BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, yaitu pasal 28 yang menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB 1 Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa (PBB) tahun 1948 tentang hak asasi manusia. Berdasarkan. kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dan semua aspek

BAB 1 PENDAHULUAN. ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World

BAB I PENDAHULUAN. dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (yang selanjutnya disebut UUD) 1945

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA BENGKULU TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN.

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. setelah krisis ekonomi melanda Indonesi tahun 1997/1998. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dengan meningkatkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang

BAB 1 : PENDAHULUAN. mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Istilah jaminan sosial muncul pertama kali di Amerika Serikat dalam The

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan. Dalam Undang Undang 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kesehatan bukan menjadi hal baru bagi negara berkembang, salah satunya

PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Unsur terpenting dalam organisasi rumah sakit untuk dapat mencapai

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah

BAB I PENDAHULUAN. 28H dan pasal 34 Undang-Undang Dasar Dalam Undang Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan. Rumah Sakit menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004

PERBEDAAN MINAT KUNJUNGAN ULANG ANTENATAL CARE PADA PASIEN BPJS DAN NON BPJS DI POLIKANDUNGAN RSUD UNGARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi

BAB I PENDAHULUAN. padat modal dan padat teknologi, disebut demikian karena rumah sakit memanfaatkan

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. beberapa indikator dari Indeks Pembangunan Manusia (Human Development. sosial ekonomi masyarakat (Koentjoro, 2011).

7. Peraturan Pemerintah...

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2015). Sedangkan kesehatan menurut Undang Undang No. 36 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh warga Negara termasuk fakir miskin dan orang tidak mampu.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang menganut prinsip negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Perwujudan komitmen tentang

BAB I PENDAHULUAN. prioritas (Nawa Cita) dimana agenda ke-5 (lima) yaitu meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan tujuan menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pada era JKN

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan fisik maupun mental. Keadaan kesehatan seseorang akan dapat

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), sistem INA CBG s (Indonesia Case Base

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu upaya pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak fundamental setiap warga Negara (UUD 1945 pasal 28

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan aspek-aspek lainnya. Aspek-aspek ini saling berkaitan satu dengan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.693,2012

I. PENDAHULUAN. mencapai kesejahteraan. Akan tetapi, masih banyak masyarakat dunia khususnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan yang sempurna kepada pasien baik pasien rawat jalan, rawat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan juga bagian dari

panduan praktis Penjaminan di Wilayah Tidak Ada Faskes Penuhi Syarat

BAB I PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing (UU No. 17/2007).

BAB I PENDAHULUAN. resolusi World Health Assembly (WHA) ke-58 tahun 2005 di. Universal Health Coverage (UHC) bagi seluruh penduduk, maka

BAB 1 PENDAHULUAN. dan rehabilitasi dengan mendekatkan pelayanan pada masyarakat. Rumah sakit

(GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kematian ibu (AKI) mengacu pada jumlah wanita yang meninggal

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (SKN) yaitu suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya

Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN BANTUAN PERSALINAN DAERAH

Eksistensi Apoteker di Era JKN dan Program PP IAI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia yang diakui oleh seluruh bangsa di dunia, termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang teramanat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsabangsa didunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itu tercantum dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia. Pasal 25 ayat (1) Deklarasi menyatakan, setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012). Berdasarkan deklarasi tersebut, pasca Perang Dunia II beberapa negara mengambil inisiatif untuk megembangkan jaminan sosial, antara lain jaminan kesehatan bagi semua penduduk Universal Health Coverage (UHC). Dalam sidang ke 58 tahun 2005 di Jenewa, World Health Assembly (WHA) menggaris bawahi perlunya pengembangan sistem pembiayaan kesehatan yang menjamin tersedianya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan memberikan perlindungan kepada mereka terhadap risiko keuangan. WHA ke 58 tahun 2005 mengeluarkan resolusi yang menyatakan, pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan melalui UHC 1

2 diselenggarakan melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial. WHA juga menyarankan kepada World Health Organization (WHO) agar mendorong negaranegara anggota untuk mengevaluasi dampak perubahan sistem pembiayaan kesehatan terhadap pelayanan kesehatan ketika mereka bergerak menuju Universal Health Coverage (Kemenkes RI, 2012). Di Indonesia, falsafah dan dasar negara pancasila teruama sila ke-5 juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD 45 pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti dengan UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya dibidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial ( Kemenkes RI, 2014). Untuk mewujudkan komitmen global dan konstitusi diatas, pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan perorangan. Dalam pelaksanaan sistem JKN di Indonesia dibentuklah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) yang bertanggungjawab memastikan berjalannya jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai peserta jaminan (Departemen Kesehatan, 2011). Dalam Peraturan Menteri Kesehatan no. 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Program Jaminan Kesehatan Nasional pada BAB IV Pelayanan Kesehatan yaitu setiap peserta memiliki hak mendapatkan pelayanan kesehatan tingkat pertama.

3 Fasilitas kesehatan yang menyelenggrakan pelayanan kesehatan untuk peserta JKN terdiri atas fasilitas kesehatan tingkat pertama (FTKP) dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL). FKTP dimaksud adalah : (1) Puskesmas atau yang setara, (2) Praktik Dokter, (3) Praktik dokter gigi, (4) klinik pratama atau yang setara, (5) Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara. Dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan penetapan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, BPJS kesehatan dapat bekerja sama dengan praktik bidan dan atau praktik perawat untuk memberikan Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama sesuai dengan kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Fasiltas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) berupa: (1) Klinik Utama atau yang setara (2) Rumah Sakit Umum, (3) Rumah Sakit Khusus ( Kemenkes RI, 2014) Beberapa hal penting yang menjadi penentu kesuksesan pada program BPJS yaitu ketersediaan sumber daya manusia. Misalnya dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang lengkap serta mempunyai kompetensi di bidang masing-masing, ketersediaan alat sarana kesehatan (Permenkes Nomor 75 Tahun 2014). Sejak 1 januari 2014, BPJS Kesehatan memiliki beragam permasalahan, banyak aspek yang belum matang dan menjadi persoalan, masalah ini muncul pada unsur pengaplikasiannya seperti di puskesmas pelayanan kesehatan primer, khususnya pada aspek rujukan, dan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) banyak masyarakat yang belum tahu teknis mendapatkan pelayanan sesuai dengan aturan Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS). Kompas yang mengutip laporan utama Direktur Komunikasi Hukum dan Antar Lembaga Badan

4 Penyelenggara jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menyampaikan tingkat rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat pertama secara nasional menunjukkan kenaikan. Pada januari 2014 misalnya, angka kunjungan total secara nasional ke sarana primer mencapai 914 ribu lebih dan yang dirujuk ke Rumah Sakit mencapai 120 ribuan atau 13%, pada februari dari 1,5 juta kunjungan, 220 ribu diantaranya dirujuk ke rumah sakit atau sekitar 14,5%, sebenarnya semakin lama puskesmas memahami konsep JKN, presentase rujukan makin kecil, namun secara nasional memang masih di bawah 15% (BPJS Kesehatan Nasional, 2014). Sistem rujukan adalah suatu ssitem penyelenggaraan kesehatan yang melaksanakan peerlimpahan tanggung jawab yang timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang b rkemamuoan kurang keoada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam unit-unit yang setingkat kemampuannya (Kementrian Kesehatan, 2012). Sistem rujukan pelayanan kesehatan yang sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan, dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis. Pada pelayanan kesehatan tingkat pertama, peserta dapat berobat kefasilitas kesehatan primer seperti puskesmas, klinik, atau dokter keluarga yang tercantum pada kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Apabila peserta memerlukan pelayanan lanjutan oleh dokter spesialis, maka peserta dapat dirujuk kefasilitas kesehatan tingkat kedua atau kefasilitas kesehatan sekunder. Rujukan hanya diberikan jika pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik. Untuk

5 memfasilitas kesehatan primer yang dirujuk untuk melayani peserta, tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan peserta karena keterbatasan fasilitas, pelayanan, ketenagaan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014, puskesmas sebagai pelayanan publik dalam era Jaminan Kesehatan Nasional, diberikan wewenang kesehatan layanan primer mencakup 155 penyakit dengan alur klinis yang sudah disusun organisasi profesi terkait. Keadaan ini memberikan makna bahwa puskesmas sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) tingkat pertama wajib menangani pelayanan kesehatan mencakup 155 jenis diagnosis dan tidak boleh dirujuk ke Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) 2 atau Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) 3 kecuali kondisi gawat darurat. Puskesmas Bukit Surungan merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama dalam era BPJS terkait Jaminan Kesehatan Nasional memiliki kewenangan melakukan pelayanan kesehatan primer mencakup 155 penyakit. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada pegawai Puskesmas Bukit Surungan di lapangan diketahui proses pelayanan di puskesmas dilakukan dengan cara pasien datang ke puskesmas, mendaftar kepetugas puskesmas diloket yang disediakan, setelah itu dilanjutkan pada proses pemeriksaan serta konsultasi dengan dokter. Kemudian dilakukan diagnosa oleh dokter apakah pasien perlu mendapat rujukan atau tidak. Jika perlu pasien dapat dirujuk ke pelayanan lanjutan dengan membawa surat rujukan. Selain itu, pasien juga dapat langsung meminta surat

6 rujukan bila kunjungan rujukan ulangan (kontrol) dengan syarat surat balasan dari rumah sakit sudah ada, begitu juga dengan pasien gawat darurat yang langsung dirujuk. Berdasarkan hasil survei awal di puskesmas Bukit Surungan Kota Padang Panjang tahun berikut data jumlah kunjungan dan junlah rujukan pada tahun 2012-2015. Tahun Jumlah Kunjungan Jumlah rujukan 2012 12.596 1976 (rasio rujukan 16%) 2013 13.001 2001 (rasio rujukan 15,4%) 2014 13.258 2256 (rasio rujukan 17%) 2015 13.948 2598 (rasio rujukan 18%) Dari data diatas, didapatkan trend kenaikan rujukanya sebagai berikut t1= 2013-2012 (b-a)/a = 405/12.596 = 0.03 % t2 = 2014-2013 (c-b)/b = 257/13.001 = 0.019% t3 = 2015-2014 (d-c)/c = 690/13.258 = 0.05% trend rata-ratanya adalah t1+t2+t3/4= 0.099%. Dimana dari trend rata-rata tersebut menunjukkan kenaikan rujukan 0,099%. Dari data diatas dapat dilihat terjadinya kenaikan jumlah rujukan pada tahun 2015. Dengan rata-rata jumlah rujukan tiap bulannya sebanyak 217 rujukan. Data terbaru pada bulan Januari tahun 2016 jumlah kunjungan sebanyak 1.404 dan jumlah rujukan meningkat sebanyak 262 rujukan (rasio rujukan 18,6%). Bila dibandingkan

7 data terakhir bulan Oktober tahun 2015 dengan kunjungan sebanyak 1.185 dengan 204 rujukan (rasio rujukan 17,2%), bulan November tahun 2015 dengan kunjungan sebanyak 1.280 dengan 191 rujukan (dengan rasio rujukan 0,14%) dan bulan Desember tahun 2015 dengan kunjungan sebanyak 1.150 dengan 194 rujukan (dengan rasio rujukan 17%). Menurut hasil penelitian Kesumawatin (2012), membandingkan tingkat persentase tingginya rujukan antara Puskesmas Nanggeleng dan Puskesmas Gedong Panjang. Mencari tahu penyebab kenapa Puskesmas Nanggeleng memiliki rasio rujukan diatas 15% sedangkan Puskesmas Gedong Panjang dibawah 15%. Beberapa hal yang menyebabkan perbedaan tingginya rujukan dilihat dari aspek ketersediaan dokter, aspek kebijakan, obat-obatan dan pemahaman dokter terhadap puskesmas sebagai gatekeeper mempengaruhi rujukan. Selain itu, menurut hasil penelitian Zuhrawardi (2007), bahwa para dokter telah mengerti dengan baik tentang sistem kapitasi dan penyebab tingginya rujukan pada puskesmas, para dokter pada prinsipnya tidak dapat menolak jika pasien bersikeras memnita rujukan rawat jalan walaupun tidak didukung oleh indikasi medis. Alasan pasien meminta rujukan pada umumnya adalah karena obat-obatan yang diberikan oleh pihak puskesmas tidak bervariasi walaupun mereka menderita penyakit berbeda-beda. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah masih tingginya rujukan Puskesmas Bukit Surungan Kota

8 Padang Panjang dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Tahun 2016 dan faktor-faktor yang mempengaruhi rujukan tersebut. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk menganalisa pelaksanaan sistem rujukan pada pelayanan rujukan tingkat pertama dalam era JKN di puskesmas Bukit Surungan kota Padang Panjang tahun 2016. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk menganalisa ketersediaan sumber daya manusia pada Puskesmas Bukit Surungan dalam pelaksanaan rujukan. 2. Untuk menganalisa ketersediaan sarana puskesmas (fasilitas alat) pada Puskesmas Bukit Surungan dalam pelaksanaan rujukan. 3. Untuk menganalisa ketersediaan obat pada Puskesmas Bukit Surungan dalam pelaksanaan rujukan. 4. Untuk menganalisa dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dalam era JKN. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Puskesmas Bukit Surungan sebagai masukan guna meningkatkan pelayanan secara optimal supaya pelayanan yang diberikan dapat terlaksana sesuai fungsi sebagai gatekeeper.

9 2. Bagi BPJS dalam pengembanagan cara dan metode dalam pembuatan kebijakan untuk menyempurnakan pelayanan serta mengoptimalkan kualitas pelayanan bagi peserta BPJS. 3. Sebagai sumber referensi untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pelaksanaan rujukan puskesmas. 4. Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan (health provider) yaitu memperjelas jenjang karir tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi.