SIFAT KOROSIF SURFAKTAN MES (METIL ESTER SULFONAT) TERHADAP APLIKASI EOR (ENHANCED OIL RECOVERY) WAHYUDIN DARMANTO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SIFAT KOROSIF SURFAKTAN MES (METIL ESTER SULFONAT) TERHADAP APLIKASI EOR (ENHANCED OIL RECOVERY) WAHYUDIN DARMANTO"

Transkripsi

1 SIFAT KOROSIF SURFAKTAN MES (METIL ESTER SULFONAT) TERHADAP APLIKASI EOR (ENHANCED OIL RECOVERY) WAHYUDIN DARMANTO DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sifat Korosif Surfaktan MES (Metil Ester Sulfonat) terhadap Aplikasi EOR (Enhanced Oil Recovery) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2014 Wahyudin Darmanto NIM F

4 ABSTRAK WAHYUDIN DARMANTO. Sifat Korosif Surfaktan MES (Metil Ester Sulfonat) terhadap Aplikasi EOR (Enhanced Oil Recovery). Dibimbing oleh TAJUDDIN BANTACUT. Penggunaan surfaktan MES (metil ester sulfonat) untuk proses EOR (enhanced oil recovery) di Indonesia memiliki prospek yang sangat baik. Pengujian tingkat korosi dalam EOR diperlukan guna mencegah kegagalan produksi minyak akibat terjadinya korosi pada bahan logam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui laju korosi berbagai bahan logam (stainless steel 201, stainless steel 304, stainless steel 316, carbon steel dan logam galvanist) akibat penambahan larutan surfaktan berbasis MES dan menentukan bahan logam yang paling ekonomis untuk digunakan pada surface facility injeksi surfaktan berbasis MES. Pengukuran laju korosi berbagai jenis logam dalam larutan formulasi MES dilakukan metode kehilangan berat (ASTM 2002). Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa laju korosi pada metode dilution memiliki nilai yang tinggi. Sementara metode pencampuran bertahap tanpa ada proses pelarutan sebelumnya, menghasilkan laju korosi yang lebih kecil dibandingkan dengan metode dilution. Laju korosi pada keseluruhan jenis logam yang diuji masih di bawah 0,127mm/tahun atau dibawah standar laju korosi untuk peralatan dan mesin yang digunakan di pengeboran minyak dan gas. Kata kunci: Laju Korosi, Surfaktan Metil Ester Sulfonat, Enhanced Oil Recovery ABSTRACT WAHYUDIN DARMANTO. Corrosion Properties by Surfactants MES (methyl ester sulfonate) Solvent in EOR (Enhanced Oil Recovery) Applications. Supervised by TAJUDDIN BANTACUT. Application of MES (methyl esther sulfonate)-based surfactant for EOR (enhanced oil recovery) process in Indonesia has very good prospect. Corrosion rate testing is needed in EOR to prevent oil production failure due to corrosion of metallic materials. The aim of this research was to determine the corrosion rate of various metallic materials (201 stainless steel, 304 stainless steel, 316 stainless steel and metal galvanist) due to contact with MES-based surfactant solutions; and to select the most economical metal material to be applicated on surface facility of MES-based surfactant injection. The corrosion rate of various types of metal in solution formulations MES is measured with weight loss method. The results show that the rate of corrosion on the dilution process is high. While in the other hand, corrosion rate in gradual mixing without dilution method is smaller than in dilution method. The corrosion rate on all tested metals were still below 0,127 mm/year or lesser than allowed standard rate of corrosion for equipment and machinery used in oil and gas drilling. Keywords: Corrosion Rate, Surfactant of Methyl Ester Sulfonate, Enhanced Oil Recovery

5 Sifat Korosif Surfaktan MES (Metil Ester Sulfonat) Terhadap Aplikasi EOR (Enhanced Oil Recovery) WAHYUDIN DARMANTO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6

7 Judul Skripsi : Sifat Korosif Surfaktan MES (Metil Ester Sulfonat) terhadap Aplikasi EOR (Enhanced Oil Recovery) Nama : Wahyudin Darmanto NIM : F Disetujui oleh Dr. Ir. H. Tajuddin Bantacut, M.Sc. Pembimbing Diketahui oleh Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8 Judul Skripsi : Sifat KorosifSurfaktan MES (AfeliZ Ester Sulfonat) terhadap Aplikasi EOR (Enhanced Oil Recovery) Nama : Wahyudin Darmanto NIM : F Disetujui oleh Dr. Ir. H. Tajuddin Bantacut, M.Sc.. Pembimbing. L } Tanggal Lulus:

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga penyusunan skripsi berjudul Sifat Korosif Surfaktan MES (Metil Ester Sulfonat) terhadap Aplikasi EOR (Enhanced Oil Recovery) berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan selama Juni 2013 sampai September Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan teristimewa kepada: 1. Dr. Ir. H. Tajuddin Bantacut, M.Sc. sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini, selain itu juga membimbing penulis selama kuliah di IPB. 2. Prof Dr. Erliza Hambali yang telah memberikan topik penelitian, menyediakan akses penelitian serta ikut membantu penulis dalam penyelesaian penelitian dan penyusunan skirpsi. 3. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA dan Dr. Ir. Moh. Yani, M.Eng. sebagai dosen penguji skripsi yang telah menguji dan memberikan masukan pada penulis. 4. Keluarga tercinta yang selalu menjadi sandaran baik suka maupun duka, yang telah memberikan segenap kasih sayang, doa, motivasi dan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di IPB. 5. Fika, Priyono, Faizur dan Khoerur yang telah memberi motivasi dan bimbingan dalam penelitian serta penyusunan skripsi. 6. Ir. Imam S, MSi dan Dr. Mira Rivai yang telah ikut membimbing dan mengarahkan penulis dari awal hingga selesainya penelitian penulis. 7. Seluruh staf dan teknisi Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi-LPPM IPB yang telah banyak membantu kelancaran jalannya penelitian. 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang agroindustri dan teknologi perminyakan. Bogor, Januari 2014 Wahyudin Darmanto

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 3 Ruang Lingkup Penelitian 3 METODE 3 Alat dan Bahan 3 Tahapan Penelitian 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Analisis Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) dari Olein Sawit 6 Hasil Analisis Air Injeksi dan Formulasi Surfaktan di Lapangan Minyak Tanjung 9 Korosi 15 Laju korosi 17 Baja Tahan Karat 21 Dampak Lingkungan dari Surfaktan 24 SIMPULAN DAN SARAN 25 Simpulan 25 Saran 26 DAFTAR PUSTAKA 26 LAMPIRAN 30 RIWAYAT HIDUP 40 vi vi vi

11 DAFTAR TABEL 1 Hasil Analisis Metil Ester Sulfonat 8 2 Hasil Analisis Sifat Fisikokimia Air Lapangan Minyak T 10 3 Hasil Analisis Kandungan Fisikokimia Larutan Formula Surfaktan 14 4 Komposisi Fisikokimia Logam 21 5 Perbandingan Sifat mekanik Berbagai Jenis Baja Tahan Karat 23 DAFTAR GAMBAR 1 Struktur Kimia Metil Ester Sulfonat (Watkins 2001) 6 2 Skematik enhanced water flooding pada aplikasi di lapangan minyak (Gurgel 2008) 7 3 Siklus korosi (Ismanto 2009) 16 4 Laju Korosi Tangki Dillution pada Suhu 40 O C 17 5 Laju Korosi pada Suhu 30 O C (a), 40 O C (b) dan 50 O C (c) 20 DAFTAR LAMPIRAN 1 Peta Administrasi Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan 31 2 Prosedur Analisis Surfaktan MES 32 3 Prodesur Sifat Fisik-kimia Fluida dari Lapangan Minyak Tanjung 34 4 Perhitungan Analisis MES 37 5 Hasil Analisis Laju Korosi 40 6 Rekapitulasi hasil analisis ragam Laju Korosi 44 7 Perhitungan Investasi Logam 45

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Enhanced oil recovery (EOR) adalah metode pengambilan sisa minyak bumi yang terperangkap pada pori-pori batuan yang tidak dapat diambil dengan teknologi konvensional (Moritis 2010; Williams 1996). Salah satu metode EOR yang digunakan yaitu injeksi bahan kimia dengan menggunakan surfaktan (Surface Active Agent) (Bhargaw 2006; Taber 1997). Surfaktan adalah suatu bahan yang dapat mengubah atau memodifikasi tegangan permukaan dan antarmuka campuran fluida yang tidak saling larut (Hackley 2001; Salager 2002; Schramm 2000), atau molekul yang mengadsorbsi molekul lain pada antarmuka dua zat (PERC 2005; Omar 2004). Dalam satu molekulnya, surfaktan memiliki dua gugus yang berbeda polaritasnya yaitu gugus polar dan non polar. Gugus polar memperlihatkan afinitas (daya ikat) yang kuat dengan pelarut polar, contohnya air, sehingga sering disebut gugus hidrofilik. Gugus non polar biasa disebut hidrofob atau lipofilik (Azab 2001; El-Dougdoug 2002; Lange 1999). Proses emulsifikasi antara minyak dengan air injeksi yang mengandung surfaktan, menyebabkan emulsi tersebut dapat didesak dan diproduksikan bersama-sama air formasi sehingga minyak sisa yang terdapat di dalam sumur minyak dapat ditingkatkan perolehannya pada saat diproduksikan (Lemigas 2008; Williams 1996; Al-Dliwe 2005). Surfaktan yang umum digunakan pada metode EOR minyak dan gas bumi adalah petroleum sulfonat yakni turunan dari minyak bumi (Wang 2003). Menurut Lambent Technologies (2002) dan Salager (2002), penggunaan petroleum sulfonat memiliki kelebihan diantaranya adalah kinerja maksimal dalam menurunkan tegangan antarmuka yang dapat mencapai 0,1 μn/m atau 10-3 dyne/cm. Namun penggunaan surfaktan ini memiliki beberapa kelemahan antara lain ketahanan yang buruk terhadap kondisi sadah dan sifat deterjensinya menurun sangat tajam pada tingkat salinitas yang tinggi dan memerlukan biaya yang tinggi serta masih harus diimpor. Kelemahan yang dimiliki surfaktan petroleum sulfonat memicu pencarian alternatif surfaktan pengganti. Salah satu alternatif surfaktan pengganti adalah surfaktan metil ester sulfonat (MES). MES membentuk surfaktan anionik dimana bagian aktif pada permukaannya mengandung muatan negatif, yang diperoleh dari hasil sintesa dari beberapa minyak seperti minyak kelapa, minyak sawit (CPO dan PKO), tallow (lemak sapi), dan minyak kedelai (Mazzanti 2005; Noureddini 1997; Ghazali 2004). Metil ester dapat diproduksi melalui esterifikasi dan transesterifikasi asam lemak dengan methanol (Robert 2001; Watkins 2001). Menurut MacArthur (2002), surfaktan MES memiliki beberapa kelebihan seperti memiliki sifat dispersi yang baik, sifat deterjensi yang baik walaupun berada pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi dan tidak adanya fosfat, daya deterjensi sama dengan petroleum sulfonat pada konsentrasi MES yang lebih rendah, dapat mempertahankan aktivitas enzim yang lebih baik serta toleransi yang lebih baik terhadap keberadaan kalsium dan kandungan garam. Berdasarkan kelebihan tersebut, pengembangan dan produksi surfaktan MES semakin banyak dilakukan

13 2 di Indonesia untuk digunakan dalam pengeboran minyak bumi di Lapangan yang produktivitasnya rendah (Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral 2007). Salah satu reservoir yang telah menerapkan teknologi EOR dengan injeksi surfaktan adalah reservoir Lapangan Tanjung di Kecamatan Tanjung, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan. Peta Kabupaten Tabalong terdapat pada Lampiran 1. Lapangan Tanjung adalah salah satu daerah operasi milik PT. Pertamina (Persero) Unit Bisnis Pertamina EP Tanjung, yang berlokasi ± 230 km Timur Laut Banjarmasin, Kalimantan Selatan atau ± 240 km dari Balikpapan, Kalimantan Timur. Sejarah penemuan lapangan ini diawali dengan penemuan minyak oleh Mijn Bouw Maatschappij Martapoera pada tahun 1898 dengan melakukan empat pengeboran sumur minyak. Dotsche Petroleum Maatschappij, perusahaan Belanda mengambil alih lapangan ini pada tahun Namun tidak bertahan lama lapangan ini diambil alih oleh sesama perusahaan Belanda pada tahun 1930 yang bernama N.V. Bataache Petroleum Maatschappij atau lebih dikenal dengan BPM (Wibowo 2008). Surfaktan yang digunakan adalah surfaktan MES yang berasal dari olein sawit. Hasil penelitian yang dilakukan oleh SBRC (2012) menyatakan formula surfaktan optimum untuk reservoir Lapangan Tanjung adalah 0,3% surfaktan MES, 0,5% natrium klorida (NaCl), dan 0,1% natrium karbonat (Na 2 CO 3 ) yang dilarutkan dalam air injeksi Lapangan Tanjung. Menurut Hambali (2009) nilai tegangan antarmuka (IFT) terbaik/terkecil dari MES diperoleh pada tingkat konsentrasi 0,3% di tingkat salinitas/nacl air injeksi ppm. Metode pencampuran formula surfaktan MES pada reservoir Lapangan Tanjung dilakukan dengan terlebih dahulu melarutkan bahan padatan, yaitu NaCl dan Na 2 CO 3 dengan konsentrasi ppm secara terpisah pada tangki dilution. Kemudian bahan dimasukkan ke dalam tangki pencampuran sesuai urutan pencampuran, yaitu air injeksi dan NaCl, lalu MES, dan terakhir Na 2 CO 3. Setelah pencampuran selesai dilakukan, formula surfaktan MES dialirkan ke tangki penampungan sementara. Penyaringan dilakukan secara bertahap mulai dari 20 μm, 10 μm, dan 5 μm. Hasil penyaringan formula surfaktan MES disimpan sementara di surge tank sebelum diinjeksian ke dalam sumur injeksi (SBRC 2012). Proses EOR pada Lapangan Tanjung terkendala dengan adanya korosi yang terjadi di semua surface facility, yang terbuat dari sebagian besar carbon steel (SBRC 2012). Korosi adalah berkurangnya material (biasanya berupa logam atau campuran logam) sebagai akibat adanya interaksi dengan lingkungannya yang berangsur-angsur yang dapat terjadi akibat interaksi secara fisika, kimia atau adanya pengaruh makhluk hidup (mikroorganisme) (Afroukhteh 2011; Bundjali 2000; Yan 2012). Korosi dalam industri minyak dan gas merupakan peristiwa yang terjadi secara alami, karena potensi untuk terjadi korosi tersebut relatif besar. Hal ini disebabkan oleh kondisi operasional proses produksi minyak dan gas, yang seringkali menjadi sumber ataupun akselerator terjadinya proses korosi. Menurut DeForce (2010) dan Saeed (2004), faktor faktor tersebut secara umum adalah suhu, tekanan, kandungan air dalam fluida produksi, tingkat keasaman fluida, adanya gas gas korosif (seperti O 2, CO 2, dan H 2 S) yang terproduksi dari dalam sumur. Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah material penyusun komponenkomponen fasilitas produksi yang memang mempunyai susceptibility untuk terjadi korosi. Dari faktor-faktor tersebut, faktor alam terlihat mendominasi berbagai

14 faktor yang ada. Namun bukan berarti faktor alam tersebut tidak bisa dikendalikan sama sekali. Karena terkait dengan proses produksi minyak dan gas, terdapat kemungkinan untuk melakukan pengurangan pemilihan material yang baik sehingga menurunkan resiko terjadinya korosi. Pengembangan teknologi produksi dan aplikasi surfaktan MES untuk EOR di Indonesia memiliki prospek yang sangat baik karena melimpahnya ketersediaan bahan baku yang dapat disintesis menjadi surfaktan MES. Penggunaan surfaktan MES membutuhkan pengujian tingkat korosi untuk mencegah terjadinya kegagalan produksi karena terjadinya korosi di surface facility. Oleh karena itu pengujian korosi surfaktan berbasis MES terhadap berbagai bahan logam untuk pemilihan bahan logam yang tahan terhadap korosi dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan laju korosi larutan surfaktan berbasis MES terhadap berbagai bahan logam (stainless steel 201, stainless steel 304, stainless steel 316, carbon steel dan logam galvanist) dan pemilihan bahan logam yang ekonomis untuk aplikasi surface facility injeksi surfaktan berbasis MES. 3 Ruang Lingkup Penelitian Ruang Lingkup penelitian adalah analisis sifat kimia air injeksi, surfaktan MES, pengujian laju korosi air injeksi dan formulasi larutan surfaktan MES terhadap berbagai bahan logam, pembuatan grafik laju korosi air injeksi dan formulasi larutan surfaktan MES terhadap berbagai bahan logam, dan pemilihan bahan logam yang paling ekonomis untuk surface facility injeksi surfaktan berbasis MES. METODE Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan untuk pengujian dan analisis air injeksi dan larutan formula surfaktan MES, yaitu ph-meter, densitometer (density meter DMA 4500 M ANTON PAAR), viscometer (Rheometer viskositas Brookfield DV- III), turbidimeter, GFF (glass Fiber Filter), hot plate, gelas piala, oven pengering, konduktometer, furnace dan AAS. Bahan yang digunakan untuk pengujian dan analisis air injeksi-formasi dan larutan formula surfaktan MES, yaitu air injeksi, surfaktan MES, NaCl, Na 2 CO 3, larutan formula surfaktan, dan bahan-bahan lain yang dibutuhkan dalam pengujian. Logam yang diujikan adalah stainless steel 201, stainless steel 304, stainless steel 316, carbon steel dan logam galvanist.

15 4 Tahapan Penelitian Pelaksanaan penelitian Sifat Korosif Surfaktan MES (Metil Ester Sulfonat) terhadap Aplikasi EOR (Enhanced Oil Recovery) dilakukan dengan tahapantahapan sebagai berikut: 1. Analisis Sifat Fisikokimia Surfaktan MES Analisis sifat fisikokimia surfaktan MES yang dilakukan adalah pengukuran ph dengan ph meter, viskositas dengan Rheometer Brookfield DV-III ultra, densitas dengan density meter, bahan aktif (José López-Salinas and Maura Puerto), bilangan asam (SNI ) dan bilangan iod (SNI ). Prosedur analisis disajikan pada Lampiran Analisis Kimia Air Injeksi Lapangan Minyak Tanjung Analisis air injeksi dan formasi dilakukan dengan pengukuran ph (SMEWW 21 th 2005):4500-H +,B), sulfat (SMEWW 21 th (2005):4500-SO 4 2- ), karbonat dan bikarbonat (Titrasi asidimetri), barium (SMEWW 21 th (2005):3111B), besi (Fe) (SMEWW 21 th (2005):3111B), TDS (Gravimetri), B. Total Suspended Solid/TSS (SMEWW 21th(2005):2540,D), Natrium (spektrofotometri), Magnesium (Mg) (SMEWW 21 th (2005):3111B), kalsium (Ca) (SMEWW 21 th (2005):3111B), dan salinitas (conductometer). Prosedur analisis sifat fisikkimia air injeksi/formasi dapat dilihat pada Lampiran Pengujian Laju Korosi Air Injeksi dan Larutan Surfaktan terhadap Berbagai Bahan Logam. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan korosi air injeksi dan larutan surfaktan terhadap berbagai bahan logam. Pengujian yang dilakukan terhadap laju korosi surfaktan berbasis MES adalah preparasi logam (ASTM, 1992), pengujian laju korosi. laju korosi dalam penelitian ini menggunakan metode kehilangan berat (ASTM Section III G1-90 vol ). Metode kehilangan berat adalah perhitungan laju korosi dengan mengukur kekurangan berat akibat korosi yang terjadi. Metode ini menggunakan jangka waktu penelitian hingga mendapatkan jumlah kehilangan akibat korosi yang terjadi. Logam yang diujikan adalah stainles steel 201, stainles steel 304, stainles steel 316, carbon steel dan logam galvanist. Untuk mendapatkan jumlah kehilangan berat akibat korosi digunakan rumus sebagai berikut: Dimana : = Laju Korosi W = Kehilangan Berat (mg) D = Densitas (mg/mm 3 ) A = Luas Permukaan (mm 2 ) T =Waktu Eksposure (hari) Rancangan percobaan yang mempengaruhi proses dilakukan dengan RAL (rancangan acak lengkap) tunggal dengan tiga taraf. Setiap larutan surfaktan berbasis MES dianalisa dengan uji kecepatan korosi. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor dengan pengulangan sebanyak dua kali. Model rancangan percobaannya adalah :

16 5 Yij = μ + Ai + k(ij) Dimana : Yij = hasil pengukuran pengaruh suhu taraf ke-i pada ulangan ke-j (j=1,2) μ = rata-rata yang sebenarnya Ai = pengaruh suhu taraf ke-i (i=1,2,3) ki(j) = galat eksperimen Tujuan penentuan tahapan ini untuk mendapatkan laju korosi dari berbagai macam logam. Tahapan pengujian pada suhu 30 O C, 40 O C, dan 50 O C yang dilakukan terdiri dari 4 perlakuan yaitu : a) Larutan Formula 1 : Air injeksi b) Larutan Formula 2 : Air injeksi + 0,5 % Garam c) Larutan Formula 3 : Air injeksi + 0,5 % Garam + 0,3 % MES d) Larutan Formula 4 : Air injeksi + 0,5 % Garam + 0,3 % MES + 0,1% Na 2 CO 3 4. Pengujian Laju Korosi pada Proses Dillution (NaCL, MES dan Na 2 CO 3 ). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan korosi larutan NaCl, MES dan Na 2 CO 3 terhadap berbagai bahan logam pada tangki dillution. Prinsip dan prosedur pengujian laju korosi ini sama dengan prosedur uji di No 4. Logam yang diujikan adalah stainless steel 201, stainless steel 304, stainless steel 316, carbon steel dan logam galvanist. Tujuan penentuan tahapan ini untuk mendapatkan laju korosi dari berbagai macam logam. Pengujian pada suhu 40 O C yang dilakukan terdiri dari 3 perlakuan yaitu : a) Larutan Formula 1 : NaCl ppm b) Larutan Formula 2 : Na 2 CO ppm c) Larutan Formula 3 : MES 100% 5. Analisis laju korosi air injeksi dan larutan surfaktan terhadap berbagai bahan logam. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan korosi air injeksi dan larutan surfaktan terhadap berbagai bahan logam. analisis yang dilakukan terhadap laju korosi surfaktan berbasis MES adalah pembuatan grafik laju korosi dan perbandingan dengan grafik dari berbagai logam. 6. Pemilihan Bahan Logam Paling Ekonomis Untuk Surface Facility Injeksi Surfaktan Berbasis MES. Analisis ini dilakukan untuk menentukan jenis logam yang ekonomis untuk surface facility injeksi surfaktan berbasis MES. Parameter pemilihan adalah sifat mekanik, kemudahan logam dalam pengerjaan welding, ketahanan dalam pengaruh lingkungan dan harga investasi bahan.

17 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) dari Olein Sawit Surfaktan adalah suatu bahan yang bersifat aktif permukaan yang dapat menurunkan tegangan antar muka, antara minyak dan air. Menurut Carrero (2006) dan Sheng (2011), senyawa surfaktan memliki struktur amphifilik, sehingga dapat menurunkan tegangan antarmuka antara dua zat yang memiliki kepolaran yang berbeda. Molekul surfaktan dapat divisualisasikan seperti berudu yang terdiri atas bagian kepala dan ekor, Bagian kepala bersifat hidrofilik (suka air), merupakan bagian yang polar, sedangkan bagian ekor bersifat hidrofobik (tidak suka air/suka minyak), merupakan bagian non polar (Eni 2010; Hui 1996). Gugus hidrofilik bersifat mudah larut dalam air, sedangkan gugus hidrofobik bersifat mudah larut dalam minyak, sehingga surfaktan dapat menurunkan tegangan antarmuka kedua zat. Surfaktan terdiri dari surfaktan kationik, anionik, nonionik, dan amfoterik (Pratomo 2005; Sheng 2011). Surfaktan anionik merupakan jenis surfaktan yang paling banyak digunakan dalam injeksi kimia untuk EOR karena kemampuan adsorpsi yang relatif rendah pada batuan pasir yang permukaannya bermuatan negatif. Surfaktan MES merupakan surfaktan anionik yang memiliki struktur kimia metil ester sulfonat (MES) (Gambar 1). Gambar 1 Struktur Kimia Metil Ester Sulfonat (Watkins 2001) Pemilihan surfaktan MES untuk digunakan pada aplikasi EOR mempunyai peranan yang sangat penting. Surfaktan MES yang digunakan pada Lapangan Tanjung berasal dari olein sawit. Asam lemak dari olein sawit ditransesterifikasi kemudian dilanjutkan dengan proses sulfonasi menggunakan SO 3 sehingga menghasilkan surfaktan MES (Hambali 2008). Menurut Jungermann (1979), proses sulfonasi molekul asam lemak dapat terjadi pada tiga sisi, yaitu gugus karboksil, bagian α-atom karbon, dan rantai tidak jenuh (ikatan rangkap). Pemilihan proses sulfonasi tergantung dari beberapa faktor, yaitu karakteristik dan kualitas produk akhir yang diinginkan, kapasitas produksi yang disyaratkan, biaya bahan kimia, biaya peralatan proses, sistem pengamanan yang diperlukan, dan biaya pembuangan limbah hasil proses (Jungermann 1979). Penggunaan surfaktan anionik banyak digunakan pada proses injeksi kimia untuk EOR. Hal ini dikarenakan permukaan bermuatan negatif, surfaktan anionik memiliki kemampuan adsorbsi relatif rendah pada batuan pasir (Salager 2002). Ilustrasi injeksi surfaktan dalam EOR dapat dilihat pada Gambar 2.

18 7 Gambar 2 Skematik enhanced water flooding pada aplikasi di lapangan minyak (Gurgel 2008) Mekanisme reaksi yang terjadi di dalam sumur minyak setelah surfaktan diinjeksikan terdapat pada Gambar 2. Pada dasarnya, mekanisme reaksi yang terjadi mirip dengan proses emulsifikasi kotoran pada pencucian menggunakan deterjen. Awalnya surfaktan tunggal yang disebut monomer akan mengikat minyak pada permukaan minyak (adsorpsi). Karena tenaga dorong dari pompa dan bobotnya yang ringan, surfaktan terlepas dari permukaan minyak dengan mengikat minyak pada bagian ekornya (lipofilik). Surfaktan tersebut kemudian membentuk agregat setelah bertemu dengan monomer surfaktan lain dalam larutan. Proses pengikatan minyak oleh surfaktan akan lebih mudah bila minyak terdispersi di dalam larutan. Mikroemulsi terbentuk setelah larutan surfaktan bereaksi dengan minyak. Mikroemulsi yang mengandung minyak tersebut kemudian didorong menggunakan larutan polimer (poliakrilamida) dan minyak bumi diproduksi pada sumur produksi. Pada kenyataannya, mekanisme reaski yang terjadi tidak sesederhana seperti yang telah dijelaskan. Kondisi geologis batuan turut mempengaruhi kinerja surfaktan. Surfaktan diharapkan dapat menurunkan tegangan antarmuka antara minyak dan batuan sehingga gaya adhesi minyak dan batuan berkurang. Gaya adhesi tersebut diperkuat oleh gaya kapiler, karena minyak terperangkap pada pori-pori batuan. Dengan turunnya tegangan antarmuka tersebut, minyak akan terkonsentrasi pada permukaan batuan. Pada akhirnya, surfaktan dapat mengikat minyak dan minyak dapat diproduksi (Hambali 2008; Purnomo 2009). Produksi minyak menggunakan proses injeksi surfaktan sangat dipengaruhi oleh kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan antarmuka (Drelich 2002). Maka dari itu, formula surfaktan yang dibuat harus memiliki kinerja dan stabilitas tinggi pada kondisi reservoir. Pengukuran terhadap bahanbahan yang digunakan pada pembuatan larutan formula surfaktan dapat menjelaskan sifat fisikokimia dari bahan tersebut. Pengujian sifat fisikokimia surfaktan MES, meliputi bilangan asam, densitas, stabilitas busa, viskositas,

19 8 bilangan iod, bahan aktif, dan ph. Perhitungan analisis MES dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil analisis metil ester sulfonat disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil Analisis Metil Ester Sulfonat Parameter Satuan Nilai Bilangan asam (ml NaOH/g sampel) 7, 47 Bilangan iod (mg iod/g sampel) 35,55 Kadar bahan aktif (sulfonat) (%) 12,54 (0,1% MES) Densitas (g/cm 3 ) 0,9174 Viskositas (0,1% MES) (cp) 1,38 Nilai ph (0,1% MES) 3,5 Stabilitas busa (%) 50 Bilangan Iod dinyatakan oleh banyaknya garam iodin yang diserap oleh 100 gram bahan. Besarnya jumlah iod yang diserap menunjukkan ketidakjenuhan atau jumlah ikatan rangkap pada suatu bahan (Ketaren 2005). Hasil analisis bilangan Iod MES dengan menggunakan metode AOAC (1995) adalah 35,55 mg Iod/g sampel. Nilai ini mendekati kisaran bilangan Iod minyak sawit menurut Hui (1996) yaitu mg iod/g sampel. Bilangan Iod tidak berpengaruh terhadap proses transesterifikasi namun dapat menentukan karakteristik metil ester yang dihasilkan dari proses konversi yang dilakukan. Metil ester dari minyak tidak jenuh kurang stabil terhadap oksidasi, karena menurut Sanford (2009) dan Sedman (1998), stabilitas terhadap oksidasi ditentukan oleh dua aspek yaitu keberadaan atom hidrogen pada ikatan rangkap yang merupakan titik terjadinya oksidasi dan adanya antioksidan alami pada minyak yang dapat mencegah oksidasi pada molekul trigliserida. Bilangan asam merupakan derajat keasaman yang ditunjukkan dengan banyaknya miligram KOH atau NaOH yang digunakan untuk menetralkan satu gram sampel (Ketaren, 2005). Semakin banyak KOH atau NaOH yang digunakan untuk menetralkan sampel menunjukkan semakin besarnya nilai bilangan asam. Hasil analisis bilangan asam MES dengan menggunakan metode Epthon (1948) adalah 7,47 ml NaOH/g sampel. Kadar bahan aktif dapat menunjukkan jumlah surfaktan anionik yang terdapat pada MES. Salah satu metode untuk pengukuran bahan aktif surfaktan adalah teknik titrasi menggunakan surfaktan kationik sebagai penitran, yang dikenal dengan teknik titrasi dua fasa. Prinsip metode titrasi dua fasa didasarkan pada reaksi antagonis, yaitu surfaktan anionik akan bereaksi dengan surfaktan kationik yang memiliki muatan berlawanan untuk membentuk garam (pasangan ion) yang tidak larut air (Matesic 2004). Garam yang terbentuk diekstrak oleh lapisan kloroform sehingga membentuk warna biru tua pada lapisan kloroform. Campuran kemudian dititrasi menggunakan surfaktan kationik N-cetyl pyridinium chloride. Selama titrasi warna biru akan bergerak menuju lapisan cairan (larutan surfaktan dalam akuades) secara perlahan. Perpindahan warna terjadi secara cepat pada akhir titrasi. Akhir titrasi dicapai ketika warna kedua lapisan memiliki intensitas yang hampir sama (Schwuger 1995). Hasil analisis kadar bahan aktif MES 0,1% yang dilarutkan pada aquademin dengan menggunakan metode titrasi dua fasa adalah 12,54%. Nilai tersebut menunjukan bahwa kinerja surfaktan yang

20 baik. Umumnya surfaktan komersial ditandai dengan kandungan bahan aktifnya yang tinggi. Densitas merupakan perbandingan berat dari suatu volume sampel pada suhu tertentu. Pengaruh suhu terhadap densitas suatu zat cair tidak dapat diabaikan karena cairan akan meregang mengikuti peningkatan suhu yang terjadi. Hasil analisis densitas MES dengan Density Meter DMA 4500M Anton Paar pada suhu 25 O C adalah 0,9174 g/cm3. Sementara viskositas suatu cairan merupakan sifat fluida yang dipengaruhi oleh ukuran molekul dan gaya antarmolekul. Hasil analisis viskositas MES 0,1% yang dilarutkan pada aquademin dengan Rheometer Brookfield DV-III Ultra pada suhu 25,42 O C adalah 1,38 cp. Densitas umumnya dikaitkan dengan viskositas dimana cairan yang lebih padat akan mempunyai viskositas yang lebih tinggi. Sulfonasi berlebih terhadap metil ester olein yang mampu memutus ikatan rangkap lebih banyak pada rantai karbon. Dengan semakin berkurangnya ikatan rangkap pada rantai karbon, menyebabkan titik cair sampel meningkat sehingga terlihat perubahan fisik sampel dari cair menjadi lebih kental yang ditunjukkan dengan semakin tingginya nilai viskositas (Abu-Sharkh 2003). Nilai ph adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu bahan. Nilai ph didefinisikan sebagai logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen (H + ) yang terdapat dalam larutan (Eni 2010). Hasil analisis ph MES 0,1% yang dilarutkan pada aquademin dengan ph Meter Schoot pada suhu 39 O C adalah 3,5. Rendahnya nilai ph akan menyebabkan korosi pada surface facility di Lapangan Tanjung. Busa merupakan dispersi gas dalam cairan. Kemampuan membentuk busa dalam air merupakan salah satu sifat khas yang dimiliki surfaktan. Menurut Hasenhuetti (2000) surfaktan yang berada pada antarmuka air-udara, gugus hidrofiliknya terikat pada fase air dan gugus hidrofobiknya memanjang pada bagian fase gas, ketika mengalami suatu perlakukan tertentu seperti pengadukan atau pengocokan maka pada saat fase gas terpecah akan terbentuk busa. Stabilitas busa merupakan hal yang penting dalam proses pembentukan busa. Stabilitas busa yang dimiliki surfaktan dapat diukur dengan melihat lamanya campuran surfaktan dengan air berada dalam bentuk busa. Hasil analisis stabilitas busa MES adalah 50%. Hal ini menunjukkan surfaktan MES mempunyai kemampuan MES untuk menghasilkan busa dalam proses deterjensi (Hasenhuetti 2000). Hasil Analisis Air Injeksi dan Formulasi Surfaktan di Lapangan Minyak Tanjung Fluida reservoir terdiri dari minyak, gas dan air formasi. Minyak dan gas kebanyakan merupakan campuran yang rumit berbagai senyawa hidrokarbon, yang terdiri dari golongan naftan, paraffin, aromatik dan sejumlah kecil gabungan oksigen, nitrogen, dan belerang (Sugihardjo 2002). Air formasi merupakan fluida reservoir yang tercampur dan terangkat bersama minyak bumi ke permukaan. Air formasi mengalami interaksi dengan mineral-mineral yang terdapat pada batuan sehingga air formasi mengandung berbagai ion. Ion-ion tersebut dapat berupa padatan mineral, logam yang tersuspensi maupun berupa gas yang terlarut di dalamnya (Sheng 2011). Air injeksi merupakan air yang telah diolah untuk 9

21 10 diinjeksikan kembali ke dalam batuan reservoir melalui sumur injeksi agar dapat meningkatkan perolehan minyak pada fase sekunder (water flooding). Karakteristik air injeksi harus sesuai dengan karakteristik air formasi untuk menghindari terbentuknya scale. Air injeksi dapat berasal dari air formasi yang ditambah dengan air sungai ataupun air laut yang terlebih dahulu mengalami proses pengolahan di WIP (water injection plan) (Eni 2010). Menurut Lake (1989), reservoir minyak bumi berbeda dalam hal kondisi geologis alamnya, kandungan fluida dalam reservoir, dan lain-lain. Berdasarkan hal tersebut, metode optimum untuk meningkatkan perolehan minyak bumi dalam jumlah yang maksimum pada suatu reservoir berbeda terhadap reservoir yang lain. Reservoir yang menjadi studi kasus dalam penelitian ini adalah reservoir lapangan Tanjung. Oleh karena itu, terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap air injeksi lapangan Tanjung untuk mengetahui kandungan kation dan anion yang terdapat di dalamnya. Hasil analisis air injeksi lapangan Tanjung dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil Analisis Sifat Fisikokimia Air Lapangan Minyak Tanjung Parameter Satuan Nilai Salinitas ppm 2100 Kesadahan mg/l 133 Sulfida mg/l 0,03 Sulfat mg/l 0,27 Zat Padat Terlarut (TDS) mg/l 2920 Natrium (Na + ) mg/l 627 Calsium (Ca 2+ ) mg/l 117,6 Magnesium (Mg 2+ ) mg/l 5,45 Besi (Fe 2+ ) mg/l 0,3 Barium (Ba 2+ ) mg/l 34,51 Ammonium (NH - 4 ) mg/l 0,14 ph 8,76 Pada Tabel 2 menunjukkan kandungan mineral yang terkandung pada air injeksi yang digunakan. Karakteristik air atau fluida yang diinjeksikan ke dalam sumur minyak bumi harus sesuai dengan karakteristik air formasi yaitu air yang berada di dalam cekungan minyak bumi. Demikan pula dengan penginjeksian surfaktan (umumnya bahan kimia), disyaratkan tidak mengubah kondisi formasi yang telah ada di dalam reservoir minyak bumi (Nummedal 2003). Hal itu akan mengakibatkan surfaktan dapat mengikat minyak dan minyak dapat diproduksi. Menurut Sugihardjo (2002) air atau fluida sumur minyak di Indonesia memiliki kadar garam bervariasi antara 2000 sampai dengan ppm NaCl (b/b). Salinitas ditentukan berdasarkan banyaknya garam-garam yang larut dalam air (Ghufran 2007). Salinitas air injeksi yaitu 2100 ppm. Nilai salinitas yang tinggi akan berdampak pada pemilihan surfaktan yang digunakan. Surfaktan MES lebih cocok digunakan di lapangan ini karena salinitas yang tinggi. Kesadahan reservoir lapangan minyak di Indonesia cukup tinggi. Kesadahan air merupakan kandungan kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) pada air (Fardiaz 1992). Kesadahan air injeksi pada Lapangan Tanjung sebesar 133 mg/l.

22 Sehingga surfaktan MES lebih cocok untuk diinjeksikan ke dalam lapangan Tanjung. Sulfida atau hidrogen sulfida adalah gas yang tidak berwarna, beracun, mudah terbakar, dan berbau busuk yang terbentuk dari proses penguraian bahanbahan organis oleh bantuan bakteri penghasil sulfat. Pada air injeksi terkandung sulfida yang sangat kecil 0,03 mg/l. Sulfida terdapat pada minyak dan gas bumi, selokan, dan air yang tergenang. Senyawa sulfida juga dapat menyebabkan timbulnya karat pada logam dengan bantuan bakteri (Effendi 2003). Air injeksi mengandung ion-ion yang jika tercampur akan membentuk suatu reaksi. Air injeksi mengandung sejumlah ion antara lain kation (Na +, Ca 2+, Mg 2+, Ba 2+, Sr 2+, dan Fe 3+ ) dan anion (Cl -, HCO 3-, SO 4-, CO 3 2- ). Kation dan anion yang terlarut di dalam air bila bergabung akan membentuk suatu senyawa atau komponen. Pada suatu kondisi tertentu, yaitu bila konsentrasi dari komponen atau senyawa tersebut telah melampaui kelarutan komponen tersebut, maka komponen tersebut tidak lagi larut tetapi terpisah dari pelarutnya dan mengendap sebagai padatan (Lestari 2007). Ion natrium banyak terdapat pada air, jika bereaksi dengan ion klorida akan membentuk natrium klorida (NaCl). Ion kalsium merupakan ion penyusun yang terbanyak di dalam air lapangan minyak. Biasanya, jumlah ion kalsium melebihi konsentrasi ion natrium di perairan lapangan minyak (Michael 2006). Pada hasil pengukuran ion kalsium lebih rendah dibandingkan ion natrium, hal ini dikarenakan karakteristik lapangan minyak. Ion kalsium air injeksi yaitu 117,6 mg/l. Menurut Michael (2006), masalah yang ditimbulkan oleh magnesium sama dengan kalsium, yaitu apabila bergabung dengan karbonat atau sulfat akan membentuk scale (kerak). Konsentrasi ion magnesium lebih kecil daripada ion kalsium, maka pembentukan scale tidak seperti ion kalsium. Kandungan magnesium pada air injeksi yaitu 5,45 mg/l. Ion barium apabila bereaksi dengan sulfat akan membentuk barium sulfat yang tidak larut, walaupun dalam jumlah yang kecil dapat menimbulkan masalah yang serius. Kandungan barium pada air injeksi cukup tinggi. Kadar besi dalam air biasanya termasuk kandungan yang rendah dan dapat berbentuk sebagai ion ferro atau ion ferri. Ion-ion ini dapat menimbulkan korosi. Adanya komponen besi dapat menyebabkan penyumbatan di dalam pipa alir (Michael 2006). Selain ion kation, pada air injeksi mengandung ion anion, yaitu sulfat. Ion sulfat apabila bereaksi dengan ion kalsium atau ion barium akan membentuk scale sulfat (Michael 2006). Air injeksi mengandung sedikit sulfat 0,27 mg/l dan kandungan ammonium sebesar 0,14 mg/l. Amonium adalah merupakan ion transisi dari ammonia (Effendi 2003). Ion-ion ini mudah larut dalam air. Ammonia yang terukur dalam air berupa ammonia total. Kandungan lainnya yang terdapat pada analisis air injeksi, yaitu zat padat terlarut (TDS). Jumlah padatan yang tersaring dari sejumlah air injeksi merupakan kandungan padatan yang tersuspensi. Padatan ini dapat berupa organik dan anorganik yang dapat mengakibatkan penyumbatan atau endapan scale. TDS mengakibatkan kekeruhan pada air. TDS pada air injeksi cukup tinggi, yaitu 2920 mg/l. ph air injeksi 8,76 mampu menghasilkan nilai tegangan antarmuka yang baik. Nilai ph ini menyebabkan struktur ampifilik pada surfaktan dapat menurun, karena gaya antarmuka surfaktan dan air injeksi akan menurun. Hasil optimal 11

23 12 akan diperoleh jika surfaktan MES yang digunakan memiliki ph yang sama (Rivai 2011). Larutan formula surfaktan merupakan campuran dari air injeksi lapangan minyak Tanjung, NaCl, surfaktan, dan alkali. Kandungan fisikokimia dari larutan formula surfaktan perlu diketahui untuk mengetahui sifat fisiko-kimia dari larutan formula surfaktan yang dibuat sesuai dengan air formasi yang terdapat pada reservoir. Hasil dari pengujian kandungan fisikokimia larutan formula surfaktan dapat dilihat pada Tabel 3. Sifat-sifat fisikokimia larutan formula surfaktan dapat mempengaruhi kemungkinan terbentuknya korosi. Sifat-sifat fisikokimia yang terkandung dalam larutan formula surfaktan, antara lain populasi bakteri, kandungan padatan tersuspensi dan kekeruhan, salinitas, alkalinitas, klorida, sulfat, barium, besi, natrium, magnesium, kalsium, kesadahan, daya hantar listrik (DHL) atau konduktivitas, klorin, hidrogen sulfide, fenol, dan amoniak. Keberadaan bakteri dalam larutan formula surfaktan dapat menyebabkan terjadinya sumbatan. Keberadaan bakteri ini berasal dari adanya kandungan sulfat pada larutan (Permata 2011). Pengukuran terhadap populasi bakteri ini dilihat dari total bakteri yang terkandung dalam setiap larutan dengan ukuran banyaknya koloni bakteri per satu milliliter. Dari hasil analisis populasi bakteri terbanyak terdapat pada larutan formula 1 (air injeksi). Penambahan NaCl, MES dan Na 2 CO 3 membuat bakteri mati karena kandungan garam dan ph larutan yang rendah. Padatan terlarut total (total dissolved solid) adalah bahan-bahan terlarut (diameter < 10-6 mm) dan koloid (diameter 10-6 mm mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain, yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 µm (Effendi 2003). Jumlah padatan yang tersaring dari air injeksi merupakan kandungan padatan yang tersuspensi. Padatan ini dapat berupa organik dan anorganik yang dapat mengakibatkan penyumbatan atau endapan scale. Zat organik dan anorganik pada air terdiri dari dua jenis, yaitu total dissolve solid (TDS) dan total suspended solid (TSS). TSS adalah bahan-bahan tersuspensi yang tertahan pada kertas saring millipore berdiameter pori 0,45 µm (Effendi 2003). Secara fisika zat ini sebagai penyebab kekeruhan pada air (Priyono 1994). Larutan formula surfaktan yang mengandung TDS dan TSS tertinggi, yaitu larutan formula 4, hal ini dikarenakan konsentrasi yang dilarutkan didalam air injeksi lebih banyak dibandingkan dengan larutan formula yang lainnya. Kekeruhan larutan meningkat sebanding dengan meningkatnya padatan terlarut dalam larutan. Menurut Effendi (2003), nilai TSS pada pengujian tidak berpengaruh karena nilai TSS masih kurang dari 25 mg/l. Salinitas merupakan kadar atau kandungan garam yang terlarut di dalam air. Penambahan NaCl mempengaruhi salinitas larutan formula surfaktan. Larutan formula surfaktan yang memiliki kandungan salinitas paling tinggi, yaitu pada larutan formula 4. Hal ini juga dapat disebabkan karena penambahan garam NaCl dan alkali yang lebih banyak, sehingga kandungan garam dalam larutan semakin tinggi. Menurut Hambali (2009), penambahan NaCl membuat nilai IFT (tegangan antar muka) semakin lebih baik. Alkalinitas merupakan suatu parameter kimia perairan yang menunjukan jumlah ion karbonat dan bikarbonat. Nilai ini menggambarkan kapasitas air untuk menetralkan asam, atau biasa juga diartikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan ph (Effendi 2003). Larutan formula surfaktan

24 memiliki nilai HCO - 3, CO - 3, dan OH - yang semakin meningkat dengan adanya penambahan alkali. Hal ini dikarenakan alkali Na 2 CO 3 dapat meningkatkan hidroksida dan alkalinitas larutan dan dapat menekan kelarutan garam-garam yang menyebabkan larutan menjadi basa. Senyawa-senyawa yang terdapat pada alkalinitas larutan dapat terjadi pembentukan endapan karbonat jika bereaksi dengan ion kalsium (Ca + 2 ). Larutan formula surfaktan yang memiliki kandungan alkalinitas paling tinggi, yaitu pada larutan formula 4. Penambahan konsentrasi Na 2 CO 3 pada formula 4 menyebabkan peningkatan ph pada larutan, hal tersebut dikarenakan Na 2 CO 3 merupakan basa kuat yang memiliki alkalinitas yang tinggi sehingga ketika dilarutkan akan meningkatkan kekuatan ionik larutan dan meningkatkan ph larutan Klorida merupakan ion yang terbentuk sewaktu unsur klor mendapatkan satu elektron untuk membentuk suatu anion (ion bermuatan negatif) Cl -. Dalam air, senyawa ini terpecah menjadi ion Na + dan Cl -. Klorida merupakan ion utama dalam air asin atau air formasi, yaitu sebagai garam natrium klorida. Kandungan klorida semakin meningkat dengan adanya penambahan garam. Masalah yang dapat ditimbulkan dengan adanya kandungan ion klorida dalam air, yaitu korosif. Kandungan sulfat yang terdapat di dalam larutan formula surfaktan dapat membentuk scale sulfat jika ion sulfat bereaksi dengan ion kalsium atau ion barium (Effendi 2003). Larutan formula surfaktan yang memiliki kandungan sulfat paling tinggi, yaitu pada larutan formula 4. Menurut Salager (2002), gugus polar pada surfaktan mengandung sulfat, sehingga dengan penambahan surfaktan akan menambah pula nilai sulfat yang terkandung dalam formula. Barium adalah unsur yang sangat reaktif atau mudah bereaksi dengan unsur lainnya sehingga jarang sekali ditemukan barium murni di alam (Effendi 2003). Kandungan barium pada larutan formula sufaktan bersifat konstan sebesar 2 mg/l. kandungan barium menurun dari 34,51 mg/l pada air injeksi. Hal ini dikarenakan ion barium bereaksi dengan ion lain seperti ion sulfat membentuk barium sulfat yang bersifat tidak larut. Kandungan besi pada air injeksi menurun dengan adanya penambahan garam NaCl dan kembali meningkat dengan penambahan surfakatan MES dan Na 2 CO 3. Hal ini disebabkan karena ion Fe + 2 dapat membentuk senyawa lain seperti besi karbonat (FeCO 3 ), sulfide besi (FeS), dan Fe(OH) 2 atau Fe(OH) 3 (Gufhron 2007). Kandungan natrium pada laruatan formula surfaktan semakin mengikat dengan adanya penambahan Na 2 CO 3. Namun terjadi penurunan pada larutan formula 2, hal ini dapat disebabkan ion natrium bereaksi dengan ion klorida membentuk garam NaCl. Daya Hantar Listrik (DHL) atau konduktivitas menunjukkan kemampuan air untuk menghantarkan aliran listrik (Gufhron 2007). Nilainya tergantung pada kandungan garam-garam terlarut yang dapat terionisasi dalam air pada temperatur saat pengukuran dilakukan. Menurut effendi (2003), konduktivitas air tergantung dari konsentrasi ion dan suhu air, oleh karena itu kenaikan padatan terlarut akan mempengaruhi kenaikan konduktivitas. Larutan formula 4 memiliki nilai konduktivitas paling tinggi, hal ini karena adanya penambahan alkali pada larutan ini, sehingga padatan terlarut yang terkandung dalam larutan tinggi. 13

25 14 Tabel 3 Hasil Analisis Kandungan Fisikokimia Larutan Formula Surfaktan Hasil Analisis Larutan Formula Surfaktan MES Parameter Satuan Larutan Formula 1 Larutan Formula 2 Larutan Formula 3 Larutan Formula 4 Total Mikroba (TPC) Koloni/mL Zat Padat terlarut (TDS) mg/l Salinitas mg/l Alkalinitas (HCO - 3 ) mg/l 259,88 271,34 271,34 492,99 (CO - 3 ) ,24 (OH - ) Klorida (Cl - ) mg/l 1.043, , , ,53 Sulfat (SO 2-4 ) mg/l 0,27 0,27 12,90 16,88 Barium (Ba 2+ ) mg/l 34, Besi (Fe 2+ ) mg/l 0,3 0,20 0,05 0,05 Natrium (Na + ) mg/l , , ,79 Magnesium (Mg 2+ ) mg/l 5,45 7,41 6,22 5,75 Calsium (Ca 2+ ) mg/l 117,6 0,01 0,01 0,01 Kesadahan mg/l Zat Padat Tersuspensi (TSS) mg/l 0,03 0,03 0,04 0,08 Daya Hantar Listrik (DHL) (m/s) 4,87 13,27 13,28 14,07 Kekeruhan NTU Klorin Bebas mg/l 0,05 0,05 0,05 0,05 Sulfida (H 2 S) mg/l 0,2 0,2 0,6 0,6 Fenol mg/l 0,038 0,021 0,22 0,22 Ammoniak (NH - 3 N) mg/l 0,14 0,14 0,14 0,14 Keterangan: Larutan Formula 1 = Air Injeksi Larutan Formula 2 = Air Injeksi+0,5% NaCl Larutan Formula 3 = Air Injeksi+0,5% NaCl+ 0,3%MES Larutan Formula 4 = Air Injeksi+0,5% NaCl+ 0,3%MES+0,1% Na 2 CO 3

26 Ion magnesium dan ion kalsium berhubungan dengan kesadahan larutan. Ion-ion ini yang menyebabkan kesadahan air selain ion karbonat dan ion bikarbonat (Fardiaz 1992). Penambahan Na 2 CO 3 pada laruatn formula surfaktan meningkatkan kesadahan larutan. Air sadah mengandung garam sulfat CaSO 4 atau MgSO 4. Nilai kesadahan dan magnesium yang meningkat pada saat penambahan garam NaCl disebabkan kesadahan air akan meningkat dengan adanya penambahan garam dan alkali Na 2 CO 3. Namun pada saat larutan ditambahankan surfaktan kesadahan menurun, hal ini dikarenakan surfaktan tahan terhadap kesadahan yang tinggi dan dapat menurunkan kesadahan (Salager 2002). Sedangkan untuk ion kalsium mengalami penurunan karena ion kalsium membentuk garam-garam lain, seperti kalsium sulfat dan kalsiun klorida. Klorin bebas merupakan jumlah HOCl - dan OCl - yang larut dalam air akibat penguraian gas klorin (Yee 2008). Pada hasil pengukuran klorin bebas larutan formula surfaktan diperoleh kandungan klorin bebas sebesar 0,05 mg/l pada semua larutan. Nilai tersebut masih dalam keadaan baik atau tidak berbahaya bag makhluk hidup dan lingkungan. Fenol merupakan suatu senyawa aromatik yang diturunkan dari benzene jika satu atau lebih atom hydrogen yang terikat pada inti benzene diganti dengan satu atau lebih gugus hidroksil (Sumardjo 2009). Pada larutan formula surfaktan, semua larutan menunjukkan mengandung senyawa fenol dan senyawa fenol semakin menurun dengan adanya penambahan NaCl dan Na 2 CO 3. Ammonia-nitrogen (NH 3 - N) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Sumber ammonia di perairan adalah hasil pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air (Effendi 2003). Kandungan amoniak pada semua larutan formula surfaktan sama, yaitu sebesar 0,14 mg/l. Penambahan senyawa alkali ke dalam larutan formula surfaktan memiliki pengaruh terhadap beberapa parameter pengujian dan dapat menimbulkan permasalahan pembentukan scale jika penambahan alkali pada konsentrasi yang semakin tinggi. Korosi Korosi adalah suatu proses elektrokimia dimana atom-atom akan bereaksi dengan zat asam dan membentuk ion-ion positif (kation) (DeForce 2010; Darowicky 2003). Hal ini akan menyebabkan timbulnya aliran-aliran elektron dari suatu tempat ke tempat yang lain pada permukaan metal. Menurut Prosek (2005) dan Saeed (2004), Secara garis besar korosi ada dua jenis yaitu korosi internal dan korosi eksternal. Korosi Internal adalah korosi yang terjadi akibat adanya kandungan CO 2 dan H 2 S pada minyak bumi, sehingga apabila terjadi kontak dengan air akan membentuk asam yang merupakan penyebab korosi. Sedangkan Korosi Eksternal adalah korosi yang terjadi pada bagian permukaan dari sistem perpipaan dan peralatan, baik yang kontak dengan udara bebas dan permukaan tanah, akibat adanya kandungan zat asam pada udara dari tanah. Korosi selalu diartikan sebagai karat atau rust oleh orang awam. Secara fisik, karat inilah yang dapat terlihat jelas kasat mata. Bahkan dalam dunia industri dan metalurgi, karatlah yang menjadi penyebab utama kerusakan material yang umumnya terbuat dari logam sehingga menimbulkan kerugian yang cukup besar dari segi biaya (Ashadi 2002). Padahal sesungguhnya karat hanyalah 15

27 16 sebagian dari produk akibat proses korosi. Menurut Fontana (1986), korosi merupakan sebagai fenomena kerusakan material atau logam yang diakibatkan oleh adanya reaksi kimia antara material tersebut dengan lingkungan yang tidak mendukung. Siklus korosi terdapat pada Gambar 3. Sifat elektrokimia korosi dapat diilustrasikan oleh kerusakan zinc (seng) akibat asam klorida (HCl). Ketika zinc ditaruh dalam larutan HCl, maka akan terjadi reaksi dimana gas hidrogen akan terbentuk dan zinc akan terlarut dan membentuk larutan zinc klorida. Persamaan reaksinya adalah : Zn + 2HCl ZnCl 2 + H 2 Ion klorida bukan merupakan unsur yang ikut bereaksi, maka persamaannya dapat kita tuliskan : Zn + 2H + Zn 2+ + H 2 Dengan melihat persamaan reaksi kimia di atas maka dapat disimpulkan bahwa zinc dioksidasi menjadi ion zinc dan ion hidrogen direduksi menjadi hidrogen. Oleh sebab itu maka reaksi kimia di atas dapat kita bagi menjadi 2 kelompok : Zn Zn e (Reaksi Anoda) 2H + + 2e H2 (Reaksi Katoda) Reaksi anoda diindikasikan dengan naiknya bilangan valensi dan terjadinya produksi elektron. Reaksi katoda diindikasikan dengan terjadinya konsumsi elektron sehingga menyebabkan penurunan jumlah elektron. Hal ini merupakan prinsip utama korosi yang dapat dituliskan ketika suatu logam terjadi korosi maka laju oksidasi akan sama dengan laju reduksi (Ashadi 2002). Menurut Herbert (2000), persamaan reaksi korosi besi yaitu: Reaksi Anoda : Fe Fe e Fe OH - Fe(OH) 2 4Fe(OH) 2 + O 2 + H 2 O 4 Fe(OH) 3 + 2Fe 2 O 3 H 2 + 4H 2 O (karat) Reaksi Katoda: ½O 2 + H 2 O + 2e 2OH - Gambar 3 Siklus korosi (Ismanto 2009)

28 17 Laju korosi Pengukuran laju korosi berbagai jenis logam (stainless steel 201, stainless steel 304, stainless steel 316, carbon steel dan logam galvanist) dalam larutan formulasi MES dilakukan metode kehilangan berat (ASTM Section III G1-90 vol ). Metode kehilangan berat adalah perhitungan laju korosi dengan mengukur kekurangan berat akibat korosi yang terjadi. Metode ini menggunakan jangka waktu penelitian hingga mendapatkan jumlah kehilangan akibat korosi yang terjadi. Baja tahan karat diberi perlakuan panas pada suhu 30 C, 40 C dan 50 C. Proses pencampuran formula surfaktan MES pada reservoir Lapangan Tanjung dilakukan dengan terlebih dahulu melarutkan bahan padatan, yaitu NaCl dan Na 2 CO 3 dengan konsentrasi ppm secara terpisah pada tangki dilution. Kemudian bahan dimasukkan ke dalam tangki pencampuran sesuai urutan pencampuran, yaitu air injeksi dan NaCl, lalu MES, dan terakhir Na 2 CO 3. Setelah pencampuran selesai dilakukan, formula surfaktan MES dialirkan ke tangki penampungan sementara. Penyaringan dilakukan secara bertahap mulai dari 20 μm, 10 μm, dan 5 μm. Hasil penyaringan formula surfaktan MES disimpan sementara di surge tank sebelum diinjeksian ke dalam sumur injeksi. Proses dilution pada Lapangan Tanjung menyebabkan surface facility menjadi berkarat. Proses pelarutan padatan ppm menyebabkan larutan yang berada pada tangki dilution menjadi pekat. Nilai ph pada larutan semakin besar, hal ini yang mempengaruhi laju korosi semakin tinggi. Hasil uji laju korosi sampel stainless steel 201, stainless steel 304, stainless steel 316, carbon steel dan logam galvanist terdapat pada Gambar 4. 0,40 Laju korosi (mm/tahun) 0,35 0,30 0,25 0,20 0,15 0,10 0,05 SS 201 SS 304 SS 316 Galvanist C. Steel Nilai Maks Laju Korosi (0,127mm/tah un - Na2CO % 10% NaCl 10% MES 100% Gambar 4 Laju Korosi Tangki Dillution pada Suhu 40 O C Laju korosi pada larutan Na 2 CO ppm lebih rendah dibandingkan dengan NaCl dan MES. Hasil pengujian ph larutan Na 2 CO ppm memiliki nilai sebesar 10,99. Sifat Na 2 CO 3 yang basa menyebabkan sampel

29 18 stainless steel 201, stainless steel 304, stainless steel 316, carbon steel dan logam galvanist memiliki nilai laju korosi kecil. Pengujian ph larutan NaCl ppm memiliki nilai sebesar 8,24. Meskipun NaCl bersifat basa NaCl mempunyai kandungan elektrolit yang tinggi. Elektrolit (asam atau garam) merupakan media yang baik untuk melangsungkan transfer muatan (Supardi 2007). Hal itu mengakibatkan elektron lebih mudah untuk dapat diikat oleh oksigen di udara. Oleh karena itu, laju korosi NaCl pada sampel semua logam memiliki nilai laju korosi tinggi. Larutan MES 100% memiliki sifat yang sangat asam. Pengujian ph larutan MES 5% dalam larutan air injeksi adalah 2,04. Menurut Supardi (2007), peristiwa korosi pada kondisi asam, yakni pada kondisi ph < 7 semakin besar, karena adanya reaksi reduksi tambahan yang berlangsung pada katode yaitu: 2H + (aq) + 2e - H 2 Adanya reaksi reduksi tambahan pada katode menyebabkan lebih banyak atom logam yang teroksidasi sehingga laju korosi pada permukaan logam semakin besar. Laju korosi larutan MES 100% pada semua logam memiliki nilai laju korosi sangat tinggi. Logam galvanist dan carbon steel nilai laju korosinya melebihi batas nilai maksimal yang boleh digunakan di industri minyak dan gas yaitu sebesar 5 mpy atau 0,127 mm/tahun (Halimatuddahliana 2003). Metode dilution yang telah diterapkan pada lapangan minyak Tanjung menyebabkan nilai laju korosi yang tinggi, hal ini akan berdampak pada rusaknya surface facility dilapangan minyak Tanjung. Jika terjadi korosi pada surface facility akan menyebabkan proses EOR akan kurang maksimal. Oleh karena itu perlu adanya metode baru untuk melakukan proses pencampuran surfaktan. Proses pencampuran ini menghilangkan proses dilution. Suhu yang digunakan pada penelitian adalah 30 O C, 40 O C dan 50 O C. Proses pencampuran formula surfaktan MES dilakukan secara bertahap dengan memasukan bahan pencampuran lain Pencampuran ini sesuai urutan yaitu air injeksi dan NaCl sebesar 0,5%, lalu ditambahkan MES sebesar 0,3%, dan terakhir Na 2 CO 3 sebesar 0,1%. Setelah pencampuran selesai dilakukan, formula surfaktan MES dialirkan ke tangki penampungan sementara. Penyaringan dilakukan secara bertahap mulai dari 20 μm, 10 μm, dan 5 μm. Hasil penyaringan formula surfaktan MES disimpan sementara di surge tank sebelum diinjeksian ke dalam sumur injeksi. Hasil pengujian laju korosi pada suhu 30 O C, 40 O C dan 50 O C terdapat pada Gambar 5, dan perhitungan laju korosi terdapat pada Lampiran 5. Nilai laju korosi semakin bertambah dengan adanya penambahan NaCl, MES dan Na 2 CO 3 ke dalam formulasi larutan. Nilai laju korosi terbesar terdapat pada formula 4 atau penambahan 0,5% NaCl, 0,3%MES dan 0,1%Na 2 CO 3 dalam larutan air injeksi. Sedangkan laju korosi terkecil terdapat pada formulasi 1 yaitu air injeksi. Nilai laju korosi mulai naik ketika larutan ditambahkan NaCl, dan penambahan MES sangat berpengaruh besar pada naiknya laju korosi bahan logam, namun penambahan alkali tidak berpengaruh banyak terhadap naiknya laju korosi pada bahan logam. Pada suhu 30 O C nilai laju korosi bahan logam tidak terlalu besar, karena suhu 30 O C belum bisa memanaskan formulasi larutan MES. Kenaikan nilai laju korosi terjadi ketika suhu 40 O C, dan pada suhu 50 O C nilai laju korosi bahan logam semakin naik tinggi. Hal ini berakibat pada bahan logam galvanist dan carbon

30 steel mulai terlihat warna merah akibat terjadinya korosi namun pada stainless steel 201, stainless steel 304, stainless steel 316 belum terlihat adanya karat pada permukaan logam tersebut. Kenaikan suhu pemanasan pada sampel stainless steel 201, stainless steel 304, stainless steel 316, carbon steel dan logam galvanist sangat memengaruhi tingkat laju korosi. Secara umum, kenaikan suhu pada interval suhu 30 C, 40 C dan 50 C akan menyebabkan kenaikan pula pada laju korosinya (Gambar 5), walaupun setelah dilakukan uji lanjut (uji RAL, Lampiran 6) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai yang nyata antara sampel dengan perlakuan panas pada suhu 30 C, 40 C dan 50 C (Uji Duncan Lampiran 6). Kenaikan laju korosi sebanding dengan kenaikan suhu dan formulasi MES. Berdasarkan pengujian statistika menggunakan uji-f, sampel stainless steel 201, stainless steel 304, stainless steel 316, carbon steel dan logam galvanist dengan perlakuan larutan formulasi MES memiliki nilai laju korosi berbeda nyata pada taraf 1% dengan koefisien korelasi sebesar 9,03% (Lampiran 6). Hal ini disebabkan adanya penambahan NaCl, MES dan alkali (Na 2 CO 3 ) yang berpengaruh pada kandungan kation dan anion dari larutan tersebut. Adanya perlakuan pelarutan dapat melarutkan semua inti kromium karbida dan menyebabkan fase padatan dalam paduan menjadi homogen. Terbentuknya intiinti kromium karbida di batas butir akan menyebabkan daerah di sekitar batas butir kekurangan unsur kromium yang akan menyebabkan mudah terjadinya korosi (Aydogdu 2006). 19 Laju Korosi (mm/year) 0,04 0,04 0,03 0,03 0,02 0,02 0,01 0,01 - F1 F2 F3 F4 (a) SS 201 SS 304 SS 316 Galvanist C. Steel Laju Korosi (mm/year) 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 - F1 F2 F3 F4 (b) SS 201 SS 304 SS 316 Galvanist C. Steel

31 20 Laju Korosi (mm/year) 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 - F1 F2 F3 F4 SS 201 SS 304 SS 316 Galvanist C. Steel (c) Gambar 5 Laju Korosi pada Suhu 30 O C (a), 40 O C (b) dan 50 O C (c) Keterangan: F1 : Air injeksi F2 : Air injeksi + 0,5 % Garam F3 : Air injeksi + 0,5 % Garam + 0,3 % MES F4 : Air injeksi + 0,5 % Garam + 0,3 % MES + 0,1% Na 2 CO 3 Menurut Halimatuddahliana (2003) Laju korosi maksimum yang diizinkan dalam lapangan minyak adalah 5mpy (mils per year, 5 mpy = 0,127 mm/tahun). Pada umumnya problem korosi disebabkan oleh air. tetapi ada beberapa faktor selain air yang mempengaruhi laju korosi) diantaranya gas terlarut, temperature, ph, bakteri pereduksi atau sulfat reducing bacteria (SRB), dan padatan terlarut (Darowocki 2003; Ferrer 2002; Legat 1995). Terdapatnya oksigen yang terlarut akan menyebabkan laju korosi pada stainless steel akan bertambah dengan meningkatnya kandungan oksigen. Kelarutan oksigen dalam air merupakan fungsi dari tekanan, temperatur dan kandungan klorida. Untuk tekanan 1 atm dan temperatur kamar, kelarutan oksigen adalah 10 ppm dan kelarutannya akan berkurang dengan bertambahnya temperatur dan konsentrasi garam. Oksigen dalam kandungan minyak-air yang dapat mengahambat timbulnya korosi adalah 0,05 ppm atau kurang. Kandungan Karbondioksida (CO 2 ) akan berpengaruh pada saat dilarutkan kedalam air. Hal ini akan terbentuknya asam karbonat (H 2 CO 2 ) yang dapat menurunkan ph air dan meningkatkan korosifitas, biasanya bentuk korosinya berupa pitting (Darowicki 2003). Peninkatan temperatur akan menambah nilai laju korosi walaupun kenyataannya kelarutan oksigen berkurang dengan meningkatnya temperatur. Apabila metal pada temperatur yang tidak uniform, maka akan besar kemungkinan terbentuk korosi (Legat 1995). Penambahan temperatur pada sampel uji dari 30 O C menjadi 50 O C berpengaruh pada kenaikan nilai laju korosi yang sinifikan. Nilai ph netral adalah 7, sedangkan lebih kecil bersifat asam dan korosif, nilai ph lebih besarpun bersifat basa juga korosif. Tetapi untuk besi, laju korosi rendah pada ph antara 7 sampai 13. Laju korosi akan meningkat pada ph < 7 dan pada ph > 13. Larutan formulasi MES memiliki ph>7 meskipun terjadi korosi pada logam taraf korosinya rendah (Ferrer 2002). ph larutan pengujian yang basa menyebabkan penambahan nilai laju korosi tidak terlalu sinifikan kenaikannya.

32 Klorida (Cl) dapat menyerang lapisan mild steel dan lapisan stainless steel. Padatan ini menyebabkan terjadinya pitting, crevice corrosion, dan juga menyebabkan pecahnya alooy. Klorida biasanya ditemukan pada campuran minyak-air dalam konsentrasi tinggi yang akan menyebabkan proses korosi. Proses korosi juga dapat disebabkan oleh kenaikan konduktivitas larutan garam, dimana larutan garam yang lebih konduktif, laju korosinya juga akan lebih tinggi (Legat 1995). Klorida (Cl) yang terdapat pada larutan formulasi MES sangat kecil, meskipun terjadi korosi tarafnya sangat kecil. Kalsium karbonat (CO 3 ) sering digunakan sebagai pengontrol korosi dimana film karbonat diendapkan sebagai lapisan pelindung permukaan metal, tetapi dalam produksi minyak hal ini cenderung menimbulkan masalah scale. Larutan formulasi surfaktan MES tidak terkandung karbonat. Ion sulfat (SO 4 ) biasanya terdapat dalam minyak. Dalam air, ion sulfat juga ditemukan dalam konsentrasi yang cukup tinggi dan bersifat kontaminan, dan oleh bakteri SRB sulfat diubah menjadi sulfide yang korosif (Legat 1995). Sulfat (SO 4 ) yang terdapat pada larutan formulasi MES sangat kecil, meskipun terjadi korosi tarafnya sangat kecil. Baja Tahan Karat Baja tahan karat adalah paduan besi dengan ketahanan terhadap korosi tergantung pada selaput permukaan pasif kromium oksida. Kandungan oksigen dan kromium ± 11 persen dalam bahan pengikat diperlukan untuk mempertahankan keberadaan selaput permukaan itu. Korosi utama yang dialami baja tahan karat adalah korosi batas butir dan korosi celah. Kedua jenis korosi itu dipercepat oleh ion-ion klorida yang agresif menyerang selaput kromium oksida. Kandungan karbon yang tinggi (lebih dari 0.03 %) dapat mengganggu perilaku korosi baja tahan karat akibat penggumpalan kromium karbida yang menyebabkan kadar kromium di beberapa tempat pada bahan pengikat kurang dari batas minimum untuk mempertahankan selaput oksida (Aydogdu 2006; DeForce 2010; Trethwey 1991). Komposisi fisikokimia logam yang digunakan terdapat pada Tabel 4. Tipe bahan No. AISI Tabel 4 Komposisi Fisikokimia Logam % Komposisi kira- kira (selain Fe) Cr Ni Mo C N Zinc Al Fe SS ,5-5,5-0,15 0, SS ,5 0,08 0, SS ,08 0, Galvanist C. Steel , Sumber: Trethwey (1991) Menurut DeForce (2010), Fregonese (2001) dan Surdia (2005) baja tahan karat memiliki empat kelompok besar, yaitu baja tahan karat austenit, dengan 21

33 22 penambahan nikel dan nitrogen untuk menyempurnakan fase austenit yang memiliki struktur kubus pusat muka pada suhu kamar. Baja tahan karat jenis ini baik untuk digunakan pada suhu rendah disebabkan unsur nikel yang membuat baja ini tidak rapuh pada suhu tersebut. Baja tahan karat austenit memiliki sifat nonmagnetik, tahan terhadap suhu rendah maupun tinggi, kuat, keras, mengkilat, tahan terhadap oksidasi, dan dapat ditempa. Kelompok kedua ialah baja tahan karat feritik yang memiliki struktur kubus pusat ruang. Baja ini bersifat peka terhadap korosi batas butir dengan menggumpalnya karbida dan nitrida. Penambahan unsur titanium dan niobium pada baja ini dapat mencegah berkurangnya unsur kromium di batas butir. Kelompok ketiga ialah baja tahan karat martensit yang memiliki unsur utama kromium (lebih sedikit dari baja feritik) dan kadar karbon relatif tinggi. Kelompok terakhir ialah baja dupleks yang mempunyai fase campuran feritik-austenitik. Stainless steel 304 dan Stainless steel 316 termasuk jenis stainless steel austenit. Jenis ini tidak bersifat magnetis karena pengaruh kandungan unsur Nikel antara 8-13% dari komposisi bahan (Sunari 2007). Menurut Surdia (2000) dan Gomez-Duran (2006), mekanisme stainless steel austenit tidak bersifat megnetik karena unsur Nikel (Ni) yang berisi phasa gama membuat terbentuknya phasa austenit dengan cara merubah phasa feritic (BCC) menjadi phasa gama (FCC) austenit. Batas minimum kestabilan phasa austenit untuk karbon adalah 0,03%, Chrom 17-21% dan Molibdenum sebesar 2-3% untuk austenitit stainless steel, yaitu minimum kandungan Nikel 8%. Semakin banyak unsur Nikel maka semakin luas phasa austenit atau semakin stabil phasa austenit, oleh karena itu stainless steel tersebut semakin ulet dan tahan magnit. Semakin sedikit kandungan Nikel di stainless steel atau kurang dari 8% maka semakin membuat terbentuknya phasa ferit yang bersifat magnetik. Unsur-unsur yang membuat terbentuknya phasa ferit yaitu C, Cr, Mo dan unsur pembentuk karbida lainnya. Stainless steel 201 termasuk dalam jenis feritik karena kandungan nikel yang masih rendah yaitu sebesar 4% (Sunari 2007). Baja ini bersifat peka terhadap korosi batas butir dengan menggumpalnya karbida dan nitrida. Penambahan unsur titanium dan niobium pada baja ini dapat mencegah berkurangnya unsur kromium di batas butir (Proust 2001). Galvanist adalah suatu proses pelapisan seng pada lembaran baja agar baja tidak mudah berkarat. Komposisi cairan Galvanis terdiri dari 97% Zinc/seng dan ± 1% Alumunium sisanya bahan lain hingga 100% (Trethwey 1991). Peran Zinc sangat penting dalam melindungi lembaran baja dari polutan-polutan yang dapat menyebabkan karat pada lembaran baja tersebut. Zinc yang terdapat pada lapisan akan terkelupas oleh polutan-polutan hingga habis dan baru proses karat di mulai. Carbon steel adalah baja yang hanya terdiri dari besi (Fe) dan karbon (C) tanpa adanya bahan pemadu dan unsur lain yang terdapat pada baja karbon seperti Si, Mn, P, P dengan prosentase yang sangat kecil yang biasa dinamakan impurities (Surdia 2000; Rajendran 2005). Pengaruh dari unsur tambahan pada Carbon steel adalah Mn dipakai untuk mengurangi sifat rapuh panas dan mampu menghilangkan lubang-lubang pada saat proses penuangan/pembuatan baja. Phosphor dalam baja karbon akan mengakibatkan kerapuhan dalam keadaan dingin. Semakin besar prosentase phosphor semakin tinggi batas tegangan tariknya, tetapi impact strength dan ductility nya turun. Menurut Surdia (2000) presentase phosphor pada baja paling tinggi 0,08 %, tetapi pada baja karbon

34 rendah prosentasenya 0,15 0,20 % untuk memperbaiki sifat mach inability nya yaitu supaya chips/tatal yang terjadi tidak sambung-menyambung melainkan dapat putus-putus. Prosentasi sulfur pada baja karbon 0,04 %. Sulfur dapat mempengaruhi sifat rapuh panas. Menurut Surdia (2000) carbon steel berdasarkan presentase kadar karbonnya dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu baja karbon rendah, baja karbon menengah dan baja karbon tinggi. Baja karbon rendah kandungan karbon antara 0,10 sampai 0,25 %. Karena kadar karbon yang sangat rendah maka baja ini lunak dan tentu saja tidak dapat dikeraskan, dapat ditempa, dituang, mudah dilas dan dapat dikeraskan permukaannya (case hardening). Baja dengan presentase karbon dibawah 0,15 % memiliki sifat mach ability yang rendah dan biasanya digunakan untuk konstruksi jembatan, bangunan, dan lainnya. Baja karbon menengah kandungan karbon pada baja ini antara 0,25 sampai 0,55 %. Baja jenis ini dapat dikeraskan dan di tempering, dapat dilas dan mudah dikerjakan pada mesin dengan baik. Penggunaan baja karbon menengah ini biasanya digunakan untuk poros as, engkol dan sparepart lainnya. Baja karbon tinggi kandungan karbon pada baja ini antara 0,55 sampai 0,70 %. Karena kadar karbon yang tinggi maka baja ini lebih mudah dan cepat dikeraskan dari pada yang lainnya dan memiliki kekerasan yang baik, tetapi susah di bentuk pada mesin dan sangat susah untuk dilas. Penggunaan baja ini untuk pegas/per, dan alat-alat pertanian. Surface facility di Lapangan Tanjung menggunakan carbon steel dengan kandungan karbon yang tinggi. Menurut Halimatuddahliana (2003); (Prosek 2005); (Singh 1997) pemilihan surface facility terdapat empat parameter, yaitu sifat mekanik, kemudahan logam dalam pengerjaan welding, ketahanan terhadap pengaruh lingkungan atau korosi dan investasi bahan. Menurut Nugroho (2007), sifat mekanik berbagai jenis baja tahan karat terdapat pada Tabel 5. Tabel 5 Perbandingan Sifat mekanik Berbagai Jenis Baja Tahan Karat Jenis Besi Respon Magnet Ketahan Korosi Keliatan Ketahanan Suhu Tinggi Ketahanan Suhu SS 304 dan SS 316 Tidak Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Rendah Sangat Tinggi 23 Welding Sangat Tinggi SS 201 Ya Sedang Sedang Tinggi Rendah Rendah C. Steel Ya Sedang Sedang Tinggi Rendah Sedang Galvanist Ya Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Sumber: Nugroho 2007 Sifat mekanik bahan meliputi kekerasan, elastisitas, kekuatan tekan dan kekuatan tarik. Proses pengujian kekerasan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap. Ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji yang mendapat pengaruh pembebanan, benda uji akan mengalami deformasi. Menganalisis seberapa besar tingkat kekerasan dari bahan tersebut melalui besarnya beban yang diberikan terhadap luas bidang yang menerima pembebanan tersebut. Harus mempertimbangkan

35 24 kekuatan dari benda kerja ketika memilih bahan benda tersebut. Dengan pertimbangan tersebut, pemilihan material harus memiliki tingkat kekerasan yang tinggi. Alasannya, logam keras dianggap lebih kuat apabila dibandingkan dengan logam lunak. Meskipun demikian, logam yang keras biasanya cenderung lebih rapuh dan sebaliknya, namun logam lunak cenderung lebih ulet dan elastis. Stainless steel 304 dan Stainless steel 316 memiliki sifat mekanik sangat baik, oleh karena itu jenis logam ini sesuai untuk di gunakan di Lapangan Tanjung. Kemudahan logam dalam pengerjaan welding sangat berpengaruh pada sifat fisika logam itu sendiri. Sifat fisika adalah karakteristik suatu bahan ketika mengalami peristiwa fisika seperti adanya pengaruh panas atau listrik. Hal ini berkaitan dengan pengelasan dan pengerjaan logam tersebut. Berdasarkan Tabel 5 pemilihan logam untuk surface facility Lapangan Tanjung disarankan jenis logam austentik (Stainless steel 304 dan Stainless steel 316). Korosi adalah terjadinya reaksi kimia antara suatu bahan dengan lingkungannya. Secara garis besar ada dua macam korosi, yaitu: korosi karena efek galvanis dan korosi karena reaksi kimia langsung. Ketahanan logam terhadap pengaruh lingkungan atau korosi berkaitan dengan komposisi yang terkandung dalam setiap logam. Menurut Surdia (2000), Kandungan Chrom (Cr) dipadukan pada besi diatas %, karat yang berwarna merah tidak terbentuk, karena oleh adanya oksigen diudara terjadi permukaan yang stabil (permukaan pasif). Oleh karena itu baja yang mengandung unsur tersebut dinamakan baja tahan karat. Kalau baja mengandung lebih dari 17 % Cr akan terbentuk suatu lapisan yang stabil. Karat dari lasan baja tahan karat 17 % Cr sering terjadi disebabkan karena presipitasi karbida Cr pada batas butir dan oksidasi Cr dari permukaan karenanya lapisan permukaan menjadi kekurangan Cr yang mengurangi ketahanan karatnya. Kalau Ni dipadukan pada besi, kehilangan berat yang disebabkan korosi didalam asam berkurang dan ketahanan korosi bisa diperbaiki. Baja tahan karat adalah baja paduan yang memanfaatkan keefektifan unsur paduan tersebut seperti Cr dan Ni dan dapat dibagi menjadi sistim Fe-Cr dan Fe-Cr-Ni. Berdasarkan pengujian laju korosi, pemilihan logam untuk surface facility Lapangan Tanjung yang tahan terhadap korosi adalah stainless steel 316. Stainless steel 316 dapat digunakan untuk tangki dilution dan tempat pencampuran formula surfaktan (tangki mixer). Suatu produk atau surface facility harus mampu berfungsi dalam lingkungan sekitar. Produk juga harus bertahan pada jangka waktu yang diharapkan. Investasi bahan menjadi faktor yang diperhitungkan, karena mempengaruhi biaya yang akan dikeluarkan untuk pembuatan. Keseluruhan investasi perlu dilihat dari biaya pembelian bahan, biaya pengerjaan dan biaya pemasangan untuk menghasilkan suatu produk. Berdasarkan Lampiran 7 pemilihan logam untuk surface facility Lapangan Tanjung disarankan jenis logam SS 316. Stainless steel 316 memiliki nilai investasi paling kecil dibandingkan logam jenis lainnya. Perhitungan investasi dengan suku bunga 10% dengan penarikan investasi ke awal atau present (P/F.I%.N) nilai yang layak untuk investasi adalah stainless steel 316, stainless steel 304, dan stainless steel 201. Dampak Lingkungan dari Surfaktan Surfaktan yang beredar di pasaran pada umumnya merupakan surfaktan LAS (Linier Alkylbenzen Sulfonat) berasal dari petroleum (Watkins 2001).

36 Masalah yang timbul akibat penggunaan surfaktan LAS adalah masalah biodegradasi. Selama penggunaannya surfaktan sulit untuk didegredasi oleh bakteri dalam air, sehingga limbah surfaktan tetap berada dalam air, oleh karena itu terjadi akumulasi jumlah surfaktan dalam air. Akumulasi surfaktan dalam air dapat menjadi sumber pencemaran dalam air. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan terutama pada habitat air. Masalah lain yang timbul adalah adanya keterbatasan tersedianya bahan baku LAS yaitu petroleum, karena merupakan sumber daya alam yang tidak terbaharui. Pergeseran zaman ke era produk yang lebih ramah lingkungan mendorong industri untuk menciptakan surfaktan yang ramah lingkungan. Penyelesaian terhadap masalah tersebut dapat diatasi dengan menggunakan surfaktan yang berbahan baku oleokimia. Salah satu contoh surfaktan yang berbahan baku oleokimia adalah Metil Ester Sulfonat (MES). MES merupakan surfaktan yang berasal dari hasil sulfonasi metil ester (Ghazali 2002). Menurut Mazzanti (2008), MES memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan LAS, yaitu; pada kondisi air sadah MES memiliki kemampuan deterjensi yang lebih baik dari pada dibandingkan surfaktan anionik lain. Dengan kata lain, MES memiliki toleransi yang tinggi terhadap keberadaan ion kalsium. Surfaktan MES dibandingkan surfaktan LAS, dengan konsentrasi yang sama memiliki daya deterjensi yang lebih tinggi (Watkins 2001). Selain itu MES juga lebih bersifat biodegradable. 25 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Laju korosi dengan metode dilution pada sampel stainless steel 201, 304, dan 316, serta carbon steel dan logam galvanist memiliki nilai laju korosi tinggi. Logam galvanist dan carbon steel memilik nilai laju korosi pada larutan MES 100% melebihi batas nilai maksimal yang boleh digunakan di industri minyak dan gas yaitu 0,127 mm/tahun. Oleh karena itu pada metode dilution sebaiknya menggunakan bahan logam berjenis stainless steel 316. Metode pencampuran bertahap tanpa adanya pelarutan terlebih dahulu atau dilution nilai laju korosinya lebih kecil dibandingkan dengan metode dilution. Laju korosi berbagai jenis logam stainless steel 201, 304, dan 316, serta carbon steel dan logam galvanist nilai laju korosinya masih di atas standar laju korosi untuk peralatan dan mesin yang digunakan di pengeboran minyak dan gas. Namun untuk penggunaan surface facility dengan jangka waktu yang lebih lama menggunakan jenis logam stainless steel 304 atau stainless steel 316. Perhitungan investasi dengan suku bunga 10% dengan penarikan investasi ke awal atau present (P/F.I%.N) nilai yang layak untuk investasi adalah stainless steel 201, 304, dan 316, serta carbon steel dan logam galvanist. Berdasarkan Lampiran 7 pemilihan logam untuk surface facility Lapangan Tanjung adalah jenis logam stainless steel 316. Stainless steel 316 memiliki nilai investasi paling kecil dibandingkan logam jenis lainnya. Logam galvanist dan carbon steel memperoleh nilai laju korosi tinggi, hal ini menunjukan logam jenis ini mudah berkarat. Jika kedua logam ini digunakan

37 26 untuk surface facility pada EOR Lapangan Tanjung akan cepat rusak karena bahan logam tersebut mudah berkarat. Oleh karena itu logam yang layak untuk digunakan di surface facility pada EOR Lapangan Tanjung adalah logam stainlees steel. Pembuatan tangki dilution MES 100%, tangki mixer dan tangki penampung formulasi MES disarankan menggunakan material Stainless steel 316, pembuatan tangki dilution NaCl dan Na 2 CO 3 dapat menggunakan material Stainless steel 304, dan untuk pipa dapat menggunakan Stainless steel 201. Saran Berdasarkan penelitian, hasil laju korosi logam terhadap larutan surfaktan berbasis MES dengan media pembawa air injeksi lapangan minyak Tanjung dengan kenaikan suhu 30 O C, 40 O C, dan 50 O C baja tahan karat atau stainless steel masih baik untuk digunakan dalam waktu yang lama. Oleh karena itu perlu pengujian lebih lanjut dengan jenis logam stainless steel tipe austenit yang berbeda dengan harga yang ekonomis dan diperlukan pengujian laju korosi dengan suhu yang lebih tinggi. DAFTAR PUSTAKA Abu-Sharkh BF, Yahaya GO, Ali SA, Hamad EZ dan Abu-Reesh IM Viscosity behavior and surface and interfacial activities of hydrophobically modified water-soluble acrylamide/n-phenyl acrylamide block copolymers. J. of Applied Polymer Science Vol. 89 : Afroukhteh S, Changiz D, Massood E Corrosion behaviorof Ni P/nano- TiC composite coating prepared in electroless baths containing different types of surfactant. J. Natural Science 22(5): Al-Dliwe, A Enhanced Oil Recovery and Carbon Dioxide Sequestration in Zama Keg River F Pool: A Simulation Study of Effects of Injection Strategy and Operational Parameters [thesis]. Canada (US) : University of Regina. [AOAC] Official Method of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist Washington (US): AOAC. Ashadi H Pengaruh Unsur Unsur Kimia Korosif Terhadap Laju Korosi Tulangan Beton : Ii. Di Dalam Lumpur Rawa. J. Makara Teknologi. Aydogdu GH, Aydinol MK Determination of susceptibility to intergranular corrosion and electrochemical reactivation behaviour of AISI 316L type stainless steel. J. Corrosion Science Vol. 48 No. 11, pp Azab MM, Bader SK, Shaaban AF J. Appl Polym. Science Vol. 81, pp Bhargaw A Mechanisms of Surfactant Enhanced Oil Recovery in Oil-Wet Fractured Carbonate Reservoirs. J. Chemical Engineering UMI Number:

38 BP MIGAS Spesifikasi Teknis Surfaktan untuk Aplikasi EOR. Jakarta (ID): BP MIGAS. Bundjali B. (2000), Tinjauan Termodinamika dan Kinetika Korosi serta Teknik- Teknik Pengukuran Laju Korosi. Bandung (ID): ITB Press. Carrero E, Queipo NV, Pintos S dan Zerpa LE Global sensitivity analysis of alkali-surfactant-polymer enhanced oil recovery processes. J. of Petroleum Science and Engineering, 58 : DeForce BS Revisiting The Crevice Corrosion Of Stainless Steel And Aluminum In Chloride Solutions The Role Of Electrode Potential. J. Materials Science and Engineering UMI Darowicki K, Mirakowski A, Krakowiak S Investigation on pitting corrosion of stainless steel by means of acoustic emission and potentiodynamic methods. J. Corrosion Science Vol. 45 No. 8, pp Drelich J, Fang CH, Fang CH, White CL Measurement of Interfacial Tension in Fluid-Fluid Systems. [terhubung berkala]. unicamp. br/~wloh/cursos/qf732/m2.pdf [22 Oktober 2013] Effendi I Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius. El-Dougdoug WIA, Mahmoud AA Synthesis and evaluation of surface active properties for some anionic copolymeric surfactants based on fatty octylacrylate and sulfated products of oxypropylated allyl alcohol. J. Pigment & Resin Technology 31,3. Eni H, Syahrial E dan Sugihardjo Screening test dan karakterisasi surfaktan yang efektif untuk injeksi kimia. Lembaran Publikasi Lemigas, 44 (2) : Fardiaz S Polusi Air dan Udara. Yogyakarta (ID): Kanisius. Ferrer F, Faure T, Goudiakas J, Andre`s E Acoustic emission study of active passive transitions during carbon steel erosion-corrosion in concentrated sulfuric acid. J. Corrosion Science Vol. 44 No. 7, pp Fontana Corrosion Engineering. New York (US): McGraw Hill. Fregones M, Idrissi H Initiation and propagation steps in pitting corrosion of austenitic stainless steel: monitoring by acoustic emission. J. Corrosion Science Vol. 43 No. 4, pp Ghazali R The effect of disalt on the biodegradability of methyl ester sulphonates (MES). J. Oil Palm Research 14 (1) : Ghazali R, Ahmad S Biodegradability and ecotoxicity of palm stearinbased methyl ester sulphonates. J. Oil Palm Research 16 (1), Gufhron Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Gurgel A, Moura MCPA, Dantas TNC, Barros EL, Dantas AA A Review on Chemical Flooding Methods Applied in Enhanced Oil Recovery. J. Petroleum and Gas. v.2, n.2, p Hackley VA, Ferraris CF The Use of Nomenclature in Dispersion Science and Technology. J. National Institute of Standards and Technology Halimatuddahliana Pencegahan Korosi Dan Scale Pada Proses Produksi Minyak Bumi. [terhubung berkala]. [15 Agustus 2013] 27

39 28 Hambali E, Permadi P, Pratomo A, Suryani A, dan Maria R Palm oilbased methyl ester sulphonate as an oil well stimulation agent. J. Oil Palm Research (special issue- October 2008) : Hambali E, Suarsana P, Sugihardjo, Rivai M, Zulchaidir E Peningkatan Nilai Tambah Minyak Sawit Melalui Pengembangan Teknologi Proses Produksi Surfaktan MES dan Aplikasinya untuk Meningkatkan Produksi Minyak Bumi Menggunakan Metode Huff and Puff. Laporan Hibah Kompetitif Penelitian Unggulan Strategis Nasional Batch I, Dikti, Jakarta. Hasenhuetti GL Design and Application of Fat-Based Surfactant. Didalam: O Brien RD, Farr WE, Wan PJ (Eds.). Introduction to Fat and Oils Technology. 2nd Edition. Illinois (US): AOCS Press. Herbert U Corrosion Handbook. New York (US): John Wiley and Sons. Hui YH Bailey s Industrial Oil and Fat Products. 5th Edition. Volume 5. New York (US):John Wiley & Sons Inc. Ismanto A Macam macam Korosi. Indonesia (ID): Bandar Lampung. Jungermann, E Bailey s Industrial Oil and Fat Products. Edisi ke-4 Volume ke-1. New York (US): John Willey and Son. Ketaren S Pengantar Teknologi Minyak Lemak. Jakarta (ID): UI Press. Lake LW Enhanced Oil Recovery. New Jersay (US): Prentice Hall. Lange RK. (1999). Surfactants: A practical handbook. Cincinnati (US): Hanser Gardner. Lambent Technologies Three Dimensional HLB. Petroferm Company. [terhubung berkala]. 20mini%20cd/presentatio ns/3dhlb.prn.pdf [24 Oktober 2013] Legat A, Dolecek V Corrosion monitoring system based on measurement and analysis of electrochemical noise. J. Corrosion Vol. 51-4, pp Lemigas Prosedur Analisis Surfaktan dan Polimer untuk EOR. Jakarta (ID): Lemigas. Lestari MG, Sri W, Ratnayu S Problema Scale di Beberapa Lapangan Migas. Yogyakarta (ID): UPN Veteran. MacArthur, W Brian, dan WB Sheats Methyl Ester Sulfonate Products. [terhubung berkala]. [diacu 24 Agustus 2012]. Matesic-Puac R, Sak-Bosnarb M, Bilica M, Grabaricc BS Potensiometric Determination of Anionic Surfactant using a New Ion-Pair-Based All- Solid-State Surfactant Sensitive Electrode. Cordova (US): Elsevier BV. Matheson KL Surfactant Raw Materials : Classification, Synthesis, and Uses in Soap and Detergents : A Theoretical and Practical Review. Spitz, L. (Ed). Illinois (US): AOCS Press. Mazzanti C Introduction: Surfactants from Biorenewable Sources. J. Biorenewable Sources 5. Michael D, Scott PJB Oilfield Water Technology. Houston (US): NACE International. Moritis G CO2 miscible, steam dominate enhanced oil recovery processes. J. Oil & Gas 108, 14. Nugroho D Klasifikasi stainless steel. [terhubung berkala]. klasifikasistainless.htm. [10 Juni 2013].

40 Nummedal D, Towler B, Mason C, Allen M Enhanced Oil Recovery in Wyoming: Prospects and Challenges. Laramie (US): Univ of Wyoming. Noureddini H, Zhu D Kinetics of Transesterification of soybean oil. J. Am Oil Chem Soc 74: Omar AMA Micellization and adsorption of anionic/nonionic polymeric surfactants for metal work fluid at different interfaces. J. Industrial Lubrication and Tribology 56, 2/3. [PERC] Particle Engineering Research Center Surfactants. Florida (US): Univ of Florida. Permata SR Studi Penanggulangan Problem Scale dari Near-Wellbore hingga Flowline di Lapangan Minyak Limau [skripsi]. Depok (ID): UI. Pratomo A Pemanfaatan Surfaktan Berbasis Minyak Sawit pada Industri Perminyakan. Prosiding Seminar Nasional Pemanfaatan Oleokimia Berbasis Minyak sawit pada Berbagai lndustri. Bogor, 24 November Priyono A Parameter-Parameter Kualitas Air. Bogor (ID): IPB Press. Prosek T, Novak R, Bystriansky J Influence of heat flux and surface temperature on the intergranular corrosion of stainless steel. J. Materials and Corrosion Vol. 56 No. 5, pp Proust A, Mazille H, Fleischmann P, Rothea R Characterization by AE technique of emissive phenomena during stress corrosion cracking of stainless steel. J. Acoust. Emission, Vol. 19, pp Purnomo H dan Makmur T Pengaruh surfaktan (DBS dan Fael) dan kosurfaktan iso-alkil alkohol terhadap pembentukan kelakuan fase dari campuran minyak-syrfaktan-kosurfaktan-air injeksi. Lembaran Publikasi Lemigas, 43 (1) : Rivai M, Irawadi TT, Suryani A, dan Setyaningsih D Perbaikan Proses Produksi Surfaktan Metil Ester Sulfonat dan Formulasinya untuk Aplikasi Enhanced Oil Recovery (EOR) [jurnal]. Bogor (ID): J Teknol Indust Pangan Vol. 21 (1), Roberts DW Manufacture of Anionic Surfactants. Di dalam : Gunstone FD, Hamilton RJ. Oleochemical Manufacture and Applications. Sheffi eld (UK): Sheffield Academic Press, pp Saeed MT Corrosion inhibition of carbon steel in sulfuric acid by bicyclic isoxazolidines. J. Corrosion Methods and Materials 51, 6. Salager JL Surfactants Types and Uses. Version 2. Merida (VE): Universidad De Los Andes. Sanford SD, White JM, Shah PS, Wee C, Valverde MA, Meier GR Feedstock and Biodiesel Characteristics Report. Renewable Energy Group. Schramm LL Surfactants: Fundamentals and Applications in the Petroleum Industry. Cambridge (UK): Cambridge University Press. Schwuger MJ, Lewandowski H α-sulfomonocarboxylic Esters. Di dalam : Stache HW. Anionic Surfactants, Organic Chemistry, Vol. 56 in Surfactant Science Series. New York (US): Marcel Dekker. Sedman J, van de Voort FR, Ismail AA dan Maes P Industrial validation of fourier transform infrared trans and iodine value analyses of fats and oils. J. Am. Oil Chem. Soc. 75 (1) :

41 30 Sheng JJ Modern Chemical Enhanced Oil Recovery:Theory and Practice. Gulf Professional Publishing is an imprint of Elsevier. 30 Corporate Drive, Suite 400. Burlington (US) : Burlington MA 01803,. Sugihardjo Formulasi Optimum Campuran Surfaktan, Air, dan Minyak. Jakarta (ID): Lemigas 36(3). Sunari Teknik Pengelasan Logam. Jakarta (ID): Ganeca Exact. Supardi, Ikhsan M, Grace TJS Praktikum pengujian korosi dengan metode elektrokimia. Jakarta (ID): Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir Batan. Surdia T, Saito S Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta (ID): Pradnya Paramita. Sumardjo D Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta (ID): EGC. Taber JJ, Martin FD, Seright RS EOR Screening Criteria RevisitedPart I: Introduction to Screening Criteria and Enhanced oil recovery Field Project. SPE Reservoir Engineering Paper. Trethwey KR, Chamberlain J Korosi Untuk Mahasiswa dan Rekayasawan. Widodo AT, penerjemah. Jakarta(ID): PT Gramedia. Watkins C All Eyes are on Texas. Inform 12 : Wibowo R, Indriyono ES, Hariyono Upaya Peningkatan Produksi Sumur Bermasalah Scale dan Paraffin di Lapangan Tanjung. Makalah Profesional. Simposium Nasional dan Kongres X. Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (12 14 November), Jakarta. Williams Peggy Enhanced oil recovery. J. Oil & Gas Investor Jul 16,7. Yan M, Qian P, Qiwei Yin Study on stress corrosion crack of austenitic stainless steel in simulated ocean environment. J. Engineering Yee LP, Abdullah MF Hubungan Permintaan Klorin dengan Kualiti Air Mentah. J. Analytical Sciences Vol. 12 No. 1.

42 31 Lampiran 1 Peta Administrasi Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan Pulau Kalimantan Kab. Tabalong Kec. Tanjung

ANALISIS TINGKAT KECENDERUNGAN PEMBENTUKAN SCALE PADA FORMULA SURFAKTAN BERBASIS METIL ESTER SULFONAT UNTUK APLIKASI ENHANCED OIL RECOVERY

ANALISIS TINGKAT KECENDERUNGAN PEMBENTUKAN SCALE PADA FORMULA SURFAKTAN BERBASIS METIL ESTER SULFONAT UNTUK APLIKASI ENHANCED OIL RECOVERY ANALISIS TINGKAT KECENDERUNGAN PEMBENTUKAN SCALE PADA FORMULA SURFAKTAN BERBASIS METIL ESTER SULFONAT UNTUK APLIKASI ENHANCED OIL RECOVERY SITI KENDALIA NINGRUM DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan AIR Sumber Air 1. Air laut 2. Air tawar a. Air hujan b. Air permukaan Impurities (Pengotor) air permukaan akan sangat tergantung kepada lingkungannya, seperti - Peptisida - Herbisida - Limbah industry

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. ALAT DAN BAHAN Peralatan yang digunakan adalah jangka sorong, destilator, pompa vacum, pinset, labu vacum, gelas piala, timbangan analitik, tabung gelas/jar, pipet, sudip,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baku baru yang potensial. Salah satu bahan yang potensial untuk pembuatan surfaktan adalah

BAB I PENDAHULUAN. baku baru yang potensial. Salah satu bahan yang potensial untuk pembuatan surfaktan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembuatan surfaktan tidak hanya dalam pencarian jenis surfaktan yang baru untuk suatu aplikasi tertentu di suatu industri, tetapi juga melakukan pencarian

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

RELATIVE PLUGGING INDEX LARUTAN SURFAKTAN BERBASIS METIL ESTER SULFONAT MENGGUNAKAN MEDIA PEMBAWA AIR INJEKSI LAPANGAN MINYAK T MISSHELLY FRESTICA

RELATIVE PLUGGING INDEX LARUTAN SURFAKTAN BERBASIS METIL ESTER SULFONAT MENGGUNAKAN MEDIA PEMBAWA AIR INJEKSI LAPANGAN MINYAK T MISSHELLY FRESTICA RELATIVE PLUGGING INDEX LARUTAN SURFAKTAN BERBASIS METIL ESTER SULFONAT MENGGUNAKAN MEDIA PEMBAWA AIR INJEKSI LAPANGAN MINYAK T MISSHELLY FRESTICA DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut BP Statistical Review 2011, sejak tahun 2003 untuk pertama kalinya Indonesia mengalami defisit minyak dimana tingkat konsumsi lebih tinggi dibanding tingkat produksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak bumi telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap ekonomi dunia hingga saat ini. Persediaan akan panas, cahaya, dan transportasi bergantung terhadap

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit LAMPIRAN Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit 46 Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Metil Ester Olein Gas SO 3 7% Sulfonasi Laju alir ME 100 ml/menit,

Lebih terperinci

ANALISISN AIR METODE TITRIMETRI TENTANG KESADAHAN AIR. Oleh : MARTINA : AK

ANALISISN AIR METODE TITRIMETRI TENTANG KESADAHAN AIR. Oleh : MARTINA : AK ANALISISN AIR METODE TITRIMETRI TENTANG KESADAHAN AIR Oleh : MARTINA : AK.011.046 A. PENGERTIAN AIR senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya karena fungsinya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK OLEH: NAMA : ISMAYANI STAMBUK : F1 F1 10 074 KELOMPOK : III KELAS : B ASISTEN : RIZA AULIA JURUSAN FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT (MES) Pada penelitian ini surfaktan MES yang dihasilkan berfungsi sebagai bahan aktif untuk pembuatan deterjen cair. MES yang dihasilkan merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada

Lebih terperinci

A. Sifat Fisik Kimia Produk

A. Sifat Fisik Kimia Produk Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berputar, sehingga merupakan suatu siklus (daur ulang) yang lebih dikenal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berputar, sehingga merupakan suatu siklus (daur ulang) yang lebih dikenal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber Air Keberadaan air di bumi merupakan suatu proses alam yang berlanjut dan berputar, sehingga merupakan suatu siklus (daur ulang) yang lebih dikenal dengan siklus hidrologi.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Biji dan Minyak Jarak Pagar Biji jarak pagar dari PT Rajawali Nusantara ini dikemas dalam kemasan karung, masing-masing karung berisi kurang lebih 30 kg. Hasil

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisikokimia ME Stearin Proses konversi stearin sawit menjadi metil ester dapat ditentukan dari kadar asam lemak bebas (FFA) bahan baku. FFA merupakan asam lemak jenuh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar.

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar. Hal ini dikarenakan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Beberapa tahun ini produksi minyak bumi selalu mengalami penurunan, sedangkan konsumsi minyak selalu mengalami penaikan. Menurut Pusat Data Energi dan Sumber Daya

Lebih terperinci

PENGAMBILAN SAMPEL AIR

PENGAMBILAN SAMPEL AIR PENGAMBILAN SAMPEL AIR A. Pemeriksaan : Pengambilan Sampel Air B. Tujuan :Untuk memperoleh sampel air guna pemeriksaan parameter lapangan C. Metode : Langsung D. Prinsip : Sungai dengan debit kurang dari

Lebih terperinci

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Korosi Dosen pengampu: Drs. Drs. Ranto.H.S., MT. Disusun oleh : Deny Prabowo K2513016 PROGRAM

Lebih terperinci

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya.

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 1. Semua pernyataan berikut benar, kecuali: A. Energi kimia ialah energi

Lebih terperinci

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION 1. Latar Belakang Kesadahan didefinisikan sebagai kemampuan air dalam mengkonsumsi sejumlah sabun secara berlebihan serta mengakibatkan pengerakan pada pemanas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian air secara umum Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan digunakan.air murni adalah air yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau, yang terdiri

Lebih terperinci

FORMULASI SURFAKTAN SMES SEBAGAI ACID STIMULATION AGENT UNTUK APLIKASI DI LAPANGAN KARBONAT OK VERRY PURNAMA

FORMULASI SURFAKTAN SMES SEBAGAI ACID STIMULATION AGENT UNTUK APLIKASI DI LAPANGAN KARBONAT OK VERRY PURNAMA FORMULASI SURFAKTAN SMES SEBAGAI ACID STIMULATION AGENT UNTUK APLIKASI DI LAPANGAN KARBONAT OK VERRY PURNAMA DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KAJIAN LABORATORIUM MENGENAI PENGARUH SALINITAS, PERMEABILITAS DAN KONSENTRASI SURFAKTAN TERHADAP PEROLEHAN MINYAK PADA PROSES INJEKSI SURFAKTAN

KAJIAN LABORATORIUM MENGENAI PENGARUH SALINITAS, PERMEABILITAS DAN KONSENTRASI SURFAKTAN TERHADAP PEROLEHAN MINYAK PADA PROSES INJEKSI SURFAKTAN Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 KAJIAN LABORATORIUM MENGENAI PENGARUH SALINITAS, PERMEABILITAS DAN KONSENTRASI SURFAKTAN TERHADAP PEROLEHAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Jelantah Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali. Minyak jelantah masih memiliki asam lemak dalam bentuk terikat dalam trigliserida sama

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Oleh Denni Alfiansyah 1031210146-3A JURUSAN TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG MALANG 2012 PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Air yang digunakan pada proses pengolahan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: STUDI LABORATORIUM MENGENAI PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI SURFAKTAN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK PADA INJEKSI SURFAKTAN DENGAN KADAR SALINITAS AIR FORMASI YANG BERVARIASI Tommy Viriya dan Lestari

Lebih terperinci

12/3/2015 PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR 2.1 PENDAHULUAN

12/3/2015 PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR 2.1 PENDAHULUAN Air adalah salah satu bahan pokok (komoditas) yang paling melimpah di alam tetapi juga salah satu yang paling sering disalahgunakan Definisi Water Treatment (Pengolahan Air) Suatu proses/bentuk pengolahan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENGARUH WAKTU SULFONASI DALAM PEMBUATAN SURFAKTAN MES (METHYL ESTER SULFONATE) BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (CPO)

LAPORAN AKHIR PENGARUH WAKTU SULFONASI DALAM PEMBUATAN SURFAKTAN MES (METHYL ESTER SULFONATE) BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (CPO) LAPORAN AKHIR PENGARUH WAKTU SULFONASI DALAM PEMBUATAN SURFAKTAN MES (METHYL ESTER SULFONATE) BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (CPO) Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi dengan menggunakan bahan baku dari minyak nabati seperti kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

Pengaruh Polutan Terhadap Karakteristik dan Laju Korosi Baja AISI 1045 dan Stainless Steel 304 di Lingkungan Muara Sungai

Pengaruh Polutan Terhadap Karakteristik dan Laju Korosi Baja AISI 1045 dan Stainless Steel 304 di Lingkungan Muara Sungai Pengaruh Polutan Terhadap Karakteristik dan Laju Korosi Baja AISI 1045 dan Stainless Steel 304 di Lingkungan Muara Sungai Muhammad Nanang Muhsinin 2708100060 Dosen Pembimbing Budi Agung Kurniawan, ST,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan jenis penstabil katalis (K 3 PO 4, Na 3 PO 4, KOOCCH 3, NaOOCCH 3 ) yang

Lebih terperinci

KESADAHAN DAN WATER SOFTENER

KESADAHAN DAN WATER SOFTENER KESADAHAN DAN WATER SOFTENER Bambang Sugiarto Jurusan Teknik Kimia FTI UPN Veteran Jogjakarta Jln. SWK 104 Lingkar Utara Condong catur Jogjakarta 55283 Hp 08156897539 ZAT PENGOTOR (IMPURITIES) Zat-zat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber-Sumber Air Sumber-sumber air bisa dikelompokkan menjadi 4 golongan, yaitu: 1. Air atmosfer Air atmesfer adalah air hujan. Dalam keadaan murni, sangat bersih namun keadaan

Lebih terperinci

WATER TREATMENT (Continued) Ramadoni Syahputra

WATER TREATMENT (Continued) Ramadoni Syahputra WATER TREATMENT (Continued) Ramadoni Syahputra Air adalah salah satu bahan pokok (komoditas) yang paling melimpah di alam tetapi juga salah satu yang paling sering disalahgunakan 2.3 JENIS-JENIS IMPURITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangangan Pabrik HPAM dari Monomer Acrylamide Kapasitas ton/tahun

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangangan Pabrik HPAM dari Monomer Acrylamide Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Untuk mencapai suatu struktur ekonomi yang kuat diperlukan pembangunan industri untuk menunjang kebutuhan masyarakat akan berbagai jenis produk. Selain berperan dalam

Lebih terperinci

No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 Semester I BAB I Prodi PT Boga BAB I MATERI

No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 Semester I BAB I Prodi PT Boga BAB I MATERI No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 BAB I MATERI Materi adalah sesuatu yang menempati ruang dan mempunyai massa. Materi dapat berupa benda padat, cair, maupun gas. A. Penggolongan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara Untuk mengetahui laju korosi baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh udara, maka dilakukan uji korosi dengan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM IV.1. Umum Air baku adalah air yang memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Air baku yang diolah menjadi air minum dapat berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan bakar fosil telah banyak dilontarkan sebagai pemicu munculnya BBM alternatif sebagai pangganti BBM

Lebih terperinci

II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR

II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR Air baku yang digunakan umumnya mengandung bermacam-macam senyawa pengotor seperti padatan tersuspensi, padatan terlarut, dan gas-gas. Penggunaan air tersebut secara langsung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Peningkatan nilai tambah produk turunan minyak jarak pagar mutlak diperlukan agar industri biodiesel jarak pagar dapat berkembang dengan baik. Saat ini, perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Air adalah semua air yang terdapat di alam atau berasal dari sumber air, dan terdapat di atas permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat

Lebih terperinci

Persiapan UN 2018 KIMIA

Persiapan UN 2018 KIMIA Persiapan UN 2018 KIMIA 1. Perhatikan gambar berikut! Teori atom yang muncul setelah percobaan tersebut menyatakan bahwa... A. Atom-atom dari sebuah unsur identik dan berbeda dengan atom unsur lain B.

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 11 Sesi NGAN POLIMER A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali Logam alkali adalah kelompok unsur yang sangat reaktif dengan bilangan oksidasi +1,

Lebih terperinci

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5 1. Pada suhu dan tekanan sama, 40 ml P 2 tepat habis bereaksi dengan 100 ml, Q 2 menghasilkan 40 ml gas PxOy. Harga x dan y adalah... A. 1 dan 2 B. 1 dan 3 C. 1 dan 5 Kunci : E D. 2 dan 3 E. 2 dan 5 Persamaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan pada produk sabun transparan yang dihasilkan berasal dari

Lebih terperinci

K I M I A A I R. A N A L I S I S K I M I A Asiditas dan Alkalinitas

K I M I A A I R. A N A L I S I S K I M I A Asiditas dan Alkalinitas K I M I A A I R A N A L I S I S K I M I A Asiditas dan Alkalinitas Asiditas/ alkalinitas Berbeda dengan ph, tetapi ph bisa menjadi indikasi Pertahanan air terhadap pengasaman dan pembasaan (buffer) Parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu bahan akibat berinteraksi dengan lingkungan yang bersifat korosif. Proses korosi adalah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan mulai 1 Agustus 2009 sampai dengan 18 Januari 2010 di Laboratorium SBRC (Surfactant and Bioenergy Research Center) LPPM IPB dan Laboratorium

Lebih terperinci

Edisi Juni 2011 Volume V No. 1-2 ISSN TINGKAT KOROSIFITAS AIR DI PERAIRAN PEMBANGKIT LISTRIK AIR WADUK CIRATA

Edisi Juni 2011 Volume V No. 1-2 ISSN TINGKAT KOROSIFITAS AIR DI PERAIRAN PEMBANGKIT LISTRIK AIR WADUK CIRATA TINGKAT KOROSIFITAS AIR DI PERAIRAN PEMBANGKIT LISTRIK AIR WADUK CIRATA Dadan Sumiarsa 1, Yayat Dhahiyat 2, dan Sunardi 3 1. Lab. Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Biji dan Minyak Jarak Pagar Biji jarak pagar yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PT. Wellable Indonesia di daerah Lampung. Analisis biji jarak dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya.

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. Salah satu bahan tambang yang banyak fungsinya yaitu batu bara, misalnya untuk produksi besi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat Peralatan yang digunakan untuk memproduksi MESA adalah Single Tube Falling Film Reactor (STFR). Gambar STFR dapat dilihat pada Gambar 6. Untuk menganalisis tegangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil Percobaan Percobaan proses demineralisasi untuk menghilangkan ionion positif dan negatif air PDAM laboratorium TPA menggunakan tangki penukar ion dengan

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008 UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008 PANDUAN MATERI SMA DAN MA K I M I A PROGRAM STUDI IPA PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG DEPDIKNAS KATA PENGANTAR Dalam rangka sosialisasi kebijakan dan persiapan

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1 MATERI DAN PERUBAHANNYA Kimia Kelas X semester 1 SKKD STANDAR KOMPETENSI Memahami konsep penulisan lambang unsur dan persamaan reaksi. KOMPETENSI DASAR Mengelompokkan sifat materi Mengelompokkan perubahan

Lebih terperinci

KELAKUAN FASA CAMPURAN ANTARA RESERVOAR-INJEKSI-SURFAKTAN UNTUK IMPLEMENTASI ENHANCED WATER FLOODING

KELAKUAN FASA CAMPURAN ANTARA RESERVOAR-INJEKSI-SURFAKTAN UNTUK IMPLEMENTASI ENHANCED WATER FLOODING PROCEEDING SIMPOSIUM NASIONAL IATMI 2001 Yogyakarta, 3-5 Oktober 2001 KELAKUAN FASA CAMPURAN ANTARA RESERVOAR-INJEKSI-SURFAKTAN UNTUK IMPLEMENTASI ENHANCED WATER FLOODING Sugihardjo 1, Edward Tobing 1,

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang begitu pesat telah menyebabkan penambahan banyaknya kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Salah satu bahan baku dan bahan penunjang

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Air Air merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan untuk kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti minum, pertanian,

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Tujuan Percobaan 1.1 Menguji daya hantar listrik berbagai macam larutan. 1.2 Mengetahui dan mengidentifikasi larutan elektrolit kuat,

PENDAHULUAN 1. Tujuan Percobaan 1.1 Menguji daya hantar listrik berbagai macam larutan. 1.2 Mengetahui dan mengidentifikasi larutan elektrolit kuat, PENDAHULUAN 1. Tujuan Percobaan 1.1 Menguji daya hantar listrik berbagai macam larutan. 1.2 Mengetahui dan mengidentifikasi larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan non elektrolit. 2. Dasar teori

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis sifat fisiko-kimia CPO Minyak sawit kasar atau Crude Palm Oil (CPO) yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Asian Agri Grup. Analisis sifat fisiko kimia CPO

Lebih terperinci

STUDI KESTABILAN BUSA MENGENAI PENGARUH SUHU DAN ELEKTROLITSERTA KONSENTRASI SURFAKTAN DENGAN DAN TANPA MINYAK

STUDI KESTABILAN BUSA MENGENAI PENGARUH SUHU DAN ELEKTROLITSERTA KONSENTRASI SURFAKTAN DENGAN DAN TANPA MINYAK Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 STUDI KESTABILAN BUSA MENGENAI PENGARUH SUHU DAN ELEKTROLITSERTA KONSENTRASI SURFAKTAN DENGAN DAN TANPA MINYAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi. Jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku

Lebih terperinci

ANION TIOSULFAT (S 2 O 3

ANION TIOSULFAT (S 2 O 3 ANION TIOSULFAT (S 2 O 3 2- ) Resume Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mata Kuliah Kimia Analitik I Oleh: Dhoni Fadliansyah Wahyu NIM. 109096000004 PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga Desember 2010. Penelitian dilakukan di laboratorium di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisiko Kimia Minyak Jarak Pagar. Minyak jarak yang digunakan pada penelitian ini berasal dari tanaman jarak pagar (Jatropha curcas Linn) yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan Tania S. Utami *), Rita Arbianti, Heri Hermansyah, Wiwik H., dan Desti A. Departemen Teknik

Lebih terperinci

a. Ion c. Molekul senyawa e. Campuran b. Molekul unsur d. Unsur a. Air c. Kuningan e. Perunggu b. Gula d. Besi

a. Ion c. Molekul senyawa e. Campuran b. Molekul unsur d. Unsur a. Air c. Kuningan e. Perunggu b. Gula d. Besi A. PILIHAN GANDA 1. Molekul oksigen atau O2 merupakan lambang dari partikel a. Ion c. Molekul senyawa e. Campuran b. Molekul unsur d. Unsur 2. Di antara zat berikut yang merupakan unsur ialah... a. Air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu senyawa yang sangat penting bagi semua makhluk hidup. Pada dasarnya air memegang peranan penting dalam proses fotosintesis, respirasi maupun

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak.

Lebih terperinci

Oksidasi dan Reduksi

Oksidasi dan Reduksi Oksidasi dan Reduksi Reaksi kimia dapat diklasifikasikan dengan beberapa cara antara lain reduksi-oksidasi (redoks) Reaksi : selalu terjadi bersama-sama. Zat yang teroksidasi = reduktor Zat yang tereduksi

Lebih terperinci

L A R U T A N _KIMIA INDUSTRI_ DEWI HARDININGTYAS, ST, MT, MBA WIDHA KUSUMA NINGDYAH, ST, MT AGUSTINA EUNIKE, ST, MT, MBA

L A R U T A N _KIMIA INDUSTRI_ DEWI HARDININGTYAS, ST, MT, MBA WIDHA KUSUMA NINGDYAH, ST, MT AGUSTINA EUNIKE, ST, MT, MBA L A R U T A N _KIMIA INDUSTRI_ DEWI HARDININGTYAS, ST, MT, MBA WIDHA KUSUMA NINGDYAH, ST, MT AGUSTINA EUNIKE, ST, MT, MBA 1. Larutan Elektrolit 2. Persamaan Ionik 3. Reaksi Asam Basa 4. Perlakuan Larutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci