I1i P~llyinl1nal1M~dlrl. Cendawan Endofit

dokumen-dokumen yang mirip
Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi penyakit busuk pangkal batang (Ganodermaspp.) Spesies : Ganoderma spp. (Alexopolus and Mims, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang terus meningkat. Segala upaya untuk meningkatkan produksi selalu

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C

BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Bahan

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Indonesia ABSTRACT

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

POTENSI CENDAWAN ASAL TANAH PERAKARAN BAMBU SEBAGAI ENDOFIT DAN AGEN BIOKONTROL PENYAKIT AKAR GADA PADA TANAMAN BROKOLI

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Isolasi Cendawan Rizosfer

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan fungi akar yang memiliki peran dan manfaat yang penting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri

POTENSI CENDAWAN ASAL AKAR RUMPUT, TEKI DAN TANAH PERAKARAN BAMBU UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT AKAR GADA PADA TANAMAN BROKOLI ASNIAH

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk famili solanaceae dan

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit layu Fusarium dapat diklasifikasikan

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

BAB I PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan sebuah istilah yang mendeskripsikan adanya hubungan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk

BAB I PENDAHULUAN. jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Antagonis Trichoderma sp. Terhadap Fusarium sp. Secara In Vitro (Metode Dual Kultur)

TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.)

III. BAHAN DAN METODE A.

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang dipanen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE

Yulin Lestari 1) Rasti Saraswati 2) Chaerani 2)

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai

1.1. Latar Belakang. Pinus merkusii Jungh. et de Vriese merupakan salah

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

Ralstonia solanacearum

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi

I. PENDAHULUAN. khususnya cabai merah (Capsicum annuum L.) banyak dipilih petani dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. bunga anggrek yang unik menjadi alasan bagi para penyuka tanaman ini. Di

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

Hama Patogen Gulma (tumbuhan pengganggu)

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

BAB I PENDAHULUAN. allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

S. leprosula, S. selanica dan S. mecistopteryx menunjukkan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Akar Gada

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman yang dibudidayakan kerap mengalami gangguan atau pengrusakan

I. PENDAHULUAN. Duku (Lansium domesticum Corr.) sebagai buah unggulan Provinsi Jambi,

II. MATERI DAN METODE

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan suatu bentuk asoasiasi mutualisme antara cendawan (myces)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfologi akar, batang, daun, bunga, buah dan biji pada tumbuhan monokotil dan dikotil. Cermat Teliti Hati-hati Taat asas

Transkripsi:

34 inokulasi cendawan endofit tidak berbeda nyata terhadap indeks penyakit akar gada, dimana perlakuan secara pelapisan benih indeks penyakit lebih rendah yakni 1,13 dibanding perlakuan penyiraman media (Gambar 7). +->.- ~ :!5 :!o ~ 15,::l.., tf.i..::.:: ~ 10 -, c - 05 IJ_ I1i P~llyinl1nal1M~dlrl OPe1<lplsanB~!llh Cendawan Endofit Gambar 7 Indeks penyakit akar gada pada berbagai jenis cendawan endofit dan perlakuan cara inokulasi cendawan endofit pada tanaman. Perlakuan cendawan endofit berpengaruh nyata terhadap persentase kejadian penyakit, dimana cendawan endofit C. globosum, C. lunata dan F. oxysporum menurunkan secara nyata kejadian penyakit yakni masing-masing 59,38%; 65,63% dan 71,88% dibandingkan kontrol yang mencapai 100%. Perlakuan cara inokulasi cendawan endofit tidak berpengaruh nyata terhadap persentase kejadian penyakit, dimana perlakuan inokulasi dengan penyiraman media terendah dibandingkan pedakuan pelapisan benih (TabeIIO).

35 Tabella Pengaruh perlakuan eendawan endofit dan cara inokulasi terhadap kejadian penyakit akar gada. Perlakuan Kejadian Penyakit (%)1) Jenis Cendawan Endofit Kontrol Fusarium oxysporum 100.00 ± 0 a 71,88 ± 20,86 be F. solani 84,38 ± 18,60 ab Nigrospora sp. Curvularia lunata Chaetomium globosum Paecilomyces sp. Cara inokulasi Penyiraman media Pelapisan benih 81,25 ± 25,88 ab 65,63 ± 18,60 be 59,38 ± 18,60 e 93,75 ± 11,57 a 78,57 ± 23,29 a 80,36 ± 20,81 a I) _ rataan ± simpangan baku - angka yang diikuti oleh huruf yang sarna pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan ujijarak berganda Duncan pada tarafnyata 5% Bobot basah tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan eendawan endofit C. lunata yakni 52,98 g dibanding kontrol yakni 30,56 g dan berbeda nyata untuk semua perlakuan (Tabel 11). Sedangkan perlakuan cara inokulasi cendawan endofit pada tanaman tidak berbeda nyata antara perlakuan, meskipun eara inokulasi seeara pelapisan benih memberikan bobot basah tanaman tertinggi (Tabelll).

36 Tabel 11 Pengaruh perlakuan eendawan endofit dan eara inokulasi terhadap bobot basah tajuk tanaman brokoli. Perlakuan Jenis Cendawan Endofit Kontrol Fusarium oxysporum Bobot Basah Tajuk (g/tanamani) 30,56 ± 3,89 d 45,86 ± 5,78 b F. solani 50,61 ± 6,15 a Nigrospora sp. Curvularia lunata Chaetomium globosum Paecilomyces sp. 52,86 ± 5,27 a 52,98 ± 4,97 a 35,73 ± 4,79 e 41,71 ± 4,77 b Cara inokulasi Penyiraman media Pelapisan benih 42,13 ± 8,41 a 44,l3 ± 10,76 a 2) _ rataan ± simpangan baku - angka yang diikuti oleh huruf yang sarna pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan ujijarak berganda Duncan pada tarafnyata 5% Perlakuan eendawan endofit C. lunata memberikan pengaruh nyata tertinggi terhadap tinggi tanaman brokoli yakni 24,16 dibandingkan dengan kontrol yakni 18,32 em (Tabel 12). Perlakuan eara inokulasi cendawan endofit berbeda nyata terhadap tinggi tanaman brokoli, dimana inokulasi dengan pelapisan benih menunjukan tinggi tanaman tertinggi dibanding inokulasi dengan penyiraman media (TabeI12).

37 Tabel 12 Pengaruh perlakuan eendawan endofit dan eara inokulasi terhadap tinggi tanaman brokoli. Perlakuan Jenis Cendawan Endofit Kontrol Fusarium oxysporum Tinggi Tanaman (emi) 18,32 ± 1,17 d 20,42 ± 0,32 e F. solani 21,97±0,71 b Nigrospora sp. Curvularia lunata Chaetomium globosum Paecilomyces sp. 24,15 ± 1,15 a 24,16 ± 0,68 a 21,89 ± 0,74 b 21,95 ± 0,59 b Cara inokulasi Penyiraman media Pelapisan benih 21,18 ± 0,69 b 22,19 ± 0,87 a 3) _ rataan ± simpangan baku - angka yang diikuti oleh huruf yang sarna pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan uj i jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5% Perlakuan eendawan endofit C. lunata menunjukan pengaruh yang nyata lebih tinggi terhadap diameter batang yakni 0,66 em dibanding kontrol yakni 0,47 em. Sedangkan perlakuan eara inokulasi eendawan endofit tidak berbeda nyata antar pedakuan (Tabel13).

38 Tabel 13 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap diameter batang tanaman brokoli. Perlakuan Diameter Batang Tanaman (cm)4) Jenis Cendawan Endofit Kontrol Fusarium oxysporum 0,47 ± 0,04 c 0,56 ± 0,02 b F. solani 0,65 ± 0,03 a Nigrospora sp. Curvularia lunata Chaetomium globosum Paecilomyces sp. 0,64 ± 0,03 a 0,66 ± 0,05 a 0,55 ± 0,05 b 0,58 ± 0,05 b Cara inokulasi Penyiraman media Pelapisan benih 0,58 ± 0,07 a 0,57 ± 0,09 a 4) _ rataan ± sirnpangan baku - angka yang diikuti oleh huruf yang sarna pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5% Pengaruh perlakuan ini juga dapat diamati secara langsung pada pertumbuhan tanaman di lapangan, dimana pedakuan dengan cendawan endofit memperlihatkan pertumbuhan yang lebih baik dibanding kontrol baik tanaman yang diberi perlakuan inokulasi cendawan endofit dengan cara penyiraman media maupun pelapisan benih (Gambar 8 dan 9).

Gambar 8 Pertumbuhan tanaman dengan perlakuan cendawan endofit yang diinokulasi melalui cara penyiraman media. Kontrol + (inokulasi patogen), kontrol- (tanpa inokulasi patogen dan tanpa endofit)

Gambar 9 Pertumbuhan tanaman dengan perlakuan cendawan endofit yang diinokulasi dengan cara pelapisan benih. Kontrol + (inokulasi patogen), kontrol- (tanpa inokulasi patogen dan tanpa endofit)

41 Pembahasan Eksplorasi dan Pengaruh Cendawan Endofit asal Rumput dan Teki dalam Menekan Penyakit Akar Gada Basil eksplorasi cendawan endofit pada rumput dan teki ditemukan tujuh isolat, dimana dua isolat cendawan endofit yang ditemukan pada ketiga jenis rumput yang diisolasi yaitu F. oxysporum dan Miselia merah steril. Cendawan endofit Monilia sp, F. oxysporum, Miselia merah steril dan Miselia gelap steril diisolasi dari teki Cyperus l'otundus; F. oxysporum, F. solani dan Miselia merah steril diisolasi dari rumput Setaria laxa; dan F. oxysporum, Nigrospora sp., Curvularia lunata, dan Miselia merah steril berhasil diisolasi dari rumput Paspalum longifolium. Cendawan endofit Miselia merah steril dan gelap steril tidak membentuk spora atau konidia pada media PDA, Martin Agar dan S-Media. F. oxysporum dan Miselia merah steril dapat diisolasi dari ketiga jenis rumput, ini diduga bahwa kedua jenis cendawan ini memiliki inang yang sangat luas. Menurut lstikorini (2008), F. oxysporum dan F. so/ani dapat diisolasi dari dari akar, batang dan daun tanaman cabai dan teki. Keberadaan cendawan endofit sangat berlimpah dan beragam, serta dapat ditemukan pada seluruh famili tanaman, baik tanaman pertanian maupun rumput-rumputan (Faeth 2002). Pengamatan infeksi akar tanaman oleh cendawan endofit F. oxysporum memperlihatkan infeksi akar yang sangat tinggi yakni 80% melalui re-isolasi dan 64% melalui pewarnaan akar. Dengan adanya pengamatan infeksi akar maka diduga bahwa cendawan tersebut bersifat endofit karena diduga bahwa cendawan tersebut dapat hidup dalam jaringan akar tanaman. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Clay (1988), bahwa cendawan endofit adalah cendawan yang terdapat di dalam sistem jaringan tumbuhan, seperti daun, bunga, ranting ataupun akar tumbuhan. Selanjutnya, Sinclair dan Cerkauskas (1996) mendefinisikan bahwa cendawan endofit adalah cendawan yang berasosiasi dengan tanaman sehat dan tidak memperlihatkan gejala. lni juga terlihat bahwa tanaman yang diinokulasi dengan cendawan yang diduga endofit tidak memperlihatkan gejala penyakit pada tanaman selama pesemaian. Carroll (1988) dan Clay (1988), mengatakan asosiasi yang teijadi antara cendawan endofit dengan tanaman inang bersifat mutualisme. Simbiosis mutualistik ini menyebabkan berkurangnya

42 kerusakan pada sel atau jaringan tanaman, meningkatkan kemampuan bertahan hidup dan fotosintetis sel jaringan yang terinfeksi oleh patogen tanah, dan dalam simbiotik ini juga membantu tanaman lebih toleran terhadap faktor biotik dan abiotik (Sinclair dan Cerkauskas 1996). Inokulasi cendawan endofit asal rumput dan teki ke dalam tanah pesemaian berpengaruh nyata terhadap indeks penyakit akar gada. Dalam hal ini inokulasi cendawan endofit C. lunata menghasilkan indeks penyakit yang paling rendah yakni 0,88 dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan cendawan endofit lainnya. Kejadian penyakit akar gada secara statistik tidak berbeda nyata dengan kontrol, akan tetapi perlakuan cendawan endofit C. lunata dan Nigrospora sp. memberikan kejadian penyakit terendah yakni 68,75%, dan kejadian penyakit tertinggi terjadi pada kontrol yakni 100%. Cendawan endofit C. lunata juga memberikan bobot basah tajuk yang tertinggi yakni 33,56 g, tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol yakni 28,98 g dan juga perlakuan lainnya. Pada tanaman yang diperlakukan dengan cendawan endofit menghasilkan kejadian penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini juga diikuti dengan indeks penyakit yang lebih rendah pula sehingga dapat meningkatkan bobot basah tanamannya. Penekanan terhadap penyakit pada tanaman yang diberi perlakuan cendawan endofit diduga dapat terjadi karena terjadinya kolonisasi jaringan akar tanaman terlebih dahulu oleh cendawan endofit dibanding patogen, adanya mekanisme antibiosis. Cendawan endofit menghasilkan mikotoksin atau metabolit lainnya yang menyebabkan terjadinya perubahan fisiologi dan biokimia tanaman inang (Clay 1988). Salah satu toksin yang dihasilkan oleh cendawan endofit rumput-rumputan adalah alkaloid, yang mana juga dapat melindungi tanaman dari serangan herbivora (Sellose et al. 2004). Cendawan endofit C. lunata memberikan kejadian penyakit terendah yakni 68,75%, dibandingkan perlakuan kontrol yakni 100% dan indeks penyakit yaitu 0,88 lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol yakni 2,88. Infeksi cendawan endofit C. lunata terhadap tanaman menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis tanaman yang mana dapat melindungi tanaman terhadap stres air atau kekeringan dan suhu yang tinggi. Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sellose et

43 al. (2004), bahwa cendawan endofit C. lunata dapat menjadikan tanaman thennotoleran, yakni tanaman yang tidak diinokulasi dengan C. lunata pada suhu 40 C tanaman menjadi mati, sedangkan tanaman yang di inokulasi dengan C. lunata pada suhu 65 C tanaman masih bertahan hidup. Cendawan endofit Curvularia sp. secara morfologi mempunyai ciri-ciri koloni yang berwama hitam dan cendawan endofit Nigrospora sp. warna koloninya putih keabu-abuan. Henson (2005), mengemukakan cendawan bennelanin sangat membantu tanaman untuk meningkatkan toleransi tanaman terhadap panas dan pada musim kemarau. Selanjutnya, konsentrasi melanin berkorelasi dengan osmolite trehalose. Eksplorasi dan Pengaruh Cendawan Endofit asal Tanah Perakaran Bambu dalam Menekan Penyakit Akar Gada Cendawan yang diisolasi dari tanah perakaran bambu ditemukan 13 isolat, lalu kemudian diseleksi dengan cara benih brokoli ditumbuhkan pada cawan petri yang berisi isolat murni cendawan yang telah diinkubasi selama 7-10 hari. Benihbenih yang menunjukan pertumbuhan yang baik kemudian dipilih untuk dilakukan uji dalam menekan perkembangan penyakit akar gada. Dari hasil seleksi diketahui ada 4 isolat yang diduga dapat berasosiasi dengan tanaman brokoli, hal ini ditandai dengan benih brokoli yang ditanam pada isolat tersebut dapat tumbull dengan baik bahkan lebih baik dibanding kontrol yaitu benih ditanam pada media PDA steril (tanpa koloni cendawan). Sedangkan benih yang tidak dapat tumbuh dengan baik (benih tidak berkecambah, kecambah mati) dinyatakan tidak bersifat endofit pada tanaman brokoli dan tidak dapat digunakan untuk uji selanjutnya. Keempat isolat cendawan yang hasil seleksi kemudian diuji lagi untuk mengetahui apakah cendawan itu dapat hidup dalam jaringan akar tanaman dengan tidak menimbulkan gejala, maka dilakukan pengamatan infeksi akar. Pengamatan infeksi akar tanaman oleh cendawan Paecilomyces sp. memperlihatkan infeksi akar yang sangat tinggi yakni 60% melalui re-isolasi dan terendah adalah 10% yang ditunjukan oleh cendawan Aspergillus sp. dan Mortierella sp. sedangkan berdasarkan pewarnaan akar frekuensi infeksi akar tertinggi yakni ditunjukan oleh tanaman yang diinokulasi dengan cendawan Chaetomium globosum yakni 79% dan terendah 49% pada tanaman yang

44 diinokulasi dengan cendawan Mortierella sp. Dengan adanya pengamatan infeksi akar maka diduga bahwa keempat isolat cendawan tersebut bersifat endofit karena diduga cendawan tersebut dapat hidup dalam jaringan akar tanaman meskipun frekuensi infeksi akar yang berbeda-beda. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Clay (1988), bahwa cendawan endofit adalah cendawan yang terdapat di dalam sistem jaringan tumbuhan, seperti daun, bunga, ranting ataupun akar tumbuhan. Selanjutnya, Sinclair dan Cerkauskas (1996) mendefmisikan bahwa cendawan endofit adalah cendawan yang berasosiasi dengan tanaman sehat dan tidak memperlihatkan gejala. lni juga terlihat bahwa tanaman yang diinokulasi dengan cendawan yang diduga endofit tidak memperlihatkan gejala penyakit pada tanaman selama pesemaian. Inokulasi cendawan endofit asal tanah perakaran bambu ke dalam tanah pesemaian berpengaruh nyata terhadap indeks penyakit akar gada. Dalam hal ini inokulasi cendawan endofit Paecilomyces sp. menghasilkan indeks penyakit yang paling rendah yakni 1,03 dibandingkan dengan kontrol dan pedakuan cendawan endofit lainnya. Perlakuan cendawan endofit terhadap kejadian penyakit akar gada juga berpengaruh nyata, dimana perlakuan cendawan endofit Paecilomyces sp. memberikan kejadian penyakit yang nyata lebih rendah yakni 81,25% dibandingkan dengan kontrol yakni 100%, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan cendawan endofit lainnya. Cendawan endofit Paecilomyces sp. juga memberikan bobot basah tajuk tanarnan yang nyata lebih tinggi yakni 49,38 g berbeda nyata dengan perlakuan kontrol yakni 32,59 g. Sedangkan perlakuan dengan media semai yang berbeda berpengaruh nyata terhadap indeks penyakit akar gada, bobot basah tajuk tanarnan, tinggi tanarnan dan diameter batang tanarnan kecuali kejadian penyakit akar gada tidak berpengaruh nyata. Umumnya media semai yang tidak disterilkan menunjukkan hasil yang lebih baik, yakni indeks penyakit yang lebih rendah, bobot basah tajuk tanarnan yang tinggi, tinggi tanarnan yang tinggi dan kejadian penyakit yang sarna. Pada tanaman yang diperlakukan dengan cendawan endofit menghasilkan kejadian penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini juga diikuti dengan indeks penyakit yang lebih rendah pula sehingga dapat meningkatkan bobot basah tanamannya. Penekanan terhadap penyakit pada

45 tanarnan yang diberi perlakuan cendawan endofit diduga karena terjadinya kolonisasi jaringan akar tanarnan terlebih dahulu oleh cendawan endofit dibanding patogen, adanya mekanisme antibiosis. Karakteristik adanya infeksi cendawan endofit yakni adanya peningkatan pertumbuhan vegetatif tanarnan, dan menghasilkan metabolik sekunder yang bersifat antagonistik terhadap herbivora (Carlile et al. 1994). Paecilomyces sp. merupakan cendawan yang dapat ditemukan baik di tanah, sisa-sisa tanarnan (tanarnan yang lapuk) maupun pada makanan. Hasil penelitian di Pakistan menunjukan Paecilomyces lilacinus terbukti dapat mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh nematoda dan juga penelitian tentang Paecilomyces spp. sebagai agen bio-kontrol masih telus dilakukan (Maqbool 2003 dalam Setyowati et al. 2003). Cendawan endofit Paecilomyces spp diketahui pula sebagai agens hayati yang cukup efektif dalarn mengendalikan penggerek buah kakoa (PBK) dan Helopeltis antonii, akan tetapi darnpak negatif dari aplikasi cendawan endofit ini adalah mematikan serangga predator penggerek buah kakoa (PBK) dan Helopeltis antonii yakni semut hitarn (Sulistyowati et al. 2006). Tanarnan yang diperlakukan dengan cendawan endofit pada media semai yang tidak disterilkan menghasilkan kejadian penyakit yang sarna dengan media semai yang disterilkan akan tetapi pada indeks penyakit akar gada terlihat lebih rendah dibandingkan perlakuan media semai yang disterilkan sehingga meningkatkan bobot basah dan tinggi tanarnannya. TeIjadinya penekanan penyakit pada tanaman yang diperlakukan dengan cendawan endofit dengan media semai yang tidak disterilkan, hal ini disebabkan pada tanah media semai yang tidak disterilkan diduga terdapat berbagai macarn mikroba yang berperan sebagai antagonis dan beradaptasi dengan baik terhadap patogen, sebagaimana yang dikemukakan oleh Baker dan Cook (1974) bahwa dalarn suatu ekosistem setiap populasi mikroorganisme akan berusaha untuk selalu mencapai suatu keseimbangan, dalam hal ini jika pada suatu lahan sudah terinfeksi oleh patogen tertentu maka di dalamnya juga terdapat mikrob yang berperan sebagai antagonis bagi patogen tersebut dan keduanya ini akan berkoevolusi dengan baik untuk mencapai keseimbangan tersebut. Aktivitas organisme dapat membantu

46 mempengaruhi kesuburan tanah, sehingga memaeu pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Setyowati et al. (2003) mengemukakan, tinggi tanaman dan jumlah daun selada yang dipupuk dengan pupuk mikroba (diantaranya Paecilomyces sp.) lebih baik daripada tanaman yang tidak dipupuk dengan mikroba. Pengendalian Hayati Penyakit Akar Gada dengan Aplikasi Cendawan Endofit asal Rumput, Teki dan tanah Perakaran Bambu Dari hasil seleksi eendawan endofit asal rumput, teki dan tanah perakaran bambu terpilih enam isolat eendawan yang selanjutnya dilakukan dalam pengujian ini. Cendawan endofit yang terpilih tersebut adalah F. oxysporum, F. solani, Nigrospora sp., C. lunata, C. globosum, dan Paecilomyces sp. Chaetomium globosum (eendawan endofit asal tanah perakaran bambu) memberikan kejadian penyakit terendah yakni 59,38% juga C. lunata (eendawan endofit asal mmput dan teki) dan F. oxysporum (cendawan endofit asal rumput dan teki) yang masing-masing 65,63% dan 71,88% yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya dan kontrol yang meneapai 100%. Indeks penyakit yang rendah yakni 0,69; 0,75; 0,88 dan 1,03 masing-masingjuga teljadi pada perlakuan C. globosum, C. lunata, F. oxysporum dan Nigrospora sp. (cendawan endofit asal rumput dan teki). Indeks penyakit terendah juga teljadi pada perlakuan C. globosum yakni 0,69; sedangkan indeks penyakit terendah yakni perlakuan kontrol yakni 2,13. Sedangkan untuk bobot basah tajuk tanaman yang memberikan hasil lebih tinggi adalah pedakuan C. lunata dan perlakuan C. globosum memberikan bobot basah tajuk tanaman yang sangat rendah yakni 35,73 g akan tetapi masih lebih tinggi dibanding dengan pedakuan konu'ol yakni 30,56 g. Begitu pula halnya dengan pengamatan tinggi tanaman dan diameter batang tanaman, dimana tinggi dan diameter batang tanaman tertinggi ditunjukan oleh perlakuan C. lunata yakni masing-masing 24,16 em dan 0,66 em, ini sangat berbeda dengan perlakuan kontrol yakni masing-masing 18,32 em dan 0,47 em. Sedangkan pedakuan eara inokulasi eendawan endofit ke tanaman seeara statistik tidak berbeda nyata untuk semua pengamatan keeuali pada tinggi tanaman, namun eara inokulasi dengan pelapisan benih memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan eara inokulasi dengan penyiraman media.

47 Ahli patologi tanaman mendefinisikan pengendalian hayati adalah mengurangi inokulum atau segal a aktivitas dari patogen yang dapat menyebabkan penyakit, sebagai akibat dari satu atau lebih organisme baik secara alami atau dengan memanipulasi lingkungan, inang atau antagonis atau dengan introduksi massa dari satu atau lebih antagonis" (Baker dan Cook 1974). Pada umumnya pengendalian hayati melibatkan penggunaan cendawan atau bakteri sebagai agens antagonis untuk mengendalikan patogen tular benih (seedborne), tular tanah (soilborne) atau tular udara (airborne). Pengendalian hayati dapat memberikan perlindungan selama siklus hidup tanaman (Copeland dan McDonald 1995). Pengendalian hayati juga dilaporkan dapat memacu peningkatan pertumbuhan tanaman yang pada akhirnya meningkatkan hasil tanaman sebagai akibat dari pengendalian penyakitjangka panjang (Zhang et al. 2002; Silva et al. 2004; Yan et al. 2004). Aktivitas agens biokontrol di lapangan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (ph, suhu, kelembaban) dan interaksi dengan mikroorganisme lain (Timmusk 2003). Dalam hubungan dengan pengendalian terhadap patogen, efektivitas agens biokontrol sangat dipengaruhi oleh cara aplikasi agens, dosis inokulasi dan kontrol mikroba lain. Hal lain yang dapat meningkatkan efektivitas perlakuan benih dengan agens biokontrol adalah nutrisi bagi mikrob dan kecepatan mikroba menyesuaikan diri. Tak kalah penting adalah sterilisasi pelmukaan benih dengan natrium hipoklorit sebelum aplikasi dengan agens biokontrol. Hal ini untuk menghindari patogen lain yang dapat berkompetisi dengan agens biokontrol (Copeland dan McDonald 1995). Aplikasi cendawan endofit C. globosum memberikan pengaruh yang baik dalam mengendalikan penyakit akar gada pada tanaman brokoli. Ini dikarenakan C. globosum diduga menghasilkan senyawa metabolik sekunder. Salah satu senyawa metabolik sekunder yang dihasilkan oleh Chaetomium spp. adalah antibiotik. Basil penelitian Cullen dan Andrews (1984) dalam Hasanuddin (2003) bahwa, antibiotik chetomin yang dihasilkan secara in vitro oleh C. globosum berkorelasi positif dengan antagonisnya terhadap Venturia inequalis pada bibit pohon apel. Owen dan Hundley (2004) dalam Firakova et al. (2007) mengatakan bahwa, mikroba cendawan endofit dapat berfungsi sebagai pensintesa

48 senyawa kimia di dalam jaringan tanaman. Johnson dan Curl (1972), pemberian inokulurn Chaetomium ke dalam tanah pada tanaman gandum dapat menghindarkan tanaman dari infeksi patogen HeZminthosporium victoriae di pembibitan. Selanjutnya pedakuan benih dengan cendawan endofit Chaetomium spp. dapat menghindarkan tanaman dad infeksi patogen Fusarium nivale pada tanaman gandurn dan patogen F. roseum pada tanamanjagung. Cendawan endofit C. gzobosum dari hasil penelitian ini terlihat dapat menekan perkembangan penyakit akar gada yakni ditunjukkan dengan kejadian penyakit dan indeks penyakit yang rendah, namun tidak memberikan pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Hal ini diduga karena cendawan endofit bersifat heterotrof dimana mikroba menggunakan eksudat interseluler tanaman untuk mempertahankan hidupnya, sehingga dengan kejadian tersebut maka keberadaan cendawan endofit dapat menurunkan pertumbuhan tanaman (Herre et al. 2007).