangkan gugus hidrofobik akan mengikat fase nonpolar (minyak) sehingga meningkatkan kelarutan kedua fase. Jenis surfaktan yang digunakan pada penelitian ini berbasis metil ester sulfonat (MES) yang memiliki keunggulan diantaranya ramah lingkungan, berasal dari sumber yang terbarukan dan daya deterjensi yang baik pada tingkat kesadahan air yang tinggi (Matheson 1996). Aplikasi surfaktan MES yang dikembangkan akan membantu dalam peningkatan produktivitas perolehan minyak pada sumur tua di Indonesia. Aplikasi injeksi surfaktan MES di Lapangan sudah memenuhi beberapa persyaratan diantaranya syarat kompabilitas, IFT, adsorpsi, stabilitas panas, bentuk fasa, recovery oil dan rasio filtrasi. Namun sebelum dilakukan aplikasi perlu dilakukan juga pengujian kualitas dengan mengetahui besarnya tingkat plugging pada formula larutan surfaktan. Hal ini disebabkan adanya masalah yang sering mucul pada mekanisme injeksi fluida seperti korosi, penyumbatan pipa dan terbentuknya scale. Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan topik Relative Plugging Index Larutan Surfaktan Berbasis MES dengan Menggunakan Fluida Lapangan Minyak T. Penelitian ini difokuskan pada beberapa faktor diantaranya analisa fluida reservoir (air injeksi dan air formasi), analisis surfaktan MES, penentuan konsentrasi total suspended solid (TSS), pengamatan laju alir larutan dan penentuan nilai relative plugging index (RPI). Bahan yang digunakan pada penelitian diantaranya air injeksi Lapangan minyak T, surfaktan metil ester sulfonat (MES) dan bahan aditif NaCl dan Na 2 CO 3. Beberapa faktor yang menyebabkan plugging antara lain adanya penurunan tekanan, perubahan temperatur reservoir, perubahan ph larutan surfaktan dan juga bercampurnya jenis air yang tidak kompatibel, dengan kata lain perubahan tersebut mengakibatkan batas kelarutan konsentrasi ion-ion tersebut di dalam air terlampaui dan menimbulkan endapan. Karakteristik endapan yang terbentuk mempengaruhi kerusakan formasi dan peralatan yang menjadi masalah operasional. Selain itu, pembentukan endapan juga menjadi penyebab utama kerusakan, baik dalam sumur injeksi maupun sumur produksi. Endapan yang terbentuk mengakibatkan pori-pori permukaan reservoir tertutup dan minyak tertahan di dalam bebatuan, sehingga banyak industri minyak mengalami penurunan produksi minyak. Salah satu cara pendeteksian tingkat penyumbatan pada larutan surfaktan adalah dengan metode relative plugging index (RPI). Prinsip metode RPI adalah

2 mendeteksi tingkat penyumbatan dengan mengukur kecepatan daya alir suatu aliran dan jumlah padatan yang terkandung di dalam larutan injeksi. Kecepatan aliran dan jumlah padatan yang terkandung dalam larutan akan menggambarkan keberadaan partikel endapan yang dapat menghambat proses injeksi. Manfaat mengetahui nilai RPI pada larutan surfaktan, akan dapat diambil tindakan penanganan lebih awal dalam menghambat proses pengendapan beberapa komponen tertentu. Sehingga dapat mengurangi beban dalam melakukan pembersihan sumur akibat endapan (well cleaning). Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui nilai total suspended solid (TSS) dan milipore test slope number (MTSN) larutan surfaktan berbasis MES dengan media pembawa air dari lapangan minyak T. 2. Mengetahui nilai RPI larutan surfaktan berbasis MES yang menggunakan media pembawa air dari lapangan minyak T. 3. Mengetahui pengaruh konsentrasi Na 2 CO 3 dan tahap penyaringan terhadap nilai RPI formula larutan surfaktan. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi secara khusus untuk pengkajian formula larutan surfaktan yang digunakan di lapangan minyak T. Kajian dilakukan menggunakan beberapa analisis diantaranya analisis sifat psikokimia NaCl, surfaktan berbasis MES, dan aditif Na 2 CO 3 yang digunakan dalam formulasi larutan surfaktan. Kemudian penelitian dilanjutkan kepada analisis air injeksi dan formasi dari lapangan minyak T serta analisis MTSN dan TSS air injeksi dan larutan surfaktan berbasis MES yang menggunakan air injeksi dari lapangan minyak T. Sehingga akan diperoleh nilai RPI air injeksi dan larutan surfaktan berbasis MES yang menggunakan air injeksi dari lapangan minyak T.

3 METODE Bahan Bahan yang digunakan yaitu MES (metil ester sulfonat), NaCl, Na 2 CO 3, air injeksi lapangan minyak T, gas nitrogen (N 2 ), filter 500 mesh, membran 0.45 μm. Bahan yang digunakan dalam peneltian dapat dilihat pada Lampiran 1 Alat Alat-alat yang digunakan yaitu neraca analitik, hot plate, sudip, magnetic stirrer, pipet, gelas piala, dan tabung Erlenmeyer, ph meter, density meter Anton Paar DMA 4500, viscometer brookfield DV-III Ultra, oven, vakum filter, pompa vakum 1.5 bar, pressure gauge, gelas ukur serta satu set alat uji filtrasi yang terdiri dari filter holder, tabung injeksi dan tabung nitrogen. Alat yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Tahapan Penelitian Tahapan pelaksanaan penelitian dengan judul Relative Plugging Index Larutan Surfaktan Berbasis MES dengan Menggunakan Media Pelarut Air Injeksi Lapangan Minyak Tanjung adalah sebagai berikut : Mulai Analisis bahan Air Injeksi,Formasi MES Na 2 CO 3 NaCl Formulasi Konsentrasi Na 2 CO 3 0 ; 0.1 ; 0.2 ; 0.3% TSS dan MTSN Penyaringan Satu tahap (37 µ) Dua tahap (37-25 µ) Tiga tahap (37-25-5 µ)- 5 µ Perhitungan RPI Analisis data Selesai Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian

4 Parameter-parameter yang dianalisis adalah sebagai berikut. Prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 2. Analisis Sifat Psikokimia NaCl Analisis sifat fisikokimia NaCl yang dilakukan dengan pengukuran densitas menggunakan density meter, viskositas menggunakan Rheometer Brookfield DV- III ultra, dan ph menggunakan ph meter Analisis Sifat Psikokimia Alkali (Na 2 CO 3 ) Analisis sifat fisikokimia Na 2 CO 3 yang dilakukan adalah pengukuran densitas menggunakan density meter, viskositas menggunakan Rheometer Brookfield DV-III ultra, dan ph menggunakan ph meter. Analisis Sifat Psikokimia Surfaktan MES Analisis sifat fisikokimia surfaktan MES yang dilakukan adalah pengukuran ph dengan phmeter, viskositas dengan Rheometer Brookfield DV-III ultra, densitas dengan density meter, bahan aktif (José López-Salinas and Maura Puerto), bilangan asam (Epthon 1948) dan bilangan iod (SNI 01-2901-2006). Analisis Kimia Air Injeksi dan Formasi Analisis air injeksi dan formasi dilakukan dengan pengukuran ph (SMEWW 21 th 2005):4500-H +,B), sulfat (SMEWW 21 th (2005):4500-SO 4 2- ), karbonat dan bikarbonat (Titrasi asidimetri), barium (SMEWW 21 th (2005):3111B), besi (Fe) (SMEWW 21 th (2005):3111B), TDS (Gravimetri), Natrium (spektrofotometri), Magnesium (Mg) (SMEWW 21 th (2005):3111B), kalsium (Ca) (SMEWW 21 th (2005):3111B). Analisis Milipore Test Slope Number (MTSN) Analisis Milipore Test Slope Number dilakukan menggunakan metode pengukuran MTSN yang mengacu pada standar University of Texas at Austin. Analisis Total Suspended Solid Analisis Total Suspended Solid yang dilakukan menggunakan metode pengukuran TSS (ASTM D 5907 03). Penentuan RPI dengan Beberapa Konsentrasi Na 2 CO 3 dan Tahap Penyaringan Penentuan RPI dilakukan pada beberapa larutan surfaktan dengan menggunakan media pelarut air injeksi dari lapangan minyak T. Sampel larutan surfaktan dibuat dengan cara sebagai berikut. NaCl ditimbang secara tepat pada kaca arloji sebanyak 5 gram (+ 0,0010). Air injeksi WIP T yang sudah di filter 30 µ ditakar sebanyak 1000 ml dengan gelas ukur ke dalam erlemeyer 1000 ml. Garam dilarutkan menggunakan magnetic stirrer sampai larut sempurna selama kurang lebih lima menit ke dalam botol Erlenmeyer yang berisi air injeksi dari lapangan minyak T. Surfaktan ditimbang secara tepat seberat 3 gram (+ 0,0010) ke dalam wadah yang sama. Erlenmeyer sambil digoyang agar tidak ada surfaktan yang masih menempel di dinding gelas. Formula tersebut diaduk dengan kecepatan 400 rpm pada suhu 40-45 0 C selama 30 menit menggunakan magnetic

stirrer. (Diatur sedemikian rupa agar temperatur larutan mencapai 40-45 0 C dan erlenmeyer ditutup menggunakan alumunium foil). Alkali ditimbang menggunakan kaca arloji secara tepat seberat 0% ; 0,1% ; 0,2%; 0,3 % (+ 0,0010), kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang sedang diaduk. Semua bahan tersebut diaduk selama satu jam dengan kecepatan 400 rpm pada suhu 40-45 0 C menggunakan magnetic stirrer. Larutan surfaktan disaring menggunakan filter bahan stainless steel 37, 25 dan 5 µ. Kemudian, pengujian terhadap beberapa parameter dilakukan, seperti TSS dan MTSN. Pengujian dilakukan sebanyak dua kali. Rancangan percobaan yang mempengaruhi proses dilakukan dengan rancangan acak lengkap (RAL) faktor tunggal dengan 4 taraf. Model matematis dari rancangan percobaan adalah sebagai berikut. 5 Keterangan: Y ij : hasil pengukuran pengaruh konsentrasi Na 2 CO 3 taraf ke-i (i=1,2,3,4) pada ulangan ke-j (j=1,2) μ : rata-rata yang sebenarnya A i : pengaruh konsentrasi taraf ke-i Ε k(ij) : galat eksperimen pada ulangan ke-j karena faktor konsentrasi taraf ke-i

6 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) dari Olein Sawit Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang memiliki strukrtur amphifilik. Struktur amphifilik memiliki dua gugus, yaitu hidrofilik dan hidrofobik, yang dapat menurunkan tegangan antar muka air dan minyak. Gugus hidrofilik bersifat mudah larut dalam air, sedangkan gugus hidrofobik bersifat mudah larut dalam minyak (Pratomo, 2005). Jenis surfaktan yang biasa digunakan dalam proses EOR yaitu petroleum sulfonate. Jenis surfaktan tersebut mempunyai kinerja maksimal dalam menurunkan tegangan antar muka, yaitu sekitar 10-4 dyne/cm. Namun penggunaan petroleum sulfonate mempunyai kelemahan berupa ketahanan rendah terhadap kesadahan dan salinitas tinggi (Salager 2002). Aplikasi EOR pada lapangan minyak T menggunakan metil ester sulfonat (MES) berbasis minyak-lemak. MES termasuk golongan surfaktan anionik yang bermuatan negatif pada gugus hidrofiliknya. Hal tersebut menyebabkan surfaktan anionik memiliki kemampuan adsorbsi relatif rendah pada batuan pasir (Lake 1989). Kelebihan MES adalah biaya produksi yang rendah, karakteristik dispersi yang baik, dan sifat deterjensi tinggi. Sifat deterjensi MES tetap baik, walaupun berada pada kesadahan dan salinitas tinggi. Selain itu, daya deterjensi MES dengan konsentrasi yang lebih rendah dapat menyamai daya deterjensi petroleum sulfonate. MES pun memiliki toleransi tinggi terhadap keberadaan kalsium dan kandungan garam (Matheson 1996). Bahan baku pembuatan MES pada aplikasi di lapangan minyak T adalah olein sawit dan reaktan gas SO 3 dengan konsentrasi 5-7% gas SO 3. Proses pembuatan MES menggunakan sistem falling film sulfonation reactor (FFSR). Reaktor tersebut bekerja secara kontinyu dengan pipa tunggal berkapasitas 5 ton/hari. Pada penelitian ini, MES dianalisis dengan pengujian bilangan asam, densitas, stabilitas busa, viskositas, bilangan iod, bahan aktif, dan ph. Hasil analisis MES disajikan pada Tabel 1, sedangkan rincian perhitungan analisis MES ditampilkan pada Lampiran 3. Tabel 1 Hasil analisis metil ester sulfonat Parameter Satuan Metil ester sulfonat Bilangan Asam mg NaOH/g sampel 7,47 Densitas g/cm 3 0,917 Stabilitas Busa % 50 Viskositas (0,1% sampel) Cp 1,38 Bilangan Iod mg iod/ g sampel 35,55 Bahan Aktif (0,1% sampel) % 12 ph (0,1% sampel) 3,5 Bilangan asam adalah banyaknya miligram NaOH yang diperlukan untuk menetralkan satu gram lemak atau minyak. Pengujian bilangan asam dilakukan

dengan melarutkan sampel MES dalam pelarut alkohol netral 95%, lalu dilanjutkan oleh titrasi menggunakan basa NaOH. Uji stabilitas busa bertujuan untuk mengetahui kemampuan surfaktan dalam menghasilkan busa. Surfaktan dengan stabilitas busa yang baik diperlukan dalam industri produk perawatan diri, seperti sabun dan sampo. Akan tetapi, industri perminyakan tidak memerlukan surfaktan dengan stabilitas busa yang tinggi. Kestabilan busa diperoleh dari keberadaan zat pembusa dalam surfaktan. Zat pembusa terabsorbsi ke daerah antar fase dan mengikat gelembung gas, sehingga diperoleh suatu kestabilan (Suryani 2008). Tingkat stabilitas busa yang dimiliki MES adalah sebesar 50%. Stabilitas busa MES yang rendah disebabkan oleh struktur meruah dari gugus hidrofobik surfaktan. Gugus hidrofobik tersebut mengakibatkan absorbsi zat pembusa di antara kedua fase tidak tersusun baik (Indraswari 2006). Bilangan iod menunjukkan banyaknya gram iodin yang diserap oleh 100 gram minyak atau lemak. Penetapan bilangan iod dilakukan untuk mengetahui keberhasilan adisi gugus sulfat ke dalam rantai lemak dan membentuk gugus sulfonat. Bilangan iod bergantung kepada komposisi asam lemak penyusun minyak atau produk turunannya. Asam lemak tidak jenuh dalam minyak mampu menyerap sejumlah iod dan membentuk senyawa jenuh. Besar jumlah iod yang diserap menunjukkan tingkat kejenuhan minyak (Ketaren, 1986). MES memiliki nilai bilangan iod sebesar 35,5 mg NaOH/gr sampel yang memperlihatkan tingkat ketidakjenuhan yang baik. Keasaman atau alkalinitas pada air ditunjukkan dengan nilai ph. Pengontrolan ph diperlukan sebagai pencegahan terhadap pembentukan endapan dalam larutan. Semakin besar ph larutan maka akan semakin kecil kemungkinan pembentukan endapan. Sebaliknya, semakin kecil ph maka akan menimbulkan korosi pada alat yang digunakan. Hasil uji keasaman menunjukan nilai ph sebesar 3,5 atau dengan kata lain MES bersifat asam. Larutan surfaktan yang akan diaplikasikan pada lapangan minyak harus memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh BPMIGAS. Syarat-syarat surfaktan yang tepat untuk aplikasi EOR dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Syarat surfaktan untuk aplikasi EOR (BPMIGAS 2009) Parameter Nilai Compatibility Positif Adsorpsi < 400μg/ g batuan IFT 10-3 dyne/cm Tahan terhadap temperature reservoir Stabilitas panas minimal 3 bulan ph 6 8 Bentuk fasa Tipe III (fasa tengah) atau minimal tipe II (-) Recovery oil 15 20 % incremental Rasio filtrasi < 1,2 Reaksi di dalam sumur minyak sama seperti proses emulsifikasi kotoran pada pencucian dengan deterjen. Awalnya, monomer surfaktan akan mengikat minyak pada permukaan minyak (adsorpsi). Tenaga dorong dari pompa menyebabkan surfaktan terlepas dari permukaan minyak lalu bagian lipofilik 7

8 surfaktan akan mengikat minyak. Kemudian, monomer-monomer surfaktan akan saling bertemu dan membentuk agregat. Surfaktan akan lebih mudah mengikat minyak jika minyak terdispersi di dalam larutan. Gambar 2 memperlihatkan skema EOR di dalam sumur injeksi minyak. Gambar 2 Skema enhanced oil recovery pada aplikasi di lapangan minyak (Gurgel et al. 2008) Injeksi larutan surfaktan akan menyebabkan fase minyak terputus dan membuat permukaan sekecil mungkin dalam bentuk gelembung yang berdiri sendiri. Surfaktan menyelubungi gelembung minyak, sehingga memperkuat ikatan antar gelembung minyak dan memperlemah ikatan antara minyak dengan air. Hal tersebut mengakibatkan tegangan antar muka antara minyak dan air berkurang. Selain itu, molekul surfaktan yang diinjeksikan melalui sumur injeksi akan berinteraksi dengan permukaan butiran batuan, sehingga tegangan adhesi antara gelembung minyak dan batuan reservoir menurun. Kinerja surfaktan juga akan mengurangi gaya kapiler pada daerah penyempitan pori-pori agar minyak yang terperangkap di dalam batuan reservoir terdesak keluar dan dapat dialirkan menuju sumur produksi. Gaya kapiler yang bekerja pada daerah penyempitan pori-pori tersebut dapat menghambat aliran minyak (Rochmawan 2010). Hasil Analisis NaCl dan Na 2 CO 3 NaCl merupakan salah satu bahan tambahan yang dicampurkan pada larutan surfaktan. Menurut Abu-Sharkh et al (2003), penurunan nilai tegangan antarmuka yang sangat tajam dapat diperoleh melalui peningkatan konsentrasi NaCl. Penambahan NaCl pada larutan surfaktan dapat menurunkan nilai tegangan antarmuka secara signifikan. Pada salinitas 15.000 ppm, elektrolit yang diberikan oleh NaCl akan meningkatkan kestabilan mikroemulsi larutan surfaktan dan menurunkan tegangan antar muka. Akan tetapi, jika penambahan salinitas melebihi 15.000 ppm, maka tegangan antar muka tidak akan turun seoptimal pada konsentrasi salinitas 15000 ppm (Rivai et al 2011). Alkali yang digunakan pada formula larutan injeksi pada lapangan minyak T adalah natrium karbonat. Natrium karbonat juga memiliki kemampuan

menurunkan tegangan antar muka antara larutan surfaktan dan minyak. Natrium karbonat digunakan sebagai pengatur ph basa dalam upaya mempertahankan kondisi larutan surfaktan yang stabil. Selain itu, Jackson (2006) juga menyatakan bahwa penambahan natrium karbonat digunakan karena dapat menurunkan adsorpsi surfaktan anionik pada batuan reservoir. Oleh karena itu, aliran surfaktan dapat lebih cepat dan memungkinkan lebih sedikit surfaktan yang diinjeksi. Na 2 CO 3 0,3% merupakan konsentrasi optimal dalam menurunkan nilai tegangan antarmuka hingga mencapai 6,97x10-3 dyne/cm. Penambahan konsentrasi alkali lebih tinggi dari 0,3% tidak menurunkan nilai tegangan antar muka, tetapi menaikkan tegangan antar muka tersebut (Rivai et al 2011). Sifat bahan tambahan akan mempengaruhi kinerja larutan surfaktan. Oleh karena itu, perlu diketahui sifat psikokimia dari NaCl dan Na 2 CO 3. Sifat psikokimia yang diukur adalah densitas, ph dan viskositas. Hasil analisis sifat psikokimia NaCl dan Na 2 CO 3 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil analisis larutan NaCl dan Na 2 CO 3 dalam akuades Densitas Bahan g/cm 3 ph Viskositas (cp) NaCl 0. 5 % 1. 0016 7 1,4 Na 2 CO 3 0. 1 % 0. 9996 11 1,4 Na 2 CO 3 0. 2 % 1. 0002 11 1,4 Na 2 CO 3 0. 3 % 1. 0012 11 1,4 Analisis dilakukan pada beberapa konsentrasi bahan sesuai dengan konsentrasi yang digunakan untuk membuat larutan surfaktan. NaCl cenderung memiliki ph netral, sedangkan ph larutan Na 2 CO 3 lebih bersifat basa. Nilai ph Na 2 CO 3 tidak berubah, meskipun konsentrasinya bertambah. Namun, penambahan NaCl dan Na 2 CO 3 akan mempengaruhi nilai ph larutan surfaktan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. 9 Gambar 3 Nilai ph larutan surfaktan

10 Larutan surfaktan dengan penambahan konsentrasi Na 2 CO 3 mengalami kenaikan ph. Grafik di atas menjelaskan bahwa air injeksi lapangan minyak T memiliki ph sebesar delapan. Kemudian, penambahan NaCl 0,5% dan MES 0,3% tidak berpengaruh terhadap ph larutan surfaktan. Akan tetapi, penambahan Na 2 CO 3 mengakibatkan kenaikan nilai ph menjadi lebih basa. Hal ini disebabkan karena Na 2 CO 3 terbentuk dari senyawa basa kuat sehingga akan meningkatkan kebasaan dari larutan surfaktan. Kondisi basa dari larutan surfaktan dikhawatirkan dapat menimbulkan endapan dalam reservoir. Endapan tersebut timbul jika terjadi reaksi antara larutan surfaktan yang basa dengan kandungan karbonat pada temperatur tinggi. Pengukuran sifat psikokimia NaCl dan Na 2 CO 3 selanjutnya adalah pengukuran densitas. Sama halnya dengan pengukuran ph, pengukuran densitas juga dilakukan dalam beberapa konsentrasi NaCl, MES, dan Na 2 CO 3 dalam larutan surfaktan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi NaCl, MES, dan Na 2 CO 3 yang ditambahkan, maka semakin tinggi densitas larutan surfaktan. Densitas dapat mempengaruhi kinerja larutan surfaktan dalam menurunkan tegangan antar muka. Semakin kecil selisih antara densitas larutan surfaktan dan minyak, maka semakin kecil tegangan antar muka keduanya. Pengaruh penambahan NaCl, MES, dan Na 2 CO 3 terhadap densitas larutan surfaktan diilustrasikan pada Gambar 4. Gambar 4 Nilai densitas larutan surfaktan Air injeksi lapangan minyak T memiliki densitas sebesar 0.9847 gr/cm 3. Saat air injeksi ditambahkan dengan NaCl ataupun MES, densitas larutan surfaktan semakin meningkat. Lalu, semakin banyak penambahan konsentrasi Na 2 CO 3, maka nilai densitas akan meningkat secara tidak signifikan. Hal ini disebabkan oleh penambahan massa larutan yang terjadi pada volume yang tetap. Penambahan Na 2 CO 3 menyebabkan selisih densitas antara minyak dan larutan surfaktan semakin besar. Hal ini terlihat ketika pemberian Na 2 CO 3 yang berlebih dapat menurunkan kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan antarmuka. Selanjutnya, pengaruh dari IFT dalam recovery minyak dimodelkan oleh kurva capillary desaturation, dimana saturasi residual oil berkorelasi dengan fungsi capillary number. Capillary number (Nc) didefinisikan sebagai rasio viskositas dan gaya kapiler. Menurut Emegwalu (2010) peningkatan nilai capilary number mengindikasikan peningkatan recovery minyak sisa. Salah satu hal yang mempengaruhi besar nilai capillary number adalah viskositas. Nilai viskositas

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja surfaktan. Peningkatan viskositas dari fluida menyebabkan peningkatan kecepatan perpindahan yang tidak efektif. Namun, nilai Nc yang besar dapat dicapai dengan cara mengurangi tegangan antarmuka (IFT) antara air dan minyak dengan menggunakan surfaktan. Penambahan Na 2 CO 3 mempengaruhi viskositas larutan, dapat dilihat pada Gambar 5. 11 Gambar 5 Nilai viskositas larutan surfaktan Pada grafik di atas, menjelaskan bahwa viskositas air injeksi meningkat dengan penambahan NaCl, sedangkan penambahan Na 2 CO 3 menurunkan viskositas larutan. Akan tetapi, konsentrasi Na 2 CO 3 tidak berpengaruh nyata terhadap viskositas larutan surfaktan berbasis MES. Hasil Analisis Air Injeksi dan Formasi Lapangan Minyak T Masalah utama pada lapangan minyak secara umum adalah pencampuran air formasi dan air injeksi yang tidak kompatibel. Air injeksi merupakan air yang telah diolah untuk diinjeksikan kembali ke dalam batuan reservoir melalui sumur injeksi, sedangkan air formasi adalah air yang ada saat pembentukan hidrokarbon yang terjebak dalam layer batuan. Dua fluida dikatakan tidak kompatibel jika keduanya bereaksi satu sama lain dan menimbulkan endapan. Air formasi dan injeksi mengandung beberapa senyawa dalam bentuk kation dan anion. Reaksi anion dan kation akan membentuk senyawa yang terlarut. Namun, apabila jumlah kation dan anion berlebih, maka akan menimbulkan endapan. Endapan yang dihasilkan dari dua fluida akan menimbulkan penyumbatan, sehingga mengganggu daya alir larutan dan keefektifan dalam meresap minyak di dalam bebatuan. Pada formulasi larutan surfaktan, air lapangan minyak T digunakan sebagai media pembawa surfaktan. Tabel 4 menyajikan kandungan ion air injeksi dan air formasi lapangan minyak T.

12 Tabel 4 Kandungan ion air injeksi dan formasi lapangan minyak T No Parameter Air Injeksi Satuan Air Formasi 1 Sulfat (SO + 4 ) mg/l 11.00 0.00 2 TDS mg/l 2530.00 2650.00 3 Kalsium (Ca 2+ ) mg/l 117.60 100.40 4 Barium (Ba 2+ ) mg/l 34.51 52.00 5 ph 7.43 7.98 6 Karbonat (CO = 3 ) mg/l 0.00 0.00 7 Bikarbonat (HCO - 3 ) mg/l 377.30 382.90 8 Magnesium mg/l 34.51 52 9 Natrium (Na + ) mg/l 627 744.5 10 Besi (Fe) mg/l 0.3 0.00 Jenis endapan sacara umum diantaranya kalsium karbonat (CaCO 3 ), kasium sulfat (CaSO 4) dan barium sulfat (BaSO 4 ). Faktor yang mempengaruhi pembentukan endapan yaitu perubahan tekanan, temperatur, ph dan total garam terlarut. Berikut ion pada air injeksi yang dapat menimbulkan endapan. Sulfat Air injeksi lapangan minyak T mempunyai kandungan sulfat sebesar 11 mg/l, sedangkan air formasi tidak memiliki ion sulfat. Kandungan sulfat di dalam air akan menimbulkan masalah endapan jika bereaksi dengan kalsium, yaitu berupa endapan barium sulfat (BaSO 4 ) atau kalsium sulfat (CaSO 4 ). Endapan ini disebut dengan istilah gypsum yang terbentuk dari ion kalsium, natrium klorida, dan sulfat. Kandungan sulfat di dalam air injeksi dan formasi sangat sedikit, sehingga kemungkinan untuk bereaksi dengan kalsium relatif kecil. Persamaan reaksi pembentukan endapan CaSO 4 adalah sebagai berikut (Nawal 2008). Ca 2+ + SO 4 CaSO 4 TDS (Total Dissolved Solid) Konsentrasi total dissolved solid air injeksi lapangan minyak T adalah 2530 mg/l. Berdasarkan Tabel 5, air injeksi lapangan minyak T termasuk ke dalam kategori brackish salinity class, well water atau surface dan mengandung bakteri, slimes, chemicals, organic chemistry dan solid. Begitu pun dengan kategori TDS dari air formasi lapangan minyak T, yang mengandung TDS sebesar 2650 mg/l. Tabel 5 Klasifikasi TDS Tipe TDS (mg/l) 2000-10000 < 2000 (Nawal 2008) Klasifikasi brackish salinity class, well water atau surface dan mengandung bakteri, slimes, chemicals, organik chemistry and solid. Soft salinity class, hardness < 60 mg/l, mengandung bakteri, slimes, chemicals, organik chemistry and solids

Kalsium (Ca 2+ ) Kalsium merupakan kation yang memiliki potensi besar dalam pembentukan endapan apabila bereaksi dengan ion karbonat dan sulfat yang membentuk endapan kalsium karbonat (CaCO 3 ) dan kalsium sulfat (CaSO 4 ). Kalsium di dalam air injeksi dan formasi lapangan minyak T cukup besar dengan nilai 117.60 mg/l dan 100.40 mg/l. Komponen kalsium yang cukup besar akan berpotensi terjadinya endapan yang muncul pada aplikasi injeksi surfaktan. Kandungan ion kalsium pada air injeksi dan formasi T cukup tinggi, apabila bereaksi dengan karbonat ataupun bikarbonat akan terjadi reaksi pembentukan. Pada air injeksi dan formasi tidak memiliki kandungan ion karbonat. Namun ion bikarbonat di dalam air injeksi dan formasi cukup tinggi sehingga berpotensi timbulnya reaksi dengan ion kalsium dan membentuk endapan kalsium karbonat seperti pada persamaan kedua (Nawal 2008). 13 Ca 2+ + CO 3 CaCO 3 atau Ca 2+ + (HCO 3 ) CaCO 3 + CO 2 + H 2 O Faktor-faktor yang mempengaruhi endapan CaCO 3 diantaranya tekanan, kadar garam dalam air, kandungan CO 2, ph dan temperatur. Tekanan yang dimaksukan yaitu tekanan parsial karbondioksida (CO 2 ). Besarnya tekanan parsial CO 2 akan sebanding dengan kelarutan CO 2 sehingga kelarutan CaCO 3 pun menjadi tinggi namun ph menjadi menurun (Patton 1997). Penurunan ph akan mendukung juga terhadap peningkatan kelarutan CaCO 3. Pada larutan surfaktan maupun air formasi memiiki ph basa mendekati netral yang membentuk kemungkinan adanya endapan CaCO 3. Pada larutan surfaktan memiliki ph. Faktor lain yang mempengaruhi kelarutan CaCO 3 yaitu kadar garam, adanya kadar garam yang tinggi akan meningkatkan kelarutan CaCO 3 (Patton 1997). Tinggi nya salinitas larutan surfaktan dan air formasi T akan membantu dalam pencegahan adanya endapan CaCO 3. Semakin tinggi suhu larutan maka kelarutan CaCO 3 semakin kecil. Suhu reservoir pada lapangan minyak T yaitu 60ºC sehingga masih terjaga kelarutan CaCO 3 di dalam reservoir. Barium (Ba 2+ ) Konsentrasi barium di dalam air injeksi dan formasi cenderung lebih banyak yaitu sebesar 35.41 mg/l dan 52.00 mg/l. Apabila barium bereaksi dengan ion sulfat akan membentuk endapan berupa BaSO 4 yang sulit untuk larut di dalam air. Endapan BaSO 4 akan timbul jika terdapat ion Ba 2+ dan SO 2-4 yang bereaksi. Endapan BaSO 4 akan timbul dengan persamaan sebagai berikut : (Nawal 2008) Ba 2+ + SO 4 2- BaSO 4 Kelarutan endapan BaSO 4 sangat kecil pada air. Pada air injeksi lapangan minyak T, kandungan barium cukup tinggi namun kandungan sulfat yang dimiliki berjumlah sedikit sehingga kemungkinan reaksi terbentuknya endapan BaSO 4 menjadi lebih kecil.

14 Faktor yang mempengaruhi yaitu pada kenaikan temperatur 25ºC sampai 100ºC maka kelarutan akan meningkat. Namun apabila kenaikan suhu melebihi 100ºC maka akan menurunkan kelarutannya, oleh karena itu endapan yang terbentuk menjadi lebih berpotensi (Patton 1997). Suhu reservoir pada lapangan minyak T sebesar 60 ºC sehingga kelarutan BaSO 4 dari sisi temperatur masih memiliki tingkat kelarutan yang baik. Keasaman (ph) Keasaman (ph) berpegaruh terhadap timbulnya endapan pada suatu larutan. Semakin rendah ph maka potensi timbulnya endapan CaCO 3 semakin rendah karena kelarutan yang tinggi. Begitu juga sebaliknya apabila ph semakin basa atau tinggi maka potensi timbulnya endapan CaCO 3 semakin besar karena kelarutannya yang rendah pada temperatur tinggi. PH pada air injeksi dan formasi memiliki nilai mendekati netral sehingga tidak terlalu besar pengaruh ph yang dimiliki terhadap pembentukan endapan. Karbonat dan Bikarbonat Potensi terbentuknya endapan yang ditimbulkan dari Karbonat dan Bikarbonat ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya ph, temperatur dan juga konsentrasi (Ca 2+, CO 3 2-, HCO 3 - ). Air injeksi dan formasi dari lapangan minyak T tidak memiliki kandungan karbonat namun memiliki kandungan bikarbonat cukup tinggi yaitu sebesar 377.30 mg/l dan 382.9 mg/l. Pada air injeksi memiliki potensi endapan kalsium karbonat cukup besar karena kandungan bikarbonat dan kalsium yang tinggi. Magnesium (Mg 2+ ) Kandungan magnesium di dalam air injeksi dan formasi cukup kecil sehingga tidak terlalu menimbulkan masalah endapan apabila bereaksi dengan kalsium. Magnesium juga memiliki sifat lebih cepat larut dibandingkan dengan kalium sulfat. Natrium (Na + ) Natrium di dalam air injeksi dan formasi dari lapangan minyak T cukup tinggi yaitu sebesar 627 mg/l dan 744,5 mg/l namun kandungan ini tidak berpotensi menimbulkan masalah endapan karena ion ini memiliki nilai valensi satu. Apabila natrium bereaksi dengan ion klorida akan membentuk garam (NaCl) yang mudah larut di dalam cairan. Besi (Fe) Adanya kandungan besi yang tinggi dapat menimbulkan pemasalahan korosi dan juga pengendapan senyawa besi yang akan menyebabkan penyumbatan. Kandungan besi di dalam air injeksi sangat kecil yaitu 0,3 mg/l dan pada air formasi tidak terdapat ion Fe. Umumnya kandungan besi dalam air memang kecil berupa ferric (Fe 3+ ) dan ferro (Fe 2+ ) ataupun dalam suatu suspensi yang berupa senyawa besi yang terendapkan.

Dapat dilihat pada lampiran 8 bahwa air injeksi lapangan minyak Tanjung mengandung wax sebesar 22,4 % (Oil and Gas Fields Atlas 1991), apabila fluida berada pada temperatur dibawah temperatur reservoir maka wax akan memisah dari fluida dan dapat meningkatkan zat tak terlarut di dalam larutan surfaktan. 15 Hasil Analisis TSS dan MTSN Larutan Surfaktan Berbasis MES Menurut Applied Water Technology total suspended solid (TSS) adalah padatan yang terdapat di dalam air injeksi seperti minyak, endapan, mikroorganisme, tanah liat, dan bahan kimia yang tidak larut. TSS memberikan gambaran mengenai bahan-bahan tersuspensi, baik organik maupun anorganik yang berupa partikel pada suatu cairan. Pengujian TSS dilakukan dengan menghitung jumlah endapan yang timbul dalam larutan. Berdasarkan hasil pengujian, nilai TSS dari air injeksi lapangan minyak T lebih tinggi dibandingkan dengan nilai TSS larutan surfaktan A. Namun dengan penambahan Na 2 CO 3, nilai TSS larutan surfaktan semakin meningkat. TSS tertinggi terdapat pada larutan surfaktan D, yaitu sebesar 0,098 mg/l. Nilai tersebut masih jauh di bawah standar ambang batas TSS dalam air, yaitu sejumlah 50 mg/l. Peningkatan nilai TSS dengan penambahan Na 2 CO 3 dapat dilihat dalam Gambar 6. r = 0.87 Gambar 6 Nilai TSS larutan surfaktan dengan berbagai konsentrasi Na 2 CO 3 Setelah itu, dilakukan perhitungan korelasi antara konsentrasi Na 2 CO 3 terhadap nilai TSS. Perhitungan ini menggunakan analisis korelasi untuk mengetahui kaitan kedua variabel tersebut, dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil analisis memperlihatkan bahwa nilai koefisien korelasi antara konsentrasi Na 2 CO 3 dengan nilai TSS adalah sebesar 0.87. Koefisien korelasi yang bernilai positif dan mendekati satu menunjukkan keterkaitan yang berbanding lurus antara kenaikan konsentrasi Na 2 CO 3 dan nilai TSS larutan surfaktan. Berikutnya, MTSN didapatkan dengan cara membandingkan data kualitas air, antara laju alir (ml/sec) vs volume kumulatif (ml). Pengukuran dilakukan dengan cara mengalirkan sejumlah larutan surfaktan melewati suatu membran filter 0.45 µ pada tekanan tetap sebesar 20 psig sambil mengukur laju alirnya.

16 Nilai MTSN untuk air injeksi lapangan minyak T sebesar -0.851. Formula A dan formula B mempunyai nilai MTSN berturut-turut sebesar -0.791 dan - 1.030. Formula C, yaitu larutan air injeksi dengan penambahan Na 2 CO 3 0.2 % memiliki nilai -3.156 sedangkan pada formula D nilai MTSN sebesar -3.597. Kemudian, nilai MTSN dari larutan surfaktan, yaitu formula A, B, C dan D dibandingkan untuk mengetahui hubungan antara penambahan kandungan Na 2 CO 3 dalam larutan surfaktan dengan hasil perhitungan MTSN. Setelah melalui analisis perhitungan pada Lampiran 5, dinyatakan bahwa hubungan konsentrasi Na 2 CO 3 terhadap nilai MTSN adalah berbanding terbalik dan kuat, yang dibuktikan dengan nilai koefisien korelasi sejumlah -0.95. Hal ini berarti semakin tinggi kadar Na 2 CO 3 yang dicampurkan, maka akan semakin rendah nilai MTSN larutan surfaktan tersebut. Gambar 7 menunjukkan hubungan antara kedua variabel tersebut. r = - 0.95 Gambar 7 Nilai MTSN larutan surfaktan dengan berbagai konsentrasi Na 2 CO 3 Hasil analisis TSS dengan MTSN menunjukkan hubungan yang barbanding terbalik antara keduanya. Semakin tinggi nilai TSS, maka semakin rendah laju alir. Hal ini dikarenakan nilai TSS tinggi menandakan hambatan aliran yang lebih banyak. Hasil Analisis Relative Plugging Index (RPI) Larutan Surfaktan Berbasis MES Salah satu faktor penting dalam menentukan mutu larutan surfaktan dalam aplikasi EOR, yaitu mengetahui nilai relative plugging index (RPI). RPI merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas fluida injeksi, sehingga perkiraan plugging yang terjadi dalam air reservoir dapat diketahui. Metode pengujian yang dikembangkan oleh NACE Standard TM-01-73 (Taber, et al 1997). RPI juga dapat didefinisikan sebagai kualitas relatif larutan surfaktan dan diperoleh dari pengurangan TSS dengan MTSN contoh larutan surfakatan yang sama. Konsentrasi atau nilai TSS suatu larutan akan sangat mempengaruhi nilai RPI (Nawal 2008).

17 RPI = TSS MTSN Keterangan : TSS MTSN = Total suspended solid (mg/l) = Milipore Test Slope Number Apabila larutan surfaktan yang akan diinjeksikan memiliki nilai TSS tinggi, maka nilai RPI menjadi besar. Hal ini mengakibatkan tingginya tingkat penyumbatan pada media berpori. Dalam penelitian ini, telah dilakukan penentuan nilai RPI terhadap beberapa formula larutan surfaktan yaitu air injeksi T dan juga formula larutan dengan menggunakan beberapa konsentrasi Na 2 CO 3. Berdasarkan hasil pengukuran TSS dan MTSN, didapatkan nilai RPI dari masing-masing larutan, seperti yang ditampilkan pada Gambar 8. r = 0.95 Gambar 8 Nilai RPI larutan surfaktan dengan berbagai konsentrasi Na 2 CO 3 Analisis varian dilakukan untuk mencari tingkat pengaruh konsentrasi Na 2 CO 3 terhadap nilai RPI. H 0 pada analisis varian ini adalah tidak ada pengaruh dari konsentrasi Na 2 CO 3 bagi nilai RPI dan H 1 adalah ada pengaruh nyata konsentrasi Na 2 CO 3 terhadap nilai RPI. Setelah perhitungan, ditemukan bahwa jumlah kuadrat antar populasi sebesar 12.86 dengan kuadrat tengah antar populasi sejumlah 4.29. Kemudian jumlah kuadrat dalam populasi adalah sebesar 2.34 dengan kuadrat tengah 0.59. Berdasarkan data tersebut, diperoleh F hitung sebesar 7.33 dan F tabel (α=5%, db1=3,db2=4) sebesar 6.59. Nilai F hitung lebih besar daripada F tabel, sehingga data mendukung terhadap penolakan H 0 dan penerimaan H 1. Hal ini mempertegas bahwa konsentrasi Na 2 CO 3 berpengaruh nyata kepada nilai RPI. Perhitungan analisis varian dapat dilihat pada Lampiran 6. Berdasarkan Tabel 6 yang menerangkan kategori kualitas larutan injeksi, mutu air injeksi lapangan minyak T masuk ke dalam kategori mutu excellent. Pada formula A dan B memiliki nilai di bawah 3 yang menyatakan bahwa mutu larutan injeksi excellent dan cocok untuk diaplikasikan pada semua formasi. Nilai RPI larutan C dan D berada pada range 3-10, yang berarti larutan masih dikategorikan cukup baik untuk diaplikasikan. Gambar 9 memperlihatkan grafik pengaruh konsentrasi Na 2 CO 3 terhadap nilai RPI larutan surfaktan.

18 Hasil nilai RPI terbaik adalah formula larutan A. Apabila dibandingkan dengan persyaratan IFT, larutan surfaktan dengan nilai IFT terkecil dimiliki oleh formula C. Fungsi utama surfaktan dalam injeksi adalah menurunkan tegangan antarmuka antara air dan minyak di dalam reservoir, sehingga formula yang telah diterapkan di lapangan sudah tergolong optimal dengan kategori RPI excellent. Tabel 6 Kategori mutu larutan injeksi RPI Kualitas Keterangan < 3 Excellent Cocok untuk semua formasi 3 10 Baik - cukup Baik di aplikasikan 10 15 Dipertanyakan Dapat menyumbat batu pasir >15 Buruk Tidak dapat digunakan untuk injeksi, harus dilakukan penjernihan (NACE Standart TM-01-73) Berdasarkan pengukuran RPI larutan surfaktan berbasis MES dengan penyaringan 3 tahap (37, 25 dan 5 µ), didapatkan bahwa mutu larutan surfaktan termasuk ke dalam kategori excellent dan baik. Selanjutnya dilakukan juga pegukuran RPI larutan surfaktan dengan penyaringan satu tahap (37 µ) dan dua tahap (37 dan 25 µ) untuk mengetahui apakah sampai penyaringan tersebut masih memiki kategori mutu larutan surfaktan yang baik. Gambar 9 merupakan ilustrasi dari nilai RPI larutan surfaktan dengan penyaringan dua tahap. Gambar 9 Nilai RPI larutan surfaktan melalui penyaringan dua tahap (37 dan 25 µ) Pada penyaringan dua tahap, larutan surfaktan A, B, C dan D masuk ke dalam kategori baik sebagai larutan injeksi, dengan nilai RPI 3 sampai dengan 4,5. Berdasarkan perhitungan analisis varian, konsentrasi Na 2 CO 3 pada penyaringan larutan surfaktan dua tahap tidak berbeda nyata dengan nilai RPI. Perhitungan anova tersebut dapat dilihat pada Lampiran 7. Setelah itu, penyaringan dilanjutkan dengan cara satu tahap. Gambar 10 menunjukkan hasil pengukuran RPI dengan penyaringan satu tahap.

19 Gambar 10 Nilai RPI larutan surfaktan melalui penyaringan satu tahap (37µ) Larutan surfaktan dengan penyaringan satu tahap memiliki nilai RPI yang lebih tinggi dibandingkan dengan penyaringan lain. Namun, apabila dilihat dari kategori mutu larutan injeksi, seluruh larutan surfaktan masih dalam kategori baik. Uji analisis varian dari penyaringan satu tahap menyatakan bahwa konsentrasi Na 2 CO 3 tidak berpengaruh nyata terhadap RPI larutan. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan perbedaan penyaringan pada larutan surfaktan, dihasilkan nilai RPI yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11 Nilai RPI larutan surfaktan dengan berbagai penyaringan. 37µ ( ), 37+25µ ( ) dan 37+25+5µ ( ) Larutan surfaktan dengan penyaringan 3 tahap memiliki nilai RPI yang lebih baik dibandingkan dengan hasil dari penyaringan dua ataupun satu tahap. Namun, dapat dilihat bahwa kenaikan nilai RPI pada larutan melalui penyaringan dua ataupun satu tahap masih memiliki nilai RPI yang tergolong baik, sehingga mutu larutan masih cukup baik dalam aplikasi di lapangan. Berdasarkan analisis varian dinyatakan bahwa besar penyaringan berpengaruh nyata terhadap RPI. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 9.

20 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Setelah melakukan analisa terhadap larutan surfaktan dengan beberapa konsentrasi Na 2 CO 3, terdapat beberapa point penting yang dapat disimpulkan, yaitu : 1. Larutan surfaktan dengan nilai TSS terendah sebesar 0,03 mg/l yaitu pada larutan A (Air injeksi T + NaCl 0,5 % + MES 0,3 %) dengan penyaringan tiga tahap (37, 25 dan 5 µ). Sedangkan larutan surfaktan dengan nilai MTSN tertinggi sebesar -0.79 yaitu pada larutan A (Air injeksi T + NaCl 0,5 % + MES 0,3 %) dengan penyaringan tiga tahap (37, 25 dan 5 µ). 2. Larutan surfaktan dengan nilai RPI terendah yaitu pada larutan A (Air injeksi T + NaCl 0,5 % + MES 0,3 %) sebesar 0,82 termasuk dalam kategori excellent melalui penyaringan 37, 25 dan 5 µ. Sedangkan nilai RPI tertinggi terdapat pada larutan D (Air injeksi T + NaCl 0,5 % + MES 0,3 % + Na 2 CO 3 0,3%) sebesar 5,83 termasuk dalam kategori baik melalui penyaringan satu tahap (37 µ). 3. Semakin tinggi konsentrasi Na 2 CO 3 maka semakin tinggi nilai RPI. Sedangkan semakin banyak tahapan penyaringan maka nilai RPI semakin kecil. Nilai RPI larutan surfaktan masih dalam kategori excellent dan cukup baik sehingga masih baik untuk diaplikasikan pada teknologi EOR. Saran Hasil RPI larutan surfaktan berbasis MES dengan media pembawa air injeksi lapangan minyak T melalui penyaringan satu, dua ataupun tiga tahap masih masuk dalam kategori baik untuk diaplikasikan. Oleh karena itu untuk meningkatkankan efisiensi biaya penyaringan, disarankan untuk dilakukan penyaringan dua tahap (37 dan 25 µ) atau satu tahap (37 µ) saja tanpa melewati saringan 5 µ.

21 DAFTAR PUSTAKA Abu-Sharkh BF, Yahaya GO, Ali SA, Hamad EZ, Abu-Reesh IM. 2003.Viscosity Behavior and Surface and Interfacial Activities of Hydrophobically Modified Water-Soluble Acrylamide/N-Phenyl Acrylamide Block Copolymers. J.of Applied Polymer Science 89: 2290 2300. Eni H, Suwartiningsih, dan Sugihardjo. 2007. Studi Penentuan Fluida Injeksi Kimia. Prosiding Simposium Nasional IATMI 2001 25-28 Juli 2007, UPN Veteran Yogyakarta. Emegwalu CC. 2009. Enhanced Oil Recovery: Surfactant Flooding as a Possibility for the Norne E-Segment. [tesis] Department Of Petroleum Engineering And Applied Geophysics. Norwegian University of Science and Technology. http://www.ipt.ntnu.no. [01-02-2013]. Gurgel A, Moura MCPA, Dantas TNC, Barros EL, dan Dantas AA. 2008. A Review on Chemical Flooding Methods Applied in Enhanced Oil Recovery. Brazilian Journal of Petroleum and Gas. v.2, n.2, p. 83-95, 2008. ISSN 1982-0593. http:// www.portalabpg.org.br/. [12-07-2011]. Rochmawan H. 2010. Studi Laboraturium Kapabilitas Surfaktan dan Aplikasinya pada Batuan Karbonat dengan Metode EOR. Teknologi Kebumian dan Energi: Trisakti. Indraswari S. 2006.Pencirian Surfaktan Nonionik Ester Glukosa Laurat, Ester Glukosa Miristat dan Ester Glukosa Stearat sebagai Pengemulsi, Detergen dan Pembusa.IPB Jackson AC. 2006. Experimental Study of the Benefits of Sodium Carbonate on Surfactant for Enhanced Oil Recovery. [tesis] The University of Texas at Austin. Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Lemak. UI-Press, Jakarta. Matheson KL. 1996. Surfactant Raw Materials : Classification, Synthesis, and Uses in Soap and Detergents : A Theoretical and Practical Review. Spitz, L. (Ed). AOCS Press, Champaign, Illinois. Nawal F S. 2008. Penanggulangan Total Suspended Solid (TSS) dan Relative Plugging Index (RPI) yang Tinggi dalam Air Injeksi dan Air Sungai untuk Aplikasi Water Flooding dengan Scale Inhibitor dan Alum. Teknologi Kebumian dan Energi: Trisakti. Oil and Gas Fields Atlas. 1991. Kalimantan. Vol 05 : IPA 2006 - Indonesia Pratomo A. 2005. Pemanfaatan Surfaktan Berbasis Minyak Sawit pada Industri Perminyakan. Prosiding Seminar Nasional Pemanfaatan Oleokimia Berbasis Minyak sawit pada Berbagai lndustri. Bogor, 24 November 2005. Rivai M, Irawadi TT, Suryani A, dan Setyaningsih D. 2011. Perbaikan Proses Produksi Surfaktan Metil Ester Sulfonat dan Formulasinya untuk Aplikasi Enhanced Oil Recovery (EOR). J. Tek. Ind. Pert. Vol. 21 (1), 41-49 Salager JL. 2002. Surfactants Types and Uses. Version 2. FIRP Booklet#E300-A: Teaching Aid in Surfactant Science & Engineering in English. Universidad De Los Andes, Merida-Venezuela. http://www.firp.ula.ve/. [20 mei 2013].

22 Sheng JJ. 2011. Modern Chemical Enhanced Oil Recovery:Theory and Practice. Gulf Professional Publishing is an imprint of Elsevier. 30 Corporate Drive, Suite 400. Burlington, MA 01803, USA. Suryani A, Dadang, Setyadjit, Tjokrowardoyo A S dan Noerdin M. 2008. Sintesis Alkil Poliglokosida (APG) Berbasis Alkohol Lemak dan Pati sagu untuk Formulasi Herbisid, J. Pascapanen, 5 (1) hal 10-20. Taber J.J., Martin F.D., Seright, R.S. 1997. EOR Screening Criteria Revisited- Part 2: Aplications and Impact of Oil Prices, SPE Reservoir Engineering, hal 199-205.

23 Lampiran 1 Alat dan bahan penelitian Oven Densitymeter Alat uji TSS

24 Alat uji MTSN NaCl Air WIP