STUDI KETELITIAN KUALITAS GEOMETRIK CITRA IKONOS HASIL ORTHO REKTIFIKASI MENGGUNAKAN DATA DEM SKALA 1:1000

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KOREKSI GEOMETRIK. Tujuan :

ISTILAH DI NEGARA LAIN

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

Analisa Ketelitian Geometric Citra Pleiades Sebagai Penunjang Peta Dasar RDTR (Studi Kasus: Wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Cara memperoleh Informasi Tidak kontak langsung dari jauh Alat pengindera atau sensor Data citra (image/imagery) a. Citra Foto Foto udara

KULIAH ICD KE 4 PEMROSESAN DATA

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

Bab I Pendahuluan I.1. Latar belakang

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

Bab III Pelaksanaan Penelitian

MODUL 2 REGISTER DAN DIGITASI PETA

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

Bab III Pelaksanaan Penelitian. Penentuan daerah penelitian dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah :

Bab IV Analisa dan Pembahasan. Dalam bab ini akan dikemukakan mengenai analisa dari materi penelitian secara menyeluruh.

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

LAPORAN PRAKTIKUM DIGITAL FOTOGRAMETRI DASAR ACARA II DIGITAL

Gambar 1. prinsip proyeksi dari bidang lengkung muka bumi ke bidang datar kertas

BAB III PENGOLAHAN DATA ALOS PRISM

BAB IV PENGOLAHAN DATA

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

MODUL 3 REGISTER DAN DIGITASI PETA

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal

UJI KETELITIAN HASIL REKTIFIKASI CITRA QUICKBIRD DENGAN PERANGKAT LUNAK GLOBAL MAPPER akurasi yang tinggi serta memiliki saluran

PENGINDERAAN JAUH D. SUGANDI NANIN T

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB III PENGOLAHAN DATA Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini.

Evaluasi Ketelitian Luas Bidang Tanah Dalam Pengembangan Sistem Informasi Pertanahan

REKONSTRUKSI/RESTORASI REKONSTRUKSI/RESTORASI. Minggu 9: TAHAPAN ANALISIS CITRA. 1. Rekonstruksi (Destripe) SLC (Scan Line Corrector) off

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

PENGGUNAAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI UNTUK PEMBUATAN PETA DASAR SKALA 1:5.000 KECAMATAN NGADIROJO, KABUPATEN PACITAN

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Citra Satelit IKONOS

PEMANFAATAN PERANGKAT LUNAK PCI UNTUK MENINGKATKAN AKURASI ANALISIS SPASIAL

ACARA IV KOREKSI GEOMETRIK

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S.

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

PENGGUNAAN HIGH TEMPORAL AND SPASIAL IMAGERY DALAM UPAYA PENCARIAN PESAWAT YANG HILANG

Analisis Ketelitian Geometric Citra Pleiades 1B untuk Pembuatan Peta Desa (Studi Kasus: Kelurahan Wonorejo, Surabaya)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

C I N I A. Survei dan Pemetaan Untuk Perencanaan Jaringan Gas Bumi Bagi Rumah Tangga Menggunakan Metode Terrestrial dan Fotogrametri Jarak Dekat

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI

PEMANFAATAN CITRA LANDSAT ETM 7+ UNTUK MONITORING PERUBAHAN LUAS TANAH OLORAN DI GRESIK

III. BAHAN DAN METODE

Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGIPENELITIAN Waktu dan Tempat. Penelitian ini telah dilakukan tepatnya pada Agustus 2008, namun penyusunan

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

ORTHOREKTIFIKASI CITRA RESOLUSI TINGGI UNTUK KEPERLUAN PEMETAAN RENCANA DETAIL TATA RUANG Studi Kasus Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Mendeteksi Kebakaran Hutan Di Indonesia dari Format Data Raster

2. Tangguh Dewantara (2007), telah melakukan penelitian tentang citra Quickbird yang berjudul Kajian Akurasi Geometrik Citra Quickbird

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR

PENGUKURAN GETARAN PADA POROS MODEL VERTICAL AXIS OCEAN CURRENT TURBINE (VAOCT) DENGAN METODE DIGITAL IMAGE PROCESSING

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika FT UGM TGGM KARTOGRAFI DIGITAL. Oleh Gondang Riyadi. 21 March 2014 Kartografi - MGR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra Khursanul Munibah Asisten : Ninda Fitri Yulianti

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI GEOMETRIK CITRA

sensing, GIS (Geographic Information System) dan olahraga rekreasi

PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL INFRASTRUKTUR

Gambar 4.1. Kemampuan sensor LIDAR untuk memisahkan antara permukaan tanah dengan vegetasi di atasanya [Karvak, 2007]

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

BAB III BAHAN DAN METODE

ANALISA TUTUPAN LAHAN TERHADAP RENCANA INVESTASI DI KECAMATAN LABANG, KABUPATEN BANGKALAN PASCA SURAMADU DENGAN CITRA SPOT-5

Sistem Informasi Geografis. Widiastuti Universitas Gunadarma 2015

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR

9. PEMOTRETAN UDARA. Universitas Gadjah Mada

Transkripsi:

STUDI KETELITIAN KUALITAS GEOMETRIK CITRA IKONOS HASIL ORTHO REKTIFIKASI MENGGUNAKAN DATA DEM SKALA 1:1000 Pradono Joanes De Deo Dosen Teknik Geodesi FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Nilai rata-rata residual dan standar deviasi koordinat GCP (Ground Control Point) yang diolah dalam penelitian ini mempunyai perbedaan, dimana data koordinat hasil proses orthorektifikasi terbukti lebih teliti dibandingkan dengan proses koreksi geometrik citra. Pada citra hasil koreksi geometrik diperoleh nilai rata-rata RMS pemasukan koordinat GCP sebesar 0.904 m dengan standar deviasi hasil perhitungan adalah sebesar 0.608 m, sedangkan pada citra hasil orthorektifikasi dihasilkan nilai rata-rata RMS sebesar 0.608 m dengan nilai standar deviasi sebesar 0.402 m. Dari hasil pengolahan dan perhitungan nilai rata-rata RMS dari data koordinat titik detail, dapat diketahui bahwa proses pengolahan citra dengan rektifikasi orhto memiliki tingkat ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan proses rektifikasi secara geometrik, dimana nilai rata-rata residual yang dihasilkan dari proses koreksi geometrik adalah sebesar 1.016 m, sedangkan rata-rata residual yang dihasilkan dari proses orthorektifikasi adalah sebesar 0.712 m. Proses koreksi geometrik citra dianggap kurang memenuhi persyaratan ketelitian citra, yakni nilai residual yang melebihi 2 pixel di citra ikonos atau setara dengan 2 m dilapangan. Kata Kunci : Ikonos, GCP, Orthorektifikasi. PENDAHULUAN Latar Belakang Data satelit penginderaan jauh yang diterima di stasiun bumi pada dasarnya adalah data yang belum diolah (raw data). Oleh karena itu, sebelum dilakukan pengolahan lebih lanjut, terlebih dahulu dilakukan pra pengolahan data. Proses ini diperlukan untuk memperbaiki kesalahan (distorsi), terutama akibat adanya gangguan radiometrik dan geometrik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas citra. Khusus dalam koreksi geometik, untuk memperoleh citra dengan parameter-parameter geometrik yang akurat hingga dapat digunakan untuk analisis berbagai aplikasi, terlebih dahulu kesalahan geometrik tersebut 65

Spectra Nomor 9 Volume V Januari 2007: 65-79 harus dikoreksi. Salah satunya adalah dengan melakukan orthorektifikasi yang merupakan proses rektifikasi dengan memasukkan data ketinggian permukaan bumi. Mengingat pentingnya hal tersebut di atas, maka dalam penelitian ini akan dilakukan studi ketelitian kualitas geometrik dari hasil proses orthorektifikasi citra IKONOS menggunakan data DEM (Digital Elevation Model) dengan skala 1:1000. Seperti satelit komersial lainnya, IKONOS tidak memberikan informasi orbit satelit, sehingga proses koreksi radiaometrik dilakukan oleh pihak Space Imaging sendiri. Sedangkan untuk melakukan koreksi geometrik dapat dilakukan dengan menempatkan titik kontrol tanah (Ground Control Point / GCP) secara merata dan ditambah data DEM dengan skala tertentu untuk meningkatkan ketelitian kualitas geometrik citra dari aspek azimuth dan jarak, sehingga untuk selanjutnya dapat dihasilkan peta olahan citra yang dapat digunakan untuk berbagai aplikasi, terutama dalam pekerjaan skala besar. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk melakukan studi ketelitian kualitas geometrik citra IKONOS dari aspek jarak dan sudut arah (azimuth) yang dihasilkan dari proses koreksi geometrik dan orthorektifikasi citra dengan menggunakan data DEM (Digital Elevation Model) skala 1:1000. Tujuan dan Manfaat Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam memilih dan menentukan tingkat ketelitian geometrik citra IKONOS yang akan digunakan untuk berbagai aplikasi dengan memperhatikan kebutuhan akan tingkat ketelitian hasil pengukuran. Bagi para pengguna data, ketelitian yang dihasilkan sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan yang dapat diberikan terhadap data tersebut. Bagi peneliti yang melakukan penelitian serupa, hasil dari penelitian ini penting pula dalam upaya meningkatkan ketelitian selanjutnya. METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Materi Penelitian Bahan dan materi yang dipersiapkan dalam penelitian ini terdiri dari perangkat pengolah data, alat ukur lapangan dan data-data pendukung lainnya dengan spesifikasi sebagai berikut: 66

Perangkat Keras a. Peralatan pemrosesan utama, yakni sebuah komputer dengan spesifikasi: Processor Intel Celeron Memory SDRAM 1 GB Hardisk dengan kapasitas memori 80 GB CD-ROM LITEON b. Peralatan tampilan, yakni monitor LG 14 c. Peralatan pemasukan antara lain: papan ketik (keyboard) dan mouse d. Peralatan percetakan berupa printer A4 merk Cannon 2100i-SP. e. Alat ukur lapangan berupa tiga (3) set GPS Geodetic merk Leica CR 233 system 300 double frekuensi dan satu (1) set Total Station merk TopCon type 600. Perangkat Lunak Perangkat lunak pengolah data yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak pengolah citra penginderaan jauh ER Mapper 7.0 ditambah dengan perangkat lunak AutoCad 2004, perangkat lunak SKI ver. 2.3, GeoLab, dan Tc Tools. Data Pendukung a. Citra IKONOS Geo color resolusi 1 meter Kota Malang yang telah di potong (cropping) berdasarkan daerah penelitian. b. Peta Topografi yang dalam hal ini adalah peta topografi dengan skala 1:1000. Diagram Alir Penelitian Diagram alir penelitian ketelitian kualitas geometrik citra ikonos hasil ortho rektifikasi menggunakan data DEM skala 1 : 1000 dapat digambarkan sebagai berikut: 67

Spectra Nomor 9 Volume V Januari 2007: 65-79 Persiapan Pengumpulan data Citra Ikonos Penajaman Citra Titik Kontrol Tanah (GCP) Pengukuran titik referensi pemetaan dengan GPS Geodetic Peta Topografi Skala 1:1000 Generalisasi Kontur Peta Skala 1:1000 Dikonversi ke Format DEM Koreksi Geometrik Data DEM Skala 1:1000 RMS Error Tidak Ortorektifikasi Ya Citra Terkoreksi (X,Y) Citra ter-orthorektifikasi (X,Y,Z) Kontrol Geometrik Kualitas Citra (Jarak, Azimuth) Kontrol Geometrik Kualitas Citra (Jarak, Azimuth) Analisis Ketelitian Kualitas Geometrik Citra IKONOS Hasil Gambar 1. Diagram Alir Proses Penelitian 68

TINJAUAN PUSTAKA Definisi Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau gejala yang dikaji. Alat yang dimaksud berupa sensor, dimana pada umumnya sensor dipasang pada wahana (platform) yang berupa pesawat terbang, satelit, atau lainnya. Karena sensor dipasang jauh dari yang diindera, maka diperlukan tenaga yang dipancarkan atau yang dipantulkan oleh obyek tersebut. Antara tenaga dan obyek terjadi interaksi, sedangkan tiap obyek memiliki karakteristik tersendiri. Pada berbagai hal, penginderaan jauh dapat diartikan sebagai suatu proses membaca. Dengan menggunakan berbagai sensor dapat dikumpulkan data dari jarak jauh yang dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena yang diteliti. Pengumpulan data dari jarak jauh dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, termasuk variasi agihan daya, agihan gelombang bunyi, atau agihan elektromagnetik. Sebagai contoh, suatu grafimeter memperoleh data pada variasi agihan daya tarik bumi, sonar pada sistem navigasi di air memperoleh data tentang variasi di dalam agihan gelombang bunyi, atau mata seseorang akan mendapatkan data variasi agihan energi elektromagnetik. Komponen Dalam Penginderaan Jauh Komponen dan interaksi antar komponen dalam penginderaan jauh adalah sebagai berikut: Sumber Tenaga Dalam penginderaan jauh harus ada sumber tenaga, baik sumber tenaga alamiah maupun sumber tenaga buatan. Tenaga ini mengenai obyek di permukaan bumi yang kemudian dipantulkan ke sensor. Jumlah tenaga matahari yang mencapai bumi dipengaruhi oleh waktu (jam, musim), lokasi, dan kondisi cuaca. Jumlah tenaga yang diterima pada siang hari lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah pada pagi atau sore hari. Kedudukan matahari terhadap tempat di bumi berubah sesuai dengan perubahan musim. Atmosfer Atmosfer membatasi bagian spektrum elektromagnetik yang dapat digunakan dalam penginderaan jauh. Pengaruh atmosfer merupakan fungsi panjang gelombang yang bersifat selektif. Karena pengaruh yang selektif inilah, maka timbul istilah jendela atmosfer, yaitu bagian dari spektrum elektromagnetik yang mencapai bumi. Dalam jendela atmosfer ada 69

Spectra Nomor 9 Volume V Januari 2007: 65-79 hambatan atmosfer, yaitu kendala yang disebabkan oleh hamburan pada spektrum tampak dan serapan yang terjadi pada spektrum infra merah thermal. Interaksi antara Tenaga dan Obyek Tiap obyek mempunyai karakteristik tertentu dalam memantulkan atau memancarkan tenaga ke sensor. Pengenalan obyek pada dasarnya dilakukan dengan menyidik (tracing) karakteristik spektral obyek yang tergambar pada citra. Obyek yang banyak memantulkan/memancarkan tenaga akan tampak cerah pada citra. Lapisan Atmosfer Lapisan Atmosfer (Penghamburan) (Penyerapan) Interaksi Energi Dengan Atmosfer Interaksi Energi Dengan Permukaan Bumi Gambar 2. Interaksi Energi Pengaruh total atmosfer berbeda-beda sesuai dengan perbedaan jarak yang dilalui, besarnya sinyal tenaga yang diindera, kondisi atmosfer, dan panjang gelombang yang digunakan. Gambar 2 menunjukkan energi radiasi elektromagnetik yang dideteksi oleh sensor, dimana sebelumnya harus melalui atmosfer, sehingga akan mengalami interaksi dengan atmosfer. Interaksi atmosfer terutama disebabkan oleh adanya komponen gas dan partikel di atmosfer. Pengaruh yang paling mudah terlihat adalah pada panjang gelombang sinar tampak, yakni dapat berupa penghamburan 70

(scattering) dan penyerapan (absorption). Selanjutnya, Lillesand dan Kiefer (1993) menambahkan, proses penghamburan akan menyebabkan radiasi elektromagnetik kehilangan detail informasi, sedangkan proses penyerapan menyebabkan pengurangan energi pada selang panjang gelombang tertentu. Tenaga elektromagnetik dalam jendela atmosfer tidak dapat mencapai permukaan bumi secara utuh, karena sebagian mengalami hambatan oleh atmosfer. Sutanto (1990) menyebutkan bahwa hambatan ini disebabkan oleh debu, uap air, dan gas di atmosfer. Proses penghambatannya terjadi terutama dalam bentuk serapan (absorpsi), pantulan (refleksi), dan hamburan (scattering). Sensor Tenaga yang datang dari obyek di permukaan bumi diterima dan direkam oleh sensor. Tiap sensor mempunyai kepekaan tersendiri terhadap bagian spektrum elektromagnetik. Disamping itu, kepekaannya juga berbeda dalam merekam obyek terkecil yang masih dapat dikenali dan dibedakan terhadap obyek lain di lingkungan sekitarnya. Kemampuan sensor dewasa ini beroperasi untuk memperoleh data jauh lebih besar daripada kemampuan untuk menangani data tersebut. Hal ini pada umumnya berlaku baik untuk sistem interpretasi manual maupun sistem interpretasi dengan bantuan komputer. Pengolahan data sensor hingga menjadi bentuk yang dapat diinterpretasi memang merupakan suatu usaha yang memerlukan banyak pemikiran, instrumentasi, waktu, pengalaman, dan data rujukan. Sementara banyak penanganan data dapat dilakukan dengan mesin (komputer dan alat mekanik atau elektronik yang lain), peranan manusia dalam pengolahan data akan terus berlanjut sebagai hal yang penting pada terapan yang produktif data penginderaan jauh. Perolehan Data Perolehan data dapat dilakukan dengan cara manual, yakni dengan interpretasi secara visual dan dapat pula dilakukan dengan cara numerik atau cara digtital, yaitu dengan menggunakan komputer. Foto udara pada umumnya diinterpretasi secara manual, sedangkan data hasil penginderaan secara elektronik dapat diinterpretasi secara manual maupun secara numerik. Berbagai Pengguna Data Kunci keberhasilan terapan suatu sistem penginderaan jauh terletak pada manusia yang menggunakan data penginderaan jauh sistem tersebut. Data yang dihasilkan dengan sistem penginderaan jauh hanya akan menjadi informasi bila seseorang memahami asal-usulnya, mengerti bagaimana menginterpretasinya, dan memahami bagaimana cara menggunakannya yang paling tepat. Pemahaman menyeluruh terhadap 71

Spectra Nomor 9 Volume V Januari 2007: 65-79 masalah yang dihadapi penting sekali untuk terapan yang produktif metodologi penginderaan jauh. Juga tidak ada satu kombinasi pengumpulan data dan analisis data pengideraan jauh saja yang akan dapat memuaskan kebutuhan pengguna data. Sementara interpretasi foto udara kurang lebih telah seabad digunakan sebagai alat pengelolaan sumberdaya, bentuk penginderaan jauh yang lain merupakan teknik dan cara pengumpulan informasi yang relatif baru dan belum konvensional. Bentuk penginderaan jauh yang dikembangkan akhir-akhir ini hingga kini masih kurang dapat memuaskan para pengguna. Meskipun demikian, karena terapan baru berlanjut untuk dikembangkan dan dimanfaatkan, semakin banyak jumlah pengguna yang menyadari potensinya dan keterbatasan teknik penginderaan jauh. Sebagai akibatnya, penginderaan jauh telah menjadi alat yang penting pada berbagai program operasional yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya, keteknikan dan eksplorasi. Sumber tenaga Sensor Data Visual Non citra Atmosfer Pantulan Digital Pancaran Citra Obyek Konsep Olah Citra Digital Gambar 3. Komponen Sistem Penginderaan Jauh Data penginderaan jauh yang diperoleh dari penyiaman satelit terhadap permukaan bumi berbentuk data digital yang disimpan dalam bentuk dua dimensi yang elemen-elemennya mewakili suatu daerah yang sangat kecil yang disebut pixel (picture element) dan setiap pixel berhubungan dengan suatu luas pada permukaan bumi. Struktur dari matriks ini disebut juga sebagai raster, maka data citra sering dinyatakan dengan data raster. Data raster tersusun atas baris dan kolom. 72

Kolom Gambar 4. Format Data Raster Sebuah pixel berisikan bilangan digital yang merupakan nilai dari intensitas sinar yang direfleksikan terhadap panjang gelombangnya. Pola penyimpanan nilai intensitas setiap pixel digunakan tempat sebesar 8 bit, maka ini artinya nilai intensitas pixel berkisar dari 0 255 (2 8 atau 256 tingkat warna). Koreksi Geometrik Baris Koreksi Geometrik adalah proses mentransformasikan citra, sehingga citra tersebut mempunyai sistem proyeksi tertentu. Koreksi geometrik dilakukan karena adanya distorsi pada citra. Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya distorsi adalah sebagai berikut: 1. Distorsi akibat pengaruh rotasi bumi karena satelit berorbit polar. 2. Distorsi panoramik yang mengakibatkan ukuran pixel makin besar dengan bertambahnya sudut pandang sensor terhadap nadir. 3. Distorsi akibat kelengkungan permukaan bumi yang memiliki pengaruh sama dengan distorsi panoramik. 4. Distorsi scan time skew, yaitu akibat perbedaan waktu setiap pixel dalam satu scan line dan kecepatan lintasan satelit. 5. Distorsi akibat roll, pitch, dan yaw. Distorsi ini berkaitan dengan penyimpangan ketinggian pesawat terbang (orientasi). Distorsi akibat roll Distorsi ini akibat efek gulungan (roll) pesawat terbang pada sumbu terbangnya. Gulungan menyebabkan garis kisi-kisi medan direkam pada saat yang berbeda-beda didalam siklus putaran cermin. Sebagai akibatnya, maka citra tampak seperti ombak. Pengaruh ini dapat dihilangkan dengan proses kompensasi gulungan. 73

Spectra Nomor 9 Volume V Januari 2007: 65-79 Distorsi akibat pitch Distorsi akibat pitch pesawat terbang dapat menyebabkan distorsi citra penyiam. Perubahan skala lokal akibat tukikan pada arah terbang pada umumnya haya kecil dan kesalahan tersebut dapat diabaikan dalam sebagian analis. Distorsi akibat yaw Bila mengalami angin menyilang selama perolehan data termal, maka sumbu pesawat terbang harus diarahkan keluar dari sumbu terbang untuk melawan angin. Distorsi ini sering dihindarkan dengan cara tidak mengumpulkan data termal pada kondisi angin menyilang yang kencang. Sesuai dengan keperluan pemetaan maka koreksi geometrik dapat dilakukan dengan dua (2) cara masing-masing adalah: Koreksi Geometrik yang Didasarkan pada Geometri Orbit Satelit Koreksi dilakukan apabila tidak tersedia peta topografi serta persyaratan ketelitian tidak begitu diperhitungkan. Biasanya koreksi ini dilakukan dengan data-data lintasan atau orbit satelit yang dimiliki oleh TDRSS (Tracking Data Relay Satellite System). Pada umumnya semua citra yang dijual ke konsumen sudah dikoreksi dengan lintasan/orbit satelit. Koreksi tersebut meliputi koreksi skala, koreksi panoramik, koreksi puntiran (skaw), dan koreksi rotasi bumi. Koreksi Geometrik yang Didasarkan pada Titik Kontrol Tanah Koreksi ini dilakukan apabila citra diperlukan sistem koordinat dan sistem proyeksi yang sama untuk keperluan pembuatan peta dasar atau citra yang bergeoreferensi. Cara ini dapat dilakukan dengan memilh satu atau beberapa titik pada citra yang dapat dikenali pada peta atau dapat juga diidentifikasi di lapangan. Apabila titik-titik tersebut dapat diidentifikasi dari peta, maka titik tersebut dapat diinterpolasi dan ditransformasikan kedalam sisitem koordinat dan sistem proyeksi yang diinginkan. Namun, apabila titik tersebut dapat dikenali di lapangan, maka titik tersebut dapat diukur secara teliti dibandingkan dengan interpolasi dari peta, misalnya dengan GPS. Penempatan titik/tugu GPS dilakukan dengan mempertimbangkan halhal sebagai berikut: Lokasi tugu GPS jauh dari benda-benda reflektif yang bisa memantulkan sinyal dari satelit GPS. Ini dilakukan untuk meminimumkan terjadinya multipath yang merupakan salah satu sumber kesalahan dalam pengamatan jarak ukuran (pseudorange) ke satelit. Lokasi tugu GPS jauh dari kabel tegangan tingi ataupun bendabenda bermedan listrik/magnet lainnya. Hal ini dilakukan untuk 74

menghindari imaging yang merupakan salah satu sumber kesalahan pada pengukuran beda fase dari signal GPS. Tugu GPS ditempatkan pada lokasi yang mempunyai ruang pandang bebas halangan kesemua arah 15 0 diatas horizontal. Lokasi tugu GPS, ditempatkan di luar jalur lalulintas manusia dan binatang seperti jalan setapak, jalan raya, rel kereta api, dan lain sebagainya. Ditempatkan pada tanah yang kondisinya stabil. Bila memungkinkan lokasi tugu GPS dijauhkan dari keramaian tetapi mudah dikunjungi atau ditemukan kembali. Lokasi titik dapat dengan mudah diidentifikasi pada citra satelit IKONOS. Untuk mengurangi efek dari gangguan yang bersifat tidak linear dan tidak tetap ruang, ketelitian suatu citra terutama dalam aplikasi pemetaan dapat dilakukan dengan bantuan titik kontrol tanah dalam proses koreksi geometris. Proses ini juga dikenal dengan registrasi citra, dimana penggunaan titik kontrol tanah akan mempengaruhi bentuk fungsi pemetaan yang diperoleh pada proses transformasi. Sistem Koordinat Geografis/Geodetis Sistem koordinat Geografis/Geodetis mendefinisikan posisi obyek di permukaan bumi (ellipsoid) dengan lintang, bujur, dan ketinggian dari permukaan bumi ke permukaan ellipsoid (latitude, longitude, height (ϕ, λ, h)) seperti pada Gambar 5 berikut : h Greenwich Equator φ λ Gambar 5. Sistem Koordinat Geodetis : Lintang (φ), Bujur (λ), dan Tinggi di Atas Ellipsoid (h) Perlu diperhatikan disini adalah bahwa besarnya lintang tidak diukur dari pusat ellipsoid tetapi terhadap perpotongan garis normal dengan bidang ekuator. Garis normal di setiap permukaan ellipsoid akan memiliki panjang 75

Spectra Nomor 9 Volume V Januari 2007: 65-79 yang berbeda-beda. Karena alasan ini penentuan panjang garis normal untuk setiap titik dipermukan ellipsoid mutlak diperlukan dalam perhitungan penentuan koordinat geografis/geodetis. Gambar 5. Perpotongan Garis Normal Dengan Bidang Equator Sistem Koordinat Grid/Peta Koordinat geografis/geodetis yang diproyeksikan ke permukaan bidang datar/peta dengan teknik/sistem proyeksi peta disebut dengan koordinat grid/peta. Salib sumbu koordinat grid ini adalah orthogonal yang membentang ke utara-selatan disebut North (N) atau Utara (U), dan yang membentang ke barat-timur disebut East (E) atau Timur (T). Sedangkan titik pusat (origin) salib sumbu ini memiliki harga tertentu yang besarnya ditentukan dalam sistem proyeksi peta. Contoh koordinat grid di Indonesi adalah Universal Tranverse Mercator (UTM) dan Tranverse Mercator 3 0 yang digunakan dalam sistem proyeksi Tranverse Mercator. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Tahap Persiapan Tahapan ini meliputi proses perencanaan lokasi yang akan dijadikan sebagai areal penelitian, perencanaan alat dan bahan yang akan digunakan, serta job description yang akan dijalankan. 76

Proses Pengumpulan Data Pengumpulan data dimaksudkan sebagai proses untuk mencari dan mendapatkan data-data baik spasial maupun non-spasial yang akan dijadikan sebagai bahan pendukung penelitian. Dalam penelitian ini data spasial yang digunakan adalah Citra IKONOS, peta topografi digital skala 1:1000 yang digeneralisasi menjadi peta kontur skala 1:1000, dan Data DEM skala 1:1000 yang diperoleh dari hasil konversi kontur peta topografi digital. Pengumpulan data Titik Kontrol Tanah (GCP) dilakukan secara langsung dengan menggunakan GPS Geodetic di wilayah penelitian. 1. Pemotongan dan Penajaman Citra Ikonos Pemotongan (cropping) citra dimaksudkan untuk mendapat gambaran citra sesuai dengan batas daerah penelitian, sedangkan penajaman citra berkaitan dengan proses pengkontrasan, yakni perbedaan antara brightness relatif antara sebuah benda dengan sekelilingnya pada citra. 2. Melakukan proses koreksi geometrik citra dengan menggunakan data hasil pengukuran Titik Kontrol Tanah (GCP) dengan metode X,Y sebagai koreksi awal citra. 3. Orthorektifikasi Dari hasil koreksi geometrik dilanjutkan dengan proses orthorektifikasi dengan menggunakan data DEM skala 1:1000 yang diperoleh dari hasil konversi dari peta kontur yang telah digeneralisasi sebelumnya dari peta digital topografi, sehingga citra terkoreksi X,Y,Z. 4. Kontrol Geometrik Kulitas Citra Dari proses koreksi geometrik dan orthorektifikasi dilanjutkan dengan tahap kontrol geometrik kualitas citra yang meliputi uji ketelitian terhadap jarak, dan azimuth. 5. Analisis Tahap ini merupakan bagian akhir dari keseluruhan proses penelitian yang dimaksudkan untuk mengkaji dan menganalisa hasil penelitian yang dilakukan. Pengukuran dan Pengumpulan Data Lapangan Proses pengukuran dan pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap kegiatan. Pengukuran pertama dilakukan dengan menggunakan tiga (3) set alat GPS (Global Positioning System) Geodetik untuk menentukan posisi titik-titik kontrol tanah (Ground Control Point) yang akan dijadikan sebagai titik acuan dalam pengolahan data. Tahapan pengukuran kedua dilakukan dengan menggunakan alat TS (Total Station) TC 600 untuk menentukan posisi titik-titik detail dari titik-titik kontrol yang telah diukur sebelumnya. 77

Spectra Nomor 9 Volume V Januari 2007: 65-79 Pengukuran Topografi Dengan Total Station (TC600) Setelah proses pengukuran titik-titik GCP (Ground Control Point) selesai dilakukan dengan menggunakan alat GPS Geodetic, maka urutan kerja berikutnya adalah melakukan pengukuran lapangan dengan menggunakan alat Total Station dengan maksud untuk mendapatkan posisi titik-titik detail terhadap titik-titik GCP yang telah diukur sebelumnya. Pada penelitian ini dilakukan enam (6) sesi pengukuran topografi berdasarkan jumlah sebaran titik GCP yang telah diukur sebelumnya, dimana jumlah dan posisi titik-titik detail yang diukur bergantung pada kondisi geografis lapangan serta bisa atau tidaknya titik-titik tersebut dikenali pada foto citra maupun peta. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian uji ketelitian kualitas geometrik citra IKONOS hasil orthorektifikasi dengan menggunakan data DEM skala 1:1000 adalah sebagai berikut: 1. Nilai rata-rata residual dan standar deviasi koordinat GCP (Ground Control Point) yang diolah dalam penelitian ini mempunyai perbedaan, dimana data koordinat hasil proses orthorektifikasi terbukti lebih teliti dibandingkan dengan proses koreksi geometrik citra. Pada citra hasil koreksi geometrik diperoleh nilai rata-rata RMS pemasukan koordinat GCP sebesar 0.904 m dengan standar deviasi hasil perhitungan adalah sebesar 0.608 m sedangkan pada citra hasil orthorektifikasi dihasilkan nilai rata-rata RMS sebesar 0.608 m. dengan nilai standar deviasi sebesar 0.402 m. 2. Dari hasil pengolahan dan perhitungan nilai rata-rata RMS dari data koordinat titik detail, dapat diketahui bahwa proses pengolahan citra dengan rektifikasi orhto memiliki tingkat ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan proses rektifikasi secara geometrik, dimana nilai rata-rata residual yang dihasilkan dari proses koreksi geometrik adalah sebesar 1.016 m sedangkan ratarata residual yang dihasilkan dari proses orthorektifikasi adalah sebesar 0.712 m. 3. Proses koreksi geometrik citra dianggap kurang memenuhi persyaratan ketelitian citra yakni nilai residual yang melebihi 2 pixel di citra ikonos atau setara dengan 2 m di lapangan. 4. Dari hasil uji statistik yang dilakukan, antara lain yaitu uji ketelitian azimuth dari proses orthorektifikasi, menghasilkan nilai rata-rata pergeseran azimuth sebesar 00 0 35 17 sedangkan dari proses koreksi geometrik nilai rata-rata pergeseran azimuth adalah sebesar 00 0 52 34 dan rata-rata selisih pergeseran azimuth antara citra hasil koreksi geometrik dan orthorektifikasi adalah sebesar 00 0 43 55. Untuk uji ketelitian terhadap jarak, proses orthorektifikasi 78

menghasilkan nilai rata-rata pergeseran jarak sebesar 0.143 m, sedangkan pada proses koreksi geometrik nilai rata-rata pergeseran jarak yang dihasilkan adalah sebesar 0.160 m. 5. Nilai rata-rata selisih pergeseran jarak yang terjadi antara citra hasil koreksi geometrik dan hasil orthorektifikasi adalah sebesar 0.152 m. DAFTAR PUSTAKA Abidin, H.Z. 1999. Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. Jakarta: Pradnya Paramita. Anonim. 2001. Owner Manual And Reference Quide Garmin V. Olate Kansas USA: Garmin International Inc. Dess and Lorraine Newman. 2000. Ozi Explorer Reference Manual. Leman, S. dan Haryanto, Ign. 1998. GPS (Global Positioning System) dan Pemanfaatannya pada Bidang Teknik Sipil. Jakarta: Jurusan Teknik Sipil Universitas Tarumanegara. Lillesand and Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh, jilid 1 dan 2. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 79